Pasien datang untuk mencabut sisa akar gigi rahang bawah kiri yang terasa mengganjal. Gigi tersebut berlubang 2 tahun lalu dan sisa akarnya patah 1 tahun lalu. Pemeriksaan sistemik dan ekstraoral tidak menemukan kelainan. Pemeriksaan gigi menemukan sisa akar gigi 34.
2. 1. Pendahuluan
Nama : Christina Widayati
Tempat & Tanggal Lahir : Yogyakarta, 6 Oktober 1971 (49 tahun)
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Karanganyar MG III/1180 YK RT/RW 66 18, Brontokusuman,
Mergangsan
Golongan Darah : AB
Persiapan lingkungan kerja
Persiapan operator
Senyum, salam, sapa
Konfirmasi identitas pasien
3. 2. Pemeriksaan Subjektif
• Keluhan yang menjadi alasan utama
pasien untuk datang ke dokter gigi.
• Hanya terdapat 1 CC. Jika pasien
menyampaikan >1 alasan, tanyakan
kembali alasan yang paling dikeluhkan
oleh pasien.
• CC ditulis dengan menggunakan
bahasa (kalimat yang diutarakan)
pasien.
a. Chief Complaint (CC) / Keluhan Utama
“Pasien ingin mencabut sisa akar gigi
rahang bawah sisi kiri yang terasa
mengganjal.”
4. • Penjelasan mengenai kronologi
perkembangan dari keluhan
utama pasien.
• Dalam menggali HPI, sebaiknya
tidak menggunakan pertanyaan
tertutup agar didapatkan
informasi detail dari pasien.
b. History of Present Illness (HPI) / Riwayat Perjalanan Penyakit
“Pasien merasakan giginya
berlubang sejak 2 tahun yang
lalu namun dibiarkan dan tidak
pernah dirawat. Pasien
menyadari giginya tinggal akar
sekitar 1 tahun yang lalu saat
gigi tersebut tiba-tiba patah.
Sisa akar gigi tidak
menyebabkan rasa sakit, namun
terasa mengganjal ketika pasien
mengunyah makanan.”
Bagaimana proses hingga
gigi tinggal sisa akar?
Kapan pasien pertama kali
merasakan keluhan?
Apakah pernah
memberikan pengobatan
terhadap keluhan?
Apakah terdapat hal-hal
yang memperparah atau
meringankan keluhan?
5. • Informasi riwayat kesehatan
umum pasien yang sangat
penting untuk digali agar
mengetahui apakah keluhan
berkaitan dengan penyakit
tertentu dan mengetahui
pengobatan yang telah atau
sedang dilakukan.
• MH dapat menjadi dasar untuk
memodifikasi treatment
planning dan juga menentukan
prognosis.
c. Medical History (MH) / Riwayat Kesehatan Umum
“Pasien menyangkal riwayat
rawat inap, operasi, perdarahan
yang tidak segera berhenti,
penyakit kuning (hepatitis),
penyakit jantung, TBC, diabetes
melitus, hipertensi, dan perut
terasa perih. Pasien mengaku
tidak memiliki alergi terhadap
makanan maupun obat-obatan.”
Riwayat rawat inap,
operasi, perdarahan yang
tidak lekas berhenti, alergi,
perawatan dokter, medikasi
yang sedang digunakan,
riwayat donor darah,
penyakit kuning, kelainan
hati, kelainan jantung,
hipertensi, anemia, asma,
TBC, DM, epilepsy,
hamil/menyusui.
6. d. Dental History (DH) / Riwayat Kesehatan Gigi
Riwayat tindakan atau perawatan dental
apa saja yang pernah dilakukan pasien.
Seberapa sering pasien mengunjungi
dokter gigi?
Kapan terakhir pasien berkunjung ke
dokter gigi?
Apakah terdapat kesulitan pada
kunjungan sebelumnya?
