2. • Kata kebijakan dianggap terjemahan dari kata policy,
karena keduanya mempunyai kesesuaian makna.
• Dalam KBI kebijakan diartikan sebagai:
1. Kepandaian, kemahiran, kebijaksanaan;
2. Rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis
besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan
suatu pekerjaan, kepemimpinan dan cara
bertindak (ttg pemerintahan, organisasi, dsb)
pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud
sebagai garis pedoman utk manajemen dlm
usaha mencapai sasaran, garis haluan.
Konsep dan Pengertian Kebijakan Publik
2
3. Kebijaksanaan menurut KBI berarti:
1. Kepandaian menggunakan akalbudinya (pengalaman
dan pengetahuannya); 2. Kecakapan bertindak apabila
menghadapi kesulitan.
Kebijakan = Policy
Policy as a purposive course of action followed by an
actor or set of actors in dealing with set a problem or
matter of concern. Sebuah rangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh para aktor yg berhubungan dg
berbagai masalah atau urusan yg menjadi perhatian
(James Anderson, 2000).
3
4. • Policy is a proposed course of action of a person,
group, or government within a given environment
providing obstacles and opportunities which the
policy was proposed to utilize and overcome in an
effort to reach a goal, or realize an objective, or a
purpuse.
• Kebijakan merupakan cara bertindak yang
ditunjukkan oleh seseorang, kelompok, atau
pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang
mencakup adanya peluang untuk dimanfaatkan
maupun hambatan yang harus diatasi, dalam usaha
mencapai suatu sasaran, merealisasikan suatu
tujuan, atau suatu kegunaan.
4
5. Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang
menjadi pedoman dan dasar rencana dalam
pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara
bertindak. Istilah ini dapat diterapkan pada
pemerintahan, organisasi dan kelompok sektor swasta,
serta individu.
Kebijakan berbeda dengan peraturan dan hukum. Jika
hukum dapat memaksakan atau melarang suatu perilaku
(misalnya suatu hukum yang mengharuskan
pembayaran pajak penghasilan), kebijakan hanya
menjadi pedoman tindakan yang paling mungkin
memperoleh hasil yang diinginkan.
5
6. Kebijakan atau kajian kebijakan dapat pula merujuk
pada proses pembuatan keputusan-keputusan penting
organisasi, termasuk identifikasi berbagai alternatif
seperti prioritas program atau pengeluaran, dan
pemilihannya berdasarkan dampaknya.
Kebijakan juga dapat diartikan sebagai mekanisme
politis, manajemen, finansial, atau administratif untuk
mencapai suatu tujuan eksplisit.
6
7. Publik adalah mengenai orang atau masyarakat, dimiliki
masyarakat, serta berhubungan dengan, atau
memengaruhi suatu bangsa, negara, atau komunitas.
Publik biasanya dilawankan dengan swasta atau pribadi,
seperti pada perusahaan publik, atau suatu jalan.
Publik juga kadang didefinisikan sebagai masyarakat
suatu bangsa.
Dalam bahasa Indonesia, penggunaan kata “publik”
sering diganti dengan “umum”, misalnya perusahaan
umum dan perusahaan publik.
7
8. Dalam lingkup organisasi / perusahaan publik dibedakan
menjadi:
– Publik internal dan publik eksternal
– Publik primer, sekunder, dan marjinal
– Proponent (publik yang memihak), opponent (publik
yang menentang), dan uncommitted yang berarti
publik yang tidak peduli. Sebagai perbandingan, saat
suatu perusahaan memiliki 40 dari 50 karyawan yang
uncommitted maka perusahaan dapat dikatakan tidak
sehat.
– Mayoritas diam (silent majority) dan minoritas vokal
(vocal minority)
8
9. Kebijakan Publik (Public Policy)
Kebijakan publik diartikan sebagai: Government
action to adress some problem (Steven A.
Peterson dalam Budiman Rusli, 2013)
Public policy is whatever government chose to do
or not to do (Thomas R. Dye, 1976).
Public policy is what government say and do, or
do not to do. It is the goals or purposes of
government programs (Goerge C. Edwards dan
Ira Sharkansky, 1978).
9
10. Public policy is a set of interrelated decisions taken
by political actor or group of actors concerning the
selection of goals and the means of achieving them
within a specified situation where these decision
should, inprinciple, be within the power of these
actors to achieve (W.I. Jenkins, 1978).
Kebijakan publik adalah serangkaian keputusan yang
saling berkaitan yang diambil oleh seorang aktor
politik atau sekelompok aktor politik berkenaan
dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara
untuk mencapainya dalam suatu situasi dimana
keputusan-keputusan itu pada prinsipnya masih
berada dalam batas-batas kewenangan kekuasaan
dari aktor tersebut.
10
11. Public policies are those policies developed by
governmental bodies and officials (James E.
Anderson, 1979).
Kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang
dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat
pemerintah.
Kebijakan Publik adalah kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah khususnya, dan lembaga-lembaga publik
umumnya, untuk memenuhi kepentingan publik
(Saefullah, 2005).
11
12. Ciri-ciri Kebijakan Publik menurut Badan Kepegawaian
Negara (2001):
1. Kebijakan publik lebih merupakan tindakan yang
mengarah pada tujuan yang telah ditentukan, bukan
sekedar perilaku atau tindakan yang serba
kebetulan.
2. Kebijakan publik pada hakekatnya terdiri atas
tindakan-tindakan yang saling berkait dan berpola
yang mengarah pada tujuan tertentu yang dilakukan
oleh pejabat-pejabat pemerintah dan bukan
merupakan keputusan yang berdiri sendiri.
