Freire menganjurkan pendidikan yang membebaskan manusia untuk perubahan sosial melalui proses belajar kritis dan dialogis. Ia meyakini bahwa pendidikan bertujuan membangun kesadaran masyarakat akan ketidakadilan sosial dan memperkuat mereka untuk berjuang demi perubahan. Guru harus berkomitmen terhadap keadilan sosial dan melibatkan siswa sebagai mitra belajar dalam mengidentifikasi masalah sos
2. Prakteknya
Telah banyak dicontohkan oleh:
–Wali Songo
–HOS Tjokroaminoto
–Ki Hajar Dewantoro
–Bung Hatta
–Dll.
3. Yang sangat Besar Pengaruhnya Freire
(1921-1997)
Intelektual Brazil
Ahli Hukum yang
tertarik pada masalah
pendidikan melek huruf
Filsafat pendidikan
berpengaruh keseluruh
dunia
4. Konsep Freire
tentang Pendidikan yang
Membebasakan
Pendidikan: Cara
untuk melakukan
perubahan sosial,
kultural, politik, dan
economik secara
fundamental
(transformasi sosial)
Dimaksudkan:
membangun
kesadaran kritis
individu dan kolektif
terhadap masalah
keadilan sosial, dan
menguatkan individu-
individu untuk
berjuang merubahnya
5. Freire……….
Belajar adalah proses memahami
tatanan kehidupan secara kritis.
voluntary participant in process
Yang belajar dan mengajar setara
Pengajar membantu yang belajar
dalam menghadapi kemapapan
sosial (status quo).
group workshop in Brazil
6. Freire………….
Evaluasi : diarahkan pada perubahan
cara pandang, tanggungjawab dan peran
individu-individu terhadap proses
transformasi sosial.
Metode: Teory kritis, Teory feminist,
riset kritis,, and refleksi, hadap masalah,
analysa sosial, dan media popular.
7. Prasyarat bagi Pendidik
Berkeyakinan bahwa ketidakadilan sosial adalah
diciptakan (constructed) dan karenanya dapat diubah.
Keberpihakan dan kerelaan untuk berbuat (commitment)
demi perbaikan keadaan kehidupan kelompok dhuafa’
dan terdzolimi.
Berkeyakinan bahwa rakyat dalam dirinya memiliki
pengetahuan yang berguna dan mereka dapat bekerja
untuk memecahkan problem mereka sendiri Berpegang
pada proses mempersenjatai rakyat untuk mempu dan
berani menyatakan diri mereka sendiri, membuat visi
alternatif untuk perjuangan mereka kedepan.
8. Prinsip yang harus dipegang:
Berpegang pada strategi memperlengkapi rakyat
untuk merumuskan perjuangan mereka sendiri dan
membuat suara mereka menjadi terdengar.
Berorientasi “peningkatan kesadaran kritis” rakyat
untuk mengorganisir diri, dari Proses
pengorganisasian yang hanya untuk lingkup tunggal
dan terbatas (singgle event) kepada
pengorganisasian yang lebih luas untuk melakukan
tindakan bersama demi keadilan.
Memiliki visi membangun gerakan transformasi
sosial.
9. Ketrampilan yang harus dimiliki:
Teknik analisa sosial struktural dan conjunctural
(strctural & conjunctral analyses),
Teknik pemetaan sosial dan kawasan (socoal,
geographical & ecological mapping),
Teknik komunikasi kemanusiaan ( human
communication skill),
Teknik fasilitasi belajar orang dewasa (adult learning
facilitation),
Teknik advocacy (advocacy).
10. Akhirnya Pendidik Masyarakat harus
selalu melakukan refleksi kritis:
harus dipertanyakan….
apakah telah terjadi perubahan sosial?
kearah mana perubahan sosial terjadi?
mengapa perubahan itu terjadi?
apakah kaum dhuafa’ dan terdzolimi telah semakin kuat posisinya
dalam perubahan sosial tersebut?
apakah telah muncul organisasi rakyat miskin dan terpinggirkan?
apakah proses demokrasi telah benar-benar berjalan?
apakah mereka yang terlibat dalam organisasi telah menjadikan
organisasinya sebagai alat perjuangan kepentingannya?
apakah telah muncul kebersamaan dalam tindakan diantara
mereka?
Dan seterusnya.
Singkat kata, pendidik/organizer/fasilitator bukanlah tukang,
tetapi intelektual yang memiliki komitment transformasi sosial.
Karenanya ia memiliki multi peran dalam proses pendidikan
rakyat.
11. Pendidik laksana obor
Yang menerangi sekelilingnya
Obor itu tidak akan mati
Selama mampu menyulut obor-obor lainnya
Karena itu akan semakin terang dan semakin terang
Ki Hajar Dewantoro
12. PRINSIP PENDEKATAN
tindakan adalah sumber ilmu
pengetahuan dan bukan sebaliknya,
dan karena itu pendidikan harus
transformatif, berbasis dialog dengan
aksi – refelksi – aksi.
13. Organizer harus selalu merefleksikan tindakannya pada
hal-hal yang strartegis, yaitu
– apakah telah terjadi perubahan sosial,
– kearah mana perubahan terjadi,
– apakah masyarakat miskin dan terpinggirkan telah
semakin kuat posisinya dalam perubahan tersebut,
– mengapa perubahan itu terjadi,
– Dalam konteks yang lebih praktis, apakah telah
muncul organisasi masyarakat miskin dan
terpinggirkan?
– Apakah proses demokrasi telah benar-benar
berjalan?
– Apakah mereka yang terlibat dalam organisasi telah
menjadikan organisasinya sebagai alat perjuangan
kepentingannya?
– Apakah telah muncul kebersamaan dalam tindakan
diantara mereka?
– Dan seterusnya. Singkat kata, organizer bukanlah
tukang, melainkan intelektual yang memiliki
komitment kearah perubahan sosial.
– Dengan pengertian demikian ia memiliki multi peran
dalam proses pendidikan rakyat.