“Pasien pernah ke dokter gigi untuk
melakukan pencabutan gigi dan
membersihkan karang gigi. Kunjungan
terakhir adalah seminggu yang lalu
untuk membersihkan karang gigi. Saat
pencabutan gigi, darah berhenti
dengan normal.”
7. e. Family History (FH) / Riwayat Kesehatan Keluarga
Informasi riwayat kesehatan
keluarga pasien untuk
menentukan apakah keluhan
saat ini dipengaruhi kondisi
genetik, apakah pasien
memiliki/berpotensi memiliki
penyakit bawaan, serta
memperkirakan faktor yang
berpotensi memicu gangguan
dikemudian hari. “Keluarga pasien tidak memiliki kelainan penyakit
tertentu, kecuali ayah pasien yang memiliki riwayat
diabetes mellitus.”
Kondisi riwayat kesehatan Keluarga yang perlu
diperhatikan:
- Hemofilia -DM non insulin dependent
- Hipertensi -Epilepsi
- Penyakit jantung -Kondisi psikiatrik
- Kanker -Malignasi
8. f. Social History (SH) / Riwayat Sosial
Informasi terkait kebiasaan pasien atau
gaya hidup yang dapat berkaitan
dengan keluhan pasien.
“Pasien merupakan ibu rumah tangga
yang biasa berjualan makanan pada
malam hari. Rohani kooperatif. Pasien
tidak mengonsumsi alkohol dan tidak
merokok.”
9. a. Sistem Endokrin
Apakah pasien mudah merasa lapar, haus, dan sering ingin buang air kecil? Apakah pasien merasakan
terdapat penurunan berat badan? Apakah pasien merasa sensitif/intoleran terhadap suhu?
→Temuan terhadap pertanyaan tersebut dapat mengarah kepada kondisi seperti hipertiroidism,
hipotiroidsm, penyakit Addison, diabetes melitus, maupun syndrome Chusing.
“Pasien menyangkal kondisi yang ditanyakan.”
b. Sistem Gastrointestinal
Apakah pasien mengalami penurunan nafsu makan, intoleransi makanan, regurgitasi, nyeri dada atau
merasa penuh setelah makan atau saat berbaring, sakit atau bermasalah dengan penelanan, mual,
muntah, muntah darah, sakit perut, diare, sembelit, perubahan kebiasaan buang air besar, perubahan
warna atau karakter feses, hemoroids, gatal di sekitar dubur, batu empedu, kekuningan pada mata atau
kulit, pembengkakan perut?
→Temuan terhadap pertanyaan tersebut, dapat mengarah kepada salah satu kondisi seperti peptic
ulcer, gastritis, sirosis, jaundice dan hepatitis.
“Pasien menyangkal kondisi yang ditanyakan.”
3. Review of System
10. c. Sistem Kardiovaskular
Apakah pasien merasakan terdapat nyeri pada dada, denyut jantung yang cepat dan irregular, sesak
nafas bila berbaring, pernah terbangun pada malam hari dikarenakan sesak nafas, terdapat varises,
nyeri pada tangan kiri saat beraktivitas dan hilang saat beristirahat, maupun tekanan darah tinggi?
→ Temuan terhadap pertanyaan tersebut, dapat mengarah kepada salah satu kondisi seperti
myocardial infark, angina pectoris, gagal jantung kongestif, penyakit jantung reumatik, penyakit
jantung kongenital, penyakit pembuluh darah, atau hipertensi.
“Pasien menyangkal kondisi yang ditanyakan.”
d. Sistem Muskuloskeletal
Apakah pasien merasakan adanya nyeri sendi/ otot, pembengkakan sendi, kesulitan/tidak dapat
membuka mulut?
→ Temuan terhadap pertanyaan tersebut, dapat mengarah kepada salah satu kondisi seperti
rheumatoid arthritis, ankylosis, TMJ disorder, atau myofacial pain disorder.
“Pasien menyangkal kondisi yang ditanyakan.”
