SlideShare a Scribd company logo
1 of 39
Download to read offline
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG
MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva
(Rhodophyta, Soliericeae) Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan Di Desa
Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan,
Sulawesi Tenggara (Monitoring Tahun ke II)
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva
(Rhodophyta, Soliericeae) in Bungin Permai Village Tinanggea Sub-District,
Regency of South Konawe, SE Southeast Sulawesi (Monitoring of The
Second Years)
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan Pada Mata Kuliah
Manajemen Akuakultur Laut
OLEH :
SITTI ARYATI SEKAR WANGI
I1A2 14 023
JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG
MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva
(Rhodophyta, Soliericeae) Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan Di Desa
Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan,
Sulawesi Tenggara (Monitoring Tahun ke II)
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva
(Rhodophyta, Soliericeae) in Bungin Permai Village Tinanggea Sub-District,
Regency of South Konawe, SE Southeast Sulawesi (Monitoring of The
Second Years)
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan Pada Mata Kuliah
Manajemen Akuakultur Laut
OLEH :
SITTI ARYATI SEKAR WANGI
I1A2 14 023
JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG
MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva
(Rhodophyta, Soliericeae) Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan Di Desa
Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan,
Sulawesi Tenggara (Monitoring Tahun ke II)
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva
(Rhodophyta, Soliericeae) in Bungin Permai Village Tinanggea Sub-District,
Regency of South Konawe, SE Southeast Sulawesi (Monitoring of The
Second Years)
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan Pada Mata Kuliah
Manajemen Akuakultur Laut
OLEH :
SITTI ARYATI SEKAR WANGI
I1A2 14 023
JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018
Judul
Laporan Lengkap
Nama
Stambuk
Kelompok
Jurusan
IIALAMAN PENGESAIIAN
Budidaya Rumput Laut Kappaphycws alvarezii
(Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta" Soliericeae)
Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan Di
Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinangge4
Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara
(Monitoring Tahun ke II).
Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan Pada Mata
Kuliah Manajemen Akuakultur Laut
Sitti Aryati Sekar Wangi
nAz A 423
VIII (Delapan)
Budidaya Perairan
Laporan Lengkap Ini
Telah Diperiksa dan Disetujui Oleh :
Mengetahur
Koordinator Dosen Mata Kuliah
Manaj ement Akuakultur Laut
kV- t[+
Prof. Dr. Ir. ta Odeffi. Aslan-M.Sc
NrP. 19661210199403 1 005
&o$
Kendari" Juli 2018
Tanggal Pengesahan
iii
RIWAYAT HIDUP
Nama Sitti Aryati Sekar Wangi , dilahirkan pada tanggal
27 Agustus 1997 di Wakuru. Penulis adalah anak ketiga kembar
dari empat bersaudara, putri dari bapak La Ode Raena dan ibu
Nurliati. Pada tahun 2008, penulis lulus dari SDN 3 Tongkuno,
tahun 2011 lulus dari SMP Negeri 1 Tongkuno dan tahun 2014
lulus dari SMA Negeri 1 Tongkuno. Penulis kemudian
melanjutkan studi di Perguruan Tinggi, pada tahun 2014 penulis
diterima menjadi mahasiswa di Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negri
(SNMPTN) di Universitas Halu Oleo Kendari yang merupakan Perguruan Tinggi
Negeri di Sulawesi Tenggara. Laporan PLK-MAL ini merupakan karya tulis kedua
penulis setelah karya pertama berupa terjemahan dari publikasi ilmiah yang
berjudul ‘’Keberadaan Epifit Polysiphonia pada Budidaya Kappaphycus di Pulau
Calaguas Camarines Norte, Filipina (Occurrence of Polysiphonia epiphytes in
Kappaphycus farms at Calaguas Is., Camarines Norte Phillippines). Tulisan ini
diterbitkan oleh J. of Applied Phycology (2006) 18: 301–306 DOI: 10.1007/s10811-
006-9032-z.
iii
RIWAYAT HIDUP
Nama Sitti Aryati Sekar Wangi , dilahirkan pada tanggal
27 Agustus 1997 di Wakuru. Penulis adalah anak ketiga kembar
dari empat bersaudara, putri dari bapak La Ode Raena dan ibu
Nurliati. Pada tahun 2008, penulis lulus dari SDN 3 Tongkuno,
tahun 2011 lulus dari SMP Negeri 1 Tongkuno dan tahun 2014
lulus dari SMA Negeri 1 Tongkuno. Penulis kemudian
melanjutkan studi di Perguruan Tinggi, pada tahun 2014 penulis
diterima menjadi mahasiswa di Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negri
(SNMPTN) di Universitas Halu Oleo Kendari yang merupakan Perguruan Tinggi
Negeri di Sulawesi Tenggara. Laporan PLK-MAL ini merupakan karya tulis kedua
penulis setelah karya pertama berupa terjemahan dari publikasi ilmiah yang
berjudul ‘’Keberadaan Epifit Polysiphonia pada Budidaya Kappaphycus di Pulau
Calaguas Camarines Norte, Filipina (Occurrence of Polysiphonia epiphytes in
Kappaphycus farms at Calaguas Is., Camarines Norte Phillippines). Tulisan ini
diterbitkan oleh J. of Applied Phycology (2006) 18: 301–306 DOI: 10.1007/s10811-
006-9032-z.
iii
RIWAYAT HIDUP
Nama Sitti Aryati Sekar Wangi , dilahirkan pada tanggal
27 Agustus 1997 di Wakuru. Penulis adalah anak ketiga kembar
dari empat bersaudara, putri dari bapak La Ode Raena dan ibu
Nurliati. Pada tahun 2008, penulis lulus dari SDN 3 Tongkuno,
tahun 2011 lulus dari SMP Negeri 1 Tongkuno dan tahun 2014
lulus dari SMA Negeri 1 Tongkuno. Penulis kemudian
melanjutkan studi di Perguruan Tinggi, pada tahun 2014 penulis
diterima menjadi mahasiswa di Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negri
(SNMPTN) di Universitas Halu Oleo Kendari yang merupakan Perguruan Tinggi
Negeri di Sulawesi Tenggara. Laporan PLK-MAL ini merupakan karya tulis kedua
penulis setelah karya pertama berupa terjemahan dari publikasi ilmiah yang
berjudul ‘’Keberadaan Epifit Polysiphonia pada Budidaya Kappaphycus di Pulau
Calaguas Camarines Norte, Filipina (Occurrence of Polysiphonia epiphytes in
Kappaphycus farms at Calaguas Is., Camarines Norte Phillippines). Tulisan ini
diterbitkan oleh J. of Applied Phycology (2006) 18: 301–306 DOI: 10.1007/s10811-
006-9032-z.
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Subuhanna Wata’alla karena atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga Laporan Praktek Kerja Lapang (PKL)
berjudul Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva
(Rhodophyta, Soliericeae) menggunakan bibit hasil kultur jaringan di Desa Bungin
Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupate Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, dapat
terselesaikan.
PKL ini disusun sebagai pelengkap kegiatan yang telah dilaksanakan pada
bulan April-Juni 2018 di Perairan Desa Bungin Permai dan pengepul rumput laut
yang berlokasi Kendari, Sulawesi Tenggara. Penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada Koordinator Dosen Mata Kuliah Manajemen Akuakultur Laut
Prof. Dr. Ir. La Ode Muh. Aslan,M.Sc yang telah membimbing dengan penuh
keikhlasan dalam penyusunan laporan PKL. Pembuatan blog dan pemostingan
laporan PKL di blog dan slideshare. Arahan dan masukan dari Asisten praktikum
yaitu kak Armin, S.Pi layak diapresiasi, serta teman-teman Citra Utami, Nova
Indriana, Santi, Salbia, Laras Ayuningtias, Saniati Goa, Raznawati, Muh. Arif, Iriani,
Riasni Audin, Sri Kumala, dan Sukmawati yang sudah banyak membantu dalam
penyusuan laporan lengkap.
Selaku penyusun, saya sangat menyadari masih banyak kekurangan bahkan
mungkin kesalahan dalam penyusunan laporan lengkap ini, untuk itu sebagai
penyusun saya sangat mengharapkan kritik dan masukan dari pembaca maupun dari
pihak lain yang berkepentingan yang sifatnya membangun, sehingga dalam
penyusunan laporan lengkap ini lebih baik dan benar.
Kendari, Juli 2018
Penulis
v
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezi (Doty) Doty ex Silva
(Rhodophyta, Soliericeae) Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan Di Desa
Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan,
Sulawesi Tenggara (Monitoring Tahun ke II)
ABSTRAK
Praktek Kerja Lapang (PKL) dilaksanakan selama 3 bulan yaitu bulan April-Juni
2018 di Desa Bungin Permai, praktek ini dimulai dari tahap asistensi praktikum,
tahap persiapan, mengikat bibit, proses penanaman, monitoring rumput laut, panen
dan pasca panen. Monitoring dilakukan untuk membersihkan rumput laut dari epifit
seperti Sargassum polycystum dan penyakit Ice ice. Laju pertumbuhan harian (LPH)
rumput laut K. alvarezi yang diamati selama PKL yaitu 5,86±0,35%/hari. Rasio berat
kering dan berat basah adalah 1 : 9. Suhu perairan selama PKL berkisar 26-29ºC
sedangkan salinitas berkisar antara 29-31 ppt. Harga pasar rumput laut K. alvarezi
sekarang yaitu Rp. 18.000/kg.
Kata kunci :Kappaphycus alvarezi, Kultur jaringan, Laju Pertumbuhan Harian.
vi
ABSTRACT
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva
(Rhodophyta, Soliericeae) in Bungin Permai Village Tinanggea Sub-District,
Regency of South Konawe, SE Southeast Sulawesi (Monitoring of The
Second Years)
This field aquaculture practice was carried out in Bungin Permai Village for 3 months
(April-June 2018). Practices process started from preparation stage, binding of seeds,
planting process, alga monitoring, harvest and post harvest, and marketing.
Monitoring was done twice a week to clean the seaweeds from epiphytes such as
S. polychystum and Ice ice disease. Daily growth rates (DGR) of K. alvarezii
seaweed observed during PKL was 5,86±0,35%/day. Ratio of dried weight: of the
harvest seaweeds was 1 : 9. Waters temperature during PKL was 26-29 ºC while the
salinity was 29-31 ppt. Seaweed market price K. alvarezii type with price was Rp.
18.000/kg.
Keyword :Kappaphycus alvarezii, Tissue-Culture Sedlings, Daily Growth Rates.
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL…………………………………………………….. i
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………… Ii
RIWAYAT HIDUP…………………………………………………........ Iii
KATA PENGANTAR…………………………………………………… iv
ABSTRAK……………………………………………………………….. iv
ABSTRACT…………………………………………………………........ v
DAFTAR ISI……………………………………………………………... vi
DAFTAR TABEL………………………………………………………... vii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………….. viii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……………………………………………………
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………….......
1.3 Tujuan dan Manfaat………………………………………………
1
2
3
II. METODE PRAKTIKUM
2.1 Waktu dan Tempat………………………………………………..
2.2 Prosedur Praktikum……………………………………………….
2.2.1 Tahap Persiapan………………………………..…………......
2.2.2 Tahap Uji Lapangan………………………………………….
2.2.3 Tahap Pemanenan dan Pasca Panen………………………….
2.2.3.1 Tahap Pemanenan………………………………………...
2.2.3.2 Tahap Pasca Panen………………………………………..
2.2.4 Parameter yang Diamati………………………………………
2.2.4.1 Laju Pertumbuhan Harian………………………………...
2.2.4.2 Hama dan Penyakit……………………………………….
2.2.4.3 Parameter Kualitas Air……………………………………
4
4
4
7
12
12
14
15
16
16
16
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil………………………………………………………………
3.1.1 Laju Pertumbuhan Harian (LPH)…………………………….
3.1.2 Hama dan Penyakit…………………………………………...
3.1.3 Hasil Pengukuran Parameter Kualitas Air……………………
3.1.4 Hasil Pengamatan Monitoring Rumput Laut……………….. .
3.1.5 Hasil Pasca Panen…………………………………………….
3.2 Pembahasan………………………………………………………
3.2.1 Laju Pertumbuhan Harian (LPH)…………………………….
3.2.2 Hama dan Penyakit…………………………………………...
3.2.3 Hasil Pengukuran Parameter Kualitas Air……………………
3.2.4 Hasil Pasca Panen…………………………………………….
17
17
18
18
19
21
22
22
24
24
25
viii
IV. SIMPULAN DAN SARAN
4.1 Simpulan………………………………………………………….
4.2 Saran……………………………………………………………...
27
27
DAFTAR PUSTAKA
ix
DAFTAR TABEL
Tabel Teks Halaman
1. Alat dan Bahan Beserta Kegunaan pada Tahap Persiapan……… 5
2. Alat dan Bahan Beserta Kegunaan pada Tahap Uji Lapangan….. 8
3. Hama dan Penyakit pada Rumput Laut…………………………. 16
4. Parameter Kualitas Air yang Diukur Selama PKL……………… 16
5. LPH Rumput Laut K. alvarezii Hasil Kultur Jaringan………….. 17
6. Pengukuran Kualitas Air………………………...……………… 17
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar Teks Halaman
1. Persiapan Tali………………….…………………………… 5
2. Pengikatan Tali……..……………………………………… 6
3. Jarak Pengikat Tali Rumput Laut……..…………………… 6
4. Gambaran Lokasi Desa Bungin…………………….……… 7
5. Bibit Rumput Laut Hasil Kultur Jaringan………..………… 9
6. Pemilihan Bibit……………………...……………………… 9
7. Proses Pengikatan Bibit Rumput Laut……………………… 10
8. Hasil Pengikatan Bibit Rumput Laut dan Siap Ditanam…… 10
9. Proses Penanaman Rumput Laut…...……………………… 11
10. Epifit …………………………...…………………………. 12
11. Pemanenan Rumput Laut…………………………………. 13
12. Penimbangan Hasil Panen…………………………………… 13
13. Penimbangan Bibit 12 Rumpun.…………………………….. 14
14. Proses Penjemuran Rumput Laut…………………………… 14
15. Penimbangan Pasca Panen………...………………………… 15
16. Rumput Laut Hari Ke 7….……………..……………………. 18
17. Rumput Laut Hari Ke 14…………………………………… 18
18. Rumput Laut Hari Ke 21…………………………………… 19
19. Rumput Laut Hari Ke 28……….……………………………. 19
20.
21
22
Tanaman Pengganggu Pada Rumput Laut…………………..
Ice ice Yang Terdapat Pada Rumput Laut…………………...
Kualitas Rumput Laut………………………………………..
20
20
21
1
I. PENDAHULUAN
I.I. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman jenis
rumput laut yang sangat tinggi, bahkan oleh para ahli rumput laut mengatakan
sebagai lumbung rumput laut. Perkembangan kearah industrialisasi rumput laut,
Indonesia masih jauh ketinggalan dengan negara lain seperti Jepang, Korea, Taiwan
dan China (Kadi, 2004). Pengembangan rumput laut sangat prospektif karena
didukung perairan dengan garis pantai sekitar 1.740 km. Wilayah pesisir laut/pantai
yang didominasi oleh selat dan teluk merupakan potensi untuk pengembangan
budidaya rumput laut. Produksi rumput laut di Sultra telah mencapai sekitar 300 ton
per bulan, sementara permintaan mencapai 800-1000 ton per bulan. Jika melihat hal
tersebut, maka produksi rumput laut masih sangat rendah (Sapitri, 2016).
Sulawesi Tenggara yang memiliki luas perairan ±110.000 km dengan
panjang garis pantai 1.740 km (BLH, 2000) menyimpan potensi kekayaan
sumberdaya alam laut yang cukup besar baik yang diketahui maupun yang belum
diketahui keberadaannya. Rumput laut merupakan sumberdaya alam yang sudah
diketahui keberadaanya dan telah diupayakan untuk budidaya. Sultra memiliki
wilayah yang cukup luas, dan berpotensi untuk budidaya rumput laut. Kegiatan
budidaya rumput laut merupakan aktivitas yang telah berkembang pada setiap
Kabupaten/ Kota Sulawesi Tenggara (Aslan et al., 2015).
Di Sultra khususnya di Kecamatan Konsel di perairan Desa Bungin Permai
merupakan salah satu desa yang memiliki perairan yang sangat potensial sebagai
tempat untuk melakukan aktivitas budidaya rumput laut. Pada umumnya di perairan
Desa Bungin Permai menggunakan sistem budidaya longline. Menurut Albasri et al..
(2010) menyatakan bahwa, budidaya rumput laut di Muna dan Kendari sebagian
besar menggunakan sistem budidaya rumput laut dengan metode longline. Rumput
laut di Kabupaten Konawe Selatan merupakan salah satu komoditas unggulan
berdasarkan penetapan komoditas unggulan pada masing-masing wilayah. Jenis
2
rumput laut yang paling banyak dibudidayakan di perairan Konsel adalah jenis
Kappaphycus alvarezii, karena dapat diusahakan dengan modal rendah,
menggunakan teknologi untuk produksi dengan biaya murah, permintaan pasar yang
tinggi, siklus produksi yang singkat, metode pasca panen yang tidak terlalu sulit, serta
permintaan pasar masih terbuka (Asaf dkk., 2014).
Keberhasilan budidaya rumput laut tergantung dari teknik budidaya yang tepat
dan metode budidaya yang sesuai. Salah satu metode yang digunakan yaitu metode
longline. Hambatan dalam kegiatan budidaya rumput laut yaitu serangan hama dan
penyakit seperti tumbuhan epifit, lumut dan penyakit ice-ice serta kualitas air yang
buruk akibat limbah pertambangan yang dibuang ke laut menyebabkan hasil budidaya
menjadi rendah dan timbulnya penyakit dan pertumbuhan lambat.
I.2. Rumusan Masalah
Umumnya pengusaha rumput laut masih mengandalkan produksi yang berasal
dari alam bukan hasil budidaya. Lambatnya perkembangan usaha budidaya rumput
laut ini juga disebabkan karena keterbatasan bibit, pertumbuhan K. alvarezii
tergolong lambat dan rentan terserang penyakit. Petani juga sering menggunakan bibit
yang berulang-ulang dari sumber indukan yang sama, sehingga berpotensi mengalami
penurunan kualitas (Sapitri dkk., 2016).
Salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk memperoleh bibit rumput
laut (K. alvarezii) yang berkesinambungan dan memiliki kualitas baik yaitu dengan
teknik kultur jaringan. Rumput laut hasil kultur jaringan memiliki tingkat
pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan menggunakan bibit rumput laut lokal petani
yaitu 1,5 sampai 1,8 lebih tinggi dibanding dengan tanaman lainnya ketika
dibudidayakan di India, sedangkan di maslaysia bibit yang berasal dari hasil kuktur