12
13. 3. Kebijakan Publik bersangkut paut dengan apa yang
dilakukan pemerintah dalam bidang-bidang tertentu;
4. Kebijakan Publik mungkin berbentuk positif mungkin
berbentuk negatif. Kebijakan publik positif akan
mencakup beberapa bentuk tindakan pemerintah
untuk mempengaruhi masalah tertentu. Sementara
dalam bentuknya yang negatif meliputi keputusan-
keputusan pejabat pemerintah untuk tidak bertindak
atau tidak melakukan tindakan apapun, padahal
campur tangan pemerintah justru diperlukan.
13
14. Katagori kebijakan publik (Wahab, 1997)
1. Tuntutan kebijakan (policy demands), yaitu tuntutan
atau desakan yang ditujukan kepada pejabat-
pejabat pemerintah baik oleh pihak swasta,
masyarakat, maupun pemerintah dalam sistem
politik untuk melakukan atau tidak melakukan
tindakan tertentu.
2. Keputusan kebijakan (policy decision), yaitu
keputusan-keputusan yang dibuat oleh para pejabat
pemerintah yang dimaksudkan untuk memberikan
keabsahan, kewenangan atau memberikan arah
terhadap pelaksanaan kebijakan publik.
14
15. 3. Pernyataan kebijakan (policy statement), ialah
pernyataan resmi atau artikulasi (penjelasan) mengenai
kebijakan publik tertentu.
4. Keluaran kebijakan (policy outputs), adalah merupakan
wujud kebijakan publik yang dapat dilihat dan dirasakan
karena menyangkut hal-hal yang senyatanya dilakukan
guna merealisasikan apa yang telah digariskan dalam
keputusan-keputusan dan pernyataan-pernyataan
kebijakan.
5. Hasil akhir kebijakan (policy outcomes), adalah akibat
atau dampak yang benar-benar dirasakan oleh
masyarakat, baik diharapkan maupun tidak sebagai
konsekwensi dari adanya atau tidak adanya kebijakan
pemerintah.
15
16. Pendekatan Kebijakan Publik menurut Dunn, 2003):
1. Pendekatan Empiris, Penekanan terutama pada
penjelasan berbagai sebab dan akibat dari suatu
kebijakan publik tertentu. Pendekatan ini bersifat
faktual.
2. Pendekatan valuatif, penekanan terutama pada
penentuan bobot atau nilai beberapa kebijakan.
3. Pendekatan normatif, penekanan terutama pada
rekomendasi serangkaian tindakan yang akan datang
yang dapat menyelesaikan masalah-masalah publik.
16
17. Tujuan pembuatan kebijakan publik pada dasarnya
adalah untuk:
1. Mewujudkan ketertiban dalam masyarakat.
2. Melindungi hak-hak masyarakat.
3. Mewujudkan ketentraman dan kedaimaian dalam
masyarakat.
4. Mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
17
18. Pembuatan Kebijakan Publik menurut Tjokroamidjojo
dan Mustopadidjaja (1996) terdiri dari tiga tahap,
yaitu:
1. Tahap perumusan dan penetapan kebijakan;
2. Tahap pelaksanaan kebijakan;
3. Tahap penilaian hasil kebijakan.
Untuk lebih memahaminya dengan baik dan benar,
lihat beberapa teori berikut ini:
18
19. Teori dan Jenis Kebijakan Publik
1. Elite Theory
2. Institutionalism Theory
3. Group Theory
4. Political System Theory
19
20. 1. Elite Theory (Thomas Dye dan Harmon Ziegler, 1970)
Adalah teori yg menganggap kebijakan publik di
suatu negara atau daerah dibuat oleh ruling elite.
Berdasarkan nilai dan preferensi mereka, rakyat
banyak (massa) tidak mempunyai akses dalam
formulasi maupun implementasi kebijakan.
20
21. Elite theory berdasarkan pada asumsi bhw dlm
negara yg bersangkutan, sistem
pemerintahannya belum didukung oleh budaya
politik yg demokratis.
Secara formal mungkin sistem pemerintahannya
adalah demokratis tetapi dlm realitas belum
berfungsi dengan efektif.
21
22. Thomas Dye dan Harmon Ziegler (1970) mengatakan
sebagai berikut:
1) Masyarakat terbagi dalam sekelompok kecil yang
sangat berkuasa dan sekelompok lain yang tidak
berdaya yang tergantung pada kemauan kelompok
kecil sebagai ruling elite tersebut;
2) Perpindahan dari kelompok non elit ke dalam
kelompok elit sangat terbatas untuk menjaga
stabilitas dan kelangsungan hidupnya. Hanya
mereka yang sudah menerima basic elite
consensus yang dapat diterima;
22
23. 3) Kelompok elit yang berkuasa ini berasal dari
golongan menengah ke atas;
4) Kebijakan publik dibuat untuk kepentingan ruling
elite, dan tidak mencerminkan kebutuhan dan
keinginan massa;
5) Perubahan kebijakan publik hanya bersifat
inkremental dan tidak revolusioner;
6) Kelompok elit lebih banyak mempengaruhi massa,
dari pada sebaliknya.
23
24. 2. Institusionalisme
Adalah studi kebijakan berdasarkan pendekatan
formal terhadap peranan institusi pemerintahan yang
terkait dalam formulasi dan implementasi suatu
kebijakan.
Misalnya, dewan perwakilan rakyat, eksekutif, badan
peradilan dan partai-partai politik. Aspek-aspek
formal dari institusi-institusi tersebut mencakup
kewenangan hukum, peraturan prosedural, fungsi-
fungsi dan kegiatan-kegiatannya.
24
25. Institutional Economics melihat kebijakan ekonomi
menurut peranan pemerintah dalam mengatur
kehidupan perekonomian untuk mengoreksi
kelemahan mekanisme pasar.
Seperti pengendalian perbankan agar tidak
melakukan penyaluran kredit secara berlebihan
kepada masyarakat, karena penyaluran kredit
tersebut hanya berdasarkan permintaan semu.
