Dokumen tersebut merangkum periode akhir Orde Baru di Indonesia. Orde Baru berakhir pada tahun 1998 akibat krisis ekonomi, politik, dan gerakan reformasi yang dipimpin mahasiswa. Krisis ekonomi dan korupsi melemahkan pemerintahan, sementara demonstrasi mahasiswa semakin besar dan menuntut presiden Soeharto untuk mundur. Pembunuhan mahasiswa di kampus Trisakti memancing simpati luas terhadap gerakan reformasi. Akhir
1. PERIODE AKHIR ORDE BARU
(ORBA)
Presented by :
ROBBY YUMENDRA
SMA NEGERI 3 PADANG
2015/2016
NISN: 9970835914
2. ORDE BARU ???
Orde baru yang disingkat dengan ORBA adalah suatu
penamaan masa pemerintahan Presiden Soekarno
yang menggantikan orde lama yang merujuk kepada
masa pemerintahan mantan Presiden Ir. Soekarno.
Orde Baru ditandai dengan dikeluarkannya surat
perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) yang
dikeluarkan oleh Ir. Soekarno sebagai surat perintah
kepada Soeharto untuk mengambil segala tindakan
yang dirasa perlu untuk mengatasi situasi keamaan
yang buruk kala itu.
3. BERAKHIRNYA ORDE BARU
Kegagalan PKI dalam upaya kudeta pada tahun 1965
menimbulkan dua permasalahan besar bagi Indonesia.
Pertama, carut-marutnya perekonomianIndonesia
dengan inflasi sampai 600%. Kedua, terjadinya konflik
sosial akibat dendam pada PKI dan organisasi
bawahannya. Kedua permasalahan tersebut perlahan-
lahan bisa diatasi dengan tampilnya Jenderal
Soeharto. Orde Baru pun lahir dengan tekad
melaksanakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
secara murni dan konsekuen. Selanjutnya, Orde
Baru bertakhta dalam kehidupan bangsa Indonesia
selama 32 tahun. Lalu,
Mengapa Orde Baru bisa tumbang pada tahun 1998?
4. SEBAB BERAKHIRNYA ORDE BARU
1. KRISIS EKONOMI
Akibat krisis ini organisasi perbankan kita menjadi berantakan yang sampai sekarang belum
dapat di konsolidasi kembali. Nilai rupiah terhadap dollar Amerika tetap di dalam tingkat
yang amat rendah, sehingga harga-harga keperluan umum, terutama sembako, dalam
hitungan rupiah tetap tinggi.
Krisis yang melanda Indonesia juga disebabkan karena praktek KKN. Istilah KKN (Kolusi,
Korupsi, Nepotisme) adalah istilah yang paling populer yang disuarakan oleh kaum
reformis untuk segera diberantas. Penderitaan rakyat akibat krisis ekonomi dibaca dengan
baik oleh kelompok intelektual terutama mahasiswa.
Dampak yang ditimbulkan dari krisis ekonomi adalah pada ketersediaan cadangan devisa.
Setelah mengalami beberapa kegagalan untuk melakukan stabilisasi nilai tukar, maka
cadangan devisa negara merosot dari sekitar 20 milyar dollar AS pada pertengahan 1997
menjadi sekitar 14 milyar pada pertengahan 1998. Hal ini juga merupakan dampak dari
memburuknya neraca modal Indonesia terhadap penurunan arus modal masuk secara
drastis maupun melonjaknya arus modal keluar.
5. 2. KRISIS POLITIK
Kekerasan politik yang berdimensi rasial sesungguhnya bukanlah hal yang baru di
dalam sejarah politik di Tanah Air kita, baik sebelum maupun sesudah proklamasi
kemerdekaan. Kejadian-kejadian yang dilaporkan secara luas akhir-akhir ini berkaitan
dengan aksi kerusuhan sebelum, selama, dan sesudah jatuhnya rezim Orde Baru
sebenarnya telah dikhawatirkan oleh banyak pihak akan muncul. Meskipun demikian,
tak pernah dibayangkan bahwa kekerasan politik yang berwarna rasial itu akan
berlangsung sedemikian mengerikan, khususnya terjadi pembunuhan serta perkosaan
terhadap warga etnis Tionghoa. Tak pelak lagi, kekerasan politik rasial merupakan
salah satu persoalan yang senantiasa menyatu pada kehidupan politik selama ia tidak
diselesaikan secara terbuka, proporsional, dan rasional. ORBA yang dibentuk menyusul
tumbangnya rezim Orde Lama dibawah Soekarno, secara formal menyatakan ingin
melakukan koreksi total terhadap penyimpangan-penyimpangan konstitusional,
termasuk dalam masalah hubungan antara kelompok mayoritas dan minoritas. Dalam
perkembangannya selama 32 tahun, ORBA ternyata masih melakukan kesalahan-
kesalahan yang sama dan bahkan dalam kaitan dengan masalah rasial terjadi yang
lebih besar.