jaringan memiliki laju pertumbuhan spesifik sebesar 6,3 ± 01%/hari yang lebih tinggi
dibanding menggunakan bibit dari alam/petani 3,4 ± 0.3%/hari (Aslan et al., 2014;
Reddy et al., 2003; Yong et al., 2014). Sehingga bibit hasil kultur jaringan dapat
menjadi potensi yang besar untuk meningkatkan produksi rumput laut (K. alvarezii)
di Sultra.
3
Penelitian pemanfaatan bibit rumput laut hasil kultur jaringan di Desa Bungin
Permai pada bulan April- Juni selama 35 hari telah dilakukan oleh Rama et al (2017),
dari hasil penelitian tersebut diperoleh LPH 4,65±0,66%/hari, kemudian didapatkan
epifit sargasum polychystum dan Hypnea musciformis serta didapatka pula penyakit
Ice ice, permasalahan yang terjadi apakah LPH dan kondisi hama pada tahun 2017
masih sama atau tidak pada tahun 2018? Oleh karena itu, hasil ini dapat dijadikan
bahan pembanding pada monitoring tahun ke-II dalam penanaman rumput laut
K. alvarezii hasil kultur jaringan di Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea,
Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka kegiatan budidaya rumput laut yang
dilakukan di perairan Desa Bungin, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe
Selatan menggunakan bibit yang berasal dari hasil kultur jaringan. Hasil yang
diharapkan dari Praktikum Kerja Lapang (PKL) ini agar dapat meningkatkan laju
pertumbuhan harian dan menghasilkan rumput laut yang berkualitas baik.
I.3. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari PKL-MAL ini adalah untuk mengetahui proses budidaya rumput
laut yang menggunakan bibit hasil kultur jaringan dengan metode longline, mulai dari
tahap persiapan, tahap uji lapangan, dan tahap pemasaran, serta mengetahui laju
pertumbuhan harian K. alvarezii.
Kegunaan dari PKL-MAL ini adalah agar mahasiswa dapat menambah ilmu
pengetahuan dan wawasan tentang proses budidaya rumput laut yang menggunakan
bibit hasil kultur jaringan dengan metode longline, mulai dari tahap persiapan, tahap
uji lapangan, dan tahap pemasaran, serta mengetahui laju pertumbuhan harian K.
alvarezii.
Kegiatan PKL-MAL ini diharapkan menjadi bahan pembanding dengan
kegiatan PKL-MAL yang pernah dilakukan tahun I (2017) yang lalu.
4
II. METODE PRATIKUM
2.1. Waktu dan Tempat
PKL-MAL dengan menggunakan bibit hasil kultur jaringan yang
dilaksanakan pada bulan April-Juni 2018. PKL terdiri atas 3 tahap, tahap pertama
yaitu tahap persiapan yang dilaksanakan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Halu Oleo dan tahap kedua yaitu tahap uji lapangan yang dilaksanakan di
perairan Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan,
sedangkan tahap ketiga yaitu pemasaran yang berlokasi di pengepul rumput laut,
Kendari Sulawesi Tenggara.
2.2. Prosedur Praktikum
Prosedur praktikum yang dilakukan terbagi atas tiga yaitu : tahap persiapan,
tahap uji lapangan dan tahap pemasaran.
2.2.1 Tahap Persiapan
Tahap persiapan dilaksanakan pada bulan April 2018 dan bertempat di
Laboratorium Perikana, fakultas perikanan dan ilmu kelautan Universitas Halu Oleo
kendari. Dimana hal yang dilakukan pada tahap persiapan yaitu mengikuti asistensi
praktikum mengenai kegiatan yang akan dilakukan meliputi penentuan lokasi
praktikum, metode penanaman rumput laut dan pengenalan alat pintar.
Alat dan bahan yang digunakan dalam tahap pesiapan pada proses pembuatan
tali untuk budidaya rumput laut (K. alvarezii) bibit hasil kultur jaringan yaitu dapat
dilihat pada Tabel 1.
5
Tabel 1. Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Tahap Persiapan
No. Alat dan Bahan Kegunaan
1. Alat
-Alat pintal Alat bantu untuk megikat tali.
- Cutter/gunting Untuk memotong tali.
- Korek Membakar lilin
- Mistar Mengukur panjang tali
- Meteren Mengukuran panjang tali PE
2. Bahan
- Tali PE no.4 mm, Tali utama metode longline
dan tali ris no. 1,5 mm
- Lilin Membakar ujung tali pengikat
Prosedur kerja dalam tahap persiapan pada proses pelaksanaan pembuatan tali
untuk budidaya rumput laut (K. alvarezii) bibit hasil kultur jaringan adalah sebagai
berikut:
1. Tahap pertama yang dilakukan yaitu dengan mempersiapkan tali. Tali PE sebagai
bahan utama yang digunakan pada metode longline, dapat dilihat pada
(Gambar 1A) Tali yang digunakan yaitu tali PE no. 4 mm dapat dilihat pada
(Gambar 1B) dan tali PE no 1,5 mm dapat dilihat pada (Gambar 1C),
cutter/gunting dan lilin dapat dilihat pada (Gambar 1D). Sedangkan untuk
memudahkan dalam proses pengikatan tali maka digunakan alat pemintal tali
rumput laut (pintar) dapat dilihat pada (Gambar 1E).
A B C
D E
Gambar 1. Persiapan tali. A) Tali utama yang digunakan, B) Tali PE ukuran 4 mm,
C) Tali ris No.1,5 mm, D) lilin, cutter dan gunting, E) alat pintar.
6
2. Tahap persiapan kedua yaitu pengikatan tali ris no. 1,5 mm sebagai gantungan
bibit rumput laut pada tali PE no 4 mm dengan menggunakan alat bantu yaitu
alat pintar dapat dilihat pada (Gambar 2A) dan sebelum melakukan pengikatan
terlebih dahulu melakukan pembakaran pada ujung tali no 1,5 mm agar tidak
mudah terlepas dapat dilihat pada (Gambar 2B).
A B
Gambar 2. Pengikatan tali. A). Proses pengikatan tali ris No. 1,5 pada tali PE No.
4 mm, B) Proses pembakaran ujung tali agar tidak mudah terlepas.
3. Tahap persiapan ketiga yaitu mengukur jarak antara tali pengikat satu dangan tali
pengikat lainnya dengan jarak 10 cm dapat dilihat pada (Gambar 3) dengan
panjang total tali 21 m.
10 cm
Gambar 3. Jarak tali pengikat rumput laut
yaitu10 cm.
7
4. Tali dengan panjang total 21 m digunakan untuk setiap orang dalam kelompok.
Setelah pengikatan tali rumput laut selesai, maka dilanjutkan dengan pemberian
label nama untuk setiap orang.
2.2.2.Tahap Uji Lapang
Tahap uji lapang dilaksanakan pada bulan Mei 2018 dan bertempat di Desa
Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan.Hal yang
dilakukan ditahap uji lapang yaitu meliputi : proses pengikatan bibit rumput laut,
penanman dilokasi yang telah ditentukan hingga monitoring yang dilakukan 2 kali
dalam seminggu.
Secara geografis, lokasi budidaya rumput laut yang ada di Desa Bungin
Permai terletak pada 4°29'24.03 Lintang Selatan dan 122°13'26.60 Bujur Timur
dapat dilihat pada (Gambar 4A).
A B
Gambar 4. Gambaran Lokasi Desa Bungin, A) Peta Desa Bungin Permain dilihat
dari Satelit, B) lokasi Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea
Kabupaten Konawe Selatan.
Desa Bungin Permai merupakan salah satu Desa di Kecamatan Tinanggea
dengan luas wilayah sekitar 5 x 15 km2
dengan jumlah penduduk ± 1. 360 jiwa
dengan jumlah 310 kk. Mayoritas masyarakat di Desa Bungin Permai memiliki mata
pecaharian sebagai seorang nelayan dan petani rumput laut. Dari segi geografis Desa
Bungin Permai mempunyai batas-batas wilayah administrasi sebagai berikut : sebelah
8
utara berbatasan dengan kelurahaan Tinanggea, sebelah timur berbatasan dengan
Desa Torokeku, sebelah selatan berbatasan dengan selat Tiworo dan sebelah barat
berbatasan dengan Kecamatan Ponggasi dapat dilihat pada (Gambar 4B)
Alat dan bahan yang digunakan dalam tahap uji lapang pada proses budidaya
rumput laut (K. alvarezii) bibit hasil kultur jaringan yang dilaksanakan di Desa
Bungin Permai Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Alat dan Bahan yang Digunakan pada Tahap Uji Lapang.
No. Alat dan Bahan Kegunaan
1. Alat
- Timbangan Menimbang berat rumput
laut
- Pisau/Cutter Menyeleksi bibit rumput laut
- Botol aqua dan bola Sebagai pelampung
- Map plastik Label nama kelompok/individu
- Hand recfraktometer Mengukur salinitas
- Thermometer Mengukur Suhu
- Perahu motor Transportasi ke lokasi budidaya
- Karung Wadah penyimpanan rumput laut
setelah panen
- Kamera Dokumentasi
2. Bahan
- Bibit rumput laut hasil
Kultur jaringan
(K. alvareezi) Organisme/obyek Budidaya
Prosedur kerja yang dilakukan dalam tahap uji lapang pada proses budidaya
rumput laut (K. alvarazii) bibit hasil kultur jaringan adalah sebagai berikut:
1. Persiapan bibit rumput laut yaitu dengan menggunakan bibit rumput laut hasil
kultur jaringan dapat dilihat pada (Gambar 6), dimana ciri dari bibit tersebut
yaitu memiliki percabangan yang banyak dan thallus yang dominan lebih besar.
Bibit tersebut diperoleh dari Petani tambak rumput laut di Desa Bungin Permai.
9
Gambar 5. Bibit rumput laut hasil kultur
Jaringan (K. alvarezii)
2. Setelah seleksi bibit rumput laut dengan menggunakan pisau/cutter dapat dilihat
pada (Gambar 6A), dilanjutkan menimbang bibit rumput laut dengan
menggunakan timbangan digital yang mempunyai ketelitian 0,5 g dapat dilihat
pada (Gambar 6B), sehingga memperoleh berat awal penimbangan bibit 10 g
untuk berat basah dapat dilihat pada (Gambar 6C)
A B C
Gambar 6. Pemilihan bibit. A) Seleksi bibit dengan menggunakan pisau, B) Proses
penimbangan Bibit, C) Berat bibit awal 10 g.
3. Setelah proses seleksi bibit rumput laut dengan menggunakan pisau/cutter dan
ditimbang berat awalnya maka dilanjutkan dengan proses pengikatan bibit
dapat dilihat pada (Gambar 7). Pemotongan bibit dengan menggunakan
pisau/cutter lebih direkomendasikan karena bibit yang dipotong oleh tangan
1 cm
10
akan menyebabkan permukaan bekas potongan rumput laut tidak beraturan
sehingga memudahkan kotoran akan menempel.
Gambar 7: Proses pengikatan bibit rumput laut
(K. alvarezii)
4. Setelah proses pengikatan rumput laut selesai dapat dilihat pada (Gambar 8) maka
rumput laut disiram/direndam pada air laut bertujuan agar rumput laut tidak
mengalami stres atau rusak karena kering/kekurangan air. Setelah itu maka bibit
rumput laut siap untuk ditanam.
Gambar 8. Hasil pengikatan bibit dan
siap untuk ditanam
11
5. Proses penanaman yang dilakukan yaitu dengan menggunakan perahu motor dan
sampan dapat dilihat pada (Gambar 9A) sehingga memudahkan dalam
pengangkutan bibit rumput laut ke lokasi budidaya dapat dilihat pada
(Gambar 9B) dan setibanya di lokasi budidaya maka bibit siap untuk dibentang
ke perairan dapat dilihat pada (Gambar 9C), sehingga nampak hasil bentangan
tali budidaya rumput laut dapat dilihat pada (Gambar 9D).
A B C
D
Gambar 9. Proses penanaman rumput laut. A) Perahu motor dan sampan yang
digunakan, B) proses pengangkutan bibit ke perahu, C) proses
membentang tali bibit, D) hasil bentangan di perairan.
6 Monitoring dilakukan untuk membersihkan dan melihat kondisi rumput laut yang
dilakukan setiap 2 kali dalam seminggu, hal ini bertujuan agar rumput laut bersih
dari sampah yang berada di lokasi perairan yang menempel serta tumbuhan
penempel (epifit) lainnya pada rumput laut sehinngga tidak menghambat
12
pertumbuhan rumput laut. Pembersihan epifit ini dilakukan dengan cara
melepaskan dari tali kemudian dinaikkan di atas perahu dan dibawah ke darat. Hal
ini dilakukan karena jika epifit dibuang ke laut lagi memungkinkan menempel
kembali ke tali ris atau di rumput laut.
A B
Gambar 10. Epifit. A) Tanaman epifit yang menempel pada tali rumput laut,
B) proses pembersihan tanaman epifit
2.2.3. Tahap Pemanenan dan Pasca Panen
2.2.3.1. Tahap Pemanenan
Pemanenan rumput laut dilakukan setelah berumur 35 hari. Pemanenan
dilakukan dengan cara menarik tali bentangan ke dalam perahu dapat dilihat pada
(gambar 11A) kemudian selanjutnya dibawa ke darat dapat dilihat pada (11B). Panen
dilakukan pada pagi hari agar rumput laut tidak terkena cahaya matahari langsung
agar rumput laut biasa langsung dikeringkan. Hal yang penting perlu diperhatikan
pada saat panen yaitu kondisi cuaca misalnya panen pada saat hujan dapat
menurunkan kualitas rumput laut.
13
A B
Gambar 11. Pemanenan rumput laut. A) penarikan tali bentangan
ke dalam perahu, B) membawa rumput laut ke darat
Rumput laut hasil panen kemudian ditimbang untuk keseluruhan hasil panen
dapat dilihat pada (Gambar 12A). Tujuan penimbangan yaitu untuk mengetahui berat
bobot rumput laut setelah dipanen. Adapun hasil total penimbangan rumput laut yaitu
59,5 kg, sedangkan nilai rata-rata penimbangan untuk kelompok yaitu 8,5 kg.
A B
Gambar 12. Penimbangan hasil panen. A) Penimbangan hasil keseluruhan panen,
B) dokumentasi bersama anggota kelompok dan bapak dosen
Setelah penimbangan kelompok selesai maka dilanjutkan dengan
penimbangan per individu yaitu dengan mengambil 15 rumpun laut lalu ditimbang
masing-masig menggunakan timbangan digital dapat dilihat pada (Gambar13)
14
Gambar 13. Penimbangan bibit 15
rumpun.
Rumput laut hasil panen selanjutnya dikemas dan diisi kedalam karung untuk
proses pengeringan lebih lanjut.
2.2.3.2. Tahap pasca panen
1. Penanganan pasca panen selanjutnya adalah melakukan proses penjemuran dengan
metode gantung dapat dilihat pada (Gambar 14). Proses penjemuran berlangsug
selama 2-3 hari untuk mendapatkan tingkat kekeringan yang baik sesuai standar.
Gambar 14. Proses penjemuran rumput laut menggunakan metode gantung (hanging
method).
2. Penimbangan pasca panen dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui berat kering
rumput laut setelah dijemur. Adapun tahap yang dilakukan dalam proses
15
penimbangan akhir yaitu menimbang kembali 15 rumpun bibit rumput laut yang
kering dapat dilihat pada (Gambar 15A) sehingga dapat diketahui LPH pada
pertumbuhan rumput lau5t. Penimbangan tali dapat dilihat pada (Gambar 15B) dan
plastik dapat dilihat pada (Gambar 15C) dengan tujuan untuk menghitung rasio
pertumbuhan rumput laut yang basah maupun yang kering sebagai data kelompok
maupun individu.
A B C
Gambar 15. penimbangan pasca panen. A) Penimbangan akhir 15 rumput bibit
rumput laut, B) penimbangan tali, C) Penimbangan plastik.
3. Tahap pasca panen selanjutnya yaitu Pemasaran dilakukan setelah proses
pengeringan rumput laut selesai. Rumput laut yang telah kering selanjutnya
dipasarkan pada pengumpul rumput laut yang berlokasi di Kota Kendari,
Sulawesi Tenggara. Harga pasar yang terdapat pada pengepul rumput laut
tersebut adalah Rp.18.000/kg.
2.2.4. Parameter yang Diamati
Parameter yang diamati dalam PKL-MAL mengenai budidaya rumput laut
K. alvarezii menggunakan bibit hasil kultur jaringan adalah sebagai berikut :
16
2.2.4.1. Laju Pertumbuhan Harian (LPH)
Rumus untuk menghitung LPH dapat dilihat pada persamaan (1) berdasarkan
pernyataan (Young et al., 2013) sebagai berikut :
keterangan :
LPH = Laju Pertumbuhan Harian (%/hari)
Wt = Bobot Berat Akhir (g)
Wo = Bobot Berat Awal (g)
t = Periode pengamatan (hari)
2.2.4.2. Hama dan Penyakit
Hama dan penyakit yang ditemukan selama proses budidaya rumput laut
K. alvarezii selama 35 hari yaitu dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hama dan Penyakit yang Terdapat pada Rumput Laut K. alvarezii
No. Hama dan Penyakit Status
1 S. polycystum Hama
2 Ice ice Penyakit
2.2.4.3 Parameter Kualitas Air
Sebagai data penunjang dilakukan pengukuran beberapa parameter kualitas air
diantaranya dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Parameter Kualitas Air yang Diukur Selama PKL.
No. Parameter Alat Pengukuran
1 Suhu Thermometer 1 kali dalam Seminggu
2 Salinitas Hand Refraktometer 1 kali dalam seminggu
17
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil
3.1.1. Laju Pertumbuhan Harian (LPH) Rumput Laut (K. alvarezii)
Adapun Laju Pertumbuhan Harian (LPH) PKL-MAL rumput laut
(K. alvarezii) selama 35 hari dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Laju Pertumbuhan Harian (LPH) rumput laut K. alvarezii
Penimbangan Wo
(berat
awal)
(g)
Wt
(berat
basah)
(g)
Wt
(berat
kering)
(g)
LPH
±SD%/hari
Rasio Berat
Kering :
Rasio Berat
Kering
Rumpun 1 2 3 4 5
1 10 70 8 5,71 1:8.75
2 10 80 7 6,12 1:11.4
3 10 77 6 6,37 1:12.83
4 10 75 7 6 1:10.71
5 10 66 9 5,92 1:7.33
6 10 62 8 5,53 1:7.75
7 10 61 6 5.35 1:10.16
Jumlah 70 491 56 11,35 68.97
Rata-Rata 10 73.85 7,28 5.86±0,35 1:9
Keterangan : Wt = berat awal, Wt = berat basah dan berat kering
Setelah rumput laut dipelihara selama 35 hari, hasil yang diperoleh rata-rata
memiliki LPH 5,86±0,35%/hari dengan perbandingan rasio berat kering : berat basah
yaitu 1 : 9.
3.1.2. Hama dan Penyakit
Monitoring dilakukan untuk mengontrol hama yang tidak diinginkan yang
sering menempel pada rumput laut seperti Sargassum polycystum dapat dilihat pada
(Gambar 20). Adanya tanaman ini dapat mempengaruhi pertumbuhan dari rumput
laut karena tanaman ini bersifat teduh bagi rumput laut K. alvarezii dan adanya
persaingan untuk mendapatkan unsur hara di perairan.
18
Gambar 20. Epifit (Sargassum polycystum) pada
rumput Laut (K. alvarezii)
Selain hama yang dapat menghambat pertumbuhan budidaya rumput laut K.
alvarezii juga terdapat penyakit yang dapat menyerang rumput laut yang biasa disebut
penyakit Ice ice dapat dilihat pada (Gambar 21), penyakit ini dicirikan dengan
munculnya warna putih pada ujung thallus rumput laut.
Gambar 21. Ice ice yang terdapat
Pada rumput laut
(K.alvarezii)
3.1.3. Hasil Pengukuran Parameter Kualitas Air
Data Parameter kualitas air yang diambil selama praktek lapang berlangsung
dapat dilihat pada Tabel 6 berikut :
19
Tabel 6. Hasil Parameter Kualitas Air
