Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Materi i teknik mesin m6 kb4
1. i
No Kode: DAR@/Profesional/1/4/2019
PENDALAMAN MATERI TEKNIK MESIN
MODUL 6: FABRIKASI LOGAM DAN MANUFAKTUR
KEGIATAN BELAJAR 4
PENGUJIAN MUTU SAMBUNGAN
Nama Penulis:
Didik Nurhadiyanto
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
2019
2. ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
DAFTAR ISI ii
A. PENDAHULUAN 1
1. Deskripsi Singkat 1
2. Relevansi 1
3. Panduan Belajar 1
B. INTI 2
1. Capaian Pembelajaran 2
2. Sub Capaian Pembelajaran 2
3. Pokok-pokok Materi 2
4. Uraian Materi 2
a. Pemeriksaan Dasar Komponen dan Pengendalian Mutu Sambungan
Sekrup 2
b. Pemeriksaan Dasar Komponen dan Pengendalian Mutu Sambungan
Keling 7
c. Pemeriksaan Dasar Komponen dan Pengendalian Mutu Sambungan
Solder 14
d. Pemeriksaan Dasar Komponen dan Pengendalian Mutu Sambungan Las
Titik 18
5. Forum Diskusi 22
C. PENUTUP 23
1. Rangkuman 23
2. Tes Formatif 24
TES SUMATIF 28
DAFTAR PUSTAKA 35
KUNCI JAWABAN TES FORMATIF KB 1 36
KUNCI JAWABAN TES FORMATIF KB 2 36
KUNCI JAWABAN TES FORMATIF KB 3 36
KUNCI JAWABAN TES FORMATIF KB 4 37
KUNCI JAWABAN TES SUMATIF 37
3. 1
A. PENDAHULUAN
1 Deskripsi Singkat
Modul pada kegiatan belajar ini mempelajari pemeriksaan dasar komponen dan
pengendalian mutu. Setelah mempelajari kegiatan belajar ini peserta dapat memahami
sambungan yang layak dan tidak layak serta dapat merencanakan dasar statistik
pengendalian mutu. Kompetensi diperlukan sebagai guru pada program keahlian
teknik mesin.
2 Relevansi
Kedalaman materi modul ini setara dengan KKNI level 5. Capaian pembelajaran
modul dalam lingkup pengetahuan dan ketrampilan PPG Vokasi Teknik Mesin yang
relevan dengan struktur kurikulum SMK. Kegiatan-kegiatan belajar yang disajikan
relevan dengan kompetensi inti dan kompetensi dasar bidang keahlian teknologi dan
rekayasa, program keahlian teknik mesin. Dengan dikuasainya materi pengujian mutu
sambungan maka cukup signifikan dengan pekerjaan di industri bidang fabrikasi
logam dan manufaktur.
3 Panduan Belajar
Proses pembelajaran materi pengujian mutu sambungan yang sedang diikuti sekarang
ini, dapat berjalan dengan lebih lancar bila Anda mengikuti langkah-langkah belajar
sebagai berikut :
a. Bacalah dan pahami capaian pembelajaran dan sub capaian pembelajaran kemudian
catat bagian yang belum Anda kuasai dan yang sudah Anda kuasai.
b. Bacalah uraian materi pada bagian yang belum Anda kuasai dan apabila belum
cukup dapat ditambah dengan sumber belajar lain dari buku bacaan di daftar
pustaka. Lakukan kajian terhadap pengujian mutu sambungan yang meliputi
pemeriksaan dasar sambungan dan statistik pengendalian mutu dan yang telah
dilakukan di tempat kerja Anda.
c. Setelah Anda menguasai semua tugas dan tes formatif pada keempat kegiatan
belajar, silahkan Anda lanjutkan dengan mengerjakan tugas akhir dan tes akhir.
4. 2
B. INTI
1. Capaian Pembelajaran
Setelah mempelajari kegiatan belajar 3 ini, Anda peserta PPG akan mampu menganalisis
dan menerapkan pengujian mutu sambungan
2. Sub Capaian Pembelajaran
Setelah melakukan kegiatan belajar pengujian mutu sambungan peserta PPG akan mampu
a. Menganalisis pemeriksaan dasar komponen sambungan dan statistik pengendalian
mutu
b. Menerapkan pemeriksaan dasar komponen sambungan dan statistik pengendalian mutu
3. Pokok-pokok Materi
a. Pemeriksaan Dasar Komponen dan Pengendalian Mutu Sambungan Sekrup
b. Pemeriksaan Dasar Komponen dan Pengendalian Mutu Sambungan Keling
c. Pemeriksaan Dasar Komponen dan Pengendalian Mutu Sambungan Solder
d. Pemeriksaan Dasar Komponen dan Pengendalian Mutu Sambungan Las Titik
4. Uraian Materi
Pemeriksaan dasar komponen sambungan merupakan serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh pemeriksa terhadap sambungan mengenai pemenuhan persyaratan teknis.