11. e. Sistem Neurologik
Apakah pasien merasa sering pingsan, pernah kejang, rasa lemas, sukar tidur, ataupun sering pusing?
→ Temuan terhadap pertanyaan tersebut, dapat mengarah kepada salah satu kondisi seperti epilepsy,
gangguan tidur, gangguan emosi dan koordinasi.
“Pasien mengaku terkadang merasa lemas apabila beraktivitas terlalu banyak.”
f. Sistem Respiratori
Apakah pasien pernah merasa nyeri pada dada, sesak saat bernafas bersuara,nafas pendek, nyeri ketika
bernafas, sering batuk, batuk berdahak, batuk berdarah, dan berkeringat pada malam hari?
→ Temuan terhadap pertanyaan tersebut, dapat mengarah kepada salah satu kondisi seperti asma
bronkhiale, asma kardiale, bronchitis, chronic obstuctive pulmonary disease (COPD), TBC
“Pasien menyangkal kondisi yang ditanyakan.”
12. g. Sistem Urogenital
Apakah pasien merasakan terjadi perubahan frekuensi kencing, nyeri saat kencing, kencing berdarah,
terasa selalu ingin kencing pada malam hari?
→ Temuan terhadap pertanyaan tersebut, dapat mengarah kepada salah satu kondisi seperti infeksi
saluran kemih, gangguan ginjal, prostat, alkoholik, gangguan kelamin.
“Pasien menyangkal kondisi yang ditanyakan.”
h. Sistem Hematopoetik
Apakah pasien merasakan gusi mudah berdarah, mudah mimisan bahkan disertai adanya sesak nafas,
perubahan warna pada gusi, pembengkakan pada gusi maupun sering lebam pada kulit?
→ Temuan terhadap pertanyaan tersebut, dapat mengarah kepada salah satu kondisi seperti
hipertensi, leukimia, defisiensi vitamin K ataupun hemofilia.
“Pasien menyangkal kondisi yang ditanyakan.”
13. 4. Pemeriksaan Objektif
Keadaan umum, kesadaran : Baik, compos mentis
Jasmani : Sehat
Rohani : Komunikatif, kooperatif
Tekanan Darah : 110/67 mmHg
Suhu : 36,3° C
Nadi : 80
Respirasi : 18
VAS : AB
a. Vital Sign
b. Nutrition Assesment
Berat Badan : 69 kg
Tinggi Badan : 160 cm
BMI : 27 (Kegemukan → 25-30)
14. • Berat badan
• Kesulitan bernafas/sesak nafas setelah kegiatan
ringan
• Disabilitas fisik
• Penyakit yang tampak nyata
• Perbandingan antara kesan usia dan usia kronologis
• Complexion (pallor/pucat → anemia,
kuning → jaundice)
• Area kulit, kuku (misal finger clubbing, spoon nail,
dsb)
• Scaring (trauma, riwayat operasi)
• Cara bicara/komunikasi
• Kognitif
• Ekspresi wajah
c. Observasi Kesehatan Umum Pasien & Kesan
“Pasien tidak mengalami perubahan/kehilangan
berat badan yang drastis, tidak mengalami
sesak nafas ataupun kesulitan bernafas saat
berkegiatan, tidak ditemukan adanya disabilitas
fisik (pasien dapat beraktivitas mandiri), tidak
tampak adanya penyakit yang kasat mata, tidak
ditemukan adanya complexion pallor maupun
kuning, tidak ada kelainan pada area kulit
maupun kuku, serta tidak ada scaring. Selain
itu, pasien komunikatif dan kooperatif. ”
15. Dilakukan inspeksi untuk melihat:
• Bentuk dan ukuran kepala
• Ada/tidaknya hidrocepalus, microchepalus,
mesochepalus
• Deformitas (asimetri, bengkak, tonjolan
tulang)
“Kepala pasien terkesan simetris, tidak
ditemukan penjolan tulang, tipe mesocephalus.”