No Hari/Tanggal Monitoring Suhu (ºC) Salinitas
(ppt)
1 26 April 2018 1 26 30
2 29 April 2018 2 26 31
3 03 Mei 2018 3 26 31
4 13 Mei 2108 4 27 30
5 20 Mei 2018 Pemanenan 29 29
Selama proses pemeliharaan salinitas yang diperoleh dari hasil pengukuran
berkisar antara 29-31 ppt dan suhu berkisar antara 26-29ºC.
3.1.4. Hasil Pengamatan monitoring Rumput Laut
Adapun PKL-MAL budidaya rumput laut dilakukan monitoring setiap dua
kali seminggu dapat dilihat pada (Gambar 16) :
Gambar 16. Rumput laut hari ke 7
Pengontrolan rumput laut yang dilakukan yaitu membersihkan rumput laut
dari hama penempel berupa epifit. Rumput laut harus dibersihkan dari epifit
dikarenakan dapat menjadi pesaing bagi rumput laut yang dibudidaya. Apabila tidak
dibersihkan maka pertumbuhan rumput laut akan melambat karena bersaing nutrient
dengan epifit.
20
Gambar 17. Rumput laut hari ke-14
Pengontrolan kedua yaitu pada hari ke-14 penanaman yang dilakukan yaitu
membersihkan epifit serta apabila terdapat rumput laut yang terkena Ice ice maka
thallus yang terinfeksi tersebut dipotong agar tidak mewabah/menyebar pada rumput
laut yang lain.
Gambar 18. Rumput laut hari ke-21
Pengontrolan rumput laut pada hari ke-21 yaitu membersihkan rumput laut
dan tali longline dari epifit agar pertumbuhan rumput laut tidak terhambat. Serta
mengecek rumput laut yang terkena Ice ice agar tidak mewabah pada rumput laut
yang lain.
21
Gambar 19. Rumput laut hari ke-28
Pengontrolan rumput laut pada hari ke-28 penanaman, epifit banyak
menempel di rumput laut dan tali longline. Sehingga harus dibersihkan agar
pertumbuhan rumput laut tidak terhambat.
3.1.5. Hasil Pasca Panen
Kualitas rumput laut yang telah dikeringkan dapat dibandingkan sesuai
dengan hasil pengeringan rumput laut yang baik dan rumput laut yang buruk dapat
dilihat pada (Gambar 21).
A B
Gambar 22. Kualitas rumput laut. A) Rumput laut
kualitas Buruk, B) Rumput laut yang
berkualitas bagus.
Kualitas rumput laut yang baik ditandai dengan warna merah kehitaman dan
rumput laut benar-benar kering dapat dilihat pada (Gambar 22B), sedangkan rumput
laut yang proses pegeringan tidak sempurna dicirikan dengan wara putih pucat. Hal
1 cm 1 cm
22
ini disebabkan karena rumput laut tidak dijemur dengan cara digantung sehingga
proses pengeringan tidak sempurna dapat dilihat (gambar 22A).
3.2. Pembahasan
3.2.1. Laju Pertumbuhan Harian (LPH) K. alvarezii
Berdasarkan hasil perhitungan LPH rumput laut yang diperoleh rata-rata LPH
mencapai 5.86±0,35%/hari dengan rasio berat basah : berat kering 1:9, LPH ini lebih
rendah jika dibandingkan dengan nilai LPH yang didapatkan oleh Santi (2018),
bahwa nilai LPH yang diperoleh berkisar sebesar 9,17±0,50%. Dari penelitian ini,
bibit rumput laut hasil kultur jaringan yang telah dibudidayakan menunjukkan LPH
yang tinggi, Hal ini disebabkan PKL khususnya minggu kedua setelah penanaman
rumput laut pada tali ris ditambahkan pelampung berupa botol mineral dengan ukuran
600 ml sebanyak 4-5 buah. Kemudian pada minggu berikutnya dilakukan
pembersihan epifit dan tumbuhan yang menempel atau substrat lainnya dihilangkan
dengan cara menggoyang-goyangkan tali ris dan bibit rumput laut, serta rutin
mengecek tali setiap melakukan monitoring. Apabila tali rumput laut longgar dan
tenggelam maka segera diperbaiki dan diikat kembali. Bila tali ris longgar dan
tenggelam maka rumput laut yang kita budidayakan kekurangan intensitas cahaya
matahari sehingga dapat menyebabkan melambatnya pertumbuhan rumput laut yang
dibudidayakan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hayashi dkk., (2007), bahwa
kecukupan intensitas cahaya matahari yang diterima oleh rumput laut sangat
menentukan kecepatan rumput laut untuk memenuhi kebutuhan nutrien seperti karbon
(C), nitrogen (N) dan posfor (P) untuk pertumbuhan dan perkembangannya akan
menurunkan LPH rumput laut yang dibudidayakan.
Berdasarkan LPH yang diperoleh selama budidaya yaitu 5,86±0,35%/hari.
Dari hasil LPH tersebut diketahui bahwa LPH tergolong tinggi jika dibandingkan
dengan (Rama et al., 2018) yang memiliki nilai LPH 4.6±0,66%/hari dengan rasio
berat basah:berat kering 1 : 6. Selain itu dari beberapa penelitian sebelumnya yang
didapatkan Patadjai dkk., (2006), yaitu LPH K. alvarezii yang tertinggi sebesar 9.1%
23
dan 6.31% , Basiroh dkk., (2016), LPS tertinggi sebesar 17,72%.
Pertumbuhan rumput laut K. alvarezii di Perairan Malaysia memiliki tingkat
pertumbuhan (DGR) dan berat setiap produksi (DWP) berkisar antara 1.96±0.08–
2.29±0.11% yang dibudidayakan di dalam tangki sedangkan budidaya
K. alvarezii di perairan Vietnam mempunyai tingkat pertumbuhan harian maksimum
yaitu 6,11±0.04%/hari dengan kepadatan bibit awal 125 g pada hari 30
(Zuldin dkk., 2016)
Namun laju pertumbuhan harian dalam PKL-MAL ini memenuhi standar
yang ada, karena menurut Anggadireja dkk., (2006), laju pertumbuhan harian yang
baik untuk rumput laut adalah tidak kurang dari 3%. Rendahnya laju pertumbuhan
rumput laut K. alvarezii bibit hasil kultur jaringan dibandingkan dengan LPH dari
beberapa penelitian sebelumnya disebabkan karena kualitas perairan di lokasi
budidaya telah tercemar dengan adanya proyek tambang didekat perairan Bungin
Permai. Karena pertumbuhan rumput laut juga dapat dipengaruhi oleh kualitas
perairannya.
3. 2.2. Hama dan Penyakit
Berdasarkan hasil PKL-MAL rumput laut K. alvarezii yang dilaksanakan
selama 35 hari, dimana Selama masa pemeliharaa rumput laut mempunyai masalah
utama yakni serangan hama dan penyakit yang ditemukan pada rumput laut
K. alvarezii yaitu penyakit Ice ice, dimana gejala klinis yang ditimbulkan yaitu
terdapat bintik putih/perubahan pada thallus. Menurut Santoso dan Nugraha (2008)
infeksi Ice ice menyerang pada pangkal thallus, batang dan ujung thallus,
menyebabkan jaringan menjadi berwarna putih (munculnya bintik putih).
Sedangkan hama yang menyerang rumput laut yaitu S. polycystum. Adanya
tanaman ini dapat mempengaruhi pertumbuhan dari rumput laut karena tanaman ini
menempel dalam jumlah yang banyak sehingga bersifat teduh bagi rumput laut K.
alvarezii dan adanya persaingan untuk mendapatkan unsur hara di perairan sehingga
dapat menghambat pertumbuhan rumput laut serta hal ini menjadi masalah utama
24
yang harus diperhatikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Vairappan (2014), bahwa
Budidaya Kappaphycus adalah kegiatan rutin, dan hasilnya sangat tergantung pada
kondisi budidaya dan wabah penyakit. Dua masalah utama yang dihadapi dalam
budidaya komersial berkepadatan tinggi adalah penyakit ‘Ice ice” dan wabah epifit.
3.2.3. Parameter Kualitas Air
Berdasarkan hasil pengukuran kualitas, pengukuran suhu pada lokasi
penanaman rumput laut yaitu berkisar 26-29 0
C merupakan kisaran yang cukup ideal
dan layak bagi kegiatan budidaya rumput laut. Nilai ini masih dalam batas yang
bisa ditolerir oleh rumput laut K. alvarezii sebagaimana yang dikemukakan oleh
Kordi (2010), menyatakan bahwa suhu air yang cocok untuk rumput laut K. alvarezii
antara 20-30 o
C. Menurut Aslan (2011), bahwa suhu perairan sangat penting dalam
proses fotosintesis rumput laut. Suhu yang optimal untuk pertumbuhan rumput laut
K. alvarezii adalah berkisar 25 – 300
C.
Salinitas selama praktek kerja lapang berkisar antara 29-31 ppt, yakni salinitas
ini masih kadar salinitas normal untuk pertumbuhan rumput laut.. Salinitas secara
langsung dapat mempengaruhi produksi rumput laut dimana salinitas sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput laut. Apabila salinitas rendah, jauh
dibawah kisaran toleran maka rumput laut mudah patah dan lunak. (Asni, 2015).
Menurut Asaf dkk. ( 2013), bahwa hasil pengukuran salinitas di perairan tersebut
menunjukkan pertumbuhan yang baik untuk budidaya rumput laut. Salinitas yang
mendukung pertumbuhan rumput laut, K. alvarezii berkisar antara 28 – 35 ppt.
3.2.4 Panen dan Pasca Panen
Panen dilakukan setelah 35 hari masa pemeliharaan, sebaiknya penanaman
dilakukan selama 45 hari dengan hasil pengamatan rumput laut mengalami
pertumbuhan yang relatif baik dan mengalami peningkatan bobot. Hal ini sebanding
dengan pernyataan Sukri (2006), bahwa umur panen 45 hari merupakan umur panen
paling baik. Selain itu pernyataan Wijayanto dkk. (2012), umur panen rumput laut
yang baik adalah 45-60 Hari.
25
Rumput laut yang dikeringkan dengan menggunakan metode gantung
bertujuan untuk mengurangi kadar air laut yang terkandung dalam rumput laut. Hal
ini sesuai dengan penyataan Nidhia dan Surata (2016), menyatakan bahwa metode
gantung selain lebih murah, juga cara ini lebih baik karena memiliki kadar kotoran
lebih rendah selain itu dengan cara digantung kadar garam yang menempel akan
minim, hal ini karena air yang mengandung garam cepat menetes ke bawah.
Metode gantung juga bertujuan agar tingkat kekeringan rumput laut lebih
merata, pengeringan lebih cepat dan hasil rumput laut kering dengan utuh. Selain itu
membandingkan antara rumput laut dengan kualitas yang baik dan buruk. Hal ini
dilihat pada kondisi rumput laut yang berwarna hitam dan masih memiliki kadar
garam. Sebaiknya rumput laut dijemur dengan menggunakan metode penjemuran
dibawah sinar matahari langsung, hal ini sesuai dengan pernyataan Ling dkk.,(2015),
bahwa metode penjemuran dengan cara digantung lebih baik dibandingkan dengan
menggunakan metode penjemuran sinar matahari langsung.
Hasil panen yang memiliki kualitas buruk didapatkan karena setelah panen
rumput laut tidak langsung dijemur melainkan didiamkan beberapa hari. Sehingga
warna dari rumput laut agak pucat. Aslan (2011), menyatakan bahwa panen rumput
laut dilakukan kurang dari 45 hari, kadar air yang masih tinggi, mencampur produk
rumput laut kering dengan jenis rumput laut lain atau proses pengeringan dan
penyimpanan pasca pengeringan yang belum memenuhi standar.
3.2.5. Pemasaran
Rumput laut yang telah dikeringkan kemudian dijual ke pengepul rumput laut
yang berlokasi di Kendari, Sulawesi Tenggara dengan harga 18.000/kg. Hasil
penimbangan dari rumput laut yang telah dihasilkan oleh kelompok 8 yaitu 59,6 kg.
Menentukan harga dari rumput laut tersebut, rumput laut terlebih dahulu dipisahkan
dari tali kemudian dilakukan penimbangan untuk mengetahui berat dari rumput laut.
Harga rumput laut kering cenderung fluktuatif. Harga rumput laut per kg sekarang
bervariasi, seperti di Desa Bungin Permai harga rumput laut Rp. 7.000, Bombana
Rp. 8.000 dan Bau bau Rp. 9.500. Sedangkan harga yang terendah terdapat di Wanci
26
yaitu Rp. 6.500. Harga rumput laut yang bervariasi dapat disebabkan oleh, banyak
atau tidaknya ketersediaan stok rumput laut kering, kualitas bibit yang kurang bagus
dan juga transportasi dari lokasi produksi rumput laut ke lokasi pemasaran. Tinggi
atau rendahnya pendapatan yang diperoleh nelayan berpengaruh terhadap
peningkatan produksi dan tingkat konsumsi keluarga nelayan. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Soeharno (2006), bahwa secara umum perubahan pendapatan akan
mempunyai pengaruh terhadap konsumsi barang-barang dan jasa.
27
IV. SIMPULAN DAN SARAN
4.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat disimpulkan
bahwa rumput laut hasil kultur jaringan yang dipelihara selama 35 hari dengan
menggunakan metode longline memperoleh LPH sebesar 5.86±0.35%/hari dengan
rasio berat kering : berat basah adalah 1: 9. LPH yang diperoleh lebih tinggi
dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakuakan oleh Rama dkk.,
(2018), yang memperoleh LPH mencapi 4,6±0,66%/hari dengan rasio berat basah
yaitu 1: 6.
Pada saat monitoring terdapat penyakit yang menyerang pada rumput laut
yaitu Ice-ice yang terdapat pada bagian thallus dan juga epifit (S. polycystum) yang
menempel pada tali pengikat rumput laut. Selama masa pemeliharaan kualitas air
yang di peroleh salinitas antara 29-31 ppt dan suhu ̊berkisar antara 26-29 0
C. Dengan
harga rumput laut kering 18.000/kg.
4.2 Saran
Saran yang dapat saya sampaikan untuk praktikum manajemen akuakultur laut
ini yaitu agar praktikum dapat dilakukan di lokasi yang lain, yang perairannya belum
tercemar dengan penambangan.
28
DAFTAR PUSTAKA
Anggadiredja, T.J., Achmad, E., Purwanto, H dan Sri, I. 2006. Rumput Laut
Pembudidayaan, Pengolahan dan Pemasaran Komoditas Perikanan.
Penebar Swadaya, Jakarta. 274 hal.
Aslan, L.M.O. 2011. Strategi Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Indonesia.
Pidato Pengukuhan Sebagai Guru Besar dalam Bidang Budidaya Perairan.
disampaikan Pada Rapat Senat Terbuka Luar Biasa Universitas Haluoleo
Tanggal 22 Januari 2011.
Aslan, L.O.M., Sulistiani, E., Legit, D., Yusnaeni. 2014. Growth Carrageenan Yield
of Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) from Tissue Culture
Seedlings Using Different Planting Distances. Poster Session. AOAIS 3rd
Asian Oceania Algae Innovation Summit. 17-20 November 14. Daejeon,
Korea.
Aslan, L.M.O., Iba, W ., Bolu, L.R., Ingram, B.A., Gooley, G.J., Silva, S.S.D. 2015.
Mariculture in SE Sulawesi Indonesia: Culture Praktices and The
Sosioeconomic Aspects of The Major Commodities. Ocean dan Coastal
Management: 166 : 44-57.
Asni, A. 2015. Analisis Produksi Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) Berdasarkan
Musim dan Jarak Lokasi Budidaya di Perairan Kabupaten Bantaeng. Jurnal
Akuatika Vol. 6 (2) : 140-153.
Asaf, R., Makmur, dan Antoni. R.S. 2014. Upaya Peningkatan Produktivitas Rumput
Laut Kappaphycus alvarezii Dengan Mengetahui Faktor Pengelolaan di
Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara. J. Ris. Akuakultur.
9( 3) : 463-473
Basiroh, S., Ali, M., Putri, B. 2016. Pengaruh Panen yang Berbeda Terhadap Kualitas
Karaginan Rumput Laut Kappaphycus alvarezii; Kajian Rendemen dan
Organoleptik Karaginan. Jurnal Masparai. 8(2) : 127-135.
Hayashi, L., de Paula, E.J., and Chow, F. 2007. Growth Rate and Carrageenan
Anlyses in Four Strains of Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta,
Gigartinales) Farmed in the Subtropical Waters of Sao Paulo State, Brazil.
App. Phycology.19 (5.): 393-399. Springer Netherland.
Kadi, A. 2004. Potensi Rumput Laut dibeberapa Perairan Pantai Indonesia. Jurnal
Oseana . XXIX: 25-36.
Kordi. 2010. A To Z Budidaya Biota Akuatik Untuk Pangan, Kosmetik dan Obat-
Obatan. Lily Publisher. Yogyakarta.
Ling, A.L.M., Yasir, S., Matanjum, P., Bakar, M.F.A. 2015. Effect of Different
Driying Techniques on the Phytochemical Content and Antioxidant
Activity of Kappaphycus alvarezii. J Appl Phycol 27: 1717-1723.
29
Nindhia, T.G.T.I.W. & Surata. 2016. Pemberdayaan Masyarakat Melalui
Pengembangan Kelompok Usaha Tani di Desa Ped. Jurnal Udayana
Mengabdi. 5 (1) : 7.
Patadjai, R.S., Tuwo, A., Dharmawan, D., Omar, S.B.A. 2016. Pertumbuhan Rumput
Laut Kappaphycus alvarezii pada Berbagai Habitat. Jurnal Agriplus.
16 (3) : 221-230.
Rama, LOM. Aslan, Iba W, Rahman A., Armin & Yusnaeni. 2018. Seaweed
Cultivation of Micropropagated Seaweed (Kappaphycus alvarezii) in
Bungin Permai Coastal Waters, Tinanggea Sub-District, South Konawe
Regency, Southeast Sulawesi.
Reddy, C.R.K., Raja, K.K.G., Siddhanta, A.K., Tewari, A. 2003. In Vitro Somatic
Embryogenesis and Regeneration of Somatic Embryos from Pigmented
Callus of Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty (Rhodophyta, Gigarti-nales).
J. Phycol. 39: 610–616.
Santi, N.W. 2018. Budidaya Rumput Laut Kappaphycus. alvarezii (Doty) ex silva
(Rhodophyta, Soilieriaceae) Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di
Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan
Provinsi Sulawesi Tenggara. Universitas Halu Oleo.
Santoso, L. dan Nugraha, Y.T. 2008. Pengendalian Penyakit Ice-ice Untuk
Meningkatkan Produksi Rumput Laut Indonesia. Jurnal Saintek
Perikanan. Lampung. 3(2) :37-43.
Sapitri, A.R., Cokrowati, N., Rusman. 2016. Pertumbuhan Rumput Laut
Kappaphycus alvarezii Hasil Kultur Jaringan pada Jarak Tanam yang
Berbeda. Depik. 5(1) : 12-18.
Soeharno. 2006. Teori Mikro Ekonomi. Andi Offset. Yogyakarta.
Sukri, N. 2006. Karakteristik Alkali Treated Cottonii (ATC) dan Karaginan dari
Rumput Laut Eucheuma cottonii pada umur panen yang berbeda. Skripsi.
IPB. 19-61.
Vairappan. C.S., Sim C.C., Matsunaga S. 2014. Effect of Epiphyte Infection on
Physical and Chemical Properties of Carrageenan Produced by Kappaphycus
alvarezii Doty (Soliericeae, Gigartinales, Rhodophyta). J Appl Phycol.
26 : 923-931
Wijayanto, T.M., Hendri, R., Aryawati. 2012. Studi Pertumbuhan Rumput Laut
Eucheuma cottoni Dengan Berbagai Metode Penanaman yang Berbeda di
Perairan Kalianda Lampung Selatan. Jurnal Ilmu Kelautan, FMIPA,
Universitas Sriwijaya. 2(1) : 10.
Yong, W.T.L., Yasir.S. 2014. Evaluation of Tissue-Cultured Kappaphycus alvarezzi
(Rhodophyta, Gigartinales). Phycological Research. 62: 316-321.
Zuldin, W.H., Yassir, S., Shapawi, R. 2016. Pertumbuhan dan Komposisi Biokimia
dari Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta) yang Menggunakan Sistem
Budidaya dalam Tangki. Jurnal Appl Phycol.