6. 3. GERAKAN REFORMASI
Munculnya gerakan reformasi dilatarbelakangi oleh terjadinya krisis
multidimensi yang dihadapi bangsa Indonesia. Semula gerakan ini hanya
berupa demonstrasi di kampus-kampus di berbagai daerah. Akan tetapi,
para mahasiswa harus turun ke jalan karena aspirasi mereka tidak
mendapatkan jalan keluar. Gerakan reformasi tahun 1998 mempunyai enam
agenda antara lain suksesi kepemimpinan nasional, amendemen UUD 1945,
pemberantasan KKN, penghapusan dwifungsi ABRI, penegakan supremasi
hukum, dan pelaksanaan otonomi daerah. Agenda utama gerakan reformasi
adalah turunnya Soeharto dari jabatan presiden. Berikut ini kronologi
beberapa peristiwa penting selama gerakan reformasi yang memuncak pada
tahun 1998.
A. Demonstrasi Mahasiswa
Pada tanggal 7 Mei 1998 terjadi demonstrasi mahasiswa di Universitas Jayabaya,
Jakarta. Demonstrasi ini berakhir bentrok dengan aparat dan mengakibatkan 52
mahasiswa terluka. Sehari kemudian pada tanggal 8 Mei 1998 demonstrasi mahasiswa
terjadi di Yogyakarta (UGM dan sekitarnya). Demonstrasi ini juga berakhir bentrok
dengan aparat dan menewaskan seorang mahasiswa bernama Mozes Gatotkaca. Dalam
kondisi ini, Presiden Soeharto berangkat ke Mesir tanggal 9 Mei 1998 untuk menghadiri
sidang G 15.
7. B. Peristiwa TRISAKTI
Tuntutan agar Presiden Soeharto mundur semakin kencang disuarakan mahasiswa di
berbagai tempat. Tidak jarang hal ini mengakibatkan bentrokan dengan aparat
keamanan. Pada tanggal 12 Mei 1998 empat mahasiswa Universitas Trisakti, Jakarta
tewas tertembak peluru aparat keamanan saat demonstrasi menuntut Soeharto
mundur. Mereka adalah Elang Mulya, Hery Hertanto, Hendriawan Lesmana, dan
Hafidhin Royan. Peristiwa Trisakti mengundang simpati tokoh reformasi dan
mahasiswa Indonesia.
C. Kerusuhan Mei 1998
Penembakan aparat di Universitas Trisakti itu menyulut demonstrasi yang lebih
besar. Pada tanggal 13 Mei 1998 terjadi kerusuhan, pembakaran, dan penjarahan di
Jakarta dan Solo. Kondisi ini memaksa Presiden Soeharto mempercepat
kepulangannya dari Mesir. Sementara itu, mulai tanggal 14 Mei 1998 demonstrasi
mahasiswa semakin meluas. Bahkan, para demonstran mulai menduduki gedung-
gedung pemerintah di pusat dan daerah.
8. D. Pembatalan Apel Kebangkitan Nasional
Momentum hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 1998 rencananya digunakan tokoh
reformasi Amien Rais untuk mengadakan doa bersama di sekitar Tugu Monas. Akan
tetapi, beliau membatalkan rencana apel dan doa bersama karena 80.000 tentara
bersiaga di kawasan tersebut. Di Yogyakarta, Surakarta, Medan, dan Bandung ribuan
mahasiswa dan rakyat berdemonstrasi. Ketua MPR/DPR Harmoko kembali meminta
Soeharto mengundurkan diri pada hari Jumat tanggal 22 Mei 1998 atau DPR/MPR
akan terpaksa memilih presiden baru. Bersamaan dengan itu, sebelas menteri
Kabinet Pembangunan VII mengundurkan diri.
E. Pendudukan gedung MPR/DPR
Mahasiswa Jakarta menjadikan gedung DPR/MPR sebagai pusat gerakan yang relatif
aman. Ratusan ribu mahasiswa menduduki gedung rakyat. Bahkan, mereka
menduduki atap gedung tersebut. Mereka berupaya menemui pimpinan MPR/DPR
agar mengambil sikap yang tegas. Akhirnya, tanggal 18 Mei 1998 Ketua MPR/DPR
Harmoko meminta Soeharto turun dari jabatannya sebagai presiden. Pernyataan
Harmoko itu kemudian dibantah oleh Pangab Jenderal TNI Wiranto dan
mengatakannya sebagai pendapat pribadi.
Untuk mengatasi keadaan, Presiden Soeharto menjanjikan akan mempercepat
pemilu. Hal ini dinyatakan setelah Presiden Soeharto mengundang beberapa tokoh
masyarakat seperti Nurcholish Madjid dan Abdurrahman Wahid ke Istana Negara
pada tanggal 19 Mei 1998. Akan tetapi, upaya ini tidak mendapat sambutan rakyat.
9. F. Pendunduran diri Presiden Soeharto
Pada dini hari tanggal 21 Mei 1998 Amien Rais selaku Ketua Pengurus Pusat
Muhammadiyah menyatakan, ”Selamat tinggal pemerintahan lama dan
selamat datang pemerintahan baru”. Ini beliau lakukan setelah mendengar
kepastian dari Yuzril Ihza Mahendra. Akhirnya, pada pukul 09.00 WIB Presiden
Soeharto membacakan pernyataan pengunduran dirinya. Itulah beberapa
peristiwa penting menyangkut gerakan reformasi tahun 1998. Soeharto
mengundurkan diri dari jabatan presiden yang telah dipegang selama 32
tahun. Beliau mengucapkan terima kasih dan mohon maaf kepada seluruh
rakyat Indonesia. Beliau kemudian digantikan B.J. Habibie. Sejak saat itu
Indonesia memasuki era reformasi.