SlideShare a Scribd company logo
1 of 26
Download to read offline
1
MODEL PENYELENGGARAAN HOMESCHOOLING SEBAGAI PENDIDIKAN ALTERNATIF
ATAS “KETIDAKBERDAYAAN” SEKOLAH FORMAL
Oleh:
Rina Wulandari, S.Pd
(Pamong Belajar Madya SKB Kota Pontianak Kalimantan Barat)
Abstrak
Sekolah rumah (homeschooling) merupakan penyelenggaraan sekolah yang
berbasis kepada keluarga. Sekolah rumah bertujuan untuk memberikan pendidikan
secara khusus, namun tetap mengacu kepada kurikulum pendidikan nasional. Sekolah
rumah menjadi solusi yang efektif di tengah kegagalan sekolah formal dalam
menghasilkan keluaran yang berkualitas. Tulisan ini bertujuan mengkaji secara deskriptif
tentang sekolah rumah, metode penelitiannya adalah penelitian dan pengembangan,
dengan teknik analisis deskriptif kualitatif. Hasil kajian dalam tulisan ini menunjukkan
bahwa pertama sekolah rumah dapat dilaksanakan berbentuk sekolah rumah murni (pure
homeschooling), sekolah rumah bermitra (partnership homeschooling) dan sekolah rumah
komunitas. Kedua adalah penyelenggaraan sekolahrumah apapun bentuk dan modelnya
harus merujuk kepada UU nomor 20 tahun 2003, PP Nomor 19 tahun 2005 dan kurikulum
yang dikembangkan oleh BSNP. Terakhir adalah model sekolah rumah dapat dipilih oleh
masyarakat sebagai bagian dari jalur informal yang kesemuanya tersebut memiliki
perlindungan hukum dan legalitas penyelenggaraannya.
Abstrcats
Homeschooling is a kind of exhibiting school bases on family. Homeschooling growth
based on family education that it aims to provide special education but still on the track with
national curricula released by our government. Homeschooling become an effective solution where
the failure of formal in dealing with the outputs of learning at school. So that, the goal of this
writing is to describe homeschooling, focus on how to manage it. This is research and development
with descriptive qualitative approach. The result of writing show that firstly, there are three types
of managing homeschooling namely pure homeschooling, partnership homeschooling and
community homeschooling. Secondly, all homeschooling must based on national policy and
regulation as mentioned in UU no.20/ 2003, PP no.19/2005 and national authority curricula
board and finally, homeschooling could be an alternative school or the second choice for their
children, they have strong legality and justice for all
Kata Kunci: homeschooling, pendidikan keluarga, pendidikan formal, jalur pendidikan
non formal dan in formal, komunitas
PENDAHULUAN
Tawuran, narkoba, tindakan asusila bahkan sampai dengan perampokan yang dilakukan oleh para
siswa sekolah merupakan kenyataan yang menyakitkan. Bagi dunia pendidikan itu semua merupakan
tamparan setelah sekian lama sekolah membentuk anak didik dengan berbagai pengetahuan dan
keterampilan, tetapi hasilnya masih memprihatinkan. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat
penggemblengan peserta didik sehingga keluar dari sekolah menjadi sosok yang mumpuni, menjadi insan
yang sempurna cerdas, taqwa dan terampil, tetapi apa lacur? Justru kenyataan berkata lain, sekolah belum
mampu menjalankan fungsinya sebagai tempat yang mampu menghasilkan insan sesuai dengan amanat
konstitusi. Memang banyak faktor menyebabkan mengapa kegagalan sekolah muncul, tetapi sesuatu yang
2
harus diterima yaitu bahwa sekolah masih “sepi” dengan pembangunan karakter anak bangsa yang kuat.
Ditengah kondisi memprihatinkan tersebut penulis mengajukan tawaran model pendidikan yang ramah
dengan lingkungan, jauh dari kekerasan, humanis dalam pembelajaran. Model pendidikan tersebut yaitu
home schooling.
Saat ini Homeschooling menjadi sebuah trend pendidikan yang diminati masyarakat Indonesia,
khususnya masyarakat di kota-kota besar. Akan tetapi model pendidikan Homeschooling belum
tersosialisasi sebagaimana mestinya. Akibatnya, sebagian masyarakat menganut dua paradigma yang
keliru tentang Homeschooling. Sebagaimana dinyatakan oleh Herlina dkk (2008), bahwa pertama,
homeschooling adalah jenis pendidikan untuk kalangan selebritis dan anak-anak usia sekolah formal
dengan tingkat kesibukan yang tinggi. Kedua, Homeschooling adalah pendidikan alternatif bagi generasi
bangsa yang tidak diterima di sekolah formal. Sejatinya, Homeschooling adalah proses layanan pendidikan
yang secara sadar teratur dan sistematis dilaksanakan oleh orang tua, keluarga atau komunitas dimana
proses pembelajaran bisa berlangsung kapan dan dimana saja dengan menciptakan suasana kondusif
demi mengembangkan bakat dan potensi anak. Dengan tujuan utama mengembangkan potensi anak
maka model pendidikan ini bisa dilaksanakan oleh seluruh kalangan masyarakat, tidak terkecuali anak
putus sekolah dan anak-anak di wilayah terpencil. Untuk pemerataan akses pendidikan bagi anak yang
putus sekolah dan anak di wilayah terpencil,
Herlina dkk (2008) menyebutkan bahwa oleh karena itu bersekolah di rumah bukan sekedar ide
kebebasan dalam dunia pendidikan, tetapi juga kesuksesan. Ini dibuktikan melalui skor ujian kemampuan
dasar dari 16.000 peserta didik yang bersekolah di rumah ternyata meraih rata-rata 27 persen di atas
perkiraan lembaga penguji yang ada (Marty Layne, 2005). Ditambah dengan hasil penelitian Larry Shyers
dalam (Suntrock, 1998) mengenai konsep diri yang membandingkan skor anak yang diajar di sekolah
formal dengan anak yang belajar di rumah. Ternyata melalui tes ini, mereka yang bersekolah di rumah
muncul di peringkat atas. Keberhasilan peserta didik yang bersekolah di rumah ini dapat dimaklumi,
karena orangtua sebagai pendidik menyebabkan anak akan mendapatkan rasa aman dan kasih sayang
yang tulus. Anak jadi mandiri dan hubungan dengan keluarga mereka menjadi lebih harmonis. Dengan
demikian keterlibatan keluarga atau orang tua ternyata dapat meningkatkan prestasi anak.
Model sekolah rumah yang akan dikembangkan dalam hal ini adalah sekolah rumah yang
diselenggarakan oleh orangtua sebagai guru pertama dan utama bagi anak-anak mereka dan komunitas
Orangtua dapat menyediakan sendiri stimulasi dan pengalaman yang cukup agar anak dapat belajar.
Orangtua dapat mempelajari prinsip-prinsip perkembangan anak dan mengaplikasikannya pada anak-
anak mereka Hildebrand, (dalam Linenbach, 2003). Dengan demikian orangtua yang memiliki
pemahaman mengenai prinsip-prinsip perkembangan anak serta pengetahuan dan keterampilan yang
dibutuhkan bagi pendidikan anak dapat menyelenggarakan sekolah di rumah (Patmonodewo, 2003).
Sekolah rumah merupakan bagian dari sebuah sistem pendidikan informal (baca: jalur informal).
Model penyelenggaraan sekolah ini adalah berbasis kepada keluarga. Ingat bahwa jalur informal adalah
salah satu jalur pendidikan yang diakui oleh negara sebagaimana dalam UU No.20 Tahun 2003 tentang
3
Sistem Pendidikan Nasional, apa maknanya ? Bahwa keluarga dapat memiliki ruang luas untuk
menyelenggarakan sebuah model pembelajaran berbasis kepada keluarga yaitu sekolah rumah. Sekolah
rumah telah memiliki landasan hukum yaitu (1) Undang-Undang Pemerintah Republik Indonesia Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 13, pasal 13 ayat 1, pasal 27 ayat (1) dan
(2), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
seperti pada: (a) pasal 90 ayat (1) : Peserta didik pendidikan informal dapat memperoleh sertifikat
kompetensi yang setara dengan sertifikat kompetensi dari pendidikan formal setelah lulus uji kompetensi
yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau oleh lembaga sertifikasi
mandiri/profesi sesuai ketentuan berlaku, dan (b) pasal 90 ayat (2): Peserta didik pendidikan informal
dapat memperoleh ijazah yang setara dengan ijazah dari pendidikan dasar dan menengah jalur
pendidikan formal.
Sekolah rumah sebagai bentuk dari pendidikan informal memberikan peran yang luas kepada
orang tua untuk melakukan intervensi pendidikan kepada anak-anaknya. Intervensi tersebut tentunya
diharapkan mampu memberikan hasil-hasil pembelajaran yang berkualitas. Orang tua yang
menyelenggarakan sekolah rumah berperan lebih aktif dalam mendidik anak mereka, dan cukup efektif
dalam mengembangkan kemampuan anak (Essa, 1996). Selain itu orangtua yang menyelenggarakan
sekolah rumah perlu menyediakan pengalaman belajar yang bervariasi, interaksi dengan anak atau orang
dewasa lain serta memberikan kesempatan bermain yang banyak (Elkind dalam Suntrock, 1998).
Jika Danim (2003) menyebut bahwa saat ini dunia sekolah (pendidikan formal) menghadapi
tantangan besar yaitu bagaimana mengembalikan martabat manusia, bagaimana menghilangkan
demoralisasi, dehumanisasi dan degradasi karakter peserta didik, maka pendidikan kita harus
direformasi. Salah satu agenda reformasi pendidikan adalah pada tataran pembelajaran, sebuah
pembelajaran yang sarat dengan tanatangan, nilai-nilai sosial budaya, kemajemukan dan teknologi. Dunia
formal menemui kendala yang berat, tetapi di jalur pendidikan informal, proses degradasi, dehumanisasi
siswa sebagai seorang manusia mampu tersaring karena kontrol keluarga dalam proses pendidikan sangat
besar. Keluarga merupakan struktur sosial yang paling kecil dan dekat. Setiap anggota keluarga pasti
mengenal satu sama lain, karakter, keinginan dan sikap/sifatnya. Pengetahuan terhadap potensi tersebut,
merupakan modal besar untuk mendirikan sekolah rumah bagi anak-anaknya.
Gerakan “merumahkan” anak-anak, bukan bermakna memenjarakan anak dari dunia luar,
membatasi anak dari pergaulan dan lingkungannya. Membuat sebuah ruang pembelajaran yang nyaman
bagi anak, nyaman bagi orang tua serta mudah untuk mengawasi setiap perkembangan yang terjadi pada
anak, tentunya akan memberikan ruang yang cukup bagi anak untuk berkreasi dengan bebas. Sekolah
rumah justru bertujuan untuk melindungi kebebasan anak dalam berekspresi, menyalurkan bakat, minat
dan ketertarikan anak dengan baik. Begitu banyaknya kekerasan dan kejahatan yang terjadi di lingkungan
sekolah seperti pelecehan seksual, kekerasan anak oleh guru, penipuan berkedok demi kepentingan
sekolah bahkan lebih mengerikan lagi adalah bisnis penjualan anak sekolah, “menjual keperawanan”.
Kenyataan tersebut semakin menguatkan bahwa sejatinya pendidikan yang baik, adalah pendidikan yang
4
berlangsung dalam keluarga, dimana peran orang tua mampu mengarahkan, membimbing dan
mengawasi kegiatan anak.
Pendidikan karakter sebagai isu sentral pendidikan saat ini, sangatlah mudah diterapkan dalam
model sekolah rumah. Anak berkarakter adalah anak yang memiliki kemampuan dalam segala aspek
kognitif, afektif dan psikomotor. Saat ini sangat sulit menemukan anak yang berkarakter, anak yang
menjunjung tinggi akhlak, moral dan budi pekerti. Prostitusi anak yang cenderung meningkat,
sebagaimana diungkapkan oleh Danim (2003) bahwa prostitusi anak telah berkembang secara masif,
sebagian diantaranya tampil laksana anak jalanan, memadati perempatan, rel kereta api, lampu merah
atau alun-alun kota. Tentunya pemandangan diatas merupakan fakta yang semakin menunjukkan bahwa
pendidikan formal saat ini semakin tidak berdaya mengadapi distorsi dan degradasi nilai fungsi sekolah
sebagai wahana untuk mengembangkan karakter mulai anak-anak.
Pada sisi lain seperti kegiatan perangkingan siswa, Daniel Goleman (dalam Danim, 2003) pada sisi
ini mengemukakan bahwa jangan lagi para guru disibukan atau direpoti oleh urusan menyusun peringkat
prestasi belajar, dari pada mengutak-atik peringkat, lebih baik para guru membantu mereka
mengidentifikasi kemampuan dan bakat alami mereka, kemudian mengembangkannya. Dalam sistem
pendidikan ala homeschooling tentunya sistem peringkat anak tidak dikenal, karena sistem itu justru akan
mengkotak-kotakkan anak ke dalam anak bodoh, pintar atau sedang. Sekolah rumah berusaha sejauh
mungkin menekan peristiwa diskriminasi antar siswa. Itulah yang mendorong mengapa, gerakan
masyarakat atau komunitas untuk membangun sekolah rumah semakin kuat. Tentunya hal ini merupakan
hal yang positif dan harus dibangun sejak awal, masyarakat membutuhkan acuan dan panduan untuk
mengembangkan sekolah rumah berdasarkan potensi dan karakteristiknya.
Bertolak dari kondisi tersebut di atas, maka permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini adalah
bagaimanakah model penyelenggaraan sekolahrumah sebagai pendidikan alternatif bagi anak ? Apakah
sekolah rumah dapat dijadikan sebagai pilihan di tengah kegagalan sekolah formal bagi para orang tua
menyekolahkan anak-anaknya ? Tulisan ini bertujuan untuk mengeksplorasi tentang bagaimanakah
model sekolah rumah yang efektif. Selain itu tulisan ini juga bertujuan memaparkan konsep
pengembangan sekolah rumah yang mampu dijadikan pendidikan alternatif bagi para orang tua anak.
Hasil kajian dalam tulisan ini diharapkan memberikan gambaran yang utuh tentang model sekolah rumah
sebagai pilihan para orang tua menyekolahkan anak-anaknya. Selain itu penulis juga berharap bahwa
tulisan ini mampu mempersuasi masyarakat untuk menerapkan model sekolah rumah yang sesuai
dengan kebutuhan bagi pendidikan anak-anaknya.
METODE PENGKAJIAN/PENELITIAN
Penelitian ini adalah merupakan jenis penelitian pengembangan (R&D), dalam hal ini berkaitan
dengan pengembangan suatu model. Alur dan rancangan mengikuti R&D dari Borg&Gall (1983).
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Kualitatif karena akan
mendeskripsikan secara mendalam atas karaktersitik statik/dinamik yang berkaitan tentang
5
pengembangan suatu model penyelenggraan sekolahrumah (homeschooling). Pengumpulan data yang
utama adalah dilakukan dengan cara dokumentasi atas data yang berkaitan dengan penyelenggaraan
sekolah rumah, sistem pembelajaran sekolah rumah, mekanisme pendirian sekolah rumah dan evaluasi
pembelajaran sekolah rumah.
Prosedur pengembangan model meliputi tiga tahap yaitu sebagai berikut, tahap pertama melakukan
identifikasi terhadap bahan-bahan relevan yang terkait dengan analisis pokok dan analisis pendukung
untuk kajian materi pengembangan model penyelenggaraan sekolah rumah, tahap kedua penyusunan
konsep model penyelenggaraa sekolah rumah yang dapat diterapkan oleh para oramg tua dan komunitas
dan tahap ketiga pembuatan model penyelenggaraan sekolah rumah berikut produk turunannya yang
meliputi model sekolah rumah, model pendirian sekolah rumah, model penbelajaran sekolah rumah dan
model evaluasi sekolah rumah. Analisis data yang digunakan adalah dengan teknik deskriptif kualitatif,
yaitu mendeskripsikan tentang model penyelenggraan sekolah rumah . untuk mengukur kelayakan model
ini bertumpu pada konsepual model penyelenggaraan, model pembelajaran, dan dan model evaluasi
pembelajaran dalam sekolah rumah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Jalur Pendidikan Nonformal dan Informal
Salah satu pendidikan informal menurut pasal 27 ayat (1) diatas dapat dilakukan oleh keluarga.
Pendidikan yang dilakukan oleh keluarga ini selaras dengan apa yang dinyatakan oleh Padmonodewo
(2003), bahwa keluarga terutama ibu atau pengasuh yang dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan
yang dibutuhkan bagi anak dapat menyelenggarakan pendidikan sendiri di rumah. Selain itu
sebagaimana dikatakan oleh Loy Kho (2007) seorang pengamat pendidikan, sekolah di rumah dapat
mengembalikan konsep dasar pendidikan pada keluarga, bukan pada pihak lain.
Pembelajaran yang diberikan oleh orangtua dapat dilakukan melalui pendidikan informal berupa
kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga. Pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dapat
melibatkan pula peran anggota keluarga lainnya. Orangtua berkewajiban untuk memberikan pendidikan
dasar kepada anaknya selaras dengan apa yang dinyatakan dalam UU Sisdiknas pasal 7 ayat (1) bahwa
orangtua berhak berperanserta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang
perkembangan pendidikan anaknya. Ditambahkan pada ayat (2), bahwa orangtua dari anak usia wajib
belajar berkewajiban memberikan pendidikan dasar pada anaknya. Dengan demikian para orangtua
berhak berperan aktif dalam memberikan pembelajaran kepada anak mereka, terutama pada usia wajib
belajar.
UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menyebutkan secara tegas bahwa
terdapat 3 (tiga) jalur pendidikan yang diakui di Indonesia yaitu (1) jalur pendidikan formal, (2) jalur
pendidikan non formal dan (3) jalur pendidikan informal. Pada jalur (2) dan (3) nampaknya masih kurang
dipahami oleh masyarakat secara luas. Apa indikatornya ? (1) resistensi masyarakat terhadap berbagai
program kesetaraan seperti paket A setara SD, paket B setara SMP dan paket C setara SMA, sebagai salah
6
satu program layanan di jalur PNF masih muncul, banyak masyarakat yang meragukan legalitas atau
proses pembelajaran sampai dengan pemerolehan ijazah, (2) pemahaman masyarakat tterhadap satuan
pendidikan non formal dan informal masih belum memadai, banyak masyarakat yang masih bingung
atau bahkan tidak tahu tentang SKB, BPKB apalagi yang namanya PKBM. Ketidaktahuan mereka sangat
nampak nyata manakala ditanya tentang apa program SKB, BPKB atau PKBM, (3) keberpihakan
pemerintah terhadap jalur PNFI masih sangat terasa timpang, artinya belum sepenuhnya seimbang
sebagaimana pada jalur pendidikan formal. Coba cermati pada aspek penganggaran atau program-
program peningkatan SDM pada jalur pendidikan formal dan informal, tentunya sangat tidak berimbang.
Pendidikan nonformal dan informal merupakan jalur pendidikan yang bertujuan untuk
memberikan layanan pendidikan kepada masyarakat yang karena sesuatu hal tidak mampu melanjutkan
ke jalur pendidikan formal. Dengan kata lain posisi PNFI adalah sebagai pelengkap, pengganti atau
penambah pendidikan. Pendidikan nonformal dan informal tentunya memiliki karakteristik yang khas
yaitu (1) dilihat pada aspek kurikulum; sangat fleksibel dan kontekstual, (2) dilihat dari aspek waktu;
tidak berjenjang, dan (3) dilihat dari tujuan instruksionalnya, lebih menekankan kepada kompetensi
vokasional dari pada akademik. Disamping itu, (4) jika dilihat dari jenis programnya, maka PNFI sangat
beragam, sebagaimana dianalogikan oleh Sanapiah (2006) bahwa program PNF sangat beragam, warna
warni ibarat sebuah hutan, maka penuh dengan tanaman/ tumbuhan aneka ragam. Brojo Soemantri
(2008) juga menambahkan bahwa PNF tentunya sangat heterogen, dinamis dan jenisnya beragam.
Program PNFI diantaranya kursus, kesetaran, keaksaaraan, PAUD,life skills, pendidikan gender.
Yulaelawati (2012) menjelaskan lebih lanjut bahwa pada dasarnya PNF telah dikenal jauh sebelum
1998, namun demikian pengembangan PNF sering bersifat sementara. Sebagian besar proyek PNF
ditiadakan atau bahkan dihentikan. Disisi lain sebagian besar masyarakat menganggap bahwa PNF dapat
dikomersialisasikan dalam arti bahwa mereka bisa mendapatkan keuntungan dari hal tersebut. Untuk
meningkatkan efektivitasnya, evaluasi terhadap PNF kemudian banyak dilakukan. UNESCO menyatakan
bahwa pengembangan PNF seyogyanya diselenggarakan oleh masyarakat sendiri dan dibantu oleh
pemerintah sebagai fasilitator. Jadi dalam posisi ini maka pemerintah hanya bertugas sebagai fasilitator,
dalam arti memfasilitasi berbagai kebutuhan masyarakat dalam jalur PNF.
Prawiradilaga dan Eveline (2004) menyebutkan secara tegas bahwa PNF atau awalnya adalah
merupakan PLS, lahir dengan tujuan untuk melayani kebutuhan belajar masyarakat yang memang tidak
dapat terpenuhi di pendidikan formal. Posisi jalur PNF ditengah carut marutnya pendidikan formal,
ditambah dengan ketidakberdayaan pendidikan formal untuk memenuhi kebutuhan belajar masyarakat
maka sejatinya PNF dapat memberikan pencerahan atau altermatif yang menjanjikan. PNF jika ditelisik
lebih jauh memberikan manfaat yang besar diantarnya adalah (1) mempercepat program wajib belajar
pendidikan dasar, (2) memperluas dan menciptakan lapangan pekerjaan, (3) terhadap jalur pendidikan
formal dapat menjadi suplemen, komplemen dan substitusi, (4) menyiapkan tenaga kerja terampil dan
siap kerja, (5) membentuk manusia mandiri dan percaya diri, (6) mencegah urbanisasi dan (7)
memberantas buta aksara.
7
Pendidikan nonforml dan informal (PNF), sebagai bagian integral dari sistem pendidikan nasional
memiliki corak yang berbeda dengan pendidikan formal. Corak tersebut dapat dilihat dari (1) peserta
didik, (2) program belajar/ kurikulum, (3) pendidik dan tenaga kependidikan, (4) strategi pembelajaran,
(5) tujuan program, dan (6) bentuk program. Berdasarkan karakteristik tersebut maka program PNFI
menjadi sangat kaya dan beragam, diantaranya adalah program keseaksaraan, kesetaraan, PAUD, kursus,
pengurasatamaan gender, pemberdayaan perempuan marginal dan pendidikan keluarga. Salah satu yang
khas dari PNFI adalah menjadikan masyarakat sebaga basis dari program atau masyarakat sebagai tulang
punggung penyelenggaraan program PNFI. Mengapa demikian, karena PNFI merupakan program yang
tumbuh dari oleh dan untuk masyarakat. Pemerintah hanya berperan sebagai fasilitator. Masyarakat yang
berkehendak, masyarakat yang membutuhkan, dan posisi pemerintah memfasilitasi kebutuhan tersebut
sehingga menjadi berhasil.
Dalam konteks pendidikan nasional, maka peran PNFI menjadi lebih luas daripada hanya sebagai
pelengkap atau pengganti. Fokus pemerintah yang terlalu berlebihan kepada pendidikan formal justru
semakin menjerumuskan jalur tersebut kepada jurang kegagalan. Patut diakui bahwa disparitas
pendidikan jalur pendidikan formal dan PNF masih sangat nyata, dan ini tentunya menjadi sesuatu yang
akan menimbulkan masalah baru yang terus muncul. Jika mencermati perkembangan yang ada misalnya
di Amerika, sebagaimana dikutip oleh Danim (2003) bahwa pada tahun 1960-an ditemukan bukti
berdasarkan hasil penelitian bahwa prestasi belajar anak sebagian besar ditentukan oleh faktor rumah.
Rumah sebagai bagian dari pendidikan informal, ternyata memberikan konstribusi signifikan untuk
mendorong kemampuan/ prestasi anak-anaknya. Tentunya, kontribusi keluarga sebagai bagian dari
pendidikan informal tidak bisa dianggap remeh. Ini membuktikan bahwa pendidikan informal mampu
berikan sumbangan nyata. Itu adalah hanya contoh kecil saja. Jika kita telisik lebih lanjut kita juga akan
temukan bagaimana peran pendidikan informal dalam meningkatkan kualitas moral, pencegahan bahaya
narkoba, penyampaian pengetahuan awal tentang seks dan perilaku penyimpangannya.
B. Konsep Sekolah rumah (homeschooling)
Tidak bisa dipungkiri, bahwasanya pemerintah belum seratus persen berhasil mewujudkan