More Related Content

What's hot

Laporan Praktikum Manajemen Akuakultur Laut 2019
Laporan Praktikum Manajemen Akuakultur Laut 2019Laporan Praktikum Manajemen Akuakultur Laut 2019
Laporan Praktikum Manajemen Akuakultur Laut 2019Nova Ainayah Prity
 
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2019
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2019LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2019
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2019Rahmawati
 
Laporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur LautLaporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur Lautkumala11
 
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT lala arf
 
Laporan Praktek Kerja Lapang Manajemen Akuakultur Laut monitoring ke 2 (2018)
Laporan Praktek Kerja Lapang Manajemen Akuakultur Laut monitoring ke 2 (2018)Laporan Praktek Kerja Lapang Manajemen Akuakultur Laut monitoring ke 2 (2018)
Laporan Praktek Kerja Lapang Manajemen Akuakultur Laut monitoring ke 2 (2018)AzukaYuukanna1
 
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...arif sabarno
 
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Iriani
 
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Muhammad Arif
 
Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018
Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018
Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018sukmawati024
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...hamzan wadify
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...hamzan wadify
 
Kajian komunitas larva ikan pada ekosistem padang lamun di kawasan pulau para...
Kajian komunitas larva ikan pada ekosistem padang lamun di kawasan pulau para...Kajian komunitas larva ikan pada ekosistem padang lamun di kawasan pulau para...
Kajian komunitas larva ikan pada ekosistem padang lamun di kawasan pulau para...Mujiyanto -
 
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018yulina096
 
Laporan Manajemen Aquakulture 2019
Laporan Manajemen Aquakulture 2019Laporan Manajemen Aquakulture 2019
Laporan Manajemen Aquakulture 2019Hasriani Anastasya
 
Laporan MAL
Laporan MAL Laporan MAL
Laporan MAL SantyNW
 
Irdha eka septhayuda untb pkmp
Irdha eka septhayuda untb pkmpIrdha eka septhayuda untb pkmp
Irdha eka septhayuda untb pkmpsepthayuda
 
Laporan mal 2018
Laporan mal 2018Laporan mal 2018
Laporan mal 2018Saniati Goa
 
ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...
ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...
ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...Asramid Yasin
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka...
 Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka... Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka...Jeslin Jes
 

What's hot (20)

Laporan Praktikum Manajemen Akuakultur Laut 2019
Laporan Praktikum Manajemen Akuakultur Laut 2019Laporan Praktikum Manajemen Akuakultur Laut 2019
Laporan Praktikum Manajemen Akuakultur Laut 2019
 
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2019
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2019LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2019
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2019
 
Laporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur LautLaporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur Laut
 
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
 
Laporan Praktek Kerja Lapang Manajemen Akuakultur Laut monitoring ke 2 (2018)
Laporan Praktek Kerja Lapang Manajemen Akuakultur Laut monitoring ke 2 (2018)Laporan Praktek Kerja Lapang Manajemen Akuakultur Laut monitoring ke 2 (2018)
Laporan Praktek Kerja Lapang Manajemen Akuakultur Laut monitoring ke 2 (2018)
 
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...
Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriacea...
 