Sementara itu pengujian sambungan merupakan serangkaian kegiatan menguji dan/atau
memeriksa bagian-bagian sambungan dalam rangka pemenuhan terhadap persyaratan
teknis.
a. Pemeriksaan Dasar Komponen dan Pengendalian Mutu Sambungan Sekrup
Struktur sambungan batang tarik baja memiliki kapasitas dengan macam-macam tipe
kegagalan. Kapasitas sambungan batang tarik baja dapat ditentukan melalui analisis
kapasitas dan kegagalan sambungan. Pada analisis kapasitas dan kegagalan sambungan
batang tarik baja, kapasitas sambungan batang tarik baja yang ditentukan dihasilkan
berdasarkan banyak parameter struktur diantaranya profil dan mutu batang tarik, tebal dan
mutu pelat penyambung, dan terakhir tebal dan mutu baut sambungan. Kapasitas
sambungan batang tarik baja hasil analisis kapasitas dan kegagalan sambungan seringkali
memiliki nilai yang lebih rendah dari kapasitas sambungan dalam kondisi riil.
5. 3
Untuk menguji momen torsi baut bisa menggunakan kunci torsi untuk
mengencangkan baut yang memiliki nilai momen torsi dengan kapasitas tertentu. Kunci
torsi dapat berupa kunci torsi manual, pneumatik, hidrolik atau elektrik untuk
mengencangkan baut dengan kapasitas yang sesuai. Gambar 4.1 menunjukkan kunci tordi
tipe manual dan tipe mekanis.
Gambar 4.1. Kunci torsi tipe manual dan tipe mekanis
Alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan hubungan antar besarnya momen torsi
yang diaplikasikan pada baut dengan gaya tarik yang terjadi pada baut. Gambar 4.2.
menunjukkan alat kalibrasi gaya tarik baut dan adaptor. Alat kalibrasi berupa alat ukur
yang menggunakan prinsip load cell hidrolik dan dilengkapi dengan manometer untuk
menunjukkan gaya dan telah terkalibrasi dalam waktu satu tahun.
Gambar 4.2. Contoh alat kalibrasi gaya tarik baut dan adaptor
6. 4
Untuk melakukan contoh pengujian baut dilakukan beberapa hal sebagai berikut.
1) Baut yang digunakan harus dalam kondisi bersih dan tidak berkarat.
2) Pengambilan contoh uji dilakukan secara acak dengan jumlah minimum sebanyak 3
buah untuk setiap jenis dan setiap ukuran baut dalam satu slot.
3) Periksa ring baut yang digunakan memiliki lubang dengan diameter maksimum 1,6
mm lebih besar dari diameter baut yang akan diuji.
4) Baut, ring baut dan mur yang diuji diperlakukan sama dengan baut yang akan dipasang
pada struktur. Apabila baut menggunakan pelumas pada pemasangan struktur, maka
baut pada pengujian harus diberi pelumas.
5) Benda uji yang telah diuji tidak boleh diuji kembali atau dipasang pada struktur
Sementara itu prosedur pengukuran dan pengujian baut adalah mengikuti langkah-
langkah sebagai berikut.
1) Ukur diameter badan baut, panjang baut total dan panjang baut termasuk ring baut
dengan menyisakan 3 sampai 5 ulir penuh untuk menentukan adaptor.
2) Pasang adaptor pada alat kalibrasi. Adaptor yang dipasang maksimum dua buah yan
diletakkan di dua sisi yaitu kepala baut dan mur.
3) Pasang baut, ring baut dan mur pada alat kalibrasi dengan ring baut dipasang pada
bagian yang diputar. Ring baut yang dipasang untuk menghindari friksi antara kepala
baut atau mur terhadap muka bidang alat kalibrasi dan maksimum sebanayk dua buah
yang diletakkan di dua sisi seperti pada Gambar 4.3.
4) Lakukan percobaan awal apabila data nilai momen torsi dari produsen baut tidak
tersedia. Percobaan awal perlu dilakukan dalam rangka mendapatkan nilai momen torsi
yang diperlukan untuk memperoleh nilai kekencangan (gaya tarik) yang harus dicapai.
Data tersebut dicatat dalam suatu lembar yang terpisah.
5) Tetapkan nilai torsi kemudian atur kunci torsi pada nilai momen torsi tersebut (dari
hasil percobaan awal atau data produsen baut) kemudian lakukan pengencangan baut.
Pengencangan harus dilakukan sekali secara terus menerus tanpa hentakan hingga nilai
momen torsi tercapai.
6) Baca dan catat nilai gaya tarik yang tercapai dari proses pengencangan dengan nilai
momen torsi pada butir 5).
7) Hentikan engujian apabila gaya tarik yang diperoleh sama atau lebih besar dari nilai
gaya tarik minimum yang disyaratkan (+5% dari nilai yang disyaratkan).