25
26. 3. Group Theory
Adalah teori yang menganggap kebijakan publik
sebagai produk dari perjuangan kelompok.
Kebijakan publik merupakan titik equilibrium dalam
suatu perjuangan antar kelompok.
Penekanan pada bagaimana peranan political
interests group dalam proses formulasi dan
implementasi kebijakan.
26
27. 4. Political System Theory
Adalah teori yang menganggap kebijakan publik
sebagai respons sistem politik terhadap permintaan
yang muncul dalam masyarakat lingkungannya.
Input dari lingkungan berupa permintaan (demands)
dan dukungan (supports) lebih berbobot
kepentingan politik.
27
28. Dukungan ini dapat dalam bentuk kepatuhan
terhagap hukum, membayar pajak, memilih dalam
pemilu, dan sebagainya.
Selanjutnya, kebijakan (policy) dapat
mempengaruhi masyarakat dan pada gilirannya
akan mempengaruhi permintaan dan dukungan
baru terhadap para pembuat kebijakan.
28
29. Aliran & Jenis Kebijakan Publik
Riant Nugroho (2008) membagi Kebijakan Publik dlm dua
aliran:
1. Aliran Kontinental memandang bahwa kebijakan publik
adalah turunan dari hukum atau menyamakannya
dengan hukum. Segala tindakan pelayanan
pemerintah harus didahului dasar hukumnya yang
jelas.
2. Aliran Anglo Saxon melihat kebijakan publik turunan
dari politik-demokrasi, jadi merupakan interaksi antara
negara dg publik, jadi memungkinkan dilakukan
discrecy policy.
29
30. Jenis-jenis Kebijakan Publik menurut James E. Anderson
(1970):
1. Subtantive and Procedural Policies.
Subtantive Policy, adalah suatu kebijakan dilihat dari
subtansi masalah yang dihadapi oleh pemerintah.
Sedangkan Procedural Policy, adalah suatu kebijakan
dilihat dari pihak-pihak yang terlibat dalam
perumusannya (Policy Stakeholders).
30
31. 2. Distributive, Redistributive, and Regulatory Policies:
Distributive Policy , adalah suatu kebijakan yang
mengatur tentang pemberian pelayanan/keuntungan
kepada individu-individu, kelompok-kelompok, atau
perusahaan-perusahaan.
Redistributive Policy, adalah suatu kebijakan yang
mengatur tentang pemindahan alokasi kekayaan,
pemilikan, atau hak-hak.
Regulatory Policy, adalah suatu kebijakan yang
mengatur tentang pembatasan/ pelarangan terhadap
perbuatan/ tindakan.
31
32. 3. Material Policy: Suatu kebijakan yang mengatur
tentang pengalokasian/penyediaan sumber-sumber
material yang nyata bagi penerimanya.
4. Public Goods and Private Goods Policies: Public
Goods Policy, adalah suatu kebijakan yang mengatur
tentang penyediaan barang/pelayanan oleh
pemerintah, untuk kepentingan orang banyak.
Sedangkan Private Goods Policy, adalah suatu
kebijakan yang mengatur tentang penyediaan
barang/pelayanan oleh pihak swasta, untuk
kepentingan individu (perorangan) di pasar bebas,
dengan imbalan biaya tertentu.
32
33. Sistem, Proses, & Siklus Keb. Publik
A. Sistem Kebijakan Publik (Mustopadidjaja AR,
1988), adalah keseluruhan pola kelembagaan
dalam pembuatan kebijakan publik yang
melibatkan hubungan di antara 4 unsur, yaitu:
1. Masalah kebijakan publik,
2. Proses pembuatan,
3. Kebijakan publik, dan
4. Dampaknya terhadap kelompok sasaran
(target groups).
33
34. Dalam sistem Kebijakan Publik hal yg terlebih dahulu
dipahami salahsatunya adalah Agenda setting.
Agenda setting adalah Proses dimana keinginan-
keinginan dari berbagai kelompok dalam masyarakat
diterjemahkan ke dalam butir-butir kegiatan agar
mendapat perhatian serius dari pejabat-pejabat
pemerintah (Howeltt and Ramesh, 1995)
Ada dua macam Agenda Setting, yaitu:
1. Systemic Agenda dan
2. Governmental Agenda.
34
35. 1. Systemic Agenda terdiri atas isu-isu yang dipandang
oleh politisi sebagai suatu masalah yang pantas
mendapat perhatian dari pemerintah, karena
masalah tsb ada dalam kewenangan pemerintah.
2. Governmental Agenda, adalah serangkaian masalah
yg secara eksplisit memerlukan pertimbangan yg
serius dari pemerintah sebagai pembuat kebijakan.
35
36. Ada beberapa Kriteria isu yang bisa dijadikan agenda
kebijakan publik (Kimber, 1974; Salesbury 1976; Sandbach,
1980; Hogwood dan Gunn, 1986) diantaranya:
1. telah mencapai titik kritis tertentu; jika diabaikan, akan
menjadi ancaman yang serius;
2. telah mencapai tingkat partikularitas tertentu berdampak
dramatis;
3. menyangkut emosi tertentu dari sudut kepent. orang
banyak (umat manusia) dan mendapat dukungan media
massa;
4. menjangkau dampak yang amat luas ;
5. mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan dalam
masyarakat ;
6. menyangkut suatu persoalan yang fasionable (sulit
dijelaskan, tetapi mudah dirasakan kehadirannya)
36
37. B. Proses Kebijakan Publik, dikenal adanya unsur-unsur:
Input, Process, Output, Outcomes, Benefits, Impact.