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
 
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
 
Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018
Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018
Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
 
Kajian komunitas larva ikan pada ekosistem padang lamun di kawasan pulau para...
Kajian komunitas larva ikan pada ekosistem padang lamun di kawasan pulau para...Kajian komunitas larva ikan pada ekosistem padang lamun di kawasan pulau para...
Kajian komunitas larva ikan pada ekosistem padang lamun di kawasan pulau para...
 
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
 
Laporan Manajemen Aquakulture 2019
Laporan Manajemen Aquakulture 2019Laporan Manajemen Aquakulture 2019
Laporan Manajemen Aquakulture 2019
 
Laporan MAL
Laporan MAL Laporan MAL
Laporan MAL
 
Nugroho, galih adi
Nugroho, galih adiNugroho, galih adi
Nugroho, galih adi
 
Irdha eka septhayuda untb pkmp
Irdha eka septhayuda untb pkmpIrdha eka septhayuda untb pkmp
Irdha eka septhayuda untb pkmp
 
Laporan mal 2018
Laporan mal 2018Laporan mal 2018
Laporan mal 2018
 
ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...
ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...
ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka...
 Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka... Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka...
 

Similar to Laporan Manajemen Akuakultur Laut

Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...rama bdpuho
 
Laporan Manajemen Akuakultur laut 2019
Laporan Manajemen Akuakultur laut 2019Laporan Manajemen Akuakultur laut 2019
Laporan Manajemen Akuakultur laut 2019Ariskanti
 
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018restii_sulaida
 
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018ThityRZ
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...Putri Didyawati
 
Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...
Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...
Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...Azlan Azlan
 
TUGAS REVIEW ESDAL 4 habibulah.docx
TUGAS REVIEW ESDAL 4 habibulah.docxTUGAS REVIEW ESDAL 4 habibulah.docx
TUGAS REVIEW ESDAL 4 habibulah.docxnelvameyriani1
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...sadaria bdp
 
Laporan pkl ari saputra
Laporan pkl ari saputraLaporan pkl ari saputra
Laporan pkl ari saputraAndi Asfian
 
Laporan lengkap praktek kerja lapang (pkl) marikultur 2017
Laporan lengkap praktek kerja lapang (pkl) marikultur 2017Laporan lengkap praktek kerja lapang (pkl) marikultur 2017
Laporan lengkap praktek kerja lapang (pkl) marikultur 2017rama BDP
 
Laporan manajemen akuakultur laut 2019
Laporan manajemen akuakultur laut 2019Laporan manajemen akuakultur laut 2019
Laporan manajemen akuakultur laut 2019hasni
 
Nova indriana laporan mal
Nova indriana laporan malNova indriana laporan mal
Nova indriana laporan malNovaIndriana
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...Sahira dila
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...Sahira dila
 
Budidaya Rumput Laut Jenis Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit (Rhodophyt...
Budidaya Rumput Laut Jenis Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit (Rhodophyt...Budidaya Rumput Laut Jenis Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit (Rhodophyt...
Budidaya Rumput Laut Jenis Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit (Rhodophyt...Dewi yanti mochtar
 

Similar to Laporan Manajemen Akuakultur Laut (15)

Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...
 
Laporan Manajemen Akuakultur laut 2019
Laporan Manajemen Akuakultur laut 2019Laporan Manajemen Akuakultur laut 2019
Laporan Manajemen Akuakultur laut 2019
 
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
 
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
 
Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...
Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...
Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...
 
TUGAS REVIEW ESDAL 4 habibulah.docx
TUGAS REVIEW ESDAL 4 habibulah.docxTUGAS REVIEW ESDAL 4 habibulah.docx
TUGAS REVIEW ESDAL 4 habibulah.docx
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
 
Laporan pkl ari saputra
Laporan pkl ari saputraLaporan pkl ari saputra
Laporan pkl ari saputra
 
Laporan lengkap praktek kerja lapang (pkl) marikultur 2017
Laporan lengkap praktek kerja lapang (pkl) marikultur 2017Laporan lengkap praktek kerja lapang (pkl) marikultur 2017
Laporan lengkap praktek kerja lapang (pkl) marikultur 2017
 
Laporan manajemen akuakultur laut 2019
Laporan manajemen akuakultur laut 2019Laporan manajemen akuakultur laut 2019
Laporan manajemen akuakultur laut 2019
 
Nova indriana laporan mal
Nova indriana laporan malNova indriana laporan mal
Nova indriana laporan mal
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...
 
Budidaya Rumput Laut Jenis Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit (Rhodophyt...
Budidaya Rumput Laut Jenis Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit (Rhodophyt...Budidaya Rumput Laut Jenis Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit (Rhodophyt...
Budidaya Rumput Laut Jenis Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit (Rhodophyt...
 