d. Pemeriksaan Ekstraoral
1) Pemeriksaan Kepala
16. Dilakukan inspeksi untuk melihat:
• Tipe wajah (sempit, normal, lebar)
• Profil wajah (datar, cembung,cekung)
• Simetri wajah (simetris, asimetris)
• Distribusi rambut (pasien
menyebutkan tidak ada rambut yang
menyerupai rambut jagung,
menyangkal riwayat hair loss berlebih
dan kebotakan)
2) Pemeriksaan Fasial
17. Aspek-aspek dalam inspeksi visual wajah pasien:
• Identifikasi adanya benjolan, defek, cacat pada kulit, tahi lalat, kesimetrisan, atau
adanya kelumpuhan fasial.
• Simetris bilateral apabila wajah terbagi 2 sama lebar dan anatomisnya sama jika
ditarik garis median dari garis rambut ke titik glabela, subnasion (perbatasan
septum nasal dengan bibir atas), dan menton.
• Pucat : insufisiensi aorta, anemia
• Kebiruan : sianosis, cacat jantung bawaan
• Ikterik (kuning) : hepatitis, tumor pankreas
• Kemerahan seperti kupu – kupu : systemic lupus erythematous
“Wajah pasien tampak simetris, profil cembung normal, tidak terdapat deformitas atau
perubahan warna kulit.”
18. 3) Pemeriksaan Mata
Abnormalitas yang terlihat pada inspeksi mata :
a) Kalazion
b) Strabismus
c) Ektropion
d) Ptosis
e) Conjunctival injection pada konjuctivitis
f) Subconjugtival bleeding
g) Keratitis
h) Katarak
19. “Hasil pemeriksaan mata pasien: Mata sejajar, sklera non – ikterik, konjungtiva non –
anemis → tidak ada kelainan.”
20. • Pemeriksaan tiroid dengan melakukan
inspeksi disertai dengan palpasi pada
kelenjar tiroid pasien.
• Inspeksi dilakukan dari posisi depan untuk
menilai apakah terdapat pembesaran
kelenjar tiroid, derajat pembesaran tiroid,
dan tanda inflamasi.
• Kelenjar tiroid dalam kondisi normal tidak
terlihat dan tidak teraba.
4) Pemeriksaan Tiroid
21. Pemeriksaan tiroid dilakukan dari 2 arah yaitu dari depan dan
dari arah belakang pasien.
Pemeriksaan dari depan: Pasien diinstruksikan untuk
mendongak kemudian melakukan gerakan penelanan dengan
posisi kepala menghadap depan, kanan dan kiri. Operator
melakukan palpasi pada kelenjar tiroid pasien pada saat yang
sama untuk menilai apakah kelenjar tiroid teraba atau tidak,
bergerak atau tidak. Bila terjadi pembesaran tiroid, dinilai
ukuran, konsistensi permukaan (noduler/difus), nyeri tekan,
serta mobilitas kelenjar tiroid.
Pemeriksaan dari arah belakang: Pasien memiliki prosedur dan
penilaian yang sama dengan pemeriksaan dari depan pasien.
Perbedaannya adalah operator lebih mengandalkan palpasi
pada pemeriksaan dari arah belakang pasien,
“Hasil pemeriksaan: tidak ada kelainan.”
22. • Pemeriksaan dilakukan
dengan inspeksi dan palpasi.
• Inspeksi dilakukan untuk
melihat adanya pembesaran,
peradangan pada limfonodi
seperti penyakit tuberculosis,
limfoma maligna, metastase,
HIV/ AIDs
5) Pemeriksaan Limfonodi
23. Pemeriksaan limfanodi pada pasien:
1. Limfanodi submental kanan dan kiri: tidak teraba dan tidak nyeri
2. Limfanodi submandibular kanan dan kiri: tidak teraba dan tidak nyeri
3. Limfanodi servikalis kanan dan kiri: tidak teraba dan tidak nyeri
“Hasil pemeriksaan: tidak ada kelainan.”