Tjokroamidjojo dan Mustopadidjaja (1996 : 45),
mengatakan bahwa kebijakan publik terdiri dari tiga
tahap, yaitu :
1. Tahap perumusan dan penetapan kebijakan;
2. Tahap pelaksanaan kebijakan;
3. Tahap penilaian hasil kebijakan.
37
38. Proses Kebijakan Publik tersebut dimulai dengan:
1. Perumusan Kebijakan Publik.
Tahap ini mulai dari perumusan masalah sampai
dengan dipilihnya alternatif untuk direkomendasikan dan
disahkan oleh pejabat yang berwenang.
Menurut Michael (2003) ada lima hal yg harus
diperhatikan dlm membuat keputusan suatu kebijakan,
yaitu:
1) Recognition of rights for individuals: Keputusan
adalah pengakuan hak2 individu yg terlibat dalam
pengambilan keputusan.
38
39. 2) Consents of the people: Keputusan berhubungan dengan
orang2 atau rakyat yang memberi mandat;
3) Accountability of decision makers to the people: Pembuat
keputusan mempunyai kewajiban
mempertanggungjawabkan kepada rakyat yg memberi
mandat;
4) Representation: Keputusan hrs menjadi representasi dari
rakyat yang memberi mandat.
5) Formal processes to demarcate and limit the role of
decision maker: Keputusan hrs didasarkan pada proses
resmi yang memberikan batas2 kewenangan pada
pengambil keputusan.
39
40. Mengingat pentingnya fase ini, maka William
Dunn (1999) menyebutkan setidaknya ada empat
tahap dalam perumusan masalah, antara lain:
1. Problem search (pencarian masalah),
2. Problem definition (pendefinisian masalah),
3. Problem specification (menspesifikasi
masalah), dan
4. Problem sensing (pengenalan masalah).
40
41. Policy
Process
Public Problem
Public Demand
Policy Agenda
Policy Formulation:
Policy Analysis
Policy Decision
Policy Statement
Policy
Implementation
Policy Output
Policy Evaluation
Feedback
Tidak masuk dalam
Policy Agenda
Leave it alone
Tidak ada keputusan
kebijakan
Positive Action
a) Those who initiate and
maintain process
b) Effect on state of society
41
42. Bromley (1989 : 33) mengatakan bahwa tingkatan
kebijakan terdiri dari tiga tingkatan yaitu : (1) Policy level;
(2) Organizational level; (3) Operational level. Ketiga
tahapan tersebut sebagai berikut :
POLICY LEVEL
ORGANIZATIONAL LEVEL
OPERATIONAL LEVEL
INSTITUTIIONAL ARRANGEMENT
ORGANIZATIONAL ARRANGEMENT
PATTERNS OF INTERACTION
OUT COMES
ASSESMENT
42
43. Fase Karakteristik
Penyusunan
Agenda
Para pejabat yang dipilih atau diangkat mengidentifikasi
masalah dan menempatkannya pada agenda public.
Banyak masalah tidak disentuh sama sekali,
sementara lainnya ditunda untuk waktu lama.
Formulasi
Kebijakan
Para pejabat merumuskan alternative kebijakan untuk
mengatasi masalah.
Adopsi dan Pembuatan
Kebijakan
Alternative kebijakan yg diadopsi dengan dukungan atau
concensus dari mayoritas legislative, atau berdasarkan
keputusan peradilan.
Implementasi
Kebijakan
Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan dg
memobilisasi sumberdaya finansial dan sumberdaya
manusia.
Penilaian
Kebijakan
Institusi yang berwenang menentukan apakah kebijakan
yang dibuat sesuai ketentuan atau tidak
Fase-fase Dalam Proses Pembuatan Kebijakan dan
Karakteristiknya
43
44. Fase penyelesaian masalah terapan
(Phases of Applied Problem-Solving)
Tahapan dalam siklus kebijakan
(stages in policy cycle)
1. Pengenalan masalah (problem
recognition)
1. Penempatan agenda (agenda-
setting)
2. Usulan solusi (proposal of
solution)
2. Formulasi kebijakan (policy
formulation)
3. Pilihan solusi (choice of solution) 3. Pembuatan kebijakan (decision
making)
4. Menempatkan solusi menjadi efek
(putting solution into effect)
4. Implementasi kebijakan (policy
implementation)
5. Monitoring hasil-hasil (monitoring
result)
5. Evaluasi kebijakan (policy
evaluation)
Lima tahap dalam siklus kebijakan dan keterkaitannya
dengan penyelesaian masalah
44
46. SIKLUS KEBIJAKAN
(Lester and Stewart, 2000)
1.AGENDA
SETTING
2.FORMULASI
3.IMPLEMENTASI
4.EVALUASI
5.
PERUBAHAN
6.
PENCABUTAN
46
47. 2. Implementasi Kebijakan Publik.
Implementasi Kebijakan Publik merupakan sesuatu
yang penting, bahkan mungkin lebih penting
daripada pembuatan kebijakan.
Secara umum, tugas implementasi adalah
mengembangkan suatu struktur hubungan antara
tujuan kebijakan publik yang telah ditetapkan
dengan tindakan-tindakan pemerintah untuk
merealisasikan tujuan-tujuan tersebut yang berupa
hasil kebijakan (policy outcomes).
47
48. Salah satu ukuran keberhasilan suatu kebijakan
dapat dilihat pada tahap implementasi kebijakan itu
sendiri, karenanya implementasi kebijakan
merupakan aspek yang penting dari keseluruhan
proses kebijakan.
Hal ini ditegaskan pula oleh Udoji (1981 : 32) bahwa
the execution of policies is as important if not more
important than policy making. Policies will remain
dreams or blue prints file jackets unless they are
implemented.
Pelaksanaan kebijakan adalah suatu yang penting
bahkan mungkin jauh lebih penting dari pada
pembuatan kebijakan.
48
49. Implementasi kebijakan merupakan suatu proses
pelaksanaan yang di dalamnya ada interaksi antara tujuan
dan tindakan yang disiapkan serta melibatkan orang-
orang yang terkait dengan kebijakan tersebut.