Laporan Manajemen Akuakultur Laut

  • 1. LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, Soliericeae) Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan Di Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Monitoring Tahun ke II) Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, Soliericeae) in Bungin Permai Village Tinanggea Sub-District, Regency of South Konawe, SE Southeast Sulawesi (Monitoring of The Second Years) Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan Pada Mata Kuliah Manajemen Akuakultur Laut OLEH : SITTI ARYATI SEKAR WANGI I1A2 14 023 JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2018 LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, Soliericeae) Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan Di Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Monitoring Tahun ke II) Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, Soliericeae) in Bungin Permai Village Tinanggea Sub-District, Regency of South Konawe, SE Southeast Sulawesi (Monitoring of The Second Years) Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan Pada Mata Kuliah Manajemen Akuakultur Laut OLEH : SITTI ARYATI SEKAR WANGI I1A2 14 023 JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2018 LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, Soliericeae) Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan Di Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Monitoring Tahun ke II) Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, Soliericeae) in Bungin Permai Village Tinanggea Sub-District, Regency of South Konawe, SE Southeast Sulawesi (Monitoring of The Second Years) Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan Pada Mata Kuliah Manajemen Akuakultur Laut OLEH : SITTI ARYATI SEKAR WANGI I1A2 14 023 JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2018
  • 2. Judul Laporan Lengkap Nama Stambuk Kelompok Jurusan IIALAMAN PENGESAIIAN Budidaya Rumput Laut Kappaphycws alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta" Soliericeae) Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan Di Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinangge4 Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Monitoring Tahun ke II). Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan Pada Mata Kuliah Manajemen Akuakultur Laut Sitti Aryati Sekar Wangi nAz A 423 VIII (Delapan) Budidaya Perairan Laporan Lengkap Ini Telah Diperiksa dan Disetujui Oleh : Mengetahur Koordinator Dosen Mata Kuliah Manaj ement Akuakultur Laut kV- t[+ Prof. Dr. Ir. ta Odeffi. Aslan-M.Sc NrP. 19661210199403 1 005 &o$ Kendari" Juli 2018 Tanggal Pengesahan
  • 3. iii RIWAYAT HIDUP Nama Sitti Aryati Sekar Wangi , dilahirkan pada tanggal 27 Agustus 1997 di Wakuru. Penulis adalah anak ketiga kembar dari empat bersaudara, putri dari bapak La Ode Raena dan ibu Nurliati. Pada tahun 2008, penulis lulus dari SDN 3 Tongkuno, tahun 2011 lulus dari SMP Negeri 1 Tongkuno dan tahun 2014 lulus dari SMA Negeri 1 Tongkuno. Penulis kemudian melanjutkan studi di Perguruan Tinggi, pada tahun 2014 penulis diterima menjadi mahasiswa di Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negri (SNMPTN) di Universitas Halu Oleo Kendari yang merupakan Perguruan Tinggi Negeri di Sulawesi Tenggara. Laporan PLK-MAL ini merupakan karya tulis kedua penulis setelah karya pertama berupa terjemahan dari publikasi ilmiah yang berjudul ‘’Keberadaan Epifit Polysiphonia pada Budidaya Kappaphycus di Pulau Calaguas Camarines Norte, Filipina (Occurrence of Polysiphonia epiphytes in Kappaphycus farms at Calaguas Is., Camarines Norte Phillippines). Tulisan ini diterbitkan oleh J. of Applied Phycology (2006) 18: 301–306 DOI: 10.1007/s10811- 006-9032-z. iii RIWAYAT HIDUP Nama Sitti Aryati Sekar Wangi , dilahirkan pada tanggal 27 Agustus 1997 di Wakuru. Penulis adalah anak ketiga kembar dari empat bersaudara, putri dari bapak La Ode Raena dan ibu Nurliati. Pada tahun 2008, penulis lulus dari SDN 3 Tongkuno, tahun 2011 lulus dari SMP Negeri 1 Tongkuno dan tahun 2014 lulus dari SMA Negeri 1 Tongkuno. Penulis kemudian melanjutkan studi di Perguruan Tinggi, pada tahun 2014 penulis diterima menjadi mahasiswa di Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negri (SNMPTN) di Universitas Halu Oleo Kendari yang merupakan Perguruan Tinggi Negeri di Sulawesi Tenggara. Laporan PLK-MAL ini merupakan karya tulis kedua penulis setelah karya pertama berupa terjemahan dari publikasi ilmiah yang berjudul ‘’Keberadaan Epifit Polysiphonia pada Budidaya Kappaphycus di Pulau Calaguas Camarines Norte, Filipina (Occurrence of Polysiphonia epiphytes in Kappaphycus farms at Calaguas Is., Camarines Norte Phillippines). Tulisan ini diterbitkan oleh J. of Applied Phycology (2006) 18: 301–306 DOI: 10.1007/s10811- 006-9032-z. iii RIWAYAT HIDUP Nama Sitti Aryati Sekar Wangi , dilahirkan pada tanggal 27 Agustus 1997 di Wakuru. Penulis adalah anak ketiga kembar dari empat bersaudara, putri dari bapak La Ode Raena dan ibu Nurliati. Pada tahun 2008, penulis lulus dari SDN 3 Tongkuno, tahun 2011 lulus dari SMP Negeri 1 Tongkuno dan tahun 2014 lulus dari SMA Negeri 1 Tongkuno. Penulis kemudian melanjutkan studi di Perguruan Tinggi, pada tahun 2014 penulis diterima menjadi mahasiswa di Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negri (SNMPTN) di Universitas Halu Oleo Kendari yang merupakan Perguruan Tinggi Negeri di Sulawesi Tenggara. Laporan PLK-MAL ini merupakan karya tulis kedua penulis setelah karya pertama berupa terjemahan dari publikasi ilmiah yang berjudul ‘’Keberadaan Epifit Polysiphonia pada Budidaya Kappaphycus di Pulau Calaguas Camarines Norte, Filipina (Occurrence of Polysiphonia epiphytes in Kappaphycus farms at Calaguas Is., Camarines Norte Phillippines). Tulisan ini diterbitkan oleh J. of Applied Phycology (2006) 18: 301–306 DOI: 10.1007/s10811- 006-9032-z.
  • 4. iv KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Subuhanna Wata’alla karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga Laporan Praktek Kerja Lapang (PKL) berjudul Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, Soliericeae) menggunakan bibit hasil kultur jaringan di Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupate Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, dapat terselesaikan. PKL ini disusun sebagai pelengkap kegiatan yang telah dilaksanakan pada bulan April-Juni 2018 di Perairan Desa Bungin Permai dan pengepul rumput laut yang berlokasi Kendari, Sulawesi Tenggara. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Koordinator Dosen Mata Kuliah Manajemen Akuakultur Laut Prof. Dr. Ir. La Ode Muh. Aslan,M.Sc yang telah membimbing dengan penuh keikhlasan dalam penyusunan laporan PKL. Pembuatan blog dan pemostingan laporan PKL di blog dan slideshare. Arahan dan masukan dari Asisten praktikum yaitu kak Armin, S.Pi layak diapresiasi, serta teman-teman Citra Utami, Nova Indriana, Santi, Salbia, Laras Ayuningtias, Saniati Goa, Raznawati, Muh. Arif, Iriani, Riasni Audin, Sri Kumala, dan Sukmawati yang sudah banyak membantu dalam penyusuan laporan lengkap. Selaku penyusun, saya sangat menyadari masih banyak kekurangan bahkan mungkin kesalahan dalam penyusunan laporan lengkap ini, untuk itu sebagai penyusun saya sangat mengharapkan kritik dan masukan dari pembaca maupun dari pihak lain yang berkepentingan yang sifatnya membangun, sehingga dalam penyusunan laporan lengkap ini lebih baik dan benar. Kendari, Juli 2018 Penulis
  • 5. v Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezi (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, Soliericeae) Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan Di Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Monitoring Tahun ke II) ABSTRAK Praktek Kerja Lapang (PKL) dilaksanakan selama 3 bulan yaitu bulan April-Juni 2018 di Desa Bungin Permai, praktek ini dimulai dari tahap asistensi praktikum, tahap persiapan, mengikat bibit, proses penanaman, monitoring rumput laut, panen dan pasca panen. Monitoring dilakukan untuk membersihkan rumput laut dari epifit seperti Sargassum polycystum dan penyakit Ice ice. Laju pertumbuhan harian (LPH) rumput laut K. alvarezi yang diamati selama PKL yaitu 5,86±0,35%/hari. Rasio berat kering dan berat basah adalah 1 : 9. Suhu perairan selama PKL berkisar 26-29ºC sedangkan salinitas berkisar antara 29-31 ppt. Harga pasar rumput laut K. alvarezi sekarang yaitu Rp. 18.000/kg. Kata kunci :Kappaphycus alvarezi, Kultur jaringan, Laju Pertumbuhan Harian.
  • 6. vi ABSTRACT Cultivation of Micropropagated Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, Soliericeae) in Bungin Permai Village Tinanggea Sub-District, Regency of South Konawe, SE Southeast Sulawesi (Monitoring of The Second Years) This field aquaculture practice was carried out in Bungin Permai Village for 3 months (April-June 2018). Practices process started from preparation stage, binding of seeds, planting process, alga monitoring, harvest and post harvest, and marketing. Monitoring was done twice a week to clean the seaweeds from epiphytes such as S. polychystum and Ice ice disease. Daily growth rates (DGR) of K. alvarezii seaweed observed during PKL was 5,86±0,35%/day. Ratio of dried weight: of the harvest seaweeds was 1 : 9. Waters temperature during PKL was 26-29 ºC while the salinity was 29-31 ppt. Seaweed market price K. alvarezii type with price was Rp. 18.000/kg. Keyword :Kappaphycus alvarezii, Tissue-Culture Sedlings, Daily Growth Rates.
  • 7. vii DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL…………………………………………………….. i HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………… Ii RIWAYAT HIDUP…………………………………………………........ Iii KATA PENGANTAR…………………………………………………… iv ABSTRAK……………………………………………………………….. iv ABSTRACT…………………………………………………………........ v DAFTAR ISI……………………………………………………………... vi DAFTAR TABEL………………………………………………………... vii DAFTAR GAMBAR…………………………………………………….. viii I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang…………………………………………………… 1.2 Rumusan Masalah……………………………………………....... 1.3 Tujuan dan Manfaat……………………………………………… 1 2 3 II. METODE PRAKTIKUM 2.1 Waktu dan Tempat……………………………………………….. 2.2 Prosedur Praktikum………………………………………………. 2.2.1 Tahap Persiapan………………………………..…………...... 2.2.2 Tahap Uji Lapangan…………………………………………. 2.2.3 Tahap Pemanenan dan Pasca Panen…………………………. 2.2.3.1 Tahap Pemanenan………………………………………... 2.2.3.2 Tahap Pasca Panen……………………………………….. 2.2.4 Parameter yang Diamati……………………………………… 2.2.4.1 Laju Pertumbuhan Harian………………………………... 2.2.4.2 Hama dan Penyakit………………………………………. 2.2.4.3 Parameter Kualitas Air…………………………………… 4 4 4 7 12 12 14 15 16 16 16 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil……………………………………………………………… 3.1.1 Laju Pertumbuhan Harian (LPH)……………………………. 3.1.2 Hama dan Penyakit…………………………………………... 3.1.3 Hasil Pengukuran Parameter Kualitas Air…………………… 3.1.4 Hasil Pengamatan Monitoring Rumput Laut……………….. . 3.1.5 Hasil Pasca Panen……………………………………………. 3.2 Pembahasan……………………………………………………… 3.2.1 Laju Pertumbuhan Harian (LPH)……………………………. 3.2.2 Hama dan Penyakit…………………………………………... 3.2.3 Hasil Pengukuran Parameter Kualitas Air…………………… 3.2.4 Hasil Pasca Panen……………………………………………. 17 17 18 18 19 21 22 22 24 24 25
  • 8. viii IV. SIMPULAN DAN SARAN 4.1 Simpulan…………………………………………………………. 4.2 Saran……………………………………………………………... 27 27 DAFTAR PUSTAKA
  • 9. ix DAFTAR TABEL Tabel Teks Halaman 1. Alat dan Bahan Beserta Kegunaan pada Tahap Persiapan……… 5 2. Alat dan Bahan Beserta Kegunaan pada Tahap Uji Lapangan….. 8 3. Hama dan Penyakit pada Rumput Laut…………………………. 16 4. Parameter Kualitas Air yang Diukur Selama PKL……………… 16 5. LPH Rumput Laut K. alvarezii Hasil Kultur Jaringan………….. 17 6. Pengukuran Kualitas Air………………………...……………… 17
  • 10. x DAFTAR GAMBAR Gambar Teks Halaman 1. Persiapan Tali………………….…………………………… 5 2. Pengikatan Tali……..……………………………………… 6 3. Jarak Pengikat Tali Rumput Laut……..…………………… 6 4. Gambaran Lokasi Desa Bungin…………………….……… 7 5. Bibit Rumput Laut Hasil Kultur Jaringan………..………… 9 6. Pemilihan Bibit……………………...……………………… 9 7. Proses Pengikatan Bibit Rumput Laut……………………… 10 8. Hasil Pengikatan Bibit Rumput Laut dan Siap Ditanam…… 10 9. Proses Penanaman Rumput Laut…...……………………… 11 10. Epifit …………………………...…………………………. 12 11. Pemanenan Rumput Laut…………………………………. 13 12. Penimbangan Hasil Panen…………………………………… 13 13. Penimbangan Bibit 12 Rumpun.…………………………….. 14 14. Proses Penjemuran Rumput Laut…………………………… 14 15. Penimbangan Pasca Panen………...………………………… 15 16. Rumput Laut Hari Ke 7….……………..……………………. 18 17. Rumput Laut Hari Ke 14…………………………………… 18 18. Rumput Laut Hari Ke 21…………………………………… 19 19. Rumput Laut Hari Ke 28……….……………………………. 19 20. 21 22 Tanaman Pengganggu Pada Rumput Laut………………….. Ice ice Yang Terdapat Pada Rumput Laut…………………... Kualitas Rumput Laut……………………………………….. 20 20 21
  • 11. 1 I. PENDAHULUAN I.I. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman jenis rumput laut yang sangat tinggi, bahkan oleh para ahli rumput laut mengatakan sebagai lumbung rumput laut. Perkembangan kearah industrialisasi rumput laut, Indonesia masih jauh ketinggalan dengan negara lain seperti Jepang, Korea, Taiwan dan China (Kadi, 2004). Pengembangan rumput laut sangat prospektif karena didukung perairan dengan garis pantai sekitar 1.740 km. Wilayah pesisir laut/pantai yang didominasi oleh selat dan teluk merupakan potensi untuk pengembangan budidaya rumput laut. Produksi rumput laut di Sultra telah mencapai sekitar 300 ton per bulan, sementara permintaan mencapai 800-1000 ton per bulan. Jika melihat hal tersebut, maka produksi rumput laut masih sangat rendah (Sapitri, 2016). Sulawesi Tenggara yang memiliki luas perairan ±110.000 km dengan panjang garis pantai 1.740 km (BLH, 2000) menyimpan potensi kekayaan sumberdaya alam laut yang cukup besar baik yang diketahui maupun yang belum diketahui keberadaannya. Rumput laut merupakan sumberdaya alam yang sudah diketahui keberadaanya dan telah diupayakan untuk budidaya. Sultra memiliki wilayah yang cukup luas, dan berpotensi untuk budidaya rumput laut. Kegiatan budidaya rumput laut merupakan aktivitas yang telah berkembang pada setiap Kabupaten/ Kota Sulawesi Tenggara (Aslan et al., 2015). Di Sultra khususnya di Kecamatan Konsel di perairan Desa Bungin Permai merupakan salah satu desa yang memiliki perairan yang sangat potensial sebagai tempat untuk melakukan aktivitas budidaya rumput laut. Pada umumnya di perairan Desa Bungin Permai menggunakan sistem budidaya longline. Menurut Albasri et al.. (2010) menyatakan bahwa, budidaya rumput laut di Muna dan Kendari sebagian besar menggunakan sistem budidaya rumput laut dengan metode longline. Rumput laut di Kabupaten Konawe Selatan merupakan salah satu komoditas unggulan berdasarkan penetapan komoditas unggulan pada masing-masing wilayah. Jenis
  • 12. 2 rumput laut yang paling banyak dibudidayakan di perairan Konsel adalah jenis Kappaphycus alvarezii, karena dapat diusahakan dengan modal rendah, menggunakan teknologi untuk produksi dengan biaya murah, permintaan pasar yang tinggi, siklus produksi yang singkat, metode pasca panen yang tidak terlalu sulit, serta permintaan pasar masih terbuka (Asaf dkk., 2014). Keberhasilan budidaya rumput laut tergantung dari teknik budidaya yang tepat dan metode budidaya yang sesuai. Salah satu metode yang digunakan yaitu metode longline. Hambatan dalam kegiatan budidaya rumput laut yaitu serangan hama dan penyakit seperti tumbuhan epifit, lumut dan penyakit ice-ice serta kualitas air yang buruk akibat limbah pertambangan yang dibuang ke laut menyebabkan hasil budidaya menjadi rendah dan timbulnya penyakit dan pertumbuhan lambat. I.2. Rumusan Masalah Umumnya pengusaha rumput laut masih mengandalkan produksi yang berasal dari alam bukan hasil budidaya. Lambatnya perkembangan usaha budidaya rumput laut ini juga disebabkan karena keterbatasan bibit, pertumbuhan K. alvarezii tergolong lambat dan rentan terserang penyakit. Petani juga sering menggunakan bibit yang berulang-ulang dari sumber indukan yang sama, sehingga berpotensi mengalami penurunan kualitas (Sapitri dkk., 2016). Salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk memperoleh bibit rumput laut (K. alvarezii) yang berkesinambungan dan memiliki kualitas baik yaitu dengan teknik kultur jaringan. Rumput laut hasil kultur jaringan memiliki tingkat pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan menggunakan bibit rumput laut lokal petani yaitu 1,5 sampai 1,8 lebih tinggi dibanding dengan tanaman lainnya ketika dibudidayakan di India, sedangkan di maslaysia bibit yang berasal dari hasil kuktur jaringan memiliki laju pertumbuhan spesifik sebesar 6,3 ± 01%/hari yang lebih tinggi dibanding menggunakan bibit dari alam/petani 3,4 ± 0.3%/hari (Aslan et al., 2014; Reddy et al., 2003; Yong et al., 2014). Sehingga bibit hasil kultur jaringan dapat menjadi potensi yang besar untuk meningkatkan produksi rumput laut (K. alvarezii) di Sultra.