tujuan mulia membantu anak-anak bangsa menyelesaikan pendidikan dasar atau biasa disebut wajib
belajar 9 tahun. Data statistik menunjukan angka partisipasi dan angka putus sekolah jenjang SD dan SMP
masih perlu mendapatkan perhatian serius. Ramli (2008) menyebutkan data Sensus nasional tahun 2004
menunjukkan angka partisispasi SD dan MI masih 92-93 persen dan untuk SMP 65,7 persen. Sedangkan
angka putus sekolah untuk SD adalah 2,1 % dan angka putus SMP 4,4 %.( sumber laporan perkembangan
pencapaian tujuan pembangunan milenium indonesia UNDP). Sampai dengan saat ini hasil sensus
nasional penduduk yang dirilis oleh Kemdikbud RI (2010) juga menunjukan bahwa angka partisipasi
wajib belajar Dikdas baru menyampai 78% dari target nasional yaitu 96%, artinya masih banyak
kekurangan dan membutuhkan kerja keras lagi untuk mencapai tujuan tersebut.
8
Pendidikan yang menawarkan konsep humanisme adalah pendidikan yang menyenangkan, jauh
dari ketegangan, apalagi kekerasan. Ramli (2008) menambahkan bahwa pendekatan pendidikan model ini
hanya memungkinkan jika lingkungan belajar nyaman, guru dan personil sekolah menyadari sepenuhnya
bahwa mendidik adalah proses membimbing dan mengarahkan anak murid kepada sesuatu yang mereka
inginkan. Guru bukan bertindak sebagai transfer of knowledge, tetapi guru sebagai sumber inspirasi bagi
murid-muridnya. Kondisi lingkungan belajar yang demikian tentunya hanya terjadi pada konsep model
sekolah rumah atau homeschooling).
Sekolah rumah menurut Margaret Martin (dalam Padmonodewo, 2003) didefinisikan sebagai situasi
pembelajaran atau pengajaran di lingkungan rumah, sebagai pengganti kehadiran atau waktu belajar di
sekolah konvensional. Berarti sekolah rumah merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan
guna memenuhi kebutuhan pendidikan seseorang/kelompok yang dilakukan di rumah. Menurut Berger
(dalam Suntrock, 1995) sekolah rumah adalah proses belajar dan mengajar yang diselenggarakan melalui
kegiatan yang terencana dengan rumah sebagai pusat utama pembelajaran dan orangtua sebagai guru
atau pengawas.
Dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia terdapat jalur pendidikan informal. Salah satu
bentuk pendidikan informal yang ada yaitu sekolahrumah yang bertujuan untuk memberikan keyakinan
agama, menanamkan nilai budaya, nilai moral, etika dan kepribadian, estetika serta meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan peserta didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional. Oleh
karena itu sekolah rumah berfungsi untuk mengembangkan potensi peserta didik. Pengembangan
tersebut ditekankan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan
sikap dan kepribadian profesional.
Model sekolah rumah yang akan dikembangkan dalam hal ini adalah sekolah rumah yang
diselenggarakan oleh orangtua sebagai guru pertama dan utama bagi anak-anak mereka. Orangtua dapat
menyediakan sendiri stimulasi dan pengalaman yang cukup agar anak dapat belajar. Orangtua dapat
mempelajari prinsip-prinsip perkembangan anak dan mengaplikasikannya pada anak-anak mereka
Hildebrand (dalam Loy Kho, 2007). Dengan demikian orangtua yang memiliki pemahaman mengenai
prinsip-prinsip perkembangan anak serta pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan bagi
pendidikan anak dapat menyelenggarakan sekolah di rumah (Patmonodewo, 2003). Jadi orang tua yang
menyelenggarakan sekolah rumah berperan lebih aktif dalam mendidik anak mereka, dan cukup efektif
dalam mengembangkan kemampuan anak (Essa, 1996). Selain itu orangtua yang menyelenggarakan
sekolah rumah perlu menyediakan pengalaman belajar yang bervariasi, interaksi dengan anak atau orang
dewasa lain serta memberikan kesempatan bermain yang banyak (Elkind dalam Suntrock, 1998).
C. Manfaat Sekolahrumah
Menurut beberapa pendapat, sekolah rumah memiliki nilai yang positif bagi orangtua maupun bagi
anak. Sebagai pendidik di rumah, anak akan mendapatkan rasa aman dan kasih sayang yang tulus. Anak
juga tidak harus menghabiskan waktu dan tenaga untuk pergi ke luar rumah, tetapi dapat memiliki
9
kegiatan sendiri di rumah. Orangtua juga dapat mengikuti perkembangan anak dalam belajar dan
mengamati mereka, sehingga menjadi individu yang bertanggungjawab (Suntrock, 2002).
Sejalan dengan penjelasan di atas, Essa (1995) dan Loy Kho (20017) mengungkapkan bahwa manfaat
sekolah rumah untuk anak adalah (1) anak akan mendapatkan rasa aman dan kasih sayang yang tulus, (2)
anak tidak harus menghabiskan waktu dan tenaga untuk pergi ke luar rumah, tetapi dapat memiliki
kegiatan sendiri di rumah, (3) orang tua dapat mengikuti perkembangan anak dalam belajar dan
mengamati mereka sehingga menjadi individu yang bertanggungjawab, (4) tampilnya sikap dan perilaku
yang mengesankan yaitu adanya peningkatan kepercayaan diri bagi orang tua dan anak, (5) Orangtua
akan menjadi lebih bertanggungjawab karena adanya pengalihan tanggungjawab sebagai seorang
pendidik, (6) mengurangi tekanan dari kelompok teman sebaya, (7) meningkatkan keakraban dalam
keluarga serta memberi kesempatan untuk berkumpul dalam keluarga dan (8) membentuk konsep diri
yang baik pada anak.
Mencermati kondisi perkembangan sekolah rumah sebagai sekolah alternatif bagi orang tua, yang
cenderung meningkat dari tahun ke tahun, menunjukkan bahwa sekolah rumah telah memiliki tempat
tersendiri bagi orang tua. Terdapat beragam alasan mengapa para orang tua memilih sekolah rumah,
sebagaimana dinyatakan oleh Linsenbach (2003) yaitu umumnya alasan tersebut meliputi (1) menyedikan
pendidikan moral dan karakter, (2) memberikan lingkungan sosial dan suasana belajar yang lebih baik, (3)
adanya keterbatasan waktu karena aktifitas tertentu, seperti individu-individu yang bergerak dibidang
entertainment (artis, model, pelukis, penari dll) dan bidang olahraga (atlet), (4) memberikan kehangatan
dan proteksi, khususnya untuk anak-anak yang berkebutuhan khusus dan cacat, (5) menghindari penyakit
sosial seperti bullying dan narkoba, (6) mempunyai pengalaman traumatik di sekolah dan (7) mempunyai
keterbatasan akses sekolah formal baik dari segi lokasi dan biaya.
D. Model Penyelenggaraan Sekolah rumah (homeschooling)
Penyelenggaraan sekolah rumah sesuai dengan tujuan pendidikan nasional adalah
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa pada tuhan
Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warganegara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Penyelenggaran sekolah rumah di Indonesia oleh orangtua dan
masyarakat sudah lama dilakukan. Penyelenggaraan sekolah rumah selama ini bermitra dengan
pendidikan non formal dan dengan pendidikan di luar negeri. Kenyataannya, ada orangtua yang sudah
menyelenggarakan sekolah rumah bermitra dengan pendidikan formal yang dikarenakan ingin
mendapatkan ijasah maupun untuk melanjutkan pendidikan formalnya. Namun kebijakan kemitraan
sekolah rumah dengan pendidikan formal dan mekanismenya oleh Depdiknas belum diatur secara rinci
padahal peraturan perundangan yang memayungi sekolah rumah sebagai pendidikan informal sudah
ada.
Sekolah rumah sebagai produk dari pendidikan infomal harus dikembalikan kepada fitrahnya, yaitu
penyelenggaraan sekolah yang berbasis kepada keluarga. Inisiatif keluargalah yang mendorong
10
terbentuknya sekolah rumah. Penyelenggaraan sekolah rumah tentunya berbeda dengan penyelenggaraan
sekolah formal. Aturan atau tata kelolanya juga demikian, yaitu berbeda dengan sekolah formal. UU
nomo 20 tahun 2003 dan PP nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan tentunya tetap
menjadi rujukan dalam penyelenggaraannya, akan tetapi bertolak dari karakteristiknya, maka sekolah
rumah tidak bisa di samakan dengan sekolah formal.
Prosedur penyelenggaraan sekolah rumah dapat ditempuh dengan dua cara yaitu pertama sekolah
rumah murni (pure homeschooling), kedua adalah sekolah rumah bermitra, dan ketiga adalah sekolah rumah
komunitas, berikut adalah deskripsi ketiga model tersebut;
1. Model sekolah rumah murni (pure homeschooling)
Sekolah rumah murni adalah sekolah rumah yang dilaksanakan dirumah orang tua anak-anak. jadi
sekolah ini murni berangkat dari oleh orang tua dan untuk anak-anak mereka, yang penyelenggaraanya
merupakan inisiatif dari keluarga atau agngota keluarga. Pada model sekolah ini, penyelenggaraannya
dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
(1) Pihak penyelenggara berkonsultasi dengan Dinas Pendidikan kab/ kota setempat, untuk
melaksanakan program sekolah rumah. Dalam kegiatan konsultasi ini, pihak penyelenggara
menyampaikan latar belakang, tujuan mengapa melaksanakan program sekolah rumah
(2) Membuat proposal pengajuan penyelenggaraan sekolah rumah, dalam proposal ini tertuang tentang
konsep dasar, rasional dan kondisi yang mendorong penyelenggaraan sekolah rumah.
(3) Menyusun perencanaan program belajar, masuk dalam kegiatan ini antara lain identifikasi
kebutuhan belajar, menyusun rencana belajar, mengembangkan perangkat belajar, menyusun
kalender pendidikan mengacu kepada kalender nasional, membuat jadwal kegiatan evaluasi belajar
dan menyusun laporan perkembangan belajar untuk disampaikan kepada Dinas Pendidikan.
(4) Mendeskripsikan dan memaparkan kurikulum yang dikembangkan dalam kerangka kurikulum
nasional. Kurikulum yang dikembangkan tidak boleh keluar dari acuan kurikulum nasional, namun
pada aspek-aspek lain pihak penyelenggara dapat memberikan pengayaan atau penguatan terhadap
kurikulum yang ada.
(5) Membuat surat pemberitahuan kepada Dinas Pendidikan tentang penyelenggaraan sekolah rumah,
dengan melampirkan daftar nama siswa, daftar nama guru, jadwal belajar, program belajar dan
kurikulum yang dikembangkan
(6) Membuat surat pernyataan pendirian sekolah rumah.
(7) Menyusun laporan penyelenggaraan kegiatan sekolah rumah, yang ditujukan kepada Dinas
Pendidikan kemudian ditembuskan kepada pengawas sekolah atau UPT SD dan PAUD/Dikpora di
tingkat kecamatan
(8) Membuat perkembangan pencapaian belajar , yang dilakukan minimal setiap semester, dalam
laporan perkembangan belajar tersebut dilampirkan juga daftar nilai, analisis nilai, jenis tes/ soal
yang disusun, kisi kisi soal yang dibuat, serta tingkat ketercapaian ketuntasan minimal atau indikator
keberhasilan
11
Pada penyelenggaraan sekolah rumah murni, pihak penyelenggara berhak sepenuhnya menentukan
dan memilih guru yang berkompeten, karena sekolahrumah merupakan inisiatif dari keluarga sehingga
semua biaya merupakan tanggungan penyelengara sekolah rumah tersebut. Sekolah rumah murni
tentunya membutuhkan persiapan yang matang, terlebih pada aspek kegiatan evaluasi belajar. Pada
aspek ini diperlukan strategi evaluasi yang mantap dan memenuhi standar kompetensi kelulusan/
evaluasi sebagaimana ada dalam pendidikan formal, jangan sampai evaluasi belajar yang disusun keluar
dari standar nasional pendidikan sebagaimana tertuang dalam PP nomor 19 tahun 2005.
Jadi untuk lebih jelasnya model penyelenggaran sekolahrumah murni dapat dilihat dalam ilustrasi
gambar berikut ini:
Gambar 1: Model Penyelenggaraan sekolahrumah murni (pure homeschooling)
2. Model sekolah rumah bermitra (partnership homeschooling)
Herlina dkk (2008) menyebutkan bahwa, untuk penyelenggaraan sekolahrumah bermitra,
penyelenggaraan sekolah rumah jenis ini merupakan sekolah rumah yang membutuhkan kemitraan.
Kemitraan yang dimaksud adalah kerjasama yang saling menguatkan. Kemitraan yang dilakukan adalah
berbentuk (1) penyusunan persiapan pembelajaran, (2) pengembangan kurikulum dan (3) penyusunan
model evaluasi belajar. Pada aspek penyusunan persiapan pembelajaran, maka baik pihak penyelenggara
maupun Dinas Pendidikan memberikan asistensi tentang bagaimana menyusun perangkat pembelajaran
Penyelenggaraan Sekolahrumah yang Akuntabel
Sekolahrumah Murni
Konsultasi Dinas
Pendidikan
Surat
Pemberitahuan
Penyusunan
Porposal
Inisiatif Keluarga/
Individu/Peroranga
n
Surat Pernyatan
Kegiatan
Evaluasi Belajar
Pengembangan
Kurikulum
Pelaksanaan
PBM
Penyampaian
Hasil Belajar
Ujian
Kesetaraan
Pengawasan, Evaluasi dan Pemantauan oleh Penilik PNFI/ Penilik Kesetaraan
12
yang sesuai dengan standar nasional pendidikan. Pada aspek pengembangan kurikulum, bentuk
kerjasamanya adalah pemberian pengetahuan tentang standar isi dan proses pendidikan, misalnya
sekolah rumah yang akan diselenggarakan adalah sekolah rumah untuk siswa SD, maka pihak Dinas
Pendidikan wajib memberikan pemahaman tentang standar isi dan proses pendidikan SD. Asistensi tetap
dilakukan sampai pada tahap akhir yaitu dokumen kurikulum SD sekolah rumah. Sedangkan pada aspek
evaluasi belajar, maka pihak Dinas Pendidikan memberikan kisi-kisi soal evaluasi yang akan
dikembangkan oleh sekolah rumah.
Penyelenggaraan sekolah rumah bermitra sebagaimana disebutkan oleh Herlina dkk (2008); Ramli
(2008), dilakukan melalui prosedur sebagai berikut:
(1) Pihak penyelenggara melakukan konsultasi dengan Dinas Pendidikan kab/ kota, menyampaikan
secara lisan dan tertulis tentang latar belakang, maksud dan tujuan penyelenggaraan sekolah
rumah.
(2) Melakukan identifikasi calon sekolah yang akan diajak bermitra, misalnya yang akan
diselenggarakan adalah sekolah rumah SD, maka menjajaki SD-SD yang dapat diajak bekerja sama
terutama nantinya pada saat melaksanakan PBM, mengembangkan kurikulum dan evaluasi belajar
(3) Menentukan calon SD yang akan dijadikan mitra dalam penyelenggaraan sekolah rumah
(4) Menyusun surat pemberitahuan kepada Dinas Pendidikan dengan ditembuskan kepada pengawas
sekolah, UPT SD PAUD/ Dikpora kecamatan serta sekolah mitra terkait dengan penyelenggaraan
sekolah rumah bermitra
(5) Menyusun jadwal pembelajaran sekolah rumah, membuat kalender pendidikan dan program
belajar yang khas namun tetap merujuk kepada kurikulum pendidikan nasional
(6) Melakukan konsultasi dan diskusi dengan sekolah mitra terkait dengan perkembangan belajar
sekolah rumah
(7) Menyusun program evaluasi belajar yang terpadu dengan sekolah mitra, artinya sekolah mitra
wajib menyampaikan juga tentang jadwal kegiatan evaluasi belajar yang selanjutnya pihak
penyelenggara sekolah rumah menindaklanjuti jadwal tersebut
(8) Menyusun laporan perkembangan belajar atau ketercapaian hasil belajar atau ketuntasan belajar
secara periodik kepada Dinas Pendidikan ditembuskan kepada sekolah mitra, UPT SD PAUD/
Dikpora dan pengawas sekolah setempat
Salah satu keuntungan model penyelenggaraan sekolahrumah bermitra sebagaimana dinyatakan
oleh Linsenbach (2003) adalah (1) terbantunya penyelenggara sekolah rumah dalam hal
penyelenggaraannya, (2) terdapatnya komunikasi yang intensif antara pihak penyelenggara dengan pihak
Dinas Pendidikan yang dalam hal ini tentunya dengan pengawas sekolah, (3) peran sekolah mitra menjadi
sentral dalam proses teknis yaitu penyusunan perangkat pembelajaran, pengembangan kurikulum dan
kegiatan evaluasi belajar. Pada tahap ini memang peran penyelenggara sekolah rumah lebih bersifat
memfasilitasi, sedangkan pihak sekolah rumah lebih bersifat “kontrol” terhadap proses pelaksanaannya.
Bahwa sekolah rumah dengan tipe bermitra merupakan model sekolah rumah yang dan cukup mudah
13
karena pada model ini, peran mitra sangat membantu penyelenggara dimulai dari tahap awal
perencanaan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi belajar. Berikut adalah ilustrasi model
penyelenggaraan sekolahrumah bermitra:
Gambar 2: Model Penyelenggaraan Sekolahrumah Bermitra
3. Sekolah rumah Komunitas
Sekolah rumah komunitas adalah sekolah rumah yang diselenggarakan oleh kelompok
masyarakat dalam wadah organisasi formal dan informal. Komunitas bermakna sekumpulan orang yang
memiliki visi dan misi yang sama, visi misi tersebut dibangun berdasarkan minat, kesamaan nasib,
kesamaan karakteristik dna sifat atau bahkan karena kepentingan. Sekolah rumah komunitas terbangun
berdasarkan kondisi yang memungkinkan muncul atas dasar kebersamaan tersebut. Membangun sekolah
komunitas tentunya jharus mengacu kepada standar dan regulasi yang ada. Hal yang harus diperhatikan
adalah (1) ketersediaan sarana prasarana, (2) kurikulum atau program belajar yang mengacu kepada
Sekolahrumah Bermitra
Proposal
penyelenggaraan
Konsultasi Idenfikasi Sekolah Mitra
Akad Kerjasama
Perangkat PBM PengembanganKurikulumPelaksanaan PBM
SumatifFormatif Pelaksanaan Evaluasi
Belajar
Laporan Perkembangan
UANUAS Ujian Akhir
P
E
N
G
A
W
A
S
Sekolahrumah
Berkualitas
14
BSNP, (3) dukungan pendidik dan tenaga kependidikan yang memadai serta (4) terdaftar dalam Stanbuk
atau Nomor Induk Sekolah komunitas yang ada di Dinas Pendidikan kabupaten/ kota.
Ramli (2008) menyebutkan bahwa sekolah rumah komunitas memiliki kemiripan dengan model
penyelenggaraan sekolah rumah bermitra, akan tetapi pada tipe sekolah rumah komunitas, maka
komunitas tersebut haruslah sudah terdaftar secara resmi baik di Dinas Diknas kabupaten/kota maupun
oleh Kemkumham, hal ini untuk memberikan kepastian hukum. Model penyelenggaraan sekolah rumah
komunitas dapat dilakukan melalui prosedur sebagai berikut;
(1) Pihak penyelenggara melakukan identifikasi dan analisis kebutuhan dengan cermat pada tahap
awal ini secara ilmiah pihak penyelenggara melakukan kegiatan prelimenary study
(2) Pihak penyelenggara melakukan proses legalitas hukum komunitas yang akan didirikan
(pengurusan Akta Notaris, Ijin Operasional)
(3) Setelah legalitas dan ijin operasional diperoleh, maka pihak penyelenggara membuat usulan
kepada Dinas Pendidikan terkait dengan sekolah rumah komunitas yang akan diselenggarakan,
dalam usulan tersebut dilampirkan tentang (a) legalitas komunitas, (b) data calon peserta didik,
(d) jenis atau jenjang sekolah, (e) data pendidik dan tenaga kependidikan, (f) data tim manajemen
atau pengelola sekolah komunitas, (g) data tempat dan lokasi belajar, (h) data program belajar,
dan (i) data dukungan sarana prasarana yang dimiliki
(4) Pihak penyelenggara melaksanakan program belajar/ kurikulum yang diberikan oleh pemerintah.
(5) Meminta dan melaporkan kepada pihak dinas Pendidikan bahwa sekolah rumah komunitas yang
diselenggarakan telah berjalan dan selanjutnya meminta kepada penilik PNFI untuk melakukan
kegiatan pemantauan dan pengawasan, tentunya pihak penyelenggara telah menyampaikan
jadwal pembelajaran secara rinci kepada pihak Dinas Pendidikan Kabupaten/kota
(6) Melakukan proses evaluasi belajar sesuai dengan jadwal pendidikan atau kalender pendidikan
yang telah ditetapkan, yang selanjutnya melaporkan secara periodik kepada pihak Dinas
Pendidikan kabupaten/ kota yang ditembuskan kepada penilik PNFI terkait dengan proses
pembelajaran, dan evaluasi belajar
(7) Membuat laporan yang meliputi (a) laporan terkait dengan pembelajaran dan (b) laporan terkait
dengan pengelolaan atau manajemen program. Untuk laporan pembelajaran dilakukan setiap
semester sedangkan laporan pengelolaan dilakukan setiap triwulan sekali.
(8) Laporan yang disusun selanjutnya dikirim kepada Dinas Pendidikan kabupaten/ kota
ditembuskan kepada pihak Dinas Pendidikan provinsi serta kepada Ditjend Dikdas/Dikmen
Kemdikbud RI.
Sekolah rumah komunitas misalnya komunitas adat terpencil, komunitas suku anak dalam,
komunitas anak petani msikin, komunitas anak seni dan karya. Komunitas-komunitas tersebut sejatinya
menunjukkan eksistensinya, mereka terkadang merasa nyaman jika berada dalam lingkungannya.
Program sekolah rumah berbasis komunitas menjadi sangat efektif dalam rangka menunjang keberhasilan
program wajib belajar pendidikan dasar. Sekolah formal tidak akan mampu menjangkau sebuah daerah
15
yang memiliki kecenderungan “tertutup” tetapi jalur informal dengan model sekolah rumah berbasis
komunitas mampu menjangkau hal tersebut. Berdasarkan ilustrasi diatas, maka berikut adalah gambar
model penyelenggaraan sekolah rumah komunitas sebagai berikut;
Gambar 3: Model Penyelenggaraan Sekolahrumah Komunitas
E. Model Perencanaan Sekolah rumah
Linsenbach (2003) menyebutkan bahwa pendirian sekolah rumah harus didahului dengan
kegiatan perencanaan yang matang. Perencanaan tersebut harus merujuk kepada konstruksi kurikulum
pendidikan yang berlaku secara nasional. Karena setiap penyelenggaraan pendidikan harus merujuk
kepada aturan yang ada. Kurikulum yang ada dicermati kemudian dilakukan analisis secara cermat.
Analisis terhadap isi dan proses pendidikan akan memberikan arah yang jelas mau kemana sekolah
rumah yang akan diadakan. Setelah tahap analisis kurikulum maka, pada tahap selanjutnya adalah
menentukan pokok materi inti yang akan diajarkan atau dipilih sebagai pelajaran utama.
Sekolahrumah Komunitas
Penyiapan Adm PBM
Penyampaian Laporan
Penyelenggaraan
Pengurusan Legalitas
Komunitas
Pelaksanan PBM
Laporan Periodik
Studi Pendahuluan
Konsultasi
Ijin Operasional
Perangkat
Pembelajaran
Peserta Didik & Guru
Perencanaan
Evaluasi
UNPK (ujian Kesetaraan)
Monev & Pengawasan
16
Untuk tahap perencanaan selanjutnya adalah mempersiapkan tenaga pengajar yang memenuhi
kriteria sebagaimana ditetapkan dalam PP nomor 19 tahun 2005. Perekrutan tenaga pendidik menjadi hal
yang penting karena akan menentukan kualitas pembelajaran. Pendidik yang akan direkrut haruslah
memenuhi standar kompetensi yang ditentukan. Kemudian, setelah itu menentukan lokasi atau tempat
dilaksanakannya PBM. Lokasi yang dipilih bisa di rumah atau di luar rumah yang sudah disepakati.
Membuat jadwal setiap pertemuan juga harus dilakukan, menyertakan waktu dan bentuk kegiatan
pembelajaran yang lengkap. Tahap perencanaan selanjutnya adalah menyusun sarana atau faslitas belajar.
Mengidentifikasi kebutuhan sarana belajar yang dibutuhkan untuk mendukung PBM misalnya buku ajar,
buku pelajaran, papan tulis, LCD, laptop, meja kursi belajar dan lain-lain.
Pihak penyelenggara juga harus membuat perencanaan tentang program belajar yang salah
satunya memuat kalender akademik pembelajaran. Dalam rencana program belajar, tentunya program
harus disusun secara bersama antara guru-anak-orang tua. Menghitung secara detail terkait dengan
bentuk kegiatan belajar dan target pencapaian hasil belajarnya. Perencanaan yang tak kalah pentingnya
adalah menyusun evaluasi belajar. Evaluasi belajar yang disusun harus megacu kepada kisi-kisi evaluasi
yang berlaku secara nasional. Hal ini untuk menjaga kualitas dan akuntabilitas kegiatan evaluasi belajar
yang ada di sekolah rumah.
Perencanaan pendirian atau penyelenggaraan sekolah rumah pada prinsipnya dimulai dari
kegiatan identifikasi yang dilakukan oleh pelaku/ penyelenggara. Identifikasi untuk mengetahui