Pressman dan Wildavsky (dalam Jones, 1984)
menyampaikan bahwa implementation may be viewed as
a process of interaction between the setting of goals and
the actions geared to achieving them.
Implementasi kebijakan adalah proses tindakan yang
dilakukan baik oleh individu maupun pejabat baik
kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada
tercapainya tujuan yang telah digariskan dalam keputusan
kebijakan
49
50. Kebijakan-kebijakan akan berupa impian saja atau
rencana bagus yang tersimpan rapih dalam arsip
kalau tidak diimplementasikan.
Van Meter dan Van Horn dalam Wahab (1997)
mengatakan those actions by public or private
individuals or groups that are directed at the
achievement of objectives set forth in prior policy
decisions.
Kenyataan menunjukan bahwa implementasi
kebijakan publik mengandung resiko kegagalan atau
tidak berhasil dalam mencapai tujuannya.
50
51. Dalam hal terjadi kegagalan (implementation gap),
maka perlu dikaji pada tahapan mana yang
mengalami kegagalan tersebut, apakah dalam tahap
perumusan kebijakan atau dalam tahap implementasi
kebijakan.
Implementation gap dapat juga diartikan sebagai
perbedaan antara apa yang diharapkan oleh
pembuat kebijakan dengan apa yang senyatanya
dicapai sebagai hasil atau prestasi dari pelaksanaan
kebijakan.
51
52. Besar kecilnya perbedaan tersebut sangat
tergantung kepada implentation capacity dari
organisasi atau orang yang dipercaya
mengimplementasikan kebijakan tersebut.
Walter Williams (dalam Wahab, 1997 : 61)
mengatakan bahwa implentation capacity adalah
kemampuan organisasi / aktor untuk melaksanakan
keputusan kebijakan (policy decision) sedemikian
rupa sehingga ada jaminan bahwa tujuan atau
sasaran kebijakan yang telah ditetapkan dalam
dokumen formal dapat dicapai.
52
53. Williams (dalam Jones, 1984 : 65) menjelaskan
bahwa The most pressing implementation problem is
that of moving from decision to operations in such a
way that what is put into place bears a reasonable
resemblance to the decision and the functioning well
in its institutional environment.
Hal yang paling penting dalam proses implementasi
adalah memindahkan suatu keputusan kedalam
bentuk operasional yang masuk akal dan
difungsionalkan dengan baik dalam lingkungan
lembaga itu.
53
54. Charles O. Jones (1984) menyampaikan bahwa
implementation is a process of getting additional
resources so as to figure out what is to be done and
highly interactive with prior policy activities
Pada prinsipnya bahwa implementasi kebijakan
memberi dasar konsepsi kepada aktivitas fungsional
suatu organisasi, interpretasi dan aplikasi, yang
beranggapan bahwa implementasi sebagai langkah
yang dinamik memerlukan usaha untuk mencari apa
yang akan dan dapat dilaksanakan.
54
55. Ada beberapa faktor yang menyebabkan
keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan,
(Edwards III, 1980) yaitu :
1) Komunikasi;
2) Sumber daya;
3) Disposisi atau sikap pelaksana ; dan
4) Struktur birokrasi.
55
56. Ada Tiga bentuk implementasi kebijakan publik
(Mustopadidjaja AR, 1988), yaitu:
1) Kebijakan langsung, yaitu kebijakan yang
pelaksanaannya dilakukan oleh pemerintah
sendiri.
2) Kebijakan tidak langsung, yaitu kebijakan yang
pelaksanannya tidak dilakukan oleh pemerintah.
Dengan demikian, dalam hal ini pemerintah
hanya mengatur saja.
3) Kebijakan campuran, yaitu kebijakan yang
pelaksanaannya dilakukan oleh pemerintah dan
bukan pemerintah (swasta).
56
57. Ada beberapa pertanyaan dalam implementasi adalah:
1) Bagaimana cara kebijakan diimplementasikan?
2) Siapa saja yang dilibatkan dalam proses
implementasi tersebut?
3) Bagaimana interaksi diantara yg terlibat dlm
implementasi itu?
4) Siapa yang secara formal diberi wewenang
mengimplementasikan kebijakan dan siapa yang
informal lebih berkuasa dan mengapa?
57
58. 5) Bagaimana cara kerja birokrasi pusat dan daerah yang
terlibat dalam implementasi kebijakan/program.
6) Bagaimana cara atasan mengawasi bawahan dan
bagaimana mengkoordinasikannya?
7) Bagaimana tanggapan target groups terhadap
kebijakan tersebut?
58
59. C. Monitoring Kebijakan Publik
Monitoring adalah kegiatan pengawasan terhadap
implementasi kebijakan yang meliputi keterkaitan
antara implementasi dan hasil-hasilnya (out-comes)
(Hogwood and Gunn, 1989).
William N. Dunn (1994), menjelaskan bahwa
monitoring mempunyai beberapa tujuan, yaitu:
1) Compliance (kesesuaian/kepatuhan) Menentukan
apakah implementasi kebijakan tersebut sesuai
dengan standard dan prosedur yang telah
ditentukan.
59
60. 2) Auditing (pemeriksaan), menentukan apakah
sumber-sumber/pelayanan kepada kelompok
sasaran (target groups) memang benar-benar
sampai kepada mereka.
3) Accounting (Akuntansi), menentukan perubahan
sosial dan ekonomi apa saja yang terjadi setelah
implementasi sejumlah kebijakan publik dari waktu
ke waktu.
4) Explanation (Penjelasan), menjelaskan mengenai
hasil-hasil kebijakan publik berbeda dengan tujuan
kebijakan publik.