24. • Pemeriksaan dilakukan dengan melakukan palpasi
• Palpasi pada rahang atas yaitu pada tulang maksila dan arcus zygomaticus
• Palpasi pada rahang bawah yaitu pada tulang mandibula
6) Pemeriksaan Rahang
“Hasil pemeriksaan: tidak ada kelainan.”
25. 7) Pemeriksaan TMJ
• Tahap pertama dalam pemeriksaan TMJ adalah inspeksi.
• Pasien diposisikan duduk tegak pada Dental Unit, posisi operator
di depan pasien.
• Pasien diinstruksikan untuk melakukan Gerakan fungsional.
• Amati apakah terdapat Deviasi pada Gerakan TMJ kanan dan kiri!
• Kemudian dilakukan pemeriksaan Range of movement.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengukur kemampuan rahang
membuka secara maksimal. Pengukuran dilakukan dengan
mengukur jarak antara ujung incisivus atas dan bawah.
Keterbatasan membuka mulut dapat disebabkan karena adanya
rasa nyeri. Jarak normal interincisal adalah 35 mm pada wanita
dan 40 mm pada pria. Pengukuran juga dilakukan paga gerakan
lateral, jarak normal adalah 8 mm.
26. 7) Pemeriksaan TMJ
• Tahap kedua pemeriksaan TMJ adalah palpasi.
• Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui jenis, arah dan posisi dislokasi,
adanya fraktur kondilus dan adanya abnormalitas fungsi pergerakan kondilus.
• Pemeriksaan dilakukan dengan 3 jari dan tanyakan kepada pasien apakah terdapat
nyeri pada otot:
1. Masseter (pipi kanan dan kiri)
Pasien diminta untuk menggigit. Letakkan jari pada area dibawah zygoma
dan angulus (pipi).
2. Temporal
Instruksikan pada pasien untuk menggigit kemudian menggerakan rahang
pada kedua sisi bergantian, Cek otot pada daerah depan, atas dan belakang telinga.
3. Pterygoideus lateralis
Operator menempatkan jari dibelakang tuberositas maksilla ke arah koronoid
4. Pterygoideus Medial
Operator memasukkan jari ke dalam mulut pada area posterior rahang bawah
hingga ramus.
27. 7) Pemeriksaan TMJ
• Tahap ketiga palpasi aurikuler.
• Operator memasukkan jari kelingking pada meatus akustikus eksternus
dengan tekanan ringan ke arah anterior.
• Instruksikan pasien untuk membuka dan menutup mulut. Saat membuka
mulut tanpa Gerakan ke anterior, rotasi kondilus akan teraba. Pada Gerakan
anterior kondilus akan terasa jauh.
• Tahap keempat auskultasi
• Dilakukan dengan menggunakan stetoskop untuk memastikan bunyi clicking
pada saat mandibula berfungsi. Bunyi yang didapatkan bisa berupa, bunyi
cepat (sesaat setelah buka mulut), lambat (greater disk displacement),
resiprokal (saat buka maupun tutup mulut), single, multiple, keras/lirih, dan
sakit/tidak sakit. Crepitus merupakan bunyi berkepanjangan, terus-menerus,
bunyi krepitasi, terjadi dengan penyakit degenerasi dan inflamasi akut (seperti
pasca trauma).
“Hasil pemeriksaan: Gerakan TMJ serasi, pembukaan normal, tidak ada kelainan.”
28. 8) Pemeriksaan Neuromuskular
• n.Trigeminal : buka tutup mulut, Gerakan ekskursi
• n.Facialis : tersenyum, memejamkan mata, mengkerutkan dahi, mengangkat alis, dan ekspresi
wajah lainnya.
Otot mastikasi yang diidentifikasi diantaranya :
- m. Masseter : origo pada 2/3 arcus zygomatic dan insersio pada angulus mandibula bagian luar.