informasi dan data terkait dengan kurikulum, program belajar, sarana belajar, guru dan strategi
pembelajaran. Identifikasi yang dilakukan harus cermat dengan menggunakan model identifikasi terpadu.
Pada tahap ini tidak ada salahnya jika pelaku/ penyelenggara melakukan konsultasi atau diskusi terfokus
dengan Dinas Pendidikan atau pengawas sekolah. Hasil-hasil yang diperoleh selama proses identifikasi
kemudian didokumentesikan sebagai naskah empirik terhadap kelayakan atau kebutuhan
penyelenggaraan sekolah rumah.
Perencanaan sekolah rumah juga harus memperhatikan aspek dukungan dan potensi
ketersediaan sumber daya yang dimiliki. Ramli (2008) menyebutkan bahwa penyelenggaraan sekolah
rumah karena umumnya berbasis kepada keluarga, keluarga atau komunitas yang menggagas dan
melaksanakan program tersebut, maka segala pembiayaan, pendanaan proses pembelajaran seperti
pengadaan guru, pengadaan sarana belajar bahkan untuk kegiatan evaluasi belajarpun bersifat mandiri.
mengidentifikasi kemampuan finansial menjadi semakin penting karena hal pendanaan yang memadai
tentunya akan meningkatkan kualitas hasil pembelajaran. Selain persiapan pembiayaan, sekolah rumah
terutama yanag berbasis komunitas juga harus mencari sumber dukungan dana dari pihak lintas sektoral.
Disinilah kemampuan pengelola atau penyelenggara sekolah rumah nampak, apakah memiliki kapasitas,
apakah profesional atau apakah kreatif untuk mencari terobosan dalam mempertahankan kelangsungan
sekolahrumah yang digagasnya. Berikut adalah model perencanaan sekolahrumah, sebagaimana pada
gambar 4 dibawah ini :
17
Gambar 4: Model Perencanaan Sekolah rumah
F. Model Pembelajaran Sekolah rumah
Dalam model pembelajaran Sekolah rumah akan dideskripsikan berdasarkan dua hal pokok, yaitu
pendekatan dan sintaks pembelajaran yang dapat diadaptasi dan diadopsi oleh pelaku Sekolah rumah.
Pendekatan pembelajaran yang cocok digunakan untuk pembelajaran di Sekolah rumah adalah yang
berorientasi pada paradigma konstruktivisme. Paradigma konstruktivisme merupakan pemberian
keleluasaan bagi peserta didik dalam memanfaatkan semua potensi diri dan lingkungannya secara kreatif
serta mandiri guna menciptakan dunianya sendiri. Pendekatan pembelajaran yang dapat diadopsi atau
diadaptasi dalam pembelajaran di Sekolah rumah adalah: PAKEM, Komunikatif, STM, CTL, dan SEA.
Sedangkan, metode pembelajaran yang berparadigma konstruktivisme adalah: Kooperatif, Partisipatori,
Diskusi, Ceramah, Penugasan, dan Sosiodrama (http//: www. sekolahrumah/ayokesekolahrumah)
Di bawah ini dipaparkan 5 (lima) pendekatan pembelajaran yang dapat diadopsi dalam
pembelajaran di Sekolah rumah oleh pelaku sekolah rumah, sebagaimana dikuatkan oleh Raml, (2008)
dan Herlina dkk (2008). Model pembelajaran ini dapat dijadikan rujukan dalam penerapannya di
lapangan. Namun demikian model ini bukan harga mati bagi para penyelenggara sekolah rumah, semua
bergantung kepada kemampuan penyelenggara, berikut adalah model pembelajaran sekolah rumah yang
dapat dipilih oleh para orang tua atau komunitas yang akan menyelenggarakan sekolah rumah;
a) PAKEM
PAKEM adalah kepanjangan dari pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. PAKEM
merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang mengupayakan agar peserta didik aktif, kreatif, dan
Perencanaan
Sekolahrumah
Identifikasi
Kajian Analisis
Daya DukungKurikulum Sekolah
PendidikEvaluasi Belajar
Fasilitas BelajarProgram Belajar
Pengurusan
Administrasi
Diskusi terfokus/
Konsultasi
Program sekolahrumah Lokasi Belajar
Proposal Perencanaan
Sekolahrumah
18
merasa senang terlibat dalam pembelajaran. Teknik pembelajaran yang ditempuh agar tercipta suasana
menyenangkan, misalnya: 1) belajar sambil bermain, 2) belajar dengan terjun langsung ke lapangan, 3)
melakukan penyelidikan/inkuiri, 4) bermain peran, atau 5) belajar dalam kelompok. Inti dari
pembelajaran model PAKEM adalah: kegiatan yang dikerjakan oleh peserta didik harus bersifat
menantang agar mereka dapat mengembangkan potensinya untuk berpikir secara kreatif,
mengungkapkan pikirannya secara bebas, dan memecahkan masalah secara inovatif dan kreatif. Model
pembelajaran PAKEM dapat digunakan untuk mata pelajaran apa saja.
b) Komunikatif
Pendekatan Komunikatif adalah model pembelajaran yang berbasis komunikasi aktif sesuai dengan
latar atau konteks antara peserta didik-pendidik dan peserta didik-peserta didik. Keterampilan yang
paling ditekankan pada pendekatan ini adalah kemampuan berkomunikasi atau kemampuan untuk
mengemukakan pendapat., misalnya: 1) pada pembelajaran tentang topik banjir, secara komunikatif
pendidik dapat mengarahkan materi tersebut ke masalah pembabatan hutan, erosi, atau reboisasi; 2) pada
pembelajaran yang berkaitan dengan gotong royong, pendidik secara komunikatif dapat mengarahkan
pembelajaran ke materi kerja sama, toleransi, atau keadilan. Model pembelajaran komunikatif dapat
digunakan untuk mata pelajaran bahasa.
c) STM
STM adalah singkatan dari Sains Teknologi dan Masyarakat. Pendekatan STM merupakan perekat
yang mempersatukan sains, teknologi dan masyarakat. Ciri khusus pendekatan ini adalah : 1) difokuskan
pada isu-isu sosial di masyarakat yang terkait dengan sains dan teknologi, 2) diarahkan pada peningkatan
pengetahuan dan keterampilan peserta didik dalam membuat keputusan yang tepat berdasarkan
informasi ilmiah, 3) tanggap terhadap karier masa depan dengan mengingat bahwa kita hidup dalam
masyarakat yang bergantung pada sains dan teknologi, dan 4) evaluasi belajar ditekankan pada
kemampuan peserta didik dalam memperoleh serta menggunakan informasi ilmiah untuk memecahkan
masalah. Model pembelajaran STM dapat digunakan untuk mata pelajaran IPA.
d) CTL
CTL adalah kepanjangan dari Contexual Teaching and Learning. CTL merupakan model pembelajaran
yang menekankan pada aktifitas peserta didik secara penuh, baik fisik maupun mental, sehingga benar-
benar menjadi proses berpengalaman dalam kehidupan nyata (bukan hafalan). Kelas dalam pembelajaran
CTL bukan sebagai tempat untuk memperoleh informasi, tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil
temuan mereka di lapangan.
e) SEA
SEA adalah kependekan dari Strater Experiment Approach. SEA merupakan suatu pendekatan
komprehensif dalam pembelajaran sains. Pendekatan ini berorientasi pada proses bagaimana peserta
didik menemukan konsep-konsep sains yang sedang dipelajari. Konsep dimaksud mencakup aspek
kognitif dan keterampilan psikomotorik. Model pembelajaran SEA dapat digunakan untuk mata pelajaran
sains.
19
Pelaksanaan pembelajaran sekolahrumah untuk tipe sekolah rumah murni, tentunya berbeda
dengan sekolahrumah bermitra. Pada tipe sekolahrumah murni pelaksanaan kegiatan pembelajaran
meliputi proses sebagai berikut:
(1) Pelaku atau penyelenggara sekolahrumah menyusun program belajar; kegiatan ini harus
diskusikan atau dikomunikasikan dengan anak/ siswanya. Penyusunan secara bersama bertujuan
untuk mempermudah proses pencapaian hasil-hasil belajar.
(2) Guru melaksanakan kegiatan belajar sesuai dengan jadwal yang telah disepakati antara orang tua-
anak-guru.
(3) Guru melaksanakan KBM, posisi guru dapat dilakukan oleh orang tua anak sepanjang orang tua
anak memiliki kemampuan yang memadai.
(4) Guru membuat rencana pembelajaran sebelum melaksanakan KBM.
(5) Guru menyusun program tugas mandiri terstruktur.
(6) Guru melakukan anlisis hasil belajar anak terakhir adalah kegiatan pendokumentasian.
Sedangkan untuk pelaksanaan pembelajaran pada tipe sekolah rumah bermitra memiliki karakteristik
yang cukup berbeda karena pelaksanaannya dibawah kendali sekolah mitra yang ditunjuk. Jadi prosedur
pembelajaran yang dilakukan oleh pelaku atau penyelenggara sekolah rumah bermitra adalah sebagai
berikut;
(1) Pelaku sekolah rumah mengajukan program belajar kepada sekolah mitra.
(2) Sekolah mitra menganalisis program belajar sesuai dengan kurikulum sekolah.
(3) Guru mendatangi lokasi belajar sekolah rumah.
(4) Guru melaksanakan KBM sesuai dengan jadwal yang disepakati.
(5) Guru menyampaikan materi pelajaran pokok.
(6) Guru memberikan penguatan atau remidial kepada anak.
(7) Guru menyusun evaluasi belajar.
(8) Guru memberikan soal latihan formatif dan sumatif dan Guru memberikan laporan hasil belajar.
Berdasarkan paparan diatas maka, pelaksanaan pembelajaran sekolah rumah dapat penulis
ilustrasikan sebagai berikut;
Gambar 5: Model Pelaksanaan Pembelajaran Sekolahrumah
Input:
 Anak/Siswa
 Kurikulum
 Prog Belajar
 Penguatan
 Evaluasi
Belajar
Hasil:
 Tuntas
 KKM
 Lulus
Proses:
 RPP
 Metode
 Latihan
 Penugasan
Dampak:
 Mandiri
 Cerdas
Siswa/Anak
Berhasil
S
T
R
A
T
E
G
I
20
G. Model Evaluasi Belajar Sekolahrumah
Evaluasi belajar pada sekolah rumah tentunya memiliki karakteristik yang berbeda dengan
sekolah reguler biasa. Namun demikian, bahwa kegiatan evaluasi belajar tetap mengacu kepada standar
kurikulum nasional, yang menerapkan prinsip evaluasi belajar secara komprehensif dan memadai, artinya
mampu megukur semua aspek kemampuan siswanya. Model evaluasi belajar pada sekolah rumah juga
menggunakan beragam strategi diantarnya tes, non tes, observasi ulangan sumatif dan formatif serta
tugas tugas terstruktur, (Ramli, 2008; Herlina dkk, 2008).
Penilaian merupakan salah satu komponen penting dalam pembelajaran. Penilaian pendidikan
merupakan sebuah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil
belajar peserta didik. Untuk memperoleh hasil belajar peserta didik yang baik, maka sepatutnya penilaian
pendidikan itu dilaksanakan berdasarkan atas prinsip-prinsip dasar seperti diamanatkan dalam
Permendiknas No.20 Tahun 2007, yaitu:
(1) Kesahihan (validity), yaitu: penilaian didasarkan atas data yang mencerminkan kemampuan yang
diukur.
(2) Obyektivitas (objectivity), yaitu: penilaian harus didasarkan atas prosedur dan kriteria yang jelas
dan tidak dipengaruhi oleh subyektivitas penilai.
(3) Keadilan (fairness), yaitu: penilaian tidak bersifat menguntungkan atau merugikan peserta didik
atau bersifat bias terhadap agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan jender.
(4) Keterpaduan (integration), yaitu: penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang
tidak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
(5) Keterbukaan (transparency), yaitu: prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan
keputusan dapat diketahui oleh pihak-pihak berkepentingan.
(6) Keseluruhan (comprehensiveness) dan kesinambungan (continuity), yaitu: penilaian yang dilakukan
oleh pendidik mencakup semua aspek kompetensi menggunakan berbagai teknik penilaian yang
sesuai dengan tujuan untuk memantau perkembangan peserta didik.
(7) Sistematisasi (systematicity), yaitu: penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan
mengikuti langkah-langkah standar.
(8) Berkriteria (criterion), yaitu: penilaian didasarkan atas ukuran pencapaian kompetensi yang
ditetapkan.
(9) Akuntabilitas (accountability), yaitu: penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi
teknik, prosedur, maupun hasilnya.
Penilaian pembelajaran Sekolahrumah dapat dibedakan berdasarkan tujuan dan fungsinya
menjadi beberapa kategori, yaitu:
(1) Ulangan harian adalah kegiatan yang dilakukan secara periodik untuk mengukur pencapaian
kompetensi peserta didik setelah menyelesaikan satu kompetensi dasar (KD) atau lebih.
21
(2) Ulangan tengah semester adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk mengukur
pencapaian kompetensi peserta didik setelah melaksanakan 8-9 minggu kegiatan pembelajaran.
Cakupan ulangan meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan semua KD pada periode
tersebut.
(3) Ulangan akhir semester adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk mengukur
pencapaian kompetensi peserta didik di akhir semester. Cakupan ulangan meliputi seluruh
indikator yang merepresentasikan semua KD pada semester tersebut.
(4) Ulangan kenaikan kelas adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap
yang menggunakan sistem paket. Cakupan ulangan meliputi seluruh indikator yang
merepresentasikan KD pada semester tersebut.
(5) Ujian sekolah adalah kegiatan pengukuran pencapaian kompetensi peserta didik yang dilakukan
untuk memperoleh pengakuan atas prestasi belajar dan merupakan salah satu persyaratan
kelulusan dari satuan pendidikan. Mata pelajaran yang diujikan adalah mata pelajaran, kelompok
mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak diujikan dalam ujian nasional dan
aspek kognitif dan/atau psikomotorik kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta
kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian.
(6) Ujian nasional adalah kegiatan pengukuran pencapaian kompetensi peserta didik pada beberapa
mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
rangka menilai pencapaian Standar Nasional Pendidikan.
Agar tidak terjadi kesalahan sistem dan mekanisme penilaian, maka diperlukan sistem kerjasama
yang baik antara Sekolahrumah dengan mitranya masing-masing. Koordinasi tersebut sangat penting
dilakukan, karena melalui koordinasi terbentuk suatu pemahaman yang sama tentang apa dan siapa yang
harus melakukan apa dalam kaitannya dengan evaluasi proses dan hasil pembelajaran peserta didik pada
Sekolahrumah. Agar penilaian hasil pembelajaran pada Sekolah rumah menunjukkan suatu hasil yang
baik, maka pelaku Sekolah rumah harus sering berkoordinasi dan/atau bahkan berkolaborasi dengan
sekolah mitranya dalam beberapa hal, seperti misalnya:
(1) Menentukan kriteria ketuntasan minimal (KKM) setiap mata pelajaran dengan memperhatikan
karakteristik peserta didik, karakteristik mata pelajaran, dan kondisi Sekolahrumah.
(2) Mengkoordinasikan tentang perencanaan dan pelaksanaan ulangan tengah semester, ulangan
akhir semester, ulangan kenaikan kelas, dan ujian nasional.
(3) Menentukan kriteria kenaikan kelas bagi Sekolah rumah yang menggunakan sistem paket.
(4) Menentukan kriteria program pembelajaran bagi Sekolahrumah yang menggunakan sistem kredit
semester.
(5) Menentukan nilai akhir kelompok mata pelajaran estetika dan kelompok mata pelajaran
pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan.
(6) Menentukan nilai akhir kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dan kelompok mata
pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian.
22
(7) Menentukan kelulusan peserta didik dari ujian sekolah.
(8) Melaporkan hasil penilaian mata pelajaran untuk semua kelompok mata pelajaran pada setiap
akhir semester kepada orangtua/wali peserta didik dalam bentuk buku laporan pendidikan.
(9) Melaporkan pencapaian hasil belajar tingkat satuan pendidikan kepada Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota.
Bertolak dari deskripsi diatas maka, penulis dapat mengilustrasikan model evaluasi belajar sekolah
rumah adalah sebagai berikut;
Gambar 6: Model Evaluasi Belajar Sekolah rumah murni
Gambar 7: Model Evaluasi Belajar Sekolah rumah Bermitra
Evaluasi
Formatif
Ulangan Harian
Ujian Mid Semester
Ujian Semester
Evaluasi
Sumatif
Tugas-Tugas
Ujian
Nasional
Pendidikan
Kesetaraan
LulusTidak Lulus
Mengulang
MandiriMelanjutkan
Evaluator:
Guru,
Pendamping,
Orang Tua,
Tutor
 Ulangan Harian
 Tugas Individu dan
Kelompok
 Ulangan Tengah
Semester
 Ulangan Semester
Ujian AkhrSekolah
Ulangan Kenaikan
Kelas
Evaluasi Sumatif
Evaluasi Formatif
Ujian Nasional
Uji Kompetensi/ Daya
serap materi Siswa
Tes Tertulis dan Non
Tertulis (Kecakapan)
Tes Tertulis
Evaluator:
Sekolah Mitra
Guru Pendamping
Lulus
Tidak Lulus Mengulang
Melanjutkan
23
Gambar 8: Model Evaluasi Belajar Sekolah rumah Komunitas
Mengacu kepada deskripsi diatas, maka dalam kegiatan evaluasi belajar, sekolah rumah baik
berbentuk murni, mitra maupun komunitas haruslah melakukan satu pengakuan terhadap hasil belajar
dalam bentuk ijazah. Proses pengakuan kelulusan tersebut dapat ditempuh melalui Ujian Nasional (UN)
bagi model sekolah rumah bermitra dengan sekolah formal. Sedangkan untuk siswa dengan model
sekolah rumah murni dan komunitas maka harus mengikuti Ujian Nasional Kesetaraan (UNPK).
Misalnya, jenjang sekolah rumah adalah setara SD, SM atau SMA, maka siswa-siwanya harus mengikuti
UNPK paket A setara SD, paket B setara SMP atau paket C setara SMA. Pelaksanaan UN bagi siswa
dengan model sekolah rumah bermitra dengan sekolah formal tetap mengikuti jadwal UN secara nasional
demikian juga untuk UNPK. Penghitungan kelulusan juga tetap mengacu kepada standar nasional yaitu
(1) nilai UAS, (2) nilai raport dan (3) nilai UN. Jadi baik sekolah formal maupun sekolah rumah tetap
harus mengikuti regulasi dan kebijakan pendidikan yang telah ditetapkan secara nasional.
Evaluasi Pembelajaran
 Kenaikan Kelas
 Remedi
 Pengayaan/penguatan
Ujian Akhir
Sumatif
Formatif
Analisis Hasil Evaluasi
UNPK (Ujian Nasional
Kesetaraan)
Lulus/Tidak Lulus
Lulus=Ijazah
Tidak Lulus=MengulangMonev & Pelaporan Hasil
24
KESIMPULAN
Bertolak dari paparan tersebut diatas maka beberapa simpulan yang dapat penulis tegaskan
kembali adalah sebagai berikut;
1. Sekolah rumah memberikan kelenturan yang tinggi, membuka ruang kebebasan bagi anak/ siswa
dalam menyampaikan ide gagasan bahkan sekolahrumah memberikan nuansa pendidikan dan
pembelajaran yang lebih manusiawi, akrab dan penuh dengan kehangatan khas sebuah keluarga
2. Penyelenggaraan sekolah rumah dapat ditempuh oleh pelaku atau penyelenggara dengan memilih
model (1) sekolah rumah murni (pure homeschooling), (2) sekolah rumah bermitra dengan sekolah/
pendidikan formal dan (3) sekolah rumah komunitas. Pada model sekolah rumah murni maka
kegiatan kelulusan ditempuh oleh anak/siswa melalui program ujian nasional kesetaraan. Sedangkan
pada model kedua sekolah rumah bermitra dilakukan melalui ujian nasional, sedangkan sekolah
komunitas dilakukan melalui ujian nasional kesetaraan. Model sekolah rumah ini akan memberikan
jawaban terhadap keraguan masyarakat tentang apakah sekolah rumah mampu memberikan
alternatif bagi orang tua dan komunitas ? Dan jawabnya adalah sangat mampu, karena model sekolah
rumah dapat diselenggarakan oleh orang tua manapun, dan komunitas manapun juga.
3. Penyelenggara atau pelaku sekolah rumah berkewajiban untuk membuat usulan/ proposal
penyelenggaraan sekolah rumah yang diajukan kepada Dinas Pendidikan kab/kota.
4. Kegiatan penjaminan mutu sekolah rumah murni dilakukan oleh penilik kesetaraan/ penilik PNFI
sedangkan sekolah rumah bermitra dilakukan oleh pengawas sekolah setempat.
5. Program belajar, kurikulum dan kalender pendidikan sekolah rumah tetap mengacu atau merujuk
kepada pendidikan nasional secara umum, namun pada aspek-aspek pengembangan muatan belajar
atau kurikulum pengembangan diri, pihak penyelenggara atau pelaku sekolah rumah dapat
mengembangkannya sebaik-baiknya.
6. Strategi pembelajaran dalam sekolah rumah cukup beragam, dan setiap guru wajib melaksanakan
proses pembelajaran yang menyenangkan berdasarkan karakteristik siswa/ anak serta minat anak,
sehingga kegiatan pembelajaran harus berpusat kepada siswa/ anak.
SARAN-SARAN
1. Bahwa sekolah rumah merupakan bagian dari jenis pendidikan yang ditempuh melalui jalur
pendidikan nonformal-informal, harus didukung oleh kurikulum atau program belajar yang kuat, dan
membuka ruang yang luas kepada anak/siswa mengekslorasi diri dan kemampuanya.
2. Sekolah rumah harus dilakukan pemantauan oleh pengawas sekolah dan atau penilik kesetaraan/
PNFI, hal ini untuk memastikan bahwa setiap penyelenggaraan pendidikan harus merujuk kepada
aturan yang berlaku yaitu UU nomo 30 tahun 2003 dan PP nomor 19 tahun 2005.
3. Pihak regulator atau pemerintah dalam hal ini Dinas Pendidikan kab/kota harus memberikan
kemudahan pendirian atau penyelenggaraan sekolah rumah yang dilakukan oleh orang atau
kelompok berbentuk komunitas sekolah rumah.
25
4. Pihak Dinas Pendidikan kab/ kota harus memberikan panduan atau meerbitkan pedoman pendirian
sekolah rumah sehingga dapat dipedomani oleh masyarakat yang berkeinginan menyelenggarakan
sekolah rumah.
5. Sekolah rumah merupakan bidang pekerjaan PNFI, sehingga UPT dibidang PNFI baik SKB, BPKB
maupun BPPAUDNI harus mencoba membuat model sekolah rumah yang efektif dan memiliki daya
serap yang tinggi, model sekolah rumah yang demikian tentunya harus diawali dengan kajian atau
studi eksplorasi yang dalam sehingga ditemukan sebuah model sekolah rumah yang berbasis kepada
kebutuhan masyarakat.
6. Penyelenggaraan sekolah rumah harus menunjukan kemampuan dalam melakukan manajemen,
sehingga perlunya dilakukan pelatihan atau workshop bagi pelaku sekolah rumah untuk
mengembangkan kapasitasnya
DAFTAR PUSTAKA
Borg, W.R. & Gall. (1983.) Educational Research; An Introduction. 4th Edition. New York: Longman
Danim. S. (2003). Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Ofset
Esa. E. (2002). Introduction to Early Childhood Education. Delmar: Albany
Herlina, dkk. (2008). Model Penyelengggaraan Sekolahrumah Tingkat SD, SMP dan SMA. Makalah
dsampaikan dalam Simposium Pendidikan Tingkat Nasional di Jakarta. Jakarta: : Puslitjaknov
Balitbang Dekdiknas
Maulia, D.K, (2007). Panduan Lengkap Homeschooling. Bandung: Progresio
Marty Lyne. (2005). Belajar di Rumah dalam Balutan Kearifan dan Kehangatan. Terjemahan oleh Andi
Salihin. Bandung: MLC
Loy Kho. (2007). Homeschooling untuk Anak, Mengapa Tidak?. Yogyakarta: Kanisius
Linsenbach, S. (2003) Everything Homeschooling Book. Massachusets: Adams Media Corporation
Prawiradilagar. D.S& Eveline. S. (2004). Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta: Fajar Interpratama
Offset
Padmonodewo.S. (2003). Pendidikan Anak Pra Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta
Soemantri, B. (2008). Kebijkan Peningkatan Mutu PTK PNF. Paparan disampaikan pada kegiatan
forum ilmiah PTK PNF, Hotel Sahid Jakarta, Jakarta 29 Juli 2008
Sanapiah, F. (2006). Kebutuhan Program PLS. Makalah disampaikan pada seminar PLS dalam
rangka Dies Natalis Universitas Negeri Gorontalo, September 2006
Yulaelawati, E. (2012). Kebijakan, Perundangan, dan Pelaksanaan PKBM di Indonesia. Makalah
disampaikan pada seminar internasional PKBM, Jakarta 26-29 April 2012
26
Ramli. M. (2008). Homeschooling : Sebuah Upaya Pemerataan Akses Pendidikan bagi Generasi Putus
Sekolah dan dan Generasi di Wilayah Terpencil. Makalah disampaikan pada Simposium Penelitian
Pendidikan Tingkat Nasional di Jakarta. Jakarta: Puslitjaknova Balibang Depdiknas
Suntrock. W. (1998). Child Development. 8th Edition. USA: Mac GrawHill
www. Sekolahrumah/Ayokesekolahrumah. Diakses pada tanggal 20 Mei 2013 jam.10.00wita