  • 13. 3 Penelitian pemanfaatan bibit rumput laut hasil kultur jaringan di Desa Bungin Permai pada bulan April- Juni selama 35 hari telah dilakukan oleh Rama et al (2017), dari hasil penelitian tersebut diperoleh LPH 4,65±0,66%/hari, kemudian didapatkan epifit sargasum polychystum dan Hypnea musciformis serta didapatka pula penyakit Ice ice, permasalahan yang terjadi apakah LPH dan kondisi hama pada tahun 2017 masih sama atau tidak pada tahun 2018? Oleh karena itu, hasil ini dapat dijadikan bahan pembanding pada monitoring tahun ke-II dalam penanaman rumput laut K. alvarezii hasil kultur jaringan di Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Berdasarkan permasalahan di atas, maka kegiatan budidaya rumput laut yang dilakukan di perairan Desa Bungin, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan menggunakan bibit yang berasal dari hasil kultur jaringan. Hasil yang diharapkan dari Praktikum Kerja Lapang (PKL) ini agar dapat meningkatkan laju pertumbuhan harian dan menghasilkan rumput laut yang berkualitas baik. I.3. Tujuan dan Manfaat Tujuan dari PKL-MAL ini adalah untuk mengetahui proses budidaya rumput laut yang menggunakan bibit hasil kultur jaringan dengan metode longline, mulai dari tahap persiapan, tahap uji lapangan, dan tahap pemasaran, serta mengetahui laju pertumbuhan harian K. alvarezii. Kegunaan dari PKL-MAL ini adalah agar mahasiswa dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan tentang proses budidaya rumput laut yang menggunakan bibit hasil kultur jaringan dengan metode longline, mulai dari tahap persiapan, tahap uji lapangan, dan tahap pemasaran, serta mengetahui laju pertumbuhan harian K. alvarezii. Kegiatan PKL-MAL ini diharapkan menjadi bahan pembanding dengan kegiatan PKL-MAL yang pernah dilakukan tahun I (2017) yang lalu.
  • 14. 4 II. METODE PRATIKUM 2.1. Waktu dan Tempat PKL-MAL dengan menggunakan bibit hasil kultur jaringan yang dilaksanakan pada bulan April-Juni 2018. PKL terdiri atas 3 tahap, tahap pertama yaitu tahap persiapan yang dilaksanakan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo dan tahap kedua yaitu tahap uji lapangan yang dilaksanakan di perairan Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, sedangkan tahap ketiga yaitu pemasaran yang berlokasi di pengepul rumput laut, Kendari Sulawesi Tenggara. 2.2. Prosedur Praktikum Prosedur praktikum yang dilakukan terbagi atas tiga yaitu : tahap persiapan, tahap uji lapangan dan tahap pemasaran. 2.2.1 Tahap Persiapan Tahap persiapan dilaksanakan pada bulan April 2018 dan bertempat di Laboratorium Perikana, fakultas perikanan dan ilmu kelautan Universitas Halu Oleo kendari. Dimana hal yang dilakukan pada tahap persiapan yaitu mengikuti asistensi praktikum mengenai kegiatan yang akan dilakukan meliputi penentuan lokasi praktikum, metode penanaman rumput laut dan pengenalan alat pintar. Alat dan bahan yang digunakan dalam tahap pesiapan pada proses pembuatan tali untuk budidaya rumput laut (K. alvarezii) bibit hasil kultur jaringan yaitu dapat dilihat pada Tabel 1.
  • 15. 5 Tabel 1. Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Tahap Persiapan No. Alat dan Bahan Kegunaan 1. Alat -Alat pintal Alat bantu untuk megikat tali. - Cutter/gunting Untuk memotong tali. - Korek Membakar lilin - Mistar Mengukur panjang tali - Meteren Mengukuran panjang tali PE 2. Bahan - Tali PE no.4 mm, Tali utama metode longline dan tali ris no. 1,5 mm - Lilin Membakar ujung tali pengikat Prosedur kerja dalam tahap persiapan pada proses pelaksanaan pembuatan tali untuk budidaya rumput laut (K. alvarezii) bibit hasil kultur jaringan adalah sebagai berikut: 1. Tahap pertama yang dilakukan yaitu dengan mempersiapkan tali. Tali PE sebagai bahan utama yang digunakan pada metode longline, dapat dilihat pada (Gambar 1A) Tali yang digunakan yaitu tali PE no. 4 mm dapat dilihat pada (Gambar 1B) dan tali PE no 1,5 mm dapat dilihat pada (Gambar 1C), cutter/gunting dan lilin dapat dilihat pada (Gambar 1D). Sedangkan untuk memudahkan dalam proses pengikatan tali maka digunakan alat pemintal tali rumput laut (pintar) dapat dilihat pada (Gambar 1E). A B C D E Gambar 1. Persiapan tali. A) Tali utama yang digunakan, B) Tali PE ukuran 4 mm, C) Tali ris No.1,5 mm, D) lilin, cutter dan gunting, E) alat pintar.
  • 16. 6 2. Tahap persiapan kedua yaitu pengikatan tali ris no. 1,5 mm sebagai gantungan bibit rumput laut pada tali PE no 4 mm dengan menggunakan alat bantu yaitu alat pintar dapat dilihat pada (Gambar 2A) dan sebelum melakukan pengikatan terlebih dahulu melakukan pembakaran pada ujung tali no 1,5 mm agar tidak mudah terlepas dapat dilihat pada (Gambar 2B). A B Gambar 2. Pengikatan tali. A). Proses pengikatan tali ris No. 1,5 pada tali PE No. 4 mm, B) Proses pembakaran ujung tali agar tidak mudah terlepas. 3. Tahap persiapan ketiga yaitu mengukur jarak antara tali pengikat satu dangan tali pengikat lainnya dengan jarak 10 cm dapat dilihat pada (Gambar 3) dengan panjang total tali 21 m. 10 cm Gambar 3. Jarak tali pengikat rumput laut yaitu10 cm.
  • 17. 7 4. Tali dengan panjang total 21 m digunakan untuk setiap orang dalam kelompok. Setelah pengikatan tali rumput laut selesai, maka dilanjutkan dengan pemberian label nama untuk setiap orang. 2.2.2.Tahap Uji Lapang Tahap uji lapang dilaksanakan pada bulan Mei 2018 dan bertempat di Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan.Hal yang dilakukan ditahap uji lapang yaitu meliputi : proses pengikatan bibit rumput laut, penanman dilokasi yang telah ditentukan hingga monitoring yang dilakukan 2 kali dalam seminggu. Secara geografis, lokasi budidaya rumput laut yang ada di Desa Bungin Permai terletak pada 4°29'24.03 Lintang Selatan dan 122°13'26.60 Bujur Timur dapat dilihat pada (Gambar 4A). A B Gambar 4. Gambaran Lokasi Desa Bungin, A) Peta Desa Bungin Permain dilihat dari Satelit, B) lokasi Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan. Desa Bungin Permai merupakan salah satu Desa di Kecamatan Tinanggea dengan luas wilayah sekitar 5 x 15 km2 dengan jumlah penduduk ± 1. 360 jiwa dengan jumlah 310 kk. Mayoritas masyarakat di Desa Bungin Permai memiliki mata pecaharian sebagai seorang nelayan dan petani rumput laut. Dari segi geografis Desa Bungin Permai mempunyai batas-batas wilayah administrasi sebagai berikut : sebelah
  • 18. 8 utara berbatasan dengan kelurahaan Tinanggea, sebelah timur berbatasan dengan Desa Torokeku, sebelah selatan berbatasan dengan selat Tiworo dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Ponggasi dapat dilihat pada (Gambar 4B) Alat dan bahan yang digunakan dalam tahap uji lapang pada proses budidaya rumput laut (K. alvarezii) bibit hasil kultur jaringan yang dilaksanakan di Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Alat dan Bahan yang Digunakan pada Tahap Uji Lapang. No. Alat dan Bahan Kegunaan 1. Alat - Timbangan Menimbang berat rumput laut - Pisau/Cutter Menyeleksi bibit rumput laut - Botol aqua dan bola Sebagai pelampung - Map plastik Label nama kelompok/individu - Hand recfraktometer Mengukur salinitas - Thermometer Mengukur Suhu - Perahu motor Transportasi ke lokasi budidaya - Karung Wadah penyimpanan rumput laut setelah panen - Kamera Dokumentasi 2. Bahan - Bibit rumput laut hasil Kultur jaringan (K. alvareezi) Organisme/obyek Budidaya Prosedur kerja yang dilakukan dalam tahap uji lapang pada proses budidaya rumput laut (K. alvarazii) bibit hasil kultur jaringan adalah sebagai berikut: 1. Persiapan bibit rumput laut yaitu dengan menggunakan bibit rumput laut hasil kultur jaringan dapat dilihat pada (Gambar 6), dimana ciri dari bibit tersebut yaitu memiliki percabangan yang banyak dan thallus yang dominan lebih besar. Bibit tersebut diperoleh dari Petani tambak rumput laut di Desa Bungin Permai.
  • 19. 9 Gambar 5. Bibit rumput laut hasil kultur Jaringan (K. alvarezii) 2. Setelah seleksi bibit rumput laut dengan menggunakan pisau/cutter dapat dilihat pada (Gambar 6A), dilanjutkan menimbang bibit rumput laut dengan menggunakan timbangan digital yang mempunyai ketelitian 0,5 g dapat dilihat pada (Gambar 6B), sehingga memperoleh berat awal penimbangan bibit 10 g untuk berat basah dapat dilihat pada (Gambar 6C) A B C Gambar 6. Pemilihan bibit. A) Seleksi bibit dengan menggunakan pisau, B) Proses penimbangan Bibit, C) Berat bibit awal 10 g. 3. Setelah proses seleksi bibit rumput laut dengan menggunakan pisau/cutter dan ditimbang berat awalnya maka dilanjutkan dengan proses pengikatan bibit dapat dilihat pada (Gambar 7). Pemotongan bibit dengan menggunakan pisau/cutter lebih direkomendasikan karena bibit yang dipotong oleh tangan 1 cm
  • 20. 10 akan menyebabkan permukaan bekas potongan rumput laut tidak beraturan sehingga memudahkan kotoran akan menempel. Gambar 7: Proses pengikatan bibit rumput laut (K. alvarezii) 4. Setelah proses pengikatan rumput laut selesai dapat dilihat pada (Gambar 8) maka rumput laut disiram/direndam pada air laut bertujuan agar rumput laut tidak mengalami stres atau rusak karena kering/kekurangan air. Setelah itu maka bibit rumput laut siap untuk ditanam. Gambar 8. Hasil pengikatan bibit dan siap untuk ditanam
  • 21. 11 5. Proses penanaman yang dilakukan yaitu dengan menggunakan perahu motor dan sampan dapat dilihat pada (Gambar 9A) sehingga memudahkan dalam pengangkutan bibit rumput laut ke lokasi budidaya dapat dilihat pada (Gambar 9B) dan setibanya di lokasi budidaya maka bibit siap untuk dibentang ke perairan dapat dilihat pada (Gambar 9C), sehingga nampak hasil bentangan tali budidaya rumput laut dapat dilihat pada (Gambar 9D). A B C D Gambar 9. Proses penanaman rumput laut. A) Perahu motor dan sampan yang digunakan, B) proses pengangkutan bibit ke perahu, C) proses membentang tali bibit, D) hasil bentangan di perairan. 6 Monitoring dilakukan untuk membersihkan dan melihat kondisi rumput laut yang dilakukan setiap 2 kali dalam seminggu, hal ini bertujuan agar rumput laut bersih dari sampah yang berada di lokasi perairan yang menempel serta tumbuhan penempel (epifit) lainnya pada rumput laut sehinngga tidak menghambat
  • 22. 12 pertumbuhan rumput laut. Pembersihan epifit ini dilakukan dengan cara melepaskan dari tali kemudian dinaikkan di atas perahu dan dibawah ke darat. Hal ini dilakukan karena jika epifit dibuang ke laut lagi memungkinkan menempel kembali ke tali ris atau di rumput laut. A B Gambar 10. Epifit. A) Tanaman epifit yang menempel pada tali rumput laut, B) proses pembersihan tanaman epifit 2.2.3. Tahap Pemanenan dan Pasca Panen 2.2.3.1. Tahap Pemanenan Pemanenan rumput laut dilakukan setelah berumur 35 hari. Pemanenan dilakukan dengan cara menarik tali bentangan ke dalam perahu dapat dilihat pada (gambar 11A) kemudian selanjutnya dibawa ke darat dapat dilihat pada (11B). Panen dilakukan pada pagi hari agar rumput laut tidak terkena cahaya matahari langsung agar rumput laut biasa langsung dikeringkan. Hal yang penting perlu diperhatikan pada saat panen yaitu kondisi cuaca misalnya panen pada saat hujan dapat menurunkan kualitas rumput laut.
  • 23. 13 A B Gambar 11. Pemanenan rumput laut. A) penarikan tali bentangan ke dalam perahu, B) membawa rumput laut ke darat Rumput laut hasil panen kemudian ditimbang untuk keseluruhan hasil panen dapat dilihat pada (Gambar 12A). Tujuan penimbangan yaitu untuk mengetahui berat bobot rumput laut setelah dipanen. Adapun hasil total penimbangan rumput laut yaitu 59,5 kg, sedangkan nilai rata-rata penimbangan untuk kelompok yaitu 8,5 kg. A B Gambar 12. Penimbangan hasil panen. A) Penimbangan hasil keseluruhan panen, B) dokumentasi bersama anggota kelompok dan bapak dosen Setelah penimbangan kelompok selesai maka dilanjutkan dengan penimbangan per individu yaitu dengan mengambil 15 rumpun laut lalu ditimbang masing-masig menggunakan timbangan digital dapat dilihat pada (Gambar13)
  • 24. 14 Gambar 13. Penimbangan bibit 15 rumpun. Rumput laut hasil panen selanjutnya dikemas dan diisi kedalam karung untuk proses pengeringan lebih lanjut. 2.2.3.2. Tahap pasca panen 1. Penanganan pasca panen selanjutnya adalah melakukan proses penjemuran dengan metode gantung dapat dilihat pada (Gambar 14). Proses penjemuran berlangsug selama 2-3 hari untuk mendapatkan tingkat kekeringan yang baik sesuai standar. Gambar 14. Proses penjemuran rumput laut menggunakan metode gantung (hanging method). 2. Penimbangan pasca panen dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui berat kering rumput laut setelah dijemur. Adapun tahap yang dilakukan dalam proses
  • 25. 15 penimbangan akhir yaitu menimbang kembali 15 rumpun bibit rumput laut yang kering dapat dilihat pada (Gambar 15A) sehingga dapat diketahui LPH pada pertumbuhan rumput lau5t. Penimbangan tali dapat dilihat pada (Gambar 15B) dan plastik dapat dilihat pada (Gambar 15C) dengan tujuan untuk menghitung rasio pertumbuhan rumput laut yang basah maupun yang kering sebagai data kelompok maupun individu. A B C Gambar 15. penimbangan pasca panen. A) Penimbangan akhir 15 rumput bibit rumput laut, B) penimbangan tali, C) Penimbangan plastik. 3. Tahap pasca panen selanjutnya yaitu Pemasaran dilakukan setelah proses pengeringan rumput laut selesai. Rumput laut yang telah kering selanjutnya dipasarkan pada pengumpul rumput laut yang berlokasi di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara. Harga pasar yang terdapat pada pengepul rumput laut tersebut adalah Rp.18.000/kg. 2.2.4. Parameter yang Diamati Parameter yang diamati dalam PKL-MAL mengenai budidaya rumput laut K. alvarezii menggunakan bibit hasil kultur jaringan adalah sebagai berikut :
  • 26. 16 2.2.4.1. Laju Pertumbuhan Harian (LPH) Rumus untuk menghitung LPH dapat dilihat pada persamaan (1) berdasarkan pernyataan (Young et al., 2013) sebagai berikut : keterangan : LPH = Laju Pertumbuhan Harian (%/hari) Wt = Bobot Berat Akhir (g) Wo = Bobot Berat Awal (g) t = Periode pengamatan (hari) 2.2.4.2. Hama dan Penyakit Hama dan penyakit yang ditemukan selama proses budidaya rumput laut K. alvarezii selama 35 hari yaitu dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hama dan Penyakit yang Terdapat pada Rumput Laut K. alvarezii No. Hama dan Penyakit Status 1 S. polycystum Hama 2 Ice ice Penyakit 2.2.4.3 Parameter Kualitas Air Sebagai data penunjang dilakukan pengukuran beberapa parameter kualitas air diantaranya dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Parameter Kualitas Air yang Diukur Selama PKL. No. Parameter Alat Pengukuran 1 Suhu Thermometer 1 kali dalam Seminggu 2 Salinitas Hand Refraktometer 1 kali dalam seminggu
  • 27. 17 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Laju Pertumbuhan Harian (LPH) Rumput Laut (K. alvarezii) Adapun Laju Pertumbuhan Harian (LPH) PKL-MAL rumput laut (K. alvarezii) selama 35 hari dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Laju Pertumbuhan Harian (LPH) rumput laut K. alvarezii Penimbangan Wo (berat awal) (g) Wt (berat basah) (g) Wt (berat kering) (g) LPH ±SD%/hari Rasio Berat Kering : Rasio Berat Kering Rumpun 1 2 3 4 5 1 10 70 8 5,71 1:8.75 2 10 80 7 6,12 1:11.4 3 10 77 6 6,37 1:12.83 4 10 75 7 6 1:10.71 5 10 66 9 5,92 1:7.33 6 10 62 8 5,53 1:7.75 7 10 61 6 5.35 1:10.16 Jumlah 70 491 56 11,35 68.97 Rata-Rata 10 73.85 7,28 5.86±0,35 1:9 Keterangan : Wt = berat awal, Wt = berat basah dan berat kering Setelah rumput laut dipelihara selama 35 hari, hasil yang diperoleh rata-rata memiliki LPH 5,86±0,35%/hari dengan perbandingan rasio berat kering : berat basah yaitu 1 : 9. 3.1.2. Hama dan Penyakit Monitoring dilakukan untuk mengontrol hama yang tidak diinginkan yang sering menempel pada rumput laut seperti Sargassum polycystum dapat dilihat pada (Gambar 20). Adanya tanaman ini dapat mempengaruhi pertumbuhan dari rumput laut karena tanaman ini bersifat teduh bagi rumput laut K. alvarezii dan adanya persaingan untuk mendapatkan unsur hara di perairan.
  • 28. 18 Gambar 20. Epifit (Sargassum polycystum) pada rumput Laut (K. alvarezii) Selain hama yang dapat menghambat pertumbuhan budidaya rumput laut K. alvarezii juga terdapat penyakit yang dapat menyerang rumput laut yang biasa disebut penyakit Ice ice dapat dilihat pada (Gambar 21), penyakit ini dicirikan dengan munculnya warna putih pada ujung thallus rumput laut. Gambar 21. Ice ice yang terdapat Pada rumput laut (K.alvarezii) 3.1.3. Hasil Pengukuran Parameter Kualitas Air Data Parameter kualitas air yang diambil selama praktek lapang berlangsung dapat dilihat pada Tabel 6 berikut :