60
61. D. Evaluasi Kebijakan Publik
Evaluasi kebijakan sebagai suatu pengkajian secara
sistematik dan empiris terhadap akibat-akibat dari suatu
kebijakan dan program pemerintah yang sedang berjalan dan
kesesuaiannya dengan tujuan-tujuan yang hendak dicapai
oleh kebijakan tersebut.
Kesulitan dalam evaluasi kebijakan, antara lain adalah
tujuan-tujuan dalam kebijakan publik jarang dilakukan (ditulis)
secara cukup jelas, dalam artyi seberapa jauh tujuan-tujuan
kebijakan publik itu harus dicapai. Pengembangan ukuran-
ukuran yang tepat dan dapat diterima semua pihak sangat
sulit dilakukan (Howlett dan Ramesh,1995)
61
62. Kreteria Melakukan Evaluasi Kebijakn Publik
(William M. Dunn, 1994:405)
• Effectiveness: Informasi sejauhmana pencapaian
hasil yang dikehendaki;
• Efficiency: berhubungan dengan perhitungan;
banyaknya kesempatan dalam pencapaian hasil;
• Adequacy: Pencapaian hasil dihubungkan dengan
pemecahan masalah yang dihadapi;
• Equity: Mengukur keadilan diantara kelompok2 yang
terlibat;
• Responsiveness: Melihat kepuasan yang dirasakan
oleh kelompok2 tersebut;
• Appropriateness: Mempelajasi apakah hasil yang
dicapai betul2 bermanfaat.
62
63. Howlett dan Ramesh (1995), mengemukakan bbrp bentuk
evaluasi kebijakan, yaitu :
a. Administrasi Evaluation (evaluasi Administratif). Evaluasi
administratif pada umumnya dibatasi pada pengkajian
tentang efisiensi penyampaian pelayanan pemerintah dan
penentuan, apakah penggunaan dana oleh pemerintah
sesuai dengan tujuan yang telah dicapai.
b. Judicial Evaluation (Evaluasi Yudisial). Evaluasi yudisial
mengadakan pengkajian apakah kebijakan yang dibuat
pemerintah telah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan, apakah tidak melanggar HAM dan hak-hak
individu.
c. Political Evaluation (Evaluasi Politis). Evaluasi politis masuk
dalam proses kebijakan hanya pada waktu-waktu tertentu.
Misalnya, pemilihan umum.
63
64. Beberapa Bentuk Evaluasi Administratif, yaitu:
1) Effort Evaluation. Effort evaluation bertujuan untuk
mengukur kuantitas inputs (masukan) program, yaitu
kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan.
Inputs itu adalah personil, ruang kantor, komunikasi,
transportasi,dan lain-lain, yang dihitung berdasarkan
biaya yang digunakan.
2) Performance evaluation. Performance evaluation
mengkaji ouputs program. Contoh, outputs rumah
sakit : tempat tidur yang tersedia, jumlah pasien.
64
65. 3) Effectiveness Evaluation. Effectiveness evaluation
bertujuan untuk menilai apakah program telah
dilaksanakan, kemudian diadakan perbandingan
kesesuaian antara pelaksanaan program dengan
tujuan kebijakan.
4) Process evaluation. Process evaluation mengkaji
peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur operasi
organisasi yang digunakan dalam penyampaian
program.
65
66. N Kriteria Pertanyaan Keterangan
1
.
Efektivitas
(Effectiveness)
Apakah hasil yang
diinginkan telah tercapai
Berkenaan dengan apakah kebijakan mencapai hasil
(akibat) yang diharapkan atau mencapai tujuan dari
diadakannya tindakan.
Efektifitas berhubungan dengan rasionalitas teknis,
diukur dari unit produk atau layanan atau nilai
moneternya.
2
.
Efisiensi
(Efficiency)
Seberapa banyak usaha
yang diperlukan untuk
mencapai hasil yang
diinginkan?
Berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk
menghasilkan tingkat efektivitas tertentu.
Efisiensi sinonim dari rasionalitas ekonomis, merupakan
hubungan antar efektivitas dan usaha.
3
.
Kecukupan
(Adequacy)
Seberapa jauh pencapaian
hasil yang diinginkan ?
Berkenaan dengan seberapa jauh suatu tingkat
efektifitas memuaskan kebutuhan, nilai, atau
kesempatan yang menumbuhkan adanya masalah.
4
.
Kesamaan
(Equity)
Apakah biaya dan manfaat
distribusikan secara
merata kepada kelompok-
kelompok yang berbeda?
Berhubungan dengan rasionalitas legal dan social dan
menunjuk pada distribusi akibat dan usaha antara
kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat.
5
.
Responsivitas
(Responsiveness)
Apakah hasil kebijakan
memuaskan kebutuhan,
preferensi atau nilai
kelompok-kelompok
tertentu?
Berkenaan dengan seberapa jauh suatu kebijakan dapat
memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai kelompok-
kelompok masyarajat tertentu.
6
.
Ketetapan
(Appropriateness)
Apakah hasil (tujuan) yang
dinginkan benar-benar
berguna atau bernilai?
Berhubungan dengan rasionalitas substantive dan tidak
berkenaan dengan satuan criteria secara individual
tetapi dua atau lebih criteria secara bersama-sama.
Kriteria Evaluasi Kebijakan
66
67. RUANG LINGKUP DAN
LINGKUNGAN KEBIJAKAN PUBLIK
Luasnya ruang lingkup kebijakan publik
dikemukakan antara lain oleh Dye (1992:2) sbb:
Public policy may deal with a wide variety of
substantive areas: defense, energy, environment,
foreign affairs, education, welafare, police, highway
texation, housing, social security, health, economic,
opportunity, urban development, inflation and
recession, and so on.