More Related Content

What's hot

Kko indikator HOTS
Kko indikator HOTSKko indikator HOTS
Kko indikator HOTSumirosidah5
 
Kegiatan Pendahuluan dan Penutup
Kegiatan Pendahuluan dan Penutup Kegiatan Pendahuluan dan Penutup
Kegiatan Pendahuluan dan Penutup Agnas Setiawan
 
Budaya disiplin sekolah
Budaya disiplin sekolahBudaya disiplin sekolah
Budaya disiplin sekolahbudi santoso
 
Laporan Praktek IPA Fisika - UT PGSD Praktikum IPA di SD PDGK4107
Laporan Praktek IPA Fisika - UT PGSD Praktikum IPA di SD PDGK4107Laporan Praktek IPA Fisika - UT PGSD Praktikum IPA di SD PDGK4107
Laporan Praktek IPA Fisika - UT PGSD Praktikum IPA di SD PDGK4107Soal Universitas Terbuka
 
Format Buku Raport SD Kurikulum 2013 beserta contoh isinya
Format Buku Raport SD Kurikulum 2013 beserta contoh isinyaFormat Buku Raport SD Kurikulum 2013 beserta contoh isinya
Format Buku Raport SD Kurikulum 2013 beserta contoh isinyaPutri_Handiyarsyah
 
Administrasi wali kelas all
Administrasi wali kelas   allAdministrasi wali kelas   all
Administrasi wali kelas allTaufiq Sitepu
 
Panduan teknis pengisian rapor dan buku induk di sd
Panduan teknis pengisian rapor dan buku induk di sdPanduan teknis pengisian rapor dan buku induk di sd
Panduan teknis pengisian rapor dan buku induk di sdNia Piliang
 
Angket kedisiplinan siswa
Angket kedisiplinan siswaAngket kedisiplinan siswa
Angket kedisiplinan siswaYuyun Yuningsih
 
Materi ipa siklus hidup makhluk hidup
Materi ipa siklus hidup makhluk hidupMateri ipa siklus hidup makhluk hidup
Materi ipa siklus hidup makhluk hidupAgus S. Hidayat, S.Pd
 
Instrumenkisi kisi paud-pnfi
Instrumenkisi kisi  paud-pnfiInstrumenkisi kisi  paud-pnfi
Instrumenkisi kisi paud-pnfiEva Meutia
 
Wawasan Wiyata Mandala MOPLS 2016
Wawasan Wiyata Mandala MOPLS 2016Wawasan Wiyata Mandala MOPLS 2016
Wawasan Wiyata Mandala MOPLS 2016WAHYU AJI
 
Contoh Laporan PKP UT PGSD IPA Materi Perpindahan Energi Panas - Pemantaan Ke...
Contoh Laporan PKP UT PGSD IPA Materi Perpindahan Energi Panas - Pemantaan Ke...Contoh Laporan PKP UT PGSD IPA Materi Perpindahan Energi Panas - Pemantaan Ke...
Contoh Laporan PKP UT PGSD IPA Materi Perpindahan Energi Panas - Pemantaan Ke...Soal Universitas Terbuka
 
Pembelajaran dengan pendekatan saintifik dan penyusunan rpp
Pembelajaran dengan pendekatan saintifik dan penyusunan rppPembelajaran dengan pendekatan saintifik dan penyusunan rpp
Pembelajaran dengan pendekatan saintifik dan penyusunan rppAndi Saputro
 
Contoh buku catatan perkembangan siswa
Contoh buku catatan perkembangan siswaContoh buku catatan perkembangan siswa
Contoh buku catatan perkembangan siswalee adlia
 
Kata kerja operasional revisi taksonomi bloom
Kata kerja operasional revisi taksonomi bloomKata kerja operasional revisi taksonomi bloom
Kata kerja operasional revisi taksonomi bloomRiyani Widyaningsih
 

What's hot (20)

Kko indikator HOTS
Kko indikator HOTSKko indikator HOTS
Kko indikator HOTS
 
Kegiatan Pendahuluan dan Penutup
Kegiatan Pendahuluan dan Penutup Kegiatan Pendahuluan dan Penutup
Kegiatan Pendahuluan dan Penutup
 
Budaya disiplin sekolah
Budaya disiplin sekolahBudaya disiplin sekolah
Budaya disiplin sekolah
 
Laporan Praktek IPA Fisika - UT PGSD Praktikum IPA di SD PDGK4107
Laporan Praktek IPA Fisika - UT PGSD Praktikum IPA di SD PDGK4107Laporan Praktek IPA Fisika - UT PGSD Praktikum IPA di SD PDGK4107
Laporan Praktek IPA Fisika - UT PGSD Praktikum IPA di SD PDGK4107
 
Format Buku Raport SD Kurikulum 2013 beserta contoh isinya
Format Buku Raport SD Kurikulum 2013 beserta contoh isinyaFormat Buku Raport SD Kurikulum 2013 beserta contoh isinya
Format Buku Raport SD Kurikulum 2013 beserta contoh isinya
 
Administrasi wali kelas all
Administrasi wali kelas   allAdministrasi wali kelas   all
Administrasi wali kelas all
 
Skala bertingkat
Skala bertingkatSkala bertingkat
Skala bertingkat
 
Panduan teknis pengisian rapor dan buku induk di sd
Panduan teknis pengisian rapor dan buku induk di sdPanduan teknis pengisian rapor dan buku induk di sd
Panduan teknis pengisian rapor dan buku induk di sd
 
Angket kedisiplinan siswa
Angket kedisiplinan siswaAngket kedisiplinan siswa
Angket kedisiplinan siswa
 
Materi ipa siklus hidup makhluk hidup
Materi ipa siklus hidup makhluk hidupMateri ipa siklus hidup makhluk hidup
Materi ipa siklus hidup makhluk hidup
 
Instrumenkisi kisi paud-pnfi
Instrumenkisi kisi  paud-pnfiInstrumenkisi kisi  paud-pnfi
Instrumenkisi kisi paud-pnfi
 
Apkg 1 & 2 PKP PAUD
Apkg 1 & 2 PKP PAUDApkg 1 & 2 PKP PAUD
Apkg 1 & 2 PKP PAUD
 
Lampiran 3 angket instrumen penelitian
Lampiran 3 angket instrumen penelitianLampiran 3 angket instrumen penelitian
Lampiran 3 angket instrumen penelitian
 
Wawasan Wiyata Mandala MOPLS 2016
Wawasan Wiyata Mandala MOPLS 2016Wawasan Wiyata Mandala MOPLS 2016
Wawasan Wiyata Mandala MOPLS 2016
 
Contoh Laporan PKP UT PGSD IPA Materi Perpindahan Energi Panas - Pemantaan Ke...
Contoh Laporan PKP UT PGSD IPA Materi Perpindahan Energi Panas - Pemantaan Ke...Contoh Laporan PKP UT PGSD IPA Materi Perpindahan Energi Panas - Pemantaan Ke...
Contoh Laporan PKP UT PGSD IPA Materi Perpindahan Energi Panas - Pemantaan Ke...
 