- m. Temporalis : origo berasal dari sutura temporal di superior dan inferior diatas telinga, insersio pada
procesus coronoid dan batas anterior dari ramus ascendens. Palpasi insersio dilakukan secara intraoral.
- m. lateral pterygoid : dari permukaan lateral pterygoid dan insersio pada permukaan depan condylus
dan diskus. Tidak dapat dipalpasi >sulit. Sehingga cara deteksi dengan menahan Gerakan ekskursi dari
mandibula, apabila ada rasa nyeri maka menunjukkan adanya kelainan pada muskulus ini.
- m. media pterygoid : berasal dari media dan lateral pterygoid plate, insersio pada permukaan medial
dari angulus mandibula. Tidak dapat dilakukan palpasi.
30. Perkusi dilakukan dengan cara memberi pukulan cepat tetapi tidak keras dengan menggunakan ujung
jari, kemudian intensitas pukulan ditingkatkan. Selain menggunakan ujung jari pemeriksaan ini juga
sering dilakukan dengan menggunakan ujung instrumen.
- Sondasi merupakan pemeriksaan menggunakan sonde dengan cara menggerakkan sonde pada area
oklusal atau insisal untuk mengecek apakah ada suatu kavitas atau tidak.
- Tes mobilitas dilakukan dengan menggerakkan gigi ke arah lateral dalam soketnya dengan
menggunakan jari atau tangkai dua instrumen.
- Tes vitalitas dilakukan dengan menyemprotkan CE ke cotton pellet dan ditempelkan ke servikal gigi
selama 1 menit hingga pasien merasa giginya dingin (vitalitas positif).
d. Pemeriksaan Intraoral
1) Gigi
31. - Inspeksi lesi-lesi pada rongga mulut dan memastikannya dengan palpasi mukosa
- Identifikasi dengan melihat letak, bentuk, ukuran, dan karakteristik lesi
- Palpasi dilakukan untuk melihat keras atau tidaknya lesi, pergerakan lesi, dan berbatas jelas atau
tidak
2) Mukosa Oral
Inspeksi: warna, tekstur gingiva, ada peradangan gingiva atau tidak
Probing: ada atau tidaknya bleeding on probing, poket gingiva, poket periodontal
3) Gingiva
33. Inspeksi: Tampak patahan sisa akar gigi 34.
Inspeksi akar gigi untuk melihat apakah
gigi sudah terseparasi, dan posisi gigi
terhadap gingiva.
Perkusi : - (vertikal dan horizontal, tidak
nyeri)
Palpasi : - (tidak nyeri, tidak ada
pembengkakan)
Vitalitas : tidak dilakukan
Sondasi : tidak dilakukan
35. 6. Posisi Ergonomis
Posisi pasien supine, sejajar siku operator, pasien mengikuti posisi operator, pasien mengok ke sisi
kanan. Posisi rahang terhadap lantai
- Rahang atas : sudut dataran oklusal maksila 45-60° terhadap lantai
- Rahang bawah : sudut dataran oklusal mandibula sejajar atau membentuk sudut 10° terhadap lantai
Posisi dataran oklusal pasien
- Rahang atas: dataran oklusal di atas siku operator
- Rahang bawah: dataran oklusal di bawah siku operator
Posisi Pasien
Posisi Operator
Regio 1 : arah jam 7-9
Regio 2 dan 3 : arah jam 7-8
Regio 4 : di belakang pasien
36. 7. Informed Consent
Setelah operator selesai melakukan pemeriksaan,
operator wajib untuk menjelaskan kepada pasien
mengenai diagnosis dan tata cara tindakan
exodonsia gigi 34, tujuan tindakan, alternatif
perawatan dan resikonya, resiko dan komplikasi yang
mungkin terjadi (perdarahan, parastesi, hematoma,
dll), serta prognosis terhadap tindakan yang
dilakukan.
Setelah penjelasan selesai dan pasien memahami
dan siap untuk dilakukan tindakan, pasien diminta
untuk mengisi dan menandatangani formulir
persetujuan tindakan medis.