67
68. Ruang Lingkup Kebijakan Publik Di Indonesia
a. Lingkup Nasional, Kebijakan Nasional, kebijakan
negara yg bersifat fundamental dan strategis dlm
pencapaian tujuan nasional / negara. Kebijakan
Umum, adalah kebijakan Presiden sbg pelaksana
UUD, TAP MPR, UU, untuk mencapai tujuan
nasional. Kebijakan Pelaksanaan, adalah
merupakan penjabaran dari kebijakan umum sbg
strategi pelaksanaan tugas di bidang tertentu
(LAN-RI (1997)
68
69. b. Lingkup Wilayah Daerah, Kebijakan Umum Daerah,
adalah kebijakan pemerintah daerah sebagai pelaksana
azas desentralisasi dalam rangka mengatur urusan
Rumah Tangga Daerah. Kebijakan Pelaksanaan, baik
pelaksanaan desentralisasi, dekonsentrasi, maupun
medebewind.
69
70. Lingkungan Kebijakan Publik
Lingkungan ini dianggap paling formally structured,
terpusat pada mekanisme resmi pembuatan keputusan
kebijakan.
Aktor/pelaku utama adalah para pembuat keputusan
kebijakan yang menduduki posisi penting dalam
pemerintahan yang mempunyai kewenangan dalam
penentuan prioritas dan alokasi sumber daya
70
71. Kondisi Obyektif
External:
Lemahnya networking & loby internasional.
Perubahan konstelasi politik internasional
Internal:
Political distrust berimbas pada social distrust.
Lack of strong and decisive leadership.
Belum selesainya nafsu merebut kekuasaan
pada tataran elit tertentu.
Rendahnya pemahaman elit pada makna
kompetisi politik & demokrasi.
Masalah Sumber Daya Manusia.
71
73. Beberapa Faktor Yang Berpengaruh Terhadap
Kebijakan Publik
1) Faktor Politik
2) Faktor Ekonomi/Finansial
3) Faktor Administratif/Organisatoris
4) Faktor teknologi
5) Faktor Sosial, Budaya, dan Agama
6) Faktor Pertahanan dan Keamanan
7) SDM.
73
74. Implikasi kebijkan publik dari pendapat Dye
Pemerintah (government) merupakan badan
pembuat kebijakan public.
Jadi keputusan-keputusan (decisions) yang dibuat
oleh perusahaan swasta, organisasi sosial, kelompok
kepentingan (interest group), individu-individu dan
kelompok-kelompok sosial lainnya bukanlah
merupakan kebijakan publik.
kebijakan public meliputi keputusan (choices)
mendasar dari pemerintah untuk melakukan sesuatu
atau tidak melakukan apa-apa (do nothing).
74
75. Budiman Rusli (2013: 135)
• Pemerintah tidak mengerjakan sesuatu apapun yg
tdk termasuk dalam katagori kebijakan, karena hal itu
merupakan sebuah keputusan.
• Biasanya pertimbangan yg digunakan adalah
dampak yang lebih buruk akan muncul jika
keputusan diambil.
• Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa kebijakan
publik sangat dominan dipengaruhi oleh lingkungan
kebijakan (policy environment).
75
76. Memperhatikan bbrp konsep Kebijakan Publik, dpt
dikatakan bahwa:
Kebijakan Publik adalah kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah khususnya, dan lembaga-lembaga publik
umumnya, untuk memenuhi kepentingan publik
(Saefullah, 2005:3).
Analisis kebijakan publik adalah proses formulasi
berbagai alternatif kebijakan publik dan keputusan
pemilihan alternatif yang terbaik.
76
77. Kebijakan publik adalah keputusan atau aksi
bersama yang dibuat oleh pemilik wewenang
(pemerintah);
Kebijakan publik berorientasi pada kepentingan
publik dengan dipertimbangkan secara matang
terlebih dahulu baik buruknya dampak yang
ditimbulkan;
Kebijakan publik untuk melakukan sesuatu atau
tidak melakukan sesuatu;
Kebijakan publik adalah aksi pemerintah dalam
mengatasi masalah dengan memperhatikan untuk
siapa, untuk apa, kapan, dan bagaimana
77
78. Partisipasi Masyarakat Dalam Kebijakan Publik
(Budiman Rusli, 2014)
Dalam masyarakat modern, partisipasi
masyarakat dalam politik dan urusan
pemerintahan sudah menjadi bagian kehidupan
bermasyarakat.
Rakyat telah menyadari bahwa urusan
pemerintahan bukan urusan orang lain tetapi
juga urusan mereka, karena mereka turut
memilih para wakil rakyat (untuk legislatif) dan
juga memilih kepala daerah (dalam Pilkada
langsung).
78
79. Partisipasi masyarakat dalam proses perumusan,
implementasi, dan evaluasi kebijakan sangat
dibutuhkan agar mereka dapat memperjuangkan
aspirasinya dan menuntut haknya secara
proporsional agar tidak dirugikan sesuai dengan
aturan yang berlaku, artinya tidak memaksakan
kehendak apalagi bertindak anarkis.
79
80. Di banyak negara berkembang partisipasi
masyarakat dalam proses kebijakan publik hanya
bersifat pasif, namun dalam perkembangannya,
terutama di Indonesia masyarakat mengalami
kemajuan pesat, mereka sangat sensitif dan reaktif
serta aktif mengkritisi kebijakan publik.
Partisipasi politik masyarakat dalam proses
kebijakan ,tujuannya jelas mempengaruhi kebijakan
pemerintah agar tidak menimbulkan akibat buruk
terhadap kehidupan dirinya, keluarga atau
kelompoknya.
80
81. Partisipasi masyarakat dapat bersifat positif seperti
menjadi konstituen dalam pemilu, mentaati aturan
dan anjuran pemerintah, mendukung program-
program pemerintah.