Pembelajaran dengan pendekatan saintifik dan penyusunan rpp
Pembelajaran dengan pendekatan saintifik dan penyusunan rppPembelajaran dengan pendekatan saintifik dan penyusunan rpp
Pembelajaran dengan pendekatan saintifik dan penyusunan rpp
 
SOP wali kelas
SOP wali kelasSOP wali kelas
SOP wali kelas
 
Contoh buku catatan perkembangan siswa
Contoh buku catatan perkembangan siswaContoh buku catatan perkembangan siswa
Contoh buku catatan perkembangan siswa
 
Presentasi modul 5 ips kb 2
Presentasi modul 5 ips kb 2Presentasi modul 5 ips kb 2
Presentasi modul 5 ips kb 2
 
Kata kerja operasional revisi taksonomi bloom
Kata kerja operasional revisi taksonomi bloomKata kerja operasional revisi taksonomi bloom
Kata kerja operasional revisi taksonomi bloom
 

Similar to SEKOLAH RUMAH ALTERNATIF

Perkembangan Sosial Pada Anak Homeschooling
Perkembangan Sosial Pada Anak HomeschoolingPerkembangan Sosial Pada Anak Homeschooling
Perkembangan Sosial Pada Anak HomeschoolingMuhamad Yogi
 
MAKALH KLP 1 JADI.docx
MAKALH KLP 1 JADI.docxMAKALH KLP 1 JADI.docx
MAKALH KLP 1 JADI.docxpauddrivefile
 
Jurnal Homeschooling hj. Ade Muslimat
Jurnal Homeschooling hj. Ade MuslimatJurnal Homeschooling hj. Ade Muslimat
Jurnal Homeschooling hj. Ade MuslimatAde Muslimat
 
Lingkungan dan Lembaga Pendidikan
Lingkungan dan Lembaga PendidikanLingkungan dan Lembaga Pendidikan
Lingkungan dan Lembaga PendidikanHoshi Hikaru
 
Kak seto home scooling seri 2
Kak  seto  home  scooling  seri  2Kak  seto  home  scooling  seri  2
Kak seto home scooling seri 2Bagas Ar-Rosyd
 
Tri Pusat Pendidikan
Tri Pusat PendidikanTri Pusat Pendidikan
Tri Pusat PendidikanLia Oktafiani
 
Fungsi dan peran lembaga pendidikan
Fungsi dan peran lembaga pendidikanFungsi dan peran lembaga pendidikan
Fungsi dan peran lembaga pendidikanf' yagami
 
Aliran aliran pendidikan
Aliran aliran pendidikanAliran aliran pendidikan
Aliran aliran pendidikanzaza29
 
Pembelajaran Fiqih di Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Nurul Huda
Pembelajaran Fiqih di Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Nurul HudaPembelajaran Fiqih di Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Nurul Huda
Pembelajaran Fiqih di Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Nurul HudaMTs Nurul Huda Sukaraja
 
Kebijakan pendidikan
Kebijakan pendidikan Kebijakan pendidikan
Kebijakan pendidikan Erik Kuswanto
 
MASA ORIENTASI SISEA SEKOLAH RAMAH ANAK (SRA).pptx
MASA ORIENTASI SISEA SEKOLAH RAMAH ANAK (SRA).pptxMASA ORIENTASI SISEA SEKOLAH RAMAH ANAK (SRA).pptx
MASA ORIENTASI SISEA SEKOLAH RAMAH ANAK (SRA).pptxJoJoaquim
 

Similar to SEKOLAH RUMAH ALTERNATIF (20)

Homeschooling
HomeschoolingHomeschooling
Homeschooling
 
Perkembangan Sosial Pada Anak Homeschooling
Perkembangan Sosial Pada Anak HomeschoolingPerkembangan Sosial Pada Anak Homeschooling
Perkembangan Sosial Pada Anak Homeschooling
 
MAKALH KLP 1 JADI.docx
MAKALH KLP 1 JADI.docxMAKALH KLP 1 JADI.docx
MAKALH KLP 1 JADI.docx
 
Proposal
ProposalProposal
Proposal
 
Jurnal Homeschooling hj. Ade Muslimat
Jurnal Homeschooling hj. Ade MuslimatJurnal Homeschooling hj. Ade Muslimat
Jurnal Homeschooling hj. Ade Muslimat
 
Lingkungan dan Lembaga Pendidikan
Lingkungan dan Lembaga PendidikanLingkungan dan Lembaga Pendidikan
Lingkungan dan Lembaga Pendidikan
 
Kak seto home scooling seri 2
Kak  seto  home  scooling  seri  2Kak  seto  home  scooling  seri  2
Kak seto home scooling seri 2
 
Tri Pusat Pendidikan
Tri Pusat PendidikanTri Pusat Pendidikan
Tri Pusat Pendidikan
 
Fungsi dan peran lembaga pendidikan
Fungsi dan peran lembaga pendidikanFungsi dan peran lembaga pendidikan
Fungsi dan peran lembaga pendidikan
 
Aliran aliran pendidikan
Aliran aliran pendidikanAliran aliran pendidikan
Aliran aliran pendidikan
 
Makalah manajemen organisasi pls
Makalah manajemen organisasi plsMakalah manajemen organisasi pls
Makalah manajemen organisasi pls
 
Lingkungan pendidikan
Lingkungan pendidikanLingkungan pendidikan
Lingkungan pendidikan
 
Makalah manajemen organisasi pls
Makalah manajemen organisasi plsMakalah manajemen organisasi pls
Makalah manajemen organisasi pls
 
Makalah manajemen organisasi pls
Makalah manajemen organisasi plsMakalah manajemen organisasi pls
Makalah manajemen organisasi pls
 
Makalah manajemen organisasi pls
Makalah manajemen organisasi plsMakalah manajemen organisasi pls
Makalah manajemen organisasi pls
 
Makalah manajemen organisasi pls
Makalah manajemen organisasi plsMakalah manajemen organisasi pls
Makalah manajemen organisasi pls
 
Pembelajaran Fiqih di Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Nurul Huda
Pembelajaran Fiqih di Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Nurul HudaPembelajaran Fiqih di Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Nurul Huda
Pembelajaran Fiqih di Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Nurul Huda
 
Kebijakan pendidikan
Kebijakan pendidikan Kebijakan pendidikan
Kebijakan pendidikan
 
MASA ORIENTASI SISEA SEKOLAH RAMAH ANAK (SRA).pptx
MASA ORIENTASI SISEA SEKOLAH RAMAH ANAK (SRA).pptxMASA ORIENTASI SISEA SEKOLAH RAMAH ANAK (SRA).pptx
MASA ORIENTASI SISEA SEKOLAH RAMAH ANAK (SRA).pptx
 
Lingkungan pendidikan
Lingkungan pendidikanLingkungan pendidikan
Lingkungan pendidikan
 

Recently uploaded

Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfbibizaenab
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Abdiera
 
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatLatihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatArfiGraphy
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5KIKI TRISNA MUKTI
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxazhari524
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1udin100
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxadimulianta1
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxRizkyPratiwi19
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptxMiftahunnajahTVIBS
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxmawan5982
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTIndraAdm
 
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDPPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDNurainiNuraini25
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarankeicapmaniez
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxssuser50800a
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7IwanSumantri7
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxIgitNuryana13
 
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptxGiftaJewela
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 

Recently uploaded (20)

Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatLatihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
 
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDPPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
 