  • 29. 19 Tabel 6. Hasil Parameter Kualitas Air No Hari/Tanggal Monitoring Suhu (ºC) Salinitas (ppt) 1 26 April 2018 1 26 30 2 29 April 2018 2 26 31 3 03 Mei 2018 3 26 31 4 13 Mei 2108 4 27 30 5 20 Mei 2018 Pemanenan 29 29 Selama proses pemeliharaan salinitas yang diperoleh dari hasil pengukuran berkisar antara 29-31 ppt dan suhu berkisar antara 26-29ºC. 3.1.4. Hasil Pengamatan monitoring Rumput Laut Adapun PKL-MAL budidaya rumput laut dilakukan monitoring setiap dua kali seminggu dapat dilihat pada (Gambar 16) : Gambar 16. Rumput laut hari ke 7 Pengontrolan rumput laut yang dilakukan yaitu membersihkan rumput laut dari hama penempel berupa epifit. Rumput laut harus dibersihkan dari epifit dikarenakan dapat menjadi pesaing bagi rumput laut yang dibudidaya. Apabila tidak dibersihkan maka pertumbuhan rumput laut akan melambat karena bersaing nutrient dengan epifit.
  • 30. 20 Gambar 17. Rumput laut hari ke-14 Pengontrolan kedua yaitu pada hari ke-14 penanaman yang dilakukan yaitu membersihkan epifit serta apabila terdapat rumput laut yang terkena Ice ice maka thallus yang terinfeksi tersebut dipotong agar tidak mewabah/menyebar pada rumput laut yang lain. Gambar 18. Rumput laut hari ke-21 Pengontrolan rumput laut pada hari ke-21 yaitu membersihkan rumput laut dan tali longline dari epifit agar pertumbuhan rumput laut tidak terhambat. Serta mengecek rumput laut yang terkena Ice ice agar tidak mewabah pada rumput laut yang lain.
  • 31. 21 Gambar 19. Rumput laut hari ke-28 Pengontrolan rumput laut pada hari ke-28 penanaman, epifit banyak menempel di rumput laut dan tali longline. Sehingga harus dibersihkan agar pertumbuhan rumput laut tidak terhambat. 3.1.5. Hasil Pasca Panen Kualitas rumput laut yang telah dikeringkan dapat dibandingkan sesuai dengan hasil pengeringan rumput laut yang baik dan rumput laut yang buruk dapat dilihat pada (Gambar 21). A B Gambar 22. Kualitas rumput laut. A) Rumput laut kualitas Buruk, B) Rumput laut yang berkualitas bagus. Kualitas rumput laut yang baik ditandai dengan warna merah kehitaman dan rumput laut benar-benar kering dapat dilihat pada (Gambar 22B), sedangkan rumput laut yang proses pegeringan tidak sempurna dicirikan dengan wara putih pucat. Hal 1 cm 1 cm
  • 32. 22 ini disebabkan karena rumput laut tidak dijemur dengan cara digantung sehingga proses pengeringan tidak sempurna dapat dilihat (gambar 22A). 3.2. Pembahasan 3.2.1. Laju Pertumbuhan Harian (LPH) K. alvarezii Berdasarkan hasil perhitungan LPH rumput laut yang diperoleh rata-rata LPH mencapai 5.86±0,35%/hari dengan rasio berat basah : berat kering 1:9, LPH ini lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai LPH yang didapatkan oleh Santi (2018), bahwa nilai LPH yang diperoleh berkisar sebesar 9,17±0,50%. Dari penelitian ini, bibit rumput laut hasil kultur jaringan yang telah dibudidayakan menunjukkan LPH yang tinggi, Hal ini disebabkan PKL khususnya minggu kedua setelah penanaman rumput laut pada tali ris ditambahkan pelampung berupa botol mineral dengan ukuran 600 ml sebanyak 4-5 buah. Kemudian pada minggu berikutnya dilakukan pembersihan epifit dan tumbuhan yang menempel atau substrat lainnya dihilangkan dengan cara menggoyang-goyangkan tali ris dan bibit rumput laut, serta rutin mengecek tali setiap melakukan monitoring. Apabila tali rumput laut longgar dan tenggelam maka segera diperbaiki dan diikat kembali. Bila tali ris longgar dan tenggelam maka rumput laut yang kita budidayakan kekurangan intensitas cahaya matahari sehingga dapat menyebabkan melambatnya pertumbuhan rumput laut yang dibudidayakan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hayashi dkk., (2007), bahwa kecukupan intensitas cahaya matahari yang diterima oleh rumput laut sangat menentukan kecepatan rumput laut untuk memenuhi kebutuhan nutrien seperti karbon (C), nitrogen (N) dan posfor (P) untuk pertumbuhan dan perkembangannya akan menurunkan LPH rumput laut yang dibudidayakan. Berdasarkan LPH yang diperoleh selama budidaya yaitu 5,86±0,35%/hari. Dari hasil LPH tersebut diketahui bahwa LPH tergolong tinggi jika dibandingkan dengan (Rama et al., 2018) yang memiliki nilai LPH 4.6±0,66%/hari dengan rasio berat basah:berat kering 1 : 6. Selain itu dari beberapa penelitian sebelumnya yang didapatkan Patadjai dkk., (2006), yaitu LPH K. alvarezii yang tertinggi sebesar 9.1%
  • 33. 23 dan 6.31% , Basiroh dkk., (2016), LPS tertinggi sebesar 17,72%. Pertumbuhan rumput laut K. alvarezii di Perairan Malaysia memiliki tingkat pertumbuhan (DGR) dan berat setiap produksi (DWP) berkisar antara 1.96±0.08– 2.29±0.11% yang dibudidayakan di dalam tangki sedangkan budidaya K. alvarezii di perairan Vietnam mempunyai tingkat pertumbuhan harian maksimum yaitu 6,11±0.04%/hari dengan kepadatan bibit awal 125 g pada hari 30 (Zuldin dkk., 2016) Namun laju pertumbuhan harian dalam PKL-MAL ini memenuhi standar yang ada, karena menurut Anggadireja dkk., (2006), laju pertumbuhan harian yang baik untuk rumput laut adalah tidak kurang dari 3%. Rendahnya laju pertumbuhan rumput laut K. alvarezii bibit hasil kultur jaringan dibandingkan dengan LPH dari beberapa penelitian sebelumnya disebabkan karena kualitas perairan di lokasi budidaya telah tercemar dengan adanya proyek tambang didekat perairan Bungin Permai. Karena pertumbuhan rumput laut juga dapat dipengaruhi oleh kualitas perairannya. 3. 2.2. Hama dan Penyakit Berdasarkan hasil PKL-MAL rumput laut K. alvarezii yang dilaksanakan selama 35 hari, dimana Selama masa pemeliharaa rumput laut mempunyai masalah utama yakni serangan hama dan penyakit yang ditemukan pada rumput laut K. alvarezii yaitu penyakit Ice ice, dimana gejala klinis yang ditimbulkan yaitu terdapat bintik putih/perubahan pada thallus. Menurut Santoso dan Nugraha (2008) infeksi Ice ice menyerang pada pangkal thallus, batang dan ujung thallus, menyebabkan jaringan menjadi berwarna putih (munculnya bintik putih). Sedangkan hama yang menyerang rumput laut yaitu S. polycystum. Adanya tanaman ini dapat mempengaruhi pertumbuhan dari rumput laut karena tanaman ini menempel dalam jumlah yang banyak sehingga bersifat teduh bagi rumput laut K. alvarezii dan adanya persaingan untuk mendapatkan unsur hara di perairan sehingga dapat menghambat pertumbuhan rumput laut serta hal ini menjadi masalah utama
  • 34. 24 yang harus diperhatikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Vairappan (2014), bahwa Budidaya Kappaphycus adalah kegiatan rutin, dan hasilnya sangat tergantung pada kondisi budidaya dan wabah penyakit. Dua masalah utama yang dihadapi dalam budidaya komersial berkepadatan tinggi adalah penyakit ‘Ice ice” dan wabah epifit. 3.2.3. Parameter Kualitas Air Berdasarkan hasil pengukuran kualitas, pengukuran suhu pada lokasi penanaman rumput laut yaitu berkisar 26-29 0 C merupakan kisaran yang cukup ideal dan layak bagi kegiatan budidaya rumput laut. Nilai ini masih dalam batas yang bisa ditolerir oleh rumput laut K. alvarezii sebagaimana yang dikemukakan oleh Kordi (2010), menyatakan bahwa suhu air yang cocok untuk rumput laut K. alvarezii antara 20-30 o C. Menurut Aslan (2011), bahwa suhu perairan sangat penting dalam proses fotosintesis rumput laut. Suhu yang optimal untuk pertumbuhan rumput laut K. alvarezii adalah berkisar 25 – 300 C. Salinitas selama praktek kerja lapang berkisar antara 29-31 ppt, yakni salinitas ini masih kadar salinitas normal untuk pertumbuhan rumput laut.. Salinitas secara langsung dapat mempengaruhi produksi rumput laut dimana salinitas sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput laut. Apabila salinitas rendah, jauh dibawah kisaran toleran maka rumput laut mudah patah dan lunak. (Asni, 2015). Menurut Asaf dkk. ( 2013), bahwa hasil pengukuran salinitas di perairan tersebut menunjukkan pertumbuhan yang baik untuk budidaya rumput laut. Salinitas yang mendukung pertumbuhan rumput laut, K. alvarezii berkisar antara 28 – 35 ppt. 3.2.4 Panen dan Pasca Panen Panen dilakukan setelah 35 hari masa pemeliharaan, sebaiknya penanaman dilakukan selama 45 hari dengan hasil pengamatan rumput laut mengalami pertumbuhan yang relatif baik dan mengalami peningkatan bobot. Hal ini sebanding dengan pernyataan Sukri (2006), bahwa umur panen 45 hari merupakan umur panen paling baik. Selain itu pernyataan Wijayanto dkk. (2012), umur panen rumput laut yang baik adalah 45-60 Hari.
  • 35. 25 Rumput laut yang dikeringkan dengan menggunakan metode gantung bertujuan untuk mengurangi kadar air laut yang terkandung dalam rumput laut. Hal ini sesuai dengan penyataan Nidhia dan Surata (2016), menyatakan bahwa metode gantung selain lebih murah, juga cara ini lebih baik karena memiliki kadar kotoran lebih rendah selain itu dengan cara digantung kadar garam yang menempel akan minim, hal ini karena air yang mengandung garam cepat menetes ke bawah. Metode gantung juga bertujuan agar tingkat kekeringan rumput laut lebih merata, pengeringan lebih cepat dan hasil rumput laut kering dengan utuh. Selain itu membandingkan antara rumput laut dengan kualitas yang baik dan buruk. Hal ini dilihat pada kondisi rumput laut yang berwarna hitam dan masih memiliki kadar garam. Sebaiknya rumput laut dijemur dengan menggunakan metode penjemuran dibawah sinar matahari langsung, hal ini sesuai dengan pernyataan Ling dkk.,(2015), bahwa metode penjemuran dengan cara digantung lebih baik dibandingkan dengan menggunakan metode penjemuran sinar matahari langsung. Hasil panen yang memiliki kualitas buruk didapatkan karena setelah panen rumput laut tidak langsung dijemur melainkan didiamkan beberapa hari. Sehingga warna dari rumput laut agak pucat. Aslan (2011), menyatakan bahwa panen rumput laut dilakukan kurang dari 45 hari, kadar air yang masih tinggi, mencampur produk rumput laut kering dengan jenis rumput laut lain atau proses pengeringan dan penyimpanan pasca pengeringan yang belum memenuhi standar. 3.2.5. Pemasaran Rumput laut yang telah dikeringkan kemudian dijual ke pengepul rumput laut yang berlokasi di Kendari, Sulawesi Tenggara dengan harga 18.000/kg. Hasil penimbangan dari rumput laut yang telah dihasilkan oleh kelompok 8 yaitu 59,6 kg. Menentukan harga dari rumput laut tersebut, rumput laut terlebih dahulu dipisahkan dari tali kemudian dilakukan penimbangan untuk mengetahui berat dari rumput laut. Harga rumput laut kering cenderung fluktuatif. Harga rumput laut per kg sekarang bervariasi, seperti di Desa Bungin Permai harga rumput laut Rp. 7.000, Bombana Rp. 8.000 dan Bau bau Rp. 9.500. Sedangkan harga yang terendah terdapat di Wanci
  • 36. 26 yaitu Rp. 6.500. Harga rumput laut yang bervariasi dapat disebabkan oleh, banyak atau tidaknya ketersediaan stok rumput laut kering, kualitas bibit yang kurang bagus dan juga transportasi dari lokasi produksi rumput laut ke lokasi pemasaran. Tinggi atau rendahnya pendapatan yang diperoleh nelayan berpengaruh terhadap peningkatan produksi dan tingkat konsumsi keluarga nelayan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Soeharno (2006), bahwa secara umum perubahan pendapatan akan mempunyai pengaruh terhadap konsumsi barang-barang dan jasa.
  • 37. 27 IV. SIMPULAN DAN SARAN 4.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat disimpulkan bahwa rumput laut hasil kultur jaringan yang dipelihara selama 35 hari dengan menggunakan metode longline memperoleh LPH sebesar 5.86±0.35%/hari dengan rasio berat kering : berat basah adalah 1: 9. LPH yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakuakan oleh Rama dkk., (2018), yang memperoleh LPH mencapi 4,6±0,66%/hari dengan rasio berat basah yaitu 1: 6. Pada saat monitoring terdapat penyakit yang menyerang pada rumput laut yaitu Ice-ice yang terdapat pada bagian thallus dan juga epifit (S. polycystum) yang menempel pada tali pengikat rumput laut. Selama masa pemeliharaan kualitas air yang di peroleh salinitas antara 29-31 ppt dan suhu ̊berkisar antara 26-29 0 C. Dengan harga rumput laut kering 18.000/kg. 4.2 Saran Saran yang dapat saya sampaikan untuk praktikum manajemen akuakultur laut ini yaitu agar praktikum dapat dilakukan di lokasi yang lain, yang perairannya belum tercemar dengan penambangan.
  • 38. 28 DAFTAR PUSTAKA Anggadiredja, T.J., Achmad, E., Purwanto, H dan Sri, I. 2006. Rumput Laut Pembudidayaan, Pengolahan dan Pemasaran Komoditas Perikanan. Penebar Swadaya, Jakarta. 274 hal. Aslan, L.M.O. 2011. Strategi Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Indonesia. Pidato Pengukuhan Sebagai Guru Besar dalam Bidang Budidaya Perairan. disampaikan Pada Rapat Senat Terbuka Luar Biasa Universitas Haluoleo Tanggal 22 Januari 2011. Aslan, L.O.M., Sulistiani, E., Legit, D., Yusnaeni. 2014. Growth Carrageenan Yield of Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) from Tissue Culture Seedlings Using Different Planting Distances. Poster Session. AOAIS 3rd Asian Oceania Algae Innovation Summit. 17-20 November 14. Daejeon, Korea. Aslan, L.M.O., Iba, W ., Bolu, L.R., Ingram, B.A., Gooley, G.J., Silva, S.S.D. 2015. Mariculture in SE Sulawesi Indonesia: Culture Praktices and The Sosioeconomic Aspects of The Major Commodities. Ocean dan Coastal Management: 166 : 44-57. Asni, A. 2015. Analisis Produksi Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) Berdasarkan Musim dan Jarak Lokasi Budidaya di Perairan Kabupaten Bantaeng. Jurnal Akuatika Vol. 6 (2) : 140-153. Asaf, R., Makmur, dan Antoni. R.S. 2014. Upaya Peningkatan Produktivitas Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Dengan Mengetahui Faktor Pengelolaan di Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara. J. Ris. Akuakultur. 9( 3) : 463-473 Basiroh, S., Ali, M., Putri, B. 2016. Pengaruh Panen yang Berbeda Terhadap Kualitas Karaginan Rumput Laut Kappaphycus alvarezii; Kajian Rendemen dan Organoleptik Karaginan. Jurnal Masparai. 8(2) : 127-135. Hayashi, L., de Paula, E.J., and Chow, F. 2007. Growth Rate and Carrageenan Anlyses in Four Strains of Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Farmed in the Subtropical Waters of Sao Paulo State, Brazil. App. Phycology.19 (5.): 393-399. Springer Netherland. Kadi, A. 2004. Potensi Rumput Laut dibeberapa Perairan Pantai Indonesia. Jurnal Oseana . XXIX: 25-36. Kordi. 2010. A To Z Budidaya Biota Akuatik Untuk Pangan, Kosmetik dan Obat- Obatan. Lily Publisher. Yogyakarta. Ling, A.L.M., Yasir, S., Matanjum, P., Bakar, M.F.A. 2015. Effect of Different Driying Techniques on the Phytochemical Content and Antioxidant Activity of Kappaphycus alvarezii. J Appl Phycol 27: 1717-1723.
  • 39. 29 Nindhia, T.G.T.I.W. & Surata. 2016. Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan Kelompok Usaha Tani di Desa Ped. Jurnal Udayana Mengabdi. 5 (1) : 7. Patadjai, R.S., Tuwo, A., Dharmawan, D., Omar, S.B.A. 2016. Pertumbuhan Rumput Laut Kappaphycus alvarezii pada Berbagai Habitat. Jurnal Agriplus. 16 (3) : 221-230. Rama, LOM. Aslan, Iba W, Rahman A., Armin & Yusnaeni. 2018. Seaweed Cultivation of Micropropagated Seaweed (Kappaphycus alvarezii) in Bungin Permai Coastal Waters, Tinanggea Sub-District, South Konawe Regency, Southeast Sulawesi. Reddy, C.R.K., Raja, K.K.G., Siddhanta, A.K., Tewari, A. 2003. In Vitro Somatic Embryogenesis and Regeneration of Somatic Embryos from Pigmented Callus of Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty (Rhodophyta, Gigarti-nales). J. Phycol. 39: 610–616. Santi, N.W. 2018. Budidaya Rumput Laut Kappaphycus. alvarezii (Doty) ex silva (Rhodophyta, Soilieriaceae) Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara. Universitas Halu Oleo. Santoso, L. dan Nugraha, Y.T. 2008. Pengendalian Penyakit Ice-ice Untuk Meningkatkan Produksi Rumput Laut Indonesia. Jurnal Saintek Perikanan. Lampung. 3(2) :37-43. Sapitri, A.R., Cokrowati, N., Rusman. 2016. Pertumbuhan Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Hasil Kultur Jaringan pada Jarak Tanam yang Berbeda. Depik. 5(1) : 12-18. Soeharno. 2006. Teori Mikro Ekonomi. Andi Offset. Yogyakarta. Sukri, N. 2006. Karakteristik Alkali Treated Cottonii (ATC) dan Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii pada umur panen yang berbeda. Skripsi. IPB. 19-61. Vairappan. C.S., Sim C.C., Matsunaga S. 2014. Effect of Epiphyte Infection on Physical and Chemical Properties of Carrageenan Produced by Kappaphycus alvarezii Doty (Soliericeae, Gigartinales, Rhodophyta). J Appl Phycol. 26 : 923-931 Wijayanto, T.M., Hendri, R., Aryawati. 2012. Studi Pertumbuhan Rumput Laut Eucheuma cottoni Dengan Berbagai Metode Penanaman yang Berbeda di Perairan Kalianda Lampung Selatan. Jurnal Ilmu Kelautan, FMIPA, Universitas Sriwijaya. 2(1) : 10. Yong, W.T.L., Yasir.S. 2014. Evaluation of Tissue-Cultured Kappaphycus alvarezzi (Rhodophyta, Gigartinales). Phycological Research. 62: 316-321. Zuldin, W.H., Yassir, S., Shapawi, R. 2016. Pertumbuhan dan Komposisi Biokimia dari Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta) yang Menggunakan Sistem Budidaya dalam Tangki. Jurnal Appl Phycol.