37. 9. Teknik Eksodonsia
Diagnostic set
Spuit injeksi
Tang RB radiks
Luxator dan bein
Raspatorium
Bone file
Kuret
Alat dan Bahan
Anestesi
Anastesi topikal
Lidokain 2% 1:80.000
Saline
Cotton roll dan kassa
Iodine
Gelas kumur dan polibib
1. Blok anastesi N. Alveolaris inferior (1 ml) & N. Lingualis (0,5 ml)
2. Infiltrasi N. Bukalis (0,5 ml)
38. 1. Mengoleskan iodine pada area operasi
2. Mengoleskan anastesi topical pada area injeksi
3. Teknik anastesi blok N. alveolaris inferior diawali melakukan perabaan linea oblique eksterna, lalu
ke arah lingual hingga linea oblique interna, lalu perabaan hingga daerah paling cekung /coronoid
notch.
4. Insersi jarum setinggi coronoid notch, bevel menghadap tulang arah kontralateral hingga kontak
dengan tulang. Kemudian jarum diposisikan ipsilateral kemudian insersikan jarum 5 mm, kemudian
jarum digeser lagi seperti posisi pertama, jarum dimasukkan 2/3 – ¾ panjang jarum, lakukan
aspirasi, bila negatif lakukan deponir sebanyak 1 ml.
5. Selanjutnya jarum ditarik keluar perlahan hingga ½ panjang jarum, lakukan aspirasi, bila negatif
lakukan deponir 0,5 ml untuk anastesi N. lingualis.
Prosedur
39. 6. Anastesi infiltrasi N. buccalis dengan menginsersikan jarum pada 5-10 mm dari batas margin
gingiva bebas dengan sudut 45 derajat terhadap aksis radix gigi 34, kemudian aspirasi, apabila negatif
dilakukan deponir sebanyak 0,5 ml.
7. Pengeluaran gigi menggunakan luxator secara satu persatu dimulai dari bagian distal mesial.
Lakukan dari arah vertikal pada celah interproksimal.
8. Bein digunakan dengan gerakan rotasi. Tang/forcep ditekan masuk ke dalam ligament periodontal
di antara akar gigi dengan dinding tulang alveolar. Gerakan ke arah bukolingual. Setelah gigi agak
goyang, selanjutnya dilakukan gerakan rotasi hingga gigi keluar soket.
9. Soket dibersihkan dengan kuret. Jika ada tulang yang tajam dihaluskan dengan bone file.
10. Soket selanjutnya dibersihkan dan diirigasi menggunakan salin steril.
40. • Gigit tampon selama 30 menit
• Tidak makan panas terlebih dahulu selama 24 jam, boleh minum dingin
• Tidak merokok dan konsumsi alkohol sampai luka sembuh
• Tidak menghisap-hisap area bekas pencabutan
• Tidak menyikat area bekas pencabutan
• Tidak berkumur keras
• Mengunyah pada sisi yang berlawanan 3-5 hari
• Mengkonsumsi obat sesuai aturannya
• R/ Amoxicillin tab mg 500 no. XV
S. 3.d.d tab I pc
• R/ Asam mefenamat tab mg 500 no. X
S. 3.d.d tab I pc
Instruksi pasca pencabutan
Medikasi
41. Daftar Pustaka
Birnbaum, W. dan Dunne, S. M., (2010) Oral Diagnosis : The Clinician’s Guide. Wales: Sunnymede Trust. pp 1-72.
Hupp, JR., Ellis, E., Tukcer, MR., 2017. Contemporary oral and Maxillofacial Surgery. Elsevier. Philadelphia
Malamed, SF., 2011, Handbook of Local Anasthesia. Elsevier, California.
Malik, NA., 2008, Textbook Of Oral and Maxillofacial Surgery Second Edition, Jaypee Brother Medical Publisher,
Philladelphia.
Pedersen, Gordon W., 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut.EGC.Jakarta