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 

SEKOLAH RUMAH ALTERNATIF

  • 1. 1 MODEL PENYELENGGARAAN HOMESCHOOLING SEBAGAI PENDIDIKAN ALTERNATIF ATAS “KETIDAKBERDAYAAN” SEKOLAH FORMAL Oleh: Rina Wulandari, S.Pd (Pamong Belajar Madya SKB Kota Pontianak Kalimantan Barat) Abstrak Sekolah rumah (homeschooling) merupakan penyelenggaraan sekolah yang berbasis kepada keluarga. Sekolah rumah bertujuan untuk memberikan pendidikan secara khusus, namun tetap mengacu kepada kurikulum pendidikan nasional. Sekolah rumah menjadi solusi yang efektif di tengah kegagalan sekolah formal dalam menghasilkan keluaran yang berkualitas. Tulisan ini bertujuan mengkaji secara deskriptif tentang sekolah rumah, metode penelitiannya adalah penelitian dan pengembangan, dengan teknik analisis deskriptif kualitatif. Hasil kajian dalam tulisan ini menunjukkan bahwa pertama sekolah rumah dapat dilaksanakan berbentuk sekolah rumah murni (pure homeschooling), sekolah rumah bermitra (partnership homeschooling) dan sekolah rumah komunitas. Kedua adalah penyelenggaraan sekolahrumah apapun bentuk dan modelnya harus merujuk kepada UU nomor 20 tahun 2003, PP Nomor 19 tahun 2005 dan kurikulum yang dikembangkan oleh BSNP. Terakhir adalah model sekolah rumah dapat dipilih oleh masyarakat sebagai bagian dari jalur informal yang kesemuanya tersebut memiliki perlindungan hukum dan legalitas penyelenggaraannya. Abstrcats Homeschooling is a kind of exhibiting school bases on family. Homeschooling growth based on family education that it aims to provide special education but still on the track with national curricula released by our government. Homeschooling become an effective solution where the failure of formal in dealing with the outputs of learning at school. So that, the goal of this writing is to describe homeschooling, focus on how to manage it. This is research and development with descriptive qualitative approach. The result of writing show that firstly, there are three types of managing homeschooling namely pure homeschooling, partnership homeschooling and community homeschooling. Secondly, all homeschooling must based on national policy and regulation as mentioned in UU no.20/ 2003, PP no.19/2005 and national authority curricula board and finally, homeschooling could be an alternative school or the second choice for their children, they have strong legality and justice for all Kata Kunci: homeschooling, pendidikan keluarga, pendidikan formal, jalur pendidikan non formal dan in formal, komunitas PENDAHULUAN Tawuran, narkoba, tindakan asusila bahkan sampai dengan perampokan yang dilakukan oleh para siswa sekolah merupakan kenyataan yang menyakitkan. Bagi dunia pendidikan itu semua merupakan tamparan setelah sekian lama sekolah membentuk anak didik dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan, tetapi hasilnya masih memprihatinkan. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat penggemblengan peserta didik sehingga keluar dari sekolah menjadi sosok yang mumpuni, menjadi insan yang sempurna cerdas, taqwa dan terampil, tetapi apa lacur? Justru kenyataan berkata lain, sekolah belum mampu menjalankan fungsinya sebagai tempat yang mampu menghasilkan insan sesuai dengan amanat konstitusi. Memang banyak faktor menyebabkan mengapa kegagalan sekolah muncul, tetapi sesuatu yang
  • 2. 2 harus diterima yaitu bahwa sekolah masih “sepi” dengan pembangunan karakter anak bangsa yang kuat. Ditengah kondisi memprihatinkan tersebut penulis mengajukan tawaran model pendidikan yang ramah dengan lingkungan, jauh dari kekerasan, humanis dalam pembelajaran. Model pendidikan tersebut yaitu home schooling. Saat ini Homeschooling menjadi sebuah trend pendidikan yang diminati masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat di kota-kota besar. Akan tetapi model pendidikan Homeschooling belum tersosialisasi sebagaimana mestinya. Akibatnya, sebagian masyarakat menganut dua paradigma yang keliru tentang Homeschooling. Sebagaimana dinyatakan oleh Herlina dkk (2008), bahwa pertama, homeschooling adalah jenis pendidikan untuk kalangan selebritis dan anak-anak usia sekolah formal dengan tingkat kesibukan yang tinggi. Kedua, Homeschooling adalah pendidikan alternatif bagi generasi bangsa yang tidak diterima di sekolah formal. Sejatinya, Homeschooling adalah proses layanan pendidikan yang secara sadar teratur dan sistematis dilaksanakan oleh orang tua, keluarga atau komunitas dimana proses pembelajaran bisa berlangsung kapan dan dimana saja dengan menciptakan suasana kondusif demi mengembangkan bakat dan potensi anak. Dengan tujuan utama mengembangkan potensi anak maka model pendidikan ini bisa dilaksanakan oleh seluruh kalangan masyarakat, tidak terkecuali anak putus sekolah dan anak-anak di wilayah terpencil. Untuk pemerataan akses pendidikan bagi anak yang putus sekolah dan anak di wilayah terpencil, Herlina dkk (2008) menyebutkan bahwa oleh karena itu bersekolah di rumah bukan sekedar ide kebebasan dalam dunia pendidikan, tetapi juga kesuksesan. Ini dibuktikan melalui skor ujian kemampuan dasar dari 16.000 peserta didik yang bersekolah di rumah ternyata meraih rata-rata 27 persen di atas perkiraan lembaga penguji yang ada (Marty Layne, 2005). Ditambah dengan hasil penelitian Larry Shyers dalam (Suntrock, 1998) mengenai konsep diri yang membandingkan skor anak yang diajar di sekolah formal dengan anak yang belajar di rumah. Ternyata melalui tes ini, mereka yang bersekolah di rumah muncul di peringkat atas. Keberhasilan peserta didik yang bersekolah di rumah ini dapat dimaklumi, karena orangtua sebagai pendidik menyebabkan anak akan mendapatkan rasa aman dan kasih sayang yang tulus. Anak jadi mandiri dan hubungan dengan keluarga mereka menjadi lebih harmonis. Dengan demikian keterlibatan keluarga atau orang tua ternyata dapat meningkatkan prestasi anak. Model sekolah rumah yang akan dikembangkan dalam hal ini adalah sekolah rumah yang diselenggarakan oleh orangtua sebagai guru pertama dan utama bagi anak-anak mereka dan komunitas Orangtua dapat menyediakan sendiri stimulasi dan pengalaman yang cukup agar anak dapat belajar. Orangtua dapat mempelajari prinsip-prinsip perkembangan anak dan mengaplikasikannya pada anak- anak mereka Hildebrand, (dalam Linenbach, 2003). Dengan demikian orangtua yang memiliki pemahaman mengenai prinsip-prinsip perkembangan anak serta pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan bagi pendidikan anak dapat menyelenggarakan sekolah di rumah (Patmonodewo, 2003). Sekolah rumah merupakan bagian dari sebuah sistem pendidikan informal (baca: jalur informal). Model penyelenggaraan sekolah ini adalah berbasis kepada keluarga. Ingat bahwa jalur informal adalah salah satu jalur pendidikan yang diakui oleh negara sebagaimana dalam UU No.20 Tahun 2003 tentang
  • 3. 3 Sistem Pendidikan Nasional, apa maknanya ? Bahwa keluarga dapat memiliki ruang luas untuk menyelenggarakan sebuah model pembelajaran berbasis kepada keluarga yaitu sekolah rumah. Sekolah rumah telah memiliki landasan hukum yaitu (1) Undang-Undang Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 13, pasal 13 ayat 1, pasal 27 ayat (1) dan (2), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, seperti pada: (a) pasal 90 ayat (1) : Peserta didik pendidikan informal dapat memperoleh sertifikat kompetensi yang setara dengan sertifikat kompetensi dari pendidikan formal setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau oleh lembaga sertifikasi mandiri/profesi sesuai ketentuan berlaku, dan (b) pasal 90 ayat (2): Peserta didik pendidikan informal dapat memperoleh ijazah yang setara dengan ijazah dari pendidikan dasar dan menengah jalur pendidikan formal. Sekolah rumah sebagai bentuk dari pendidikan informal memberikan peran yang luas kepada orang tua untuk melakukan intervensi pendidikan kepada anak-anaknya. Intervensi tersebut tentunya diharapkan mampu memberikan hasil-hasil pembelajaran yang berkualitas. Orang tua yang menyelenggarakan sekolah rumah berperan lebih aktif dalam mendidik anak mereka, dan cukup efektif dalam mengembangkan kemampuan anak (Essa, 1996). Selain itu orangtua yang menyelenggarakan sekolah rumah perlu menyediakan pengalaman belajar yang bervariasi, interaksi dengan anak atau orang dewasa lain serta memberikan kesempatan bermain yang banyak (Elkind dalam Suntrock, 1998). Jika Danim (2003) menyebut bahwa saat ini dunia sekolah (pendidikan formal) menghadapi tantangan besar yaitu bagaimana mengembalikan martabat manusia, bagaimana menghilangkan demoralisasi, dehumanisasi dan degradasi karakter peserta didik, maka pendidikan kita harus direformasi. Salah satu agenda reformasi pendidikan adalah pada tataran pembelajaran, sebuah pembelajaran yang sarat dengan tanatangan, nilai-nilai sosial budaya, kemajemukan dan teknologi. Dunia formal menemui kendala yang berat, tetapi di jalur pendidikan informal, proses degradasi, dehumanisasi siswa sebagai seorang manusia mampu tersaring karena kontrol keluarga dalam proses pendidikan sangat besar. Keluarga merupakan struktur sosial yang paling kecil dan dekat. Setiap anggota keluarga pasti mengenal satu sama lain, karakter, keinginan dan sikap/sifatnya. Pengetahuan terhadap potensi tersebut, merupakan modal besar untuk mendirikan sekolah rumah bagi anak-anaknya. Gerakan “merumahkan” anak-anak, bukan bermakna memenjarakan anak dari dunia luar, membatasi anak dari pergaulan dan lingkungannya. Membuat sebuah ruang pembelajaran yang nyaman bagi anak, nyaman bagi orang tua serta mudah untuk mengawasi setiap perkembangan yang terjadi pada anak, tentunya akan memberikan ruang yang cukup bagi anak untuk berkreasi dengan bebas. Sekolah rumah justru bertujuan untuk melindungi kebebasan anak dalam berekspresi, menyalurkan bakat, minat dan ketertarikan anak dengan baik. Begitu banyaknya kekerasan dan kejahatan yang terjadi di lingkungan sekolah seperti pelecehan seksual, kekerasan anak oleh guru, penipuan berkedok demi kepentingan sekolah bahkan lebih mengerikan lagi adalah bisnis penjualan anak sekolah, “menjual keperawanan”. Kenyataan tersebut semakin menguatkan bahwa sejatinya pendidikan yang baik, adalah pendidikan yang
  • 4. 4 berlangsung dalam keluarga, dimana peran orang tua mampu mengarahkan, membimbing dan mengawasi kegiatan anak. Pendidikan karakter sebagai isu sentral pendidikan saat ini, sangatlah mudah diterapkan dalam model sekolah rumah. Anak berkarakter adalah anak yang memiliki kemampuan dalam segala aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Saat ini sangat sulit menemukan anak yang berkarakter, anak yang menjunjung tinggi akhlak, moral dan budi pekerti. Prostitusi anak yang cenderung meningkat, sebagaimana diungkapkan oleh Danim (2003) bahwa prostitusi anak telah berkembang secara masif, sebagian diantaranya tampil laksana anak jalanan, memadati perempatan, rel kereta api, lampu merah atau alun-alun kota. Tentunya pemandangan diatas merupakan fakta yang semakin menunjukkan bahwa pendidikan formal saat ini semakin tidak berdaya mengadapi distorsi dan degradasi nilai fungsi sekolah sebagai wahana untuk mengembangkan karakter mulai anak-anak. Pada sisi lain seperti kegiatan perangkingan siswa, Daniel Goleman (dalam Danim, 2003) pada sisi ini mengemukakan bahwa jangan lagi para guru disibukan atau direpoti oleh urusan menyusun peringkat prestasi belajar, dari pada mengutak-atik peringkat, lebih baik para guru membantu mereka mengidentifikasi kemampuan dan bakat alami mereka, kemudian mengembangkannya. Dalam sistem pendidikan ala homeschooling tentunya sistem peringkat anak tidak dikenal, karena sistem itu justru akan mengkotak-kotakkan anak ke dalam anak bodoh, pintar atau sedang. Sekolah rumah berusaha sejauh mungkin menekan peristiwa diskriminasi antar siswa. Itulah yang mendorong mengapa, gerakan masyarakat atau komunitas untuk membangun sekolah rumah semakin kuat. Tentunya hal ini merupakan hal yang positif dan harus dibangun sejak awal, masyarakat membutuhkan acuan dan panduan untuk mengembangkan sekolah rumah berdasarkan potensi dan karakteristiknya. Bertolak dari kondisi tersebut di atas, maka permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini adalah bagaimanakah model penyelenggaraan sekolahrumah sebagai pendidikan alternatif bagi anak ? Apakah sekolah rumah dapat dijadikan sebagai pilihan di tengah kegagalan sekolah formal bagi para orang tua menyekolahkan anak-anaknya ? Tulisan ini bertujuan untuk mengeksplorasi tentang bagaimanakah model sekolah rumah yang efektif. Selain itu tulisan ini juga bertujuan memaparkan konsep pengembangan sekolah rumah yang mampu dijadikan pendidikan alternatif bagi para orang tua anak. Hasil kajian dalam tulisan ini diharapkan memberikan gambaran yang utuh tentang model sekolah rumah sebagai pilihan para orang tua menyekolahkan anak-anaknya. Selain itu penulis juga berharap bahwa tulisan ini mampu mempersuasi masyarakat untuk menerapkan model sekolah rumah yang sesuai dengan kebutuhan bagi pendidikan anak-anaknya. METODE PENGKAJIAN/PENELITIAN Penelitian ini adalah merupakan jenis penelitian pengembangan (R&D), dalam hal ini berkaitan dengan pengembangan suatu model. Alur dan rancangan mengikuti R&D dari Borg&Gall (1983). Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Kualitatif karena akan mendeskripsikan secara mendalam atas karaktersitik statik/dinamik yang berkaitan tentang
  • 5. 5 pengembangan suatu model penyelenggraan sekolahrumah (homeschooling). Pengumpulan data yang utama adalah dilakukan dengan cara dokumentasi atas data yang berkaitan dengan penyelenggaraan sekolah rumah, sistem pembelajaran sekolah rumah, mekanisme pendirian sekolah rumah dan evaluasi pembelajaran sekolah rumah. Prosedur pengembangan model meliputi tiga tahap yaitu sebagai berikut, tahap pertama melakukan identifikasi terhadap bahan-bahan relevan yang terkait dengan analisis pokok dan analisis pendukung untuk kajian materi pengembangan model penyelenggaraan sekolah rumah, tahap kedua penyusunan konsep model penyelenggaraa sekolah rumah yang dapat diterapkan oleh para oramg tua dan komunitas dan tahap ketiga pembuatan model penyelenggaraan sekolah rumah berikut produk turunannya yang meliputi model sekolah rumah, model pendirian sekolah rumah, model penbelajaran sekolah rumah dan model evaluasi sekolah rumah. Analisis data yang digunakan adalah dengan teknik deskriptif kualitatif, yaitu mendeskripsikan tentang model penyelenggraan sekolah rumah . untuk mengukur kelayakan model ini bertumpu pada konsepual model penyelenggaraan, model pembelajaran, dan dan model evaluasi pembelajaran dalam sekolah rumah. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Jalur Pendidikan Nonformal dan Informal Salah satu pendidikan informal menurut pasal 27 ayat (1) diatas dapat dilakukan oleh keluarga. Pendidikan yang dilakukan oleh keluarga ini selaras dengan apa yang dinyatakan oleh Padmonodewo (2003), bahwa keluarga terutama ibu atau pengasuh yang dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan bagi anak dapat menyelenggarakan pendidikan sendiri di rumah. Selain itu sebagaimana dikatakan oleh Loy Kho (2007) seorang pengamat pendidikan, sekolah di rumah dapat mengembalikan konsep dasar pendidikan pada keluarga, bukan pada pihak lain. Pembelajaran yang diberikan oleh orangtua dapat dilakukan melalui pendidikan informal berupa kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga. Pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dapat melibatkan pula peran anggota keluarga lainnya. Orangtua berkewajiban untuk memberikan pendidikan dasar kepada anaknya selaras dengan apa yang dinyatakan dalam UU Sisdiknas pasal 7 ayat (1) bahwa orangtua berhak berperanserta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya. Ditambahkan pada ayat (2), bahwa orangtua dari anak usia wajib belajar berkewajiban memberikan pendidikan dasar pada anaknya. Dengan demikian para orangtua berhak berperan aktif dalam memberikan pembelajaran kepada anak mereka, terutama pada usia wajib belajar. UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menyebutkan secara tegas bahwa terdapat 3 (tiga) jalur pendidikan yang diakui di Indonesia yaitu (1) jalur pendidikan formal, (2) jalur pendidikan non formal dan (3) jalur pendidikan informal. Pada jalur (2) dan (3) nampaknya masih kurang dipahami oleh masyarakat secara luas. Apa indikatornya ? (1) resistensi masyarakat terhadap berbagai program kesetaraan seperti paket A setara SD, paket B setara SMP dan paket C setara SMA, sebagai salah
  • 6. 6 satu program layanan di jalur PNF masih muncul, banyak masyarakat yang meragukan legalitas atau proses pembelajaran sampai dengan pemerolehan ijazah, (2) pemahaman masyarakat tterhadap satuan pendidikan non formal dan informal masih belum memadai, banyak masyarakat yang masih bingung atau bahkan tidak tahu tentang SKB, BPKB apalagi yang namanya PKBM. Ketidaktahuan mereka sangat nampak nyata manakala ditanya tentang apa program SKB, BPKB atau PKBM, (3) keberpihakan pemerintah terhadap jalur PNFI masih sangat terasa timpang, artinya belum sepenuhnya seimbang sebagaimana pada jalur pendidikan formal. Coba cermati pada aspek penganggaran atau program- program peningkatan SDM pada jalur pendidikan formal dan informal, tentunya sangat tidak berimbang. Pendidikan nonformal dan informal merupakan jalur pendidikan yang bertujuan untuk memberikan layanan pendidikan kepada masyarakat yang karena sesuatu hal tidak mampu melanjutkan ke jalur pendidikan formal. Dengan kata lain posisi PNFI adalah sebagai pelengkap, pengganti atau penambah pendidikan. Pendidikan nonformal dan informal tentunya memiliki karakteristik yang khas yaitu (1) dilihat pada aspek kurikulum; sangat fleksibel dan kontekstual, (2) dilihat dari aspek waktu; tidak berjenjang, dan (3) dilihat dari tujuan instruksionalnya, lebih menekankan kepada kompetensi vokasional dari pada akademik. Disamping itu, (4) jika dilihat dari jenis programnya, maka PNFI sangat beragam, sebagaimana dianalogikan oleh Sanapiah (2006) bahwa program PNF sangat beragam, warna warni ibarat sebuah hutan, maka penuh dengan tanaman/ tumbuhan aneka ragam. Brojo Soemantri (2008) juga menambahkan bahwa PNF tentunya sangat heterogen, dinamis dan jenisnya beragam. Program PNFI diantaranya kursus, kesetaran, keaksaaraan, PAUD,life skills, pendidikan gender. Yulaelawati (2012) menjelaskan lebih lanjut bahwa pada dasarnya PNF telah dikenal jauh sebelum 1998, namun demikian pengembangan PNF sering bersifat sementara. Sebagian besar proyek PNF ditiadakan atau bahkan dihentikan. Disisi lain sebagian besar masyarakat menganggap bahwa PNF dapat dikomersialisasikan dalam arti bahwa mereka bisa mendapatkan keuntungan dari hal tersebut. Untuk meningkatkan efektivitasnya, evaluasi terhadap PNF kemudian banyak dilakukan. UNESCO menyatakan bahwa pengembangan PNF seyogyanya diselenggarakan oleh masyarakat sendiri dan dibantu oleh pemerintah sebagai fasilitator. Jadi dalam posisi ini maka pemerintah hanya bertugas sebagai fasilitator, dalam arti memfasilitasi berbagai kebutuhan masyarakat dalam jalur PNF. Prawiradilaga dan Eveline (2004) menyebutkan secara tegas bahwa PNF atau awalnya adalah merupakan PLS, lahir dengan tujuan untuk melayani kebutuhan belajar masyarakat yang memang tidak dapat terpenuhi di pendidikan formal. Posisi jalur PNF ditengah carut marutnya pendidikan formal, ditambah dengan ketidakberdayaan pendidikan formal untuk memenuhi kebutuhan belajar masyarakat maka sejatinya PNF dapat memberikan pencerahan atau altermatif yang menjanjikan. PNF jika ditelisik lebih jauh memberikan manfaat yang besar diantarnya adalah (1) mempercepat program wajib belajar pendidikan dasar, (2) memperluas dan menciptakan lapangan pekerjaan, (3) terhadap jalur pendidikan formal dapat menjadi suplemen, komplemen dan substitusi, (4) menyiapkan tenaga kerja terampil dan siap kerja, (5) membentuk manusia mandiri dan percaya diri, (6) mencegah urbanisasi dan (7) memberantas buta aksara.
  • 7. 7 Pendidikan nonforml dan informal (PNF), sebagai bagian integral dari sistem pendidikan nasional memiliki corak yang berbeda dengan pendidikan formal. Corak tersebut dapat dilihat dari (1) peserta didik, (2) program belajar/ kurikulum, (3) pendidik dan tenaga kependidikan, (4) strategi pembelajaran, (5) tujuan program, dan (6) bentuk program. Berdasarkan karakteristik tersebut maka program PNFI menjadi sangat kaya dan beragam, diantaranya adalah program keseaksaraan, kesetaraan, PAUD, kursus, pengurasatamaan gender, pemberdayaan perempuan marginal dan pendidikan keluarga. Salah satu yang khas dari PNFI adalah menjadikan masyarakat sebaga basis dari program atau masyarakat sebagai tulang punggung penyelenggaraan program PNFI. Mengapa demikian, karena PNFI merupakan program yang tumbuh dari oleh dan untuk masyarakat. Pemerintah hanya berperan sebagai fasilitator. Masyarakat yang berkehendak, masyarakat yang membutuhkan, dan posisi pemerintah memfasilitasi kebutuhan tersebut sehingga menjadi berhasil. Dalam konteks pendidikan nasional, maka peran PNFI menjadi lebih luas daripada hanya sebagai pelengkap atau pengganti. Fokus pemerintah yang terlalu berlebihan kepada pendidikan formal justru semakin menjerumuskan jalur tersebut kepada jurang kegagalan. Patut diakui bahwa disparitas pendidikan jalur pendidikan formal dan PNF masih sangat nyata, dan ini tentunya menjadi sesuatu yang akan menimbulkan masalah baru yang terus muncul. Jika mencermati perkembangan yang ada misalnya di Amerika, sebagaimana dikutip oleh Danim (2003) bahwa pada tahun 1960-an ditemukan bukti berdasarkan hasil penelitian bahwa prestasi belajar anak sebagian besar ditentukan oleh faktor rumah. Rumah sebagai bagian dari pendidikan informal, ternyata memberikan konstribusi signifikan untuk mendorong kemampuan/ prestasi anak-anaknya. Tentunya, kontribusi keluarga sebagai bagian dari pendidikan informal tidak bisa dianggap remeh. Ini membuktikan bahwa pendidikan informal mampu berikan sumbangan nyata. Itu adalah hanya contoh kecil saja. Jika kita telisik lebih lanjut kita juga akan temukan bagaimana peran pendidikan informal dalam meningkatkan kualitas moral, pencegahan bahaya narkoba, penyampaian pengetahuan awal tentang seks dan perilaku penyimpangannya. B. Konsep Sekolah rumah (homeschooling) Tidak bisa dipungkiri, bahwasanya pemerintah belum seratus persen berhasil mewujudkan tujuan mulia membantu anak-anak bangsa menyelesaikan pendidikan dasar atau biasa disebut wajib belajar 9 tahun. Data statistik menunjukan angka partisipasi dan angka putus sekolah jenjang SD dan SMP masih perlu mendapatkan perhatian serius. Ramli (2008) menyebutkan data Sensus nasional tahun 2004 menunjukkan angka partisispasi SD dan MI masih 92-93 persen dan untuk SMP 65,7 persen. Sedangkan angka putus sekolah untuk SD adalah 2,1 % dan angka putus SMP 4,4 %.( sumber laporan perkembangan pencapaian tujuan pembangunan milenium indonesia UNDP). Sampai dengan saat ini hasil sensus nasional penduduk yang dirilis oleh Kemdikbud RI (2010) juga menunjukan bahwa angka partisipasi wajib belajar Dikdas baru menyampai 78% dari target nasional yaitu 96%, artinya masih banyak kekurangan dan membutuhkan kerja keras lagi untuk mencapai tujuan tersebut.