Bersifat negatif, dengan cara melakukan penolakan
atau pembangkangan terhadap kebijakan yang
telah disahkan dengan cara demonstratif
menggalang massa melakukan tindakan
pengrusakan dan anarkhis.
81
82. Dengan adanya pemahan tentang arti dan
pentingya kebijakan publik hasil analisis, diharapkan
dapat menghindari setiap tindakan yang
menimbulkan kerusakan, artinya reaksi penolakan
dapat dilakukan secara konstitusional dengan
melibatkan DPRD, atau berdialog langsung dengan
aparat pemerintah.
Jika partisipasi masyarakat terwujud seperti ini,
maka ini menunjukkan bahwa demokasi di
Indonesia telah berjalan dengan baik.
82
83. Keputusan kebijakan seringkali diambil oleh
sekumpulan aktor. Dengan demikian kebijakan bukan
saja merupakan multiple decisions (keputusan
jamak), tetapi suatu multiple decisions yang dibuat
oleh multiple decisions makers yg terpisah-pisah yg
tersebar di dalam organisasi pemerintah yang
kompleks.
Anderson menekankan pada keterkaitan antara
tindakan dan persepsi pemerintah mengenai
keberadaan problem atau perhatian yang
membutuhkan tindakan.
83
84. Beberapa Masalah Dalam Kebujakan Publik
Kebijakan Publik adalah kebijakan yang dibuat oleh pemerintah
khususnya dan lembaga-lembaga publik umumnya, untuk
memenuhi kepentingan publik (Saefullah, 2005:3). Namun
demikian ada persoalan krusial dalam tingkatan perumusan dan
pelaksanaannya, yaitu:
1. Informasi yang tidak akurat tentang masalah yang dihadapi.
2. Perbedaan pendapat antar orang-orang yang terlibat dalam
perumusan dan implementasi kebijakan publik tersebut.
3. Political constraints.
4. Economic constraints.
5. Kompetensi SDM
84
85. Terdapat tiga kelas masalah kebijakan, yaitu:
1. Masalah yang sederhana (well-structured problems),
2. Masalah yang agak sederhana (moderately structured
problems) dan
3. Masalah yang rumit (ill-structured problems).
Struktur dari masing-masing kelas ini ditentukan oleh
tingkat kompleksitasnya, yaitu, derajat seberapa jauh
suatu masalah merupakan sistem permasalahan yang
saling tergantung (Dunn, 1992:101).
85
86. • Masalah yang sederhana (well-structured problems) adalah
masalah yang melibatkan satu atau beberapa pembuat
keputusan dan seperangkat kecil alternatif-alternatif
kebijakan.
• Masalah yang agak sederhana (Moderately structured
problems) adalah masalah-masalah yang melibatkan satu
atau beberapa pembuat keputusan dan sejumlah alternatif
yang secara relatif terbatas.
• Masalah yang rumit (Ill-structured problems) adalah
masalah-masalah yang mengikutsertakan banyak pembuat
keputusan yang utilitas (nilai)nya tidak diketahui atau tidak
mungkin untuk diurutkan secara konsisten.
86
87. Untuk mengatasi masalah Kebijakan Publik Robert B.
Seidman, dan Nalin Abeysekere (1999) merancang metode
ROCCIPI.
1. Rule (peraturan)
Peraturan dimaksudkan untuk mengatur segala perilaku
manusia. Masalah publik dapat muncul jika:
• Bahasa yang digunakan dalam peraturan, kadang
rancu, bisa multi tafsir.
• Beberapa peraturan berpeluang menyebabkan perilaku
bermasalah dan tidak transparan.
• Peraturan memberikan wewenang berlebih pada
pelaksana untuk bertindak represif.
87
88. 2. Opportunity (kesempatan)
• Perilaku menyimpang punya korelasi dengan
adanya kesempatan.
• Lingkungan menjadi faktor yang dominan
penyebab perilaku menyimpang.
88
89. 3. Capacity (kemampuan)
• Setiap individu mempunyai kemampuan yang
berbeda.
• Perbedaan kemampuan bisa menimbulkan
perbedaan persepsi.
• Perbedaan persepsi menimbulkan perbedaan
perilaku
89
90. 4. Communication (komunikasi)
• Munculnya perilaku bermasalah diakibatkan
ketidaktahuan masyarakat tentang suatu
peraturan.
• Ketidaktahuan tersebut dipicu oleh
komunikasi yang tidak berjalan dengan baik
(miss-communication).
• Permasalahan komunikasi sebenarnya
merupakan permasalahan klasik terutama di
negera pluralis.
90
91. 5. Interest (kepentingan)
• Kepentingan pada umumnya akan mendorong
seseorang atau kelompok untuk perilaku.
• Semakin tinggi kepentingan perilaku semakin
tidak terkontrol.
91
92. 6. Process (proses)
• Proses merupakan sebuah instrumen yang
digunakan baik dalam membuat ekbijakan
maupun dalam menemukan perilaku
bermasalah.
92
93. 7. Ideology (nilai dan / atau sikap)
• Sekumpulan nilai yang dianut oleh suatu
masyarakat untuk merasa, berpikir, dan
bertindak.
• Suatu nilai yang berlaku dalam masyarakat
merupakan hasil kesepakatan bersama
dalam sebuah kelompok.
• Dalam masyarakat yang heterogen
kemungkinan terjadinya konflik sangat besar,
karena disebabkan perbedaan nilai.
93
94. Menurut Theodore J. Lowi (1972), masalah publik
dapat dibedakan menjadi masalah prosedural dan
masalah substantif.
• Masalah prosedural berhubungan dengan cara
pemerintah diorganisasikan dan cara pemerintah
melakukan tugas-tugasnya, sedangkan masalah
substantif berkaitan dengan akibat-akibat nyata dari
kegiatan manusia.
• Masalah distributif, masalah regulasi dan masalah
redistributif.
94