  • 8. 8 Pendidikan yang menawarkan konsep humanisme adalah pendidikan yang menyenangkan, jauh dari ketegangan, apalagi kekerasan. Ramli (2008) menambahkan bahwa pendekatan pendidikan model ini hanya memungkinkan jika lingkungan belajar nyaman, guru dan personil sekolah menyadari sepenuhnya bahwa mendidik adalah proses membimbing dan mengarahkan anak murid kepada sesuatu yang mereka inginkan. Guru bukan bertindak sebagai transfer of knowledge, tetapi guru sebagai sumber inspirasi bagi murid-muridnya. Kondisi lingkungan belajar yang demikian tentunya hanya terjadi pada konsep model sekolah rumah atau homeschooling). Sekolah rumah menurut Margaret Martin (dalam Padmonodewo, 2003) didefinisikan sebagai situasi pembelajaran atau pengajaran di lingkungan rumah, sebagai pengganti kehadiran atau waktu belajar di sekolah konvensional. Berarti sekolah rumah merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan guna memenuhi kebutuhan pendidikan seseorang/kelompok yang dilakukan di rumah. Menurut Berger (dalam Suntrock, 1995) sekolah rumah adalah proses belajar dan mengajar yang diselenggarakan melalui kegiatan yang terencana dengan rumah sebagai pusat utama pembelajaran dan orangtua sebagai guru atau pengawas. Dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia terdapat jalur pendidikan informal. Salah satu bentuk pendidikan informal yang ada yaitu sekolahrumah yang bertujuan untuk memberikan keyakinan agama, menanamkan nilai budaya, nilai moral, etika dan kepribadian, estetika serta meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peserta didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional. Oleh karena itu sekolah rumah berfungsi untuk mengembangkan potensi peserta didik. Pengembangan tersebut ditekankan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Model sekolah rumah yang akan dikembangkan dalam hal ini adalah sekolah rumah yang diselenggarakan oleh orangtua sebagai guru pertama dan utama bagi anak-anak mereka. Orangtua dapat menyediakan sendiri stimulasi dan pengalaman yang cukup agar anak dapat belajar. Orangtua dapat mempelajari prinsip-prinsip perkembangan anak dan mengaplikasikannya pada anak-anak mereka Hildebrand (dalam Loy Kho, 2007). Dengan demikian orangtua yang memiliki pemahaman mengenai prinsip-prinsip perkembangan anak serta pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan bagi pendidikan anak dapat menyelenggarakan sekolah di rumah (Patmonodewo, 2003). Jadi orang tua yang menyelenggarakan sekolah rumah berperan lebih aktif dalam mendidik anak mereka, dan cukup efektif dalam mengembangkan kemampuan anak (Essa, 1996). Selain itu orangtua yang menyelenggarakan sekolah rumah perlu menyediakan pengalaman belajar yang bervariasi, interaksi dengan anak atau orang dewasa lain serta memberikan kesempatan bermain yang banyak (Elkind dalam Suntrock, 1998). C. Manfaat Sekolahrumah Menurut beberapa pendapat, sekolah rumah memiliki nilai yang positif bagi orangtua maupun bagi anak. Sebagai pendidik di rumah, anak akan mendapatkan rasa aman dan kasih sayang yang tulus. Anak juga tidak harus menghabiskan waktu dan tenaga untuk pergi ke luar rumah, tetapi dapat memiliki
  • 9. 9 kegiatan sendiri di rumah. Orangtua juga dapat mengikuti perkembangan anak dalam belajar dan mengamati mereka, sehingga menjadi individu yang bertanggungjawab (Suntrock, 2002). Sejalan dengan penjelasan di atas, Essa (1995) dan Loy Kho (20017) mengungkapkan bahwa manfaat sekolah rumah untuk anak adalah (1) anak akan mendapatkan rasa aman dan kasih sayang yang tulus, (2) anak tidak harus menghabiskan waktu dan tenaga untuk pergi ke luar rumah, tetapi dapat memiliki kegiatan sendiri di rumah, (3) orang tua dapat mengikuti perkembangan anak dalam belajar dan mengamati mereka sehingga menjadi individu yang bertanggungjawab, (4) tampilnya sikap dan perilaku yang mengesankan yaitu adanya peningkatan kepercayaan diri bagi orang tua dan anak, (5) Orangtua akan menjadi lebih bertanggungjawab karena adanya pengalihan tanggungjawab sebagai seorang pendidik, (6) mengurangi tekanan dari kelompok teman sebaya, (7) meningkatkan keakraban dalam keluarga serta memberi kesempatan untuk berkumpul dalam keluarga dan (8) membentuk konsep diri yang baik pada anak. Mencermati kondisi perkembangan sekolah rumah sebagai sekolah alternatif bagi orang tua, yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun, menunjukkan bahwa sekolah rumah telah memiliki tempat tersendiri bagi orang tua. Terdapat beragam alasan mengapa para orang tua memilih sekolah rumah, sebagaimana dinyatakan oleh Linsenbach (2003) yaitu umumnya alasan tersebut meliputi (1) menyedikan pendidikan moral dan karakter, (2) memberikan lingkungan sosial dan suasana belajar yang lebih baik, (3) adanya keterbatasan waktu karena aktifitas tertentu, seperti individu-individu yang bergerak dibidang entertainment (artis, model, pelukis, penari dll) dan bidang olahraga (atlet), (4) memberikan kehangatan dan proteksi, khususnya untuk anak-anak yang berkebutuhan khusus dan cacat, (5) menghindari penyakit sosial seperti bullying dan narkoba, (6) mempunyai pengalaman traumatik di sekolah dan (7) mempunyai keterbatasan akses sekolah formal baik dari segi lokasi dan biaya. D. Model Penyelenggaraan Sekolah rumah (homeschooling) Penyelenggaraan sekolah rumah sesuai dengan tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa pada tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggung jawab. Penyelenggaran sekolah rumah di Indonesia oleh orangtua dan masyarakat sudah lama dilakukan. Penyelenggaraan sekolah rumah selama ini bermitra dengan pendidikan non formal dan dengan pendidikan di luar negeri. Kenyataannya, ada orangtua yang sudah menyelenggarakan sekolah rumah bermitra dengan pendidikan formal yang dikarenakan ingin mendapatkan ijasah maupun untuk melanjutkan pendidikan formalnya. Namun kebijakan kemitraan sekolah rumah dengan pendidikan formal dan mekanismenya oleh Depdiknas belum diatur secara rinci padahal peraturan perundangan yang memayungi sekolah rumah sebagai pendidikan informal sudah ada. Sekolah rumah sebagai produk dari pendidikan infomal harus dikembalikan kepada fitrahnya, yaitu penyelenggaraan sekolah yang berbasis kepada keluarga. Inisiatif keluargalah yang mendorong
  • 10. 10 terbentuknya sekolah rumah. Penyelenggaraan sekolah rumah tentunya berbeda dengan penyelenggaraan sekolah formal. Aturan atau tata kelolanya juga demikian, yaitu berbeda dengan sekolah formal. UU nomo 20 tahun 2003 dan PP nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan tentunya tetap menjadi rujukan dalam penyelenggaraannya, akan tetapi bertolak dari karakteristiknya, maka sekolah rumah tidak bisa di samakan dengan sekolah formal. Prosedur penyelenggaraan sekolah rumah dapat ditempuh dengan dua cara yaitu pertama sekolah rumah murni (pure homeschooling), kedua adalah sekolah rumah bermitra, dan ketiga adalah sekolah rumah komunitas, berikut adalah deskripsi ketiga model tersebut; 1. Model sekolah rumah murni (pure homeschooling) Sekolah rumah murni adalah sekolah rumah yang dilaksanakan dirumah orang tua anak-anak. jadi sekolah ini murni berangkat dari oleh orang tua dan untuk anak-anak mereka, yang penyelenggaraanya merupakan inisiatif dari keluarga atau agngota keluarga. Pada model sekolah ini, penyelenggaraannya dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut: (1) Pihak penyelenggara berkonsultasi dengan Dinas Pendidikan kab/ kota setempat, untuk melaksanakan program sekolah rumah. Dalam kegiatan konsultasi ini, pihak penyelenggara menyampaikan latar belakang, tujuan mengapa melaksanakan program sekolah rumah (2) Membuat proposal pengajuan penyelenggaraan sekolah rumah, dalam proposal ini tertuang tentang konsep dasar, rasional dan kondisi yang mendorong penyelenggaraan sekolah rumah. (3) Menyusun perencanaan program belajar, masuk dalam kegiatan ini antara lain identifikasi kebutuhan belajar, menyusun rencana belajar, mengembangkan perangkat belajar, menyusun kalender pendidikan mengacu kepada kalender nasional, membuat jadwal kegiatan evaluasi belajar dan menyusun laporan perkembangan belajar untuk disampaikan kepada Dinas Pendidikan. (4) Mendeskripsikan dan memaparkan kurikulum yang dikembangkan dalam kerangka kurikulum nasional. Kurikulum yang dikembangkan tidak boleh keluar dari acuan kurikulum nasional, namun pada aspek-aspek lain pihak penyelenggara dapat memberikan pengayaan atau penguatan terhadap kurikulum yang ada. (5) Membuat surat pemberitahuan kepada Dinas Pendidikan tentang penyelenggaraan sekolah rumah, dengan melampirkan daftar nama siswa, daftar nama guru, jadwal belajar, program belajar dan kurikulum yang dikembangkan (6) Membuat surat pernyataan pendirian sekolah rumah. (7) Menyusun laporan penyelenggaraan kegiatan sekolah rumah, yang ditujukan kepada Dinas Pendidikan kemudian ditembuskan kepada pengawas sekolah atau UPT SD dan PAUD/Dikpora di tingkat kecamatan (8) Membuat perkembangan pencapaian belajar , yang dilakukan minimal setiap semester, dalam laporan perkembangan belajar tersebut dilampirkan juga daftar nilai, analisis nilai, jenis tes/ soal yang disusun, kisi kisi soal yang dibuat, serta tingkat ketercapaian ketuntasan minimal atau indikator keberhasilan
  • 11. 11 Pada penyelenggaraan sekolah rumah murni, pihak penyelenggara berhak sepenuhnya menentukan dan memilih guru yang berkompeten, karena sekolahrumah merupakan inisiatif dari keluarga sehingga semua biaya merupakan tanggungan penyelengara sekolah rumah tersebut. Sekolah rumah murni tentunya membutuhkan persiapan yang matang, terlebih pada aspek kegiatan evaluasi belajar. Pada aspek ini diperlukan strategi evaluasi yang mantap dan memenuhi standar kompetensi kelulusan/ evaluasi sebagaimana ada dalam pendidikan formal, jangan sampai evaluasi belajar yang disusun keluar dari standar nasional pendidikan sebagaimana tertuang dalam PP nomor 19 tahun 2005. Jadi untuk lebih jelasnya model penyelenggaran sekolahrumah murni dapat dilihat dalam ilustrasi gambar berikut ini: Gambar 1: Model Penyelenggaraan sekolahrumah murni (pure homeschooling) 2. Model sekolah rumah bermitra (partnership homeschooling) Herlina dkk (2008) menyebutkan bahwa, untuk penyelenggaraan sekolahrumah bermitra, penyelenggaraan sekolah rumah jenis ini merupakan sekolah rumah yang membutuhkan kemitraan. Kemitraan yang dimaksud adalah kerjasama yang saling menguatkan. Kemitraan yang dilakukan adalah berbentuk (1) penyusunan persiapan pembelajaran, (2) pengembangan kurikulum dan (3) penyusunan model evaluasi belajar. Pada aspek penyusunan persiapan pembelajaran, maka baik pihak penyelenggara maupun Dinas Pendidikan memberikan asistensi tentang bagaimana menyusun perangkat pembelajaran Penyelenggaraan Sekolahrumah yang Akuntabel Sekolahrumah Murni Konsultasi Dinas Pendidikan Surat Pemberitahuan Penyusunan Porposal Inisiatif Keluarga/ Individu/Peroranga n Surat Pernyatan Kegiatan Evaluasi Belajar Pengembangan Kurikulum Pelaksanaan PBM Penyampaian Hasil Belajar Ujian Kesetaraan Pengawasan, Evaluasi dan Pemantauan oleh Penilik PNFI/ Penilik Kesetaraan
  • 12. 12 yang sesuai dengan standar nasional pendidikan. Pada aspek pengembangan kurikulum, bentuk kerjasamanya adalah pemberian pengetahuan tentang standar isi dan proses pendidikan, misalnya sekolah rumah yang akan diselenggarakan adalah sekolah rumah untuk siswa SD, maka pihak Dinas Pendidikan wajib memberikan pemahaman tentang standar isi dan proses pendidikan SD. Asistensi tetap dilakukan sampai pada tahap akhir yaitu dokumen kurikulum SD sekolah rumah. Sedangkan pada aspek evaluasi belajar, maka pihak Dinas Pendidikan memberikan kisi-kisi soal evaluasi yang akan dikembangkan oleh sekolah rumah. Penyelenggaraan sekolah rumah bermitra sebagaimana disebutkan oleh Herlina dkk (2008); Ramli (2008), dilakukan melalui prosedur sebagai berikut: (1) Pihak penyelenggara melakukan konsultasi dengan Dinas Pendidikan kab/ kota, menyampaikan secara lisan dan tertulis tentang latar belakang, maksud dan tujuan penyelenggaraan sekolah rumah. (2) Melakukan identifikasi calon sekolah yang akan diajak bermitra, misalnya yang akan diselenggarakan adalah sekolah rumah SD, maka menjajaki SD-SD yang dapat diajak bekerja sama terutama nantinya pada saat melaksanakan PBM, mengembangkan kurikulum dan evaluasi belajar (3) Menentukan calon SD yang akan dijadikan mitra dalam penyelenggaraan sekolah rumah (4) Menyusun surat pemberitahuan kepada Dinas Pendidikan dengan ditembuskan kepada pengawas sekolah, UPT SD PAUD/ Dikpora kecamatan serta sekolah mitra terkait dengan penyelenggaraan sekolah rumah bermitra (5) Menyusun jadwal pembelajaran sekolah rumah, membuat kalender pendidikan dan program belajar yang khas namun tetap merujuk kepada kurikulum pendidikan nasional (6) Melakukan konsultasi dan diskusi dengan sekolah mitra terkait dengan perkembangan belajar sekolah rumah (7) Menyusun program evaluasi belajar yang terpadu dengan sekolah mitra, artinya sekolah mitra wajib menyampaikan juga tentang jadwal kegiatan evaluasi belajar yang selanjutnya pihak penyelenggara sekolah rumah menindaklanjuti jadwal tersebut (8) Menyusun laporan perkembangan belajar atau ketercapaian hasil belajar atau ketuntasan belajar secara periodik kepada Dinas Pendidikan ditembuskan kepada sekolah mitra, UPT SD PAUD/ Dikpora dan pengawas sekolah setempat Salah satu keuntungan model penyelenggaraan sekolahrumah bermitra sebagaimana dinyatakan oleh Linsenbach (2003) adalah (1) terbantunya penyelenggara sekolah rumah dalam hal penyelenggaraannya, (2) terdapatnya komunikasi yang intensif antara pihak penyelenggara dengan pihak Dinas Pendidikan yang dalam hal ini tentunya dengan pengawas sekolah, (3) peran sekolah mitra menjadi sentral dalam proses teknis yaitu penyusunan perangkat pembelajaran, pengembangan kurikulum dan kegiatan evaluasi belajar. Pada tahap ini memang peran penyelenggara sekolah rumah lebih bersifat memfasilitasi, sedangkan pihak sekolah rumah lebih bersifat “kontrol” terhadap proses pelaksanaannya. Bahwa sekolah rumah dengan tipe bermitra merupakan model sekolah rumah yang dan cukup mudah
  • 13. 13 karena pada model ini, peran mitra sangat membantu penyelenggara dimulai dari tahap awal perencanaan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi belajar. Berikut adalah ilustrasi model penyelenggaraan sekolahrumah bermitra: Gambar 2: Model Penyelenggaraan Sekolahrumah Bermitra 3. Sekolah rumah Komunitas Sekolah rumah komunitas adalah sekolah rumah yang diselenggarakan oleh kelompok masyarakat dalam wadah organisasi formal dan informal. Komunitas bermakna sekumpulan orang yang memiliki visi dan misi yang sama, visi misi tersebut dibangun berdasarkan minat, kesamaan nasib, kesamaan karakteristik dna sifat atau bahkan karena kepentingan. Sekolah rumah komunitas terbangun berdasarkan kondisi yang memungkinkan muncul atas dasar kebersamaan tersebut. Membangun sekolah komunitas tentunya jharus mengacu kepada standar dan regulasi yang ada. Hal yang harus diperhatikan adalah (1) ketersediaan sarana prasarana, (2) kurikulum atau program belajar yang mengacu kepada Sekolahrumah Bermitra Proposal penyelenggaraan Konsultasi Idenfikasi Sekolah Mitra Akad Kerjasama Perangkat PBM PengembanganKurikulumPelaksanaan PBM SumatifFormatif Pelaksanaan Evaluasi Belajar Laporan Perkembangan UANUAS Ujian Akhir P E N G A W A S Sekolahrumah Berkualitas
  • 14. 14 BSNP, (3) dukungan pendidik dan tenaga kependidikan yang memadai serta (4) terdaftar dalam Stanbuk atau Nomor Induk Sekolah komunitas yang ada di Dinas Pendidikan kabupaten/ kota. Ramli (2008) menyebutkan bahwa sekolah rumah komunitas memiliki kemiripan dengan model penyelenggaraan sekolah rumah bermitra, akan tetapi pada tipe sekolah rumah komunitas, maka komunitas tersebut haruslah sudah terdaftar secara resmi baik di Dinas Diknas kabupaten/kota maupun oleh Kemkumham, hal ini untuk memberikan kepastian hukum. Model penyelenggaraan sekolah rumah komunitas dapat dilakukan melalui prosedur sebagai berikut; (1) Pihak penyelenggara melakukan identifikasi dan analisis kebutuhan dengan cermat pada tahap awal ini secara ilmiah pihak penyelenggara melakukan kegiatan prelimenary study (2) Pihak penyelenggara melakukan proses legalitas hukum komunitas yang akan didirikan (pengurusan Akta Notaris, Ijin Operasional) (3) Setelah legalitas dan ijin operasional diperoleh, maka pihak penyelenggara membuat usulan kepada Dinas Pendidikan terkait dengan sekolah rumah komunitas yang akan diselenggarakan, dalam usulan tersebut dilampirkan tentang (a) legalitas komunitas, (b) data calon peserta didik, (d) jenis atau jenjang sekolah, (e) data pendidik dan tenaga kependidikan, (f) data tim manajemen atau pengelola sekolah komunitas, (g) data tempat dan lokasi belajar, (h) data program belajar, dan (i) data dukungan sarana prasarana yang dimiliki (4) Pihak penyelenggara melaksanakan program belajar/ kurikulum yang diberikan oleh pemerintah. (5) Meminta dan melaporkan kepada pihak dinas Pendidikan bahwa sekolah rumah komunitas yang diselenggarakan telah berjalan dan selanjutnya meminta kepada penilik PNFI untuk melakukan kegiatan pemantauan dan pengawasan, tentunya pihak penyelenggara telah menyampaikan jadwal pembelajaran secara rinci kepada pihak Dinas Pendidikan Kabupaten/kota (6) Melakukan proses evaluasi belajar sesuai dengan jadwal pendidikan atau kalender pendidikan yang telah ditetapkan, yang selanjutnya melaporkan secara periodik kepada pihak Dinas Pendidikan kabupaten/ kota yang ditembuskan kepada penilik PNFI terkait dengan proses pembelajaran, dan evaluasi belajar (7) Membuat laporan yang meliputi (a) laporan terkait dengan pembelajaran dan (b) laporan terkait dengan pengelolaan atau manajemen program. Untuk laporan pembelajaran dilakukan setiap semester sedangkan laporan pengelolaan dilakukan setiap triwulan sekali. (8) Laporan yang disusun selanjutnya dikirim kepada Dinas Pendidikan kabupaten/ kota ditembuskan kepada pihak Dinas Pendidikan provinsi serta kepada Ditjend Dikdas/Dikmen Kemdikbud RI. Sekolah rumah komunitas misalnya komunitas adat terpencil, komunitas suku anak dalam, komunitas anak petani msikin, komunitas anak seni dan karya. Komunitas-komunitas tersebut sejatinya menunjukkan eksistensinya, mereka terkadang merasa nyaman jika berada dalam lingkungannya. Program sekolah rumah berbasis komunitas menjadi sangat efektif dalam rangka menunjang keberhasilan program wajib belajar pendidikan dasar. Sekolah formal tidak akan mampu menjangkau sebuah daerah
  • 15. 15 yang memiliki kecenderungan “tertutup” tetapi jalur informal dengan model sekolah rumah berbasis komunitas mampu menjangkau hal tersebut. Berdasarkan ilustrasi diatas, maka berikut adalah gambar model penyelenggaraan sekolah rumah komunitas sebagai berikut; Gambar 3: Model Penyelenggaraan Sekolahrumah Komunitas E. Model Perencanaan Sekolah rumah Linsenbach (2003) menyebutkan bahwa pendirian sekolah rumah harus didahului dengan kegiatan perencanaan yang matang. Perencanaan tersebut harus merujuk kepada konstruksi kurikulum pendidikan yang berlaku secara nasional. Karena setiap penyelenggaraan pendidikan harus merujuk kepada aturan yang ada. Kurikulum yang ada dicermati kemudian dilakukan analisis secara cermat. Analisis terhadap isi dan proses pendidikan akan memberikan arah yang jelas mau kemana sekolah rumah yang akan diadakan. Setelah tahap analisis kurikulum maka, pada tahap selanjutnya adalah menentukan pokok materi inti yang akan diajarkan atau dipilih sebagai pelajaran utama. Sekolahrumah Komunitas Penyiapan Adm PBM Penyampaian Laporan Penyelenggaraan Pengurusan Legalitas Komunitas Pelaksanan PBM Laporan Periodik Studi Pendahuluan Konsultasi Ijin Operasional Perangkat Pembelajaran Peserta Didik & Guru Perencanaan Evaluasi UNPK (ujian Kesetaraan) Monev & Pengawasan
  • 16. 16 Untuk tahap perencanaan selanjutnya adalah mempersiapkan tenaga pengajar yang memenuhi kriteria sebagaimana ditetapkan dalam PP nomor 19 tahun 2005. Perekrutan tenaga pendidik menjadi hal yang penting karena akan menentukan kualitas pembelajaran. Pendidik yang akan direkrut haruslah memenuhi standar kompetensi yang ditentukan. Kemudian, setelah itu menentukan lokasi atau tempat dilaksanakannya PBM. Lokasi yang dipilih bisa di rumah atau di luar rumah yang sudah disepakati. Membuat jadwal setiap pertemuan juga harus dilakukan, menyertakan waktu dan bentuk kegiatan pembelajaran yang lengkap. Tahap perencanaan selanjutnya adalah menyusun sarana atau faslitas belajar. Mengidentifikasi kebutuhan sarana belajar yang dibutuhkan untuk mendukung PBM misalnya buku ajar, buku pelajaran, papan tulis, LCD, laptop, meja kursi belajar dan lain-lain. Pihak penyelenggara juga harus membuat perencanaan tentang program belajar yang salah satunya memuat kalender akademik pembelajaran. Dalam rencana program belajar, tentunya program harus disusun secara bersama antara guru-anak-orang tua. Menghitung secara detail terkait dengan bentuk kegiatan belajar dan target pencapaian hasil belajarnya. Perencanaan yang tak kalah pentingnya adalah menyusun evaluasi belajar. Evaluasi belajar yang disusun harus megacu kepada kisi-kisi evaluasi yang berlaku secara nasional. Hal ini untuk menjaga kualitas dan akuntabilitas kegiatan evaluasi belajar yang ada di sekolah rumah. Perencanaan pendirian atau penyelenggaraan sekolah rumah pada prinsipnya dimulai dari kegiatan identifikasi yang dilakukan oleh pelaku/ penyelenggara. Identifikasi untuk mengetahui informasi dan data terkait dengan kurikulum, program belajar, sarana belajar, guru dan strategi pembelajaran. Identifikasi yang dilakukan harus cermat dengan menggunakan model identifikasi terpadu. Pada tahap ini tidak ada salahnya jika pelaku/ penyelenggara melakukan konsultasi atau diskusi terfokus dengan Dinas Pendidikan atau pengawas sekolah. Hasil-hasil yang diperoleh selama proses identifikasi kemudian didokumentesikan sebagai naskah empirik terhadap kelayakan atau kebutuhan penyelenggaraan sekolah rumah. Perencanaan sekolah rumah juga harus memperhatikan aspek dukungan dan potensi ketersediaan sumber daya yang dimiliki. Ramli (2008) menyebutkan bahwa penyelenggaraan sekolah rumah karena umumnya berbasis kepada keluarga, keluarga atau komunitas yang menggagas dan melaksanakan program tersebut, maka segala pembiayaan, pendanaan proses pembelajaran seperti pengadaan guru, pengadaan sarana belajar bahkan untuk kegiatan evaluasi belajarpun bersifat mandiri. mengidentifikasi kemampuan finansial menjadi semakin penting karena hal pendanaan yang memadai tentunya akan meningkatkan kualitas hasil pembelajaran. Selain persiapan pembiayaan, sekolah rumah terutama yanag berbasis komunitas juga harus mencari sumber dukungan dana dari pihak lintas sektoral. Disinilah kemampuan pengelola atau penyelenggara sekolah rumah nampak, apakah memiliki kapasitas, apakah profesional atau apakah kreatif untuk mencari terobosan dalam mempertahankan kelangsungan sekolahrumah yang digagasnya. Berikut adalah model perencanaan sekolahrumah, sebagaimana pada gambar 4 dibawah ini :
  • 17. 17 Gambar 4: Model Perencanaan Sekolah rumah F. Model Pembelajaran Sekolah rumah Dalam model pembelajaran Sekolah rumah akan dideskripsikan berdasarkan dua hal pokok, yaitu pendekatan dan sintaks pembelajaran yang dapat diadaptasi dan diadopsi oleh pelaku Sekolah rumah. Pendekatan pembelajaran yang cocok digunakan untuk pembelajaran di Sekolah rumah adalah yang berorientasi pada paradigma konstruktivisme. Paradigma konstruktivisme merupakan pemberian keleluasaan bagi peserta didik dalam memanfaatkan semua potensi diri dan lingkungannya secara kreatif serta mandiri guna menciptakan dunianya sendiri. Pendekatan pembelajaran yang dapat diadopsi atau diadaptasi dalam pembelajaran di Sekolah rumah adalah: PAKEM, Komunikatif, STM, CTL, dan SEA. Sedangkan, metode pembelajaran yang berparadigma konstruktivisme adalah: Kooperatif, Partisipatori, Diskusi, Ceramah, Penugasan, dan Sosiodrama (http//: www. sekolahrumah/ayokesekolahrumah) Di bawah ini dipaparkan 5 (lima) pendekatan pembelajaran yang dapat diadopsi dalam pembelajaran di Sekolah rumah oleh pelaku sekolah rumah, sebagaimana dikuatkan oleh Raml, (2008) dan Herlina dkk (2008). Model pembelajaran ini dapat dijadikan rujukan dalam penerapannya di lapangan. Namun demikian model ini bukan harga mati bagi para penyelenggara sekolah rumah, semua bergantung kepada kemampuan penyelenggara, berikut adalah model pembelajaran sekolah rumah yang dapat dipilih oleh para orang tua atau komunitas yang akan menyelenggarakan sekolah rumah; a) PAKEM PAKEM adalah kepanjangan dari pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. PAKEM merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang mengupayakan agar peserta didik aktif, kreatif, dan Perencanaan Sekolahrumah Identifikasi Kajian Analisis Daya DukungKurikulum Sekolah PendidikEvaluasi Belajar Fasilitas BelajarProgram Belajar Pengurusan Administrasi Diskusi terfokus/ Konsultasi Program sekolahrumah Lokasi Belajar Proposal Perencanaan Sekolahrumah
  • 18. 18 merasa senang terlibat dalam pembelajaran. Teknik pembelajaran yang ditempuh agar tercipta suasana menyenangkan, misalnya: 1) belajar sambil bermain, 2) belajar dengan terjun langsung ke lapangan, 3) melakukan penyelidikan/inkuiri, 4) bermain peran, atau 5) belajar dalam kelompok. Inti dari pembelajaran model PAKEM adalah: kegiatan yang dikerjakan oleh peserta didik harus bersifat menantang agar mereka dapat mengembangkan potensinya untuk berpikir secara kreatif, mengungkapkan pikirannya secara bebas, dan memecahkan masalah secara inovatif dan kreatif. Model pembelajaran PAKEM dapat digunakan untuk mata pelajaran apa saja. b) Komunikatif Pendekatan Komunikatif adalah model pembelajaran yang berbasis komunikasi aktif sesuai dengan latar atau konteks antara peserta didik-pendidik dan peserta didik-peserta didik. Keterampilan yang paling ditekankan pada pendekatan ini adalah kemampuan berkomunikasi atau kemampuan untuk mengemukakan pendapat., misalnya: 1) pada pembelajaran tentang topik banjir, secara komunikatif pendidik dapat mengarahkan materi tersebut ke masalah pembabatan hutan, erosi, atau reboisasi; 2) pada pembelajaran yang berkaitan dengan gotong royong, pendidik secara komunikatif dapat mengarahkan pembelajaran ke materi kerja sama, toleransi, atau keadilan. Model pembelajaran komunikatif dapat digunakan untuk mata pelajaran bahasa. c) STM STM adalah singkatan dari Sains Teknologi dan Masyarakat. Pendekatan STM merupakan perekat yang mempersatukan sains, teknologi dan masyarakat. Ciri khusus pendekatan ini adalah : 1) difokuskan pada isu-isu sosial di masyarakat yang terkait dengan sains dan teknologi, 2) diarahkan pada peningkatan pengetahuan dan keterampilan peserta didik dalam membuat keputusan yang tepat berdasarkan informasi ilmiah, 3) tanggap terhadap karier masa depan dengan mengingat bahwa kita hidup dalam masyarakat yang bergantung pada sains dan teknologi, dan 4) evaluasi belajar ditekankan pada kemampuan peserta didik dalam memperoleh serta menggunakan informasi ilmiah untuk memecahkan masalah. Model pembelajaran STM dapat digunakan untuk mata pelajaran IPA. d) CTL CTL adalah kepanjangan dari Contexual Teaching and Learning. CTL merupakan model pembelajaran yang menekankan pada aktifitas peserta didik secara penuh, baik fisik maupun mental, sehingga benar- benar menjadi proses berpengalaman dalam kehidupan nyata (bukan hafalan). Kelas dalam pembelajaran CTL bukan sebagai tempat untuk memperoleh informasi, tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan mereka di lapangan. e) SEA SEA adalah kependekan dari Strater Experiment Approach. SEA merupakan suatu pendekatan komprehensif dalam pembelajaran sains. Pendekatan ini berorientasi pada proses bagaimana peserta didik menemukan konsep-konsep sains yang sedang dipelajari. Konsep dimaksud mencakup aspek kognitif dan keterampilan psikomotorik. Model pembelajaran SEA dapat digunakan untuk mata pelajaran sains.
  • 19. 19 Pelaksanaan pembelajaran sekolahrumah untuk tipe sekolah rumah murni, tentunya berbeda dengan sekolahrumah bermitra. Pada tipe sekolahrumah murni pelaksanaan kegiatan pembelajaran meliputi proses sebagai berikut: (1) Pelaku atau penyelenggara sekolahrumah menyusun program belajar; kegiatan ini harus diskusikan atau dikomunikasikan dengan anak/ siswanya. Penyusunan secara bersama bertujuan untuk mempermudah proses pencapaian hasil-hasil belajar. (2) Guru melaksanakan kegiatan belajar sesuai dengan jadwal yang telah disepakati antara orang tua- anak-guru. (3) Guru melaksanakan KBM, posisi guru dapat dilakukan oleh orang tua anak sepanjang orang tua anak memiliki kemampuan yang memadai. (4) Guru membuat rencana pembelajaran sebelum melaksanakan KBM. (5) Guru menyusun program tugas mandiri terstruktur. (6) Guru melakukan anlisis hasil belajar anak terakhir adalah kegiatan pendokumentasian. Sedangkan untuk pelaksanaan pembelajaran pada tipe sekolah rumah bermitra memiliki karakteristik yang cukup berbeda karena pelaksanaannya dibawah kendali sekolah mitra yang ditunjuk. Jadi prosedur pembelajaran yang dilakukan oleh pelaku atau penyelenggara sekolah rumah bermitra adalah sebagai berikut; (1) Pelaku sekolah rumah mengajukan program belajar kepada sekolah mitra. (2) Sekolah mitra menganalisis program belajar sesuai dengan kurikulum sekolah. (3) Guru mendatangi lokasi belajar sekolah rumah. (4) Guru melaksanakan KBM sesuai dengan jadwal yang disepakati. (5) Guru menyampaikan materi pelajaran pokok. (6) Guru memberikan penguatan atau remidial kepada anak. (7) Guru menyusun evaluasi belajar. (8) Guru memberikan soal latihan formatif dan sumatif dan Guru memberikan laporan hasil belajar. Berdasarkan paparan diatas maka, pelaksanaan pembelajaran sekolah rumah dapat penulis ilustrasikan sebagai berikut; Gambar 5: Model Pelaksanaan Pembelajaran Sekolahrumah Input:  Anak/Siswa  Kurikulum  Prog Belajar  Penguatan  Evaluasi Belajar Hasil:  Tuntas  KKM  Lulus Proses:  RPP  Metode  Latihan  Penugasan Dampak:  Mandiri  Cerdas Siswa/Anak Berhasil S T R A T E G I
  • 20. 20 G. Model Evaluasi Belajar Sekolahrumah Evaluasi belajar pada sekolah rumah tentunya memiliki karakteristik yang berbeda dengan sekolah reguler biasa. Namun demikian, bahwa kegiatan evaluasi belajar tetap mengacu kepada standar kurikulum nasional, yang menerapkan prinsip evaluasi belajar secara komprehensif dan memadai, artinya mampu megukur semua aspek kemampuan siswanya. Model evaluasi belajar pada sekolah rumah juga menggunakan beragam strategi diantarnya tes, non tes, observasi ulangan sumatif dan formatif serta tugas tugas terstruktur, (Ramli, 2008; Herlina dkk, 2008). Penilaian merupakan salah satu komponen penting dalam pembelajaran. Penilaian pendidikan merupakan sebuah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik. Untuk memperoleh hasil belajar peserta didik yang baik, maka sepatutnya penilaian pendidikan itu dilaksanakan berdasarkan atas prinsip-prinsip dasar seperti diamanatkan dalam Permendiknas No.20 Tahun 2007, yaitu: (1) Kesahihan (validity), yaitu: penilaian didasarkan atas data yang mencerminkan kemampuan yang diukur. (2) Obyektivitas (objectivity), yaitu: penilaian harus didasarkan atas prosedur dan kriteria yang jelas dan tidak dipengaruhi oleh subyektivitas penilai. (3) Keadilan (fairness), yaitu: penilaian tidak bersifat menguntungkan atau merugikan peserta didik atau bersifat bias terhadap agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan jender. (4) Keterpaduan (integration), yaitu: penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tidak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran. (5) Keterbukaan (transparency), yaitu: prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak-pihak berkepentingan. (6) Keseluruhan (comprehensiveness) dan kesinambungan (continuity), yaitu: penilaian yang dilakukan oleh pendidik mencakup semua aspek kompetensi menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai dengan tujuan untuk memantau perkembangan peserta didik. (7) Sistematisasi (systematicity), yaitu: penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah standar. (8) Berkriteria (criterion), yaitu: penilaian didasarkan atas ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan. (9) Akuntabilitas (accountability), yaitu: penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya. Penilaian pembelajaran Sekolahrumah dapat dibedakan berdasarkan tujuan dan fungsinya menjadi beberapa kategori, yaitu: (1) Ulangan harian adalah kegiatan yang dilakukan secara periodik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik setelah menyelesaikan satu kompetensi dasar (KD) atau lebih.
  • 21. 21 (2) Ulangan tengah semester adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik setelah melaksanakan 8-9 minggu kegiatan pembelajaran. Cakupan ulangan meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan semua KD pada periode tersebut. (3) Ulangan akhir semester adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik di akhir semester. Cakupan ulangan meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan semua KD pada semester tersebut. (4) Ulangan kenaikan kelas adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap yang menggunakan sistem paket. Cakupan ulangan meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan KD pada semester tersebut. (5) Ujian sekolah adalah kegiatan pengukuran pencapaian kompetensi peserta didik yang dilakukan untuk memperoleh pengakuan atas prestasi belajar dan merupakan salah satu persyaratan kelulusan dari satuan pendidikan. Mata pelajaran yang diujikan adalah mata pelajaran, kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak diujikan dalam ujian nasional dan aspek kognitif dan/atau psikomotorik kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian. (6) Ujian nasional adalah kegiatan pengukuran pencapaian kompetensi peserta didik pada beberapa mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka menilai pencapaian Standar Nasional Pendidikan. Agar tidak terjadi kesalahan sistem dan mekanisme penilaian, maka diperlukan sistem kerjasama yang baik antara Sekolahrumah dengan mitranya masing-masing. Koordinasi tersebut sangat penting dilakukan, karena melalui koordinasi terbentuk suatu pemahaman yang sama tentang apa dan siapa yang harus melakukan apa dalam kaitannya dengan evaluasi proses dan hasil pembelajaran peserta didik pada Sekolahrumah. Agar penilaian hasil pembelajaran pada Sekolah rumah menunjukkan suatu hasil yang baik, maka pelaku Sekolah rumah harus sering berkoordinasi dan/atau bahkan berkolaborasi dengan sekolah mitranya dalam beberapa hal, seperti misalnya: (1) Menentukan kriteria ketuntasan minimal (KKM) setiap mata pelajaran dengan memperhatikan karakteristik peserta didik, karakteristik mata pelajaran, dan kondisi Sekolahrumah. (2) Mengkoordinasikan tentang perencanaan dan pelaksanaan ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, ulangan kenaikan kelas, dan ujian nasional. (3) Menentukan kriteria kenaikan kelas bagi Sekolah rumah yang menggunakan sistem paket. (4) Menentukan kriteria program pembelajaran bagi Sekolahrumah yang menggunakan sistem kredit semester. (5) Menentukan nilai akhir kelompok mata pelajaran estetika dan kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan. (6) Menentukan nilai akhir kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dan kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian.
  • 22. 22 (7) Menentukan kelulusan peserta didik dari ujian sekolah. (8) Melaporkan hasil penilaian mata pelajaran untuk semua kelompok mata pelajaran pada setiap akhir semester kepada orangtua/wali peserta didik dalam bentuk buku laporan pendidikan. (9) Melaporkan pencapaian hasil belajar tingkat satuan pendidikan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Bertolak dari deskripsi diatas maka, penulis dapat mengilustrasikan model evaluasi belajar sekolah rumah adalah sebagai berikut; Gambar 6: Model Evaluasi Belajar Sekolah rumah murni Gambar 7: Model Evaluasi Belajar Sekolah rumah Bermitra Evaluasi Formatif Ulangan Harian Ujian Mid Semester Ujian Semester Evaluasi Sumatif Tugas-Tugas Ujian Nasional Pendidikan Kesetaraan LulusTidak Lulus Mengulang MandiriMelanjutkan Evaluator: Guru, Pendamping, Orang Tua, Tutor  Ulangan Harian  Tugas Individu dan Kelompok  Ulangan Tengah Semester  Ulangan Semester Ujian AkhrSekolah Ulangan Kenaikan Kelas Evaluasi Sumatif Evaluasi Formatif Ujian Nasional Uji Kompetensi/ Daya serap materi Siswa Tes Tertulis dan Non Tertulis (Kecakapan) Tes Tertulis Evaluator: Sekolah Mitra Guru Pendamping Lulus Tidak Lulus Mengulang Melanjutkan
  • 23. 23 Gambar 8: Model Evaluasi Belajar Sekolah rumah Komunitas Mengacu kepada deskripsi diatas, maka dalam kegiatan evaluasi belajar, sekolah rumah baik berbentuk murni, mitra maupun komunitas haruslah melakukan satu pengakuan terhadap hasil belajar dalam bentuk ijazah. Proses pengakuan kelulusan tersebut dapat ditempuh melalui Ujian Nasional (UN) bagi model sekolah rumah bermitra dengan sekolah formal. Sedangkan untuk siswa dengan model sekolah rumah murni dan komunitas maka harus mengikuti Ujian Nasional Kesetaraan (UNPK). Misalnya, jenjang sekolah rumah adalah setara SD, SM atau SMA, maka siswa-siwanya harus mengikuti UNPK paket A setara SD, paket B setara SMP atau paket C setara SMA. Pelaksanaan UN bagi siswa dengan model sekolah rumah bermitra dengan sekolah formal tetap mengikuti jadwal UN secara nasional demikian juga untuk UNPK. Penghitungan kelulusan juga tetap mengacu kepada standar nasional yaitu (1) nilai UAS, (2) nilai raport dan (3) nilai UN. Jadi baik sekolah formal maupun sekolah rumah tetap harus mengikuti regulasi dan kebijakan pendidikan yang telah ditetapkan secara nasional. Evaluasi Pembelajaran  Kenaikan Kelas  Remedi  Pengayaan/penguatan Ujian Akhir Sumatif Formatif Analisis Hasil Evaluasi UNPK (Ujian Nasional Kesetaraan) Lulus/Tidak Lulus Lulus=Ijazah Tidak Lulus=MengulangMonev & Pelaporan Hasil
  • 24. 24 KESIMPULAN Bertolak dari paparan tersebut diatas maka beberapa simpulan yang dapat penulis tegaskan kembali adalah sebagai berikut; 1. Sekolah rumah memberikan kelenturan yang tinggi, membuka ruang kebebasan bagi anak/ siswa dalam menyampaikan ide gagasan bahkan sekolahrumah memberikan nuansa pendidikan dan pembelajaran yang lebih manusiawi, akrab dan penuh dengan kehangatan khas sebuah keluarga 2. Penyelenggaraan sekolah rumah dapat ditempuh oleh pelaku atau penyelenggara dengan memilih model (1) sekolah rumah murni (pure homeschooling), (2) sekolah rumah bermitra dengan sekolah/ pendidikan formal dan (3) sekolah rumah komunitas. Pada model sekolah rumah murni maka kegiatan kelulusan ditempuh oleh anak/siswa melalui program ujian nasional kesetaraan. Sedangkan pada model kedua sekolah rumah bermitra dilakukan melalui ujian nasional, sedangkan sekolah komunitas dilakukan melalui ujian nasional kesetaraan. Model sekolah rumah ini akan memberikan jawaban terhadap keraguan masyarakat tentang apakah sekolah rumah mampu memberikan alternatif bagi orang tua dan komunitas ? Dan jawabnya adalah sangat mampu, karena model sekolah rumah dapat diselenggarakan oleh orang tua manapun, dan komunitas manapun juga. 3. Penyelenggara atau pelaku sekolah rumah berkewajiban untuk membuat usulan/ proposal penyelenggaraan sekolah rumah yang diajukan kepada Dinas Pendidikan kab/kota. 4. Kegiatan penjaminan mutu sekolah rumah murni dilakukan oleh penilik kesetaraan/ penilik PNFI sedangkan sekolah rumah bermitra dilakukan oleh pengawas sekolah setempat. 5. Program belajar, kurikulum dan kalender pendidikan sekolah rumah tetap mengacu atau merujuk kepada pendidikan nasional secara umum, namun pada aspek-aspek pengembangan muatan belajar atau kurikulum pengembangan diri, pihak penyelenggara atau pelaku sekolah rumah dapat mengembangkannya sebaik-baiknya. 6. Strategi pembelajaran dalam sekolah rumah cukup beragam, dan setiap guru wajib melaksanakan proses pembelajaran yang menyenangkan berdasarkan karakteristik siswa/ anak serta minat anak, sehingga kegiatan pembelajaran harus berpusat kepada siswa/ anak. SARAN-SARAN 1. Bahwa sekolah rumah merupakan bagian dari jenis pendidikan yang ditempuh melalui jalur pendidikan nonformal-informal, harus didukung oleh kurikulum atau program belajar yang kuat, dan membuka ruang yang luas kepada anak/siswa mengekslorasi diri dan kemampuanya. 2. Sekolah rumah harus dilakukan pemantauan oleh pengawas sekolah dan atau penilik kesetaraan/ PNFI, hal ini untuk memastikan bahwa setiap penyelenggaraan pendidikan harus merujuk kepada aturan yang berlaku yaitu UU nomo 30 tahun 2003 dan PP nomor 19 tahun 2005. 3. Pihak regulator atau pemerintah dalam hal ini Dinas Pendidikan kab/kota harus memberikan kemudahan pendirian atau penyelenggaraan sekolah rumah yang dilakukan oleh orang atau kelompok berbentuk komunitas sekolah rumah.
  • 25. 25 4. Pihak Dinas Pendidikan kab/ kota harus memberikan panduan atau meerbitkan pedoman pendirian sekolah rumah sehingga dapat dipedomani oleh masyarakat yang berkeinginan menyelenggarakan sekolah rumah. 5. Sekolah rumah merupakan bidang pekerjaan PNFI, sehingga UPT dibidang PNFI baik SKB, BPKB maupun BPPAUDNI harus mencoba membuat model sekolah rumah yang efektif dan memiliki daya serap yang tinggi, model sekolah rumah yang demikian tentunya harus diawali dengan kajian atau studi eksplorasi yang dalam sehingga ditemukan sebuah model sekolah rumah yang berbasis kepada kebutuhan masyarakat. 6. Penyelenggaraan sekolah rumah harus menunjukan kemampuan dalam melakukan manajemen, sehingga perlunya dilakukan pelatihan atau workshop bagi pelaku sekolah rumah untuk mengembangkan kapasitasnya DAFTAR PUSTAKA Borg, W.R. & Gall. (1983.) Educational Research; An Introduction. 4th Edition. New York: Longman Danim. S. (2003). Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Ofset Esa. E. (2002). Introduction to Early Childhood Education. Delmar: Albany Herlina, dkk. (2008). Model Penyelengggaraan Sekolahrumah Tingkat SD, SMP dan SMA. Makalah dsampaikan dalam Simposium Pendidikan Tingkat Nasional di Jakarta. Jakarta: : Puslitjaknov Balitbang Dekdiknas Maulia, D.K, (2007). Panduan Lengkap Homeschooling. Bandung: Progresio Marty Lyne. (2005). Belajar di Rumah dalam Balutan Kearifan dan Kehangatan. Terjemahan oleh Andi Salihin. Bandung: MLC Loy Kho. (2007). Homeschooling untuk Anak, Mengapa Tidak?. Yogyakarta: Kanisius Linsenbach, S. (2003) Everything Homeschooling Book. Massachusets: Adams Media Corporation Prawiradilagar. D.S& Eveline. S. (2004). Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta: Fajar Interpratama Offset Padmonodewo.S. (2003). Pendidikan Anak Pra Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta Soemantri, B. (2008). Kebijkan Peningkatan Mutu PTK PNF. Paparan disampaikan pada kegiatan forum ilmiah PTK PNF, Hotel Sahid Jakarta, Jakarta 29 Juli 2008 Sanapiah, F. (2006). Kebutuhan Program PLS. Makalah disampaikan pada seminar PLS dalam rangka Dies Natalis Universitas Negeri Gorontalo, September 2006 Yulaelawati, E. (2012). Kebijakan, Perundangan, dan Pelaksanaan PKBM di Indonesia. Makalah disampaikan pada seminar internasional PKBM, Jakarta 26-29 April 2012
  • 26. 26 Ramli. M. (2008). Homeschooling : Sebuah Upaya Pemerataan Akses Pendidikan bagi Generasi Putus Sekolah dan dan Generasi di Wilayah Terpencil. Makalah disampaikan pada Simposium Penelitian Pendidikan Tingkat Nasional di Jakarta. Jakarta: Puslitjaknova Balibang Depdiknas Suntrock. W. (1998). Child Development. 8th Edition. USA: Mac GrawHill www. Sekolahrumah/Ayokesekolahrumah. Diakses pada tanggal 20 Mei 2013 jam.10.00wita