7. 5
8) Gaya tarik minimum dapat dihitung sebesar 0,7 tegangan tarik putus dikalikan luas
penampang baut. Untuk tipe baut tertentu, gaya tarik maksimum dan gaya tarik
minimum dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2. Luas penampang baut dapat
dihitung dari diameter nominal baut (luas penampang lingkaran).
9) Jumlah benda uji minimum dalam satu kali pengujian adalah 3 (tiga) buah benda uji.
10) Nilai pengencangan yang ditetapkan adalah rata-rata dari nilai momen torsi yang
diterima untuk mencapai gaya tarik baut (kekencangan) yang disyaratkan.
11) Apabila perbedaan gaya tarik baut yang dihasilkan dari satu nilai momen torsi yang
sama melebihi 10%, maka hasil pengujian tersebut harus diabaikan dan melakukan
pengujian dengan benda uji yang baru.
Gambar 4.3. Pemasangan baut pada alat kalibrasi
Tabel 4.1. Gaya tarik maksimum dan minimum baut A325 dan grade 8.8
8. 6
Tabel 4.2. Gaya tarik maksimum dan minimum baut A490 dan grade 10.9
Pada saat data teknis baut dan produsen tidak tersedia sebagaimana pada Tabel 4.1
dan Tabel 4.1, maka nilai gaya tarik maksimum dan gaya tarik minimum diperoleh dari
hasil pengujian untuk setiap kelas dan diameter baut yang digunakan.
Untuk urusan pelaporan pengujian maka setelah selesai pengujian harus dicatat
antara lain sebagai berikut.
1) Catat nama produsen baut yang memproduksi baut dan nomor batch
2) Catat jenis ukuran baut yang diuji
3) Catat ukuran diameter badan baut dan panjang baut
4) Catat tanggal benda uji yang diterima dan diuji
5) Catat nilai torsi dan nilai gaya tarik yang terjadi
6) Hitung dan catat rata-rata nilai torsi
Berdasarkan jenis pembebanan yang terjadi pada baut, maka kerusakan yang
mungkin terjadi tergantung dari jenis pembebanan yang dominan. Jenis-jenis pembebanan
yang bisa terjadi pada baut antara lain beban tarik, beban puntir, beban geser dan ulir baut
terkena beban geser. Gambar 4.4 menunjukkan berbagai kerusakan baut karena beban
seperti disebutkan di atas.
(1) beban tarik (2) beban puntir
9. 7
(3) beban geser (4) ulir baut terkena geser
Gambar 4.4. Kerusakan baut karena beberapa beban
Kerusakan baut karena beban tarik maka pada baut akan terjadi putus seperti terlihat
pada Gambar 4.4(1). Luas penampang baut akan mengecil terlebih dahulu seperti pada uji
tarik bahan elastis. Kerusakan tidak terjadi pada ulir baut, namun kerusakan terjadi pada
batang baut.
Kerusakan baut karena beban puntir terjadi pada batang baut seperti pada beban
tarik. Namun kerusakan di sini terjadi karena beban terkena tegangan geser karena beban
puntir yang terjadi pada batan baut. Tidak terjadi kerusakan pada ulir baut. Bentuk
kerusakan yang terjadi seperti batang yang diberi beban puntir. Kerusakan dimulai dari
diameter terluar baut kemudian merambat ke dalam batang, lihar Gambar 4.4(2).
Kerusakan baut karena beban geser terjadi karena beban geser murni. Jenis
kerusakan yang terjadi karena terjadi pergeseran batang baut seperti terlihat pada Gambar
4.4(3). Dalam hal ini juga tidak terdapat kerusakan pada ulir.
Kerusakan baut karena ulir baut terkena geser terlihat pada Gambar 4.4(4).
Kerusakan yang terjadi hanya pada ulirnya karena kesalahan penguliran. Batang baut tidak
terjadi kerusakan. Biasanya kerusakan ini terjadi karena beban penguliran yang terlalu
besar atau pemasangan mur yang tidak pas.
b. Pemeriksaan Dasar Komponen dan Pengendalian Mutu Sambungan Keling
Sambungan keling untuk menyambungkan dua buah pelat atau lebih. Untuk menjaga
kualitas sambungan maka harus memperhatikan beberapa persyaratan. Hal-hal yang harus
diperhatikan saat proses pengelingan agar diperoleh hasil pengelingan yang baik antara
lain sebagai berikut.
– Gaya Penekanan harus sesuai dengan kebutuhan
10. 8
– Menggunakan alat yang tepat
– Lubang pengelingan harus tegak lurus dengan permukaan, sesuai dan sesumbu dengan
diameter paku keling.
– Proses pembentukan kepala keling harus sesumbu dengan lubang dan paku keling
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan sambungan keling perlu kita
sampaikan dalam modul ini.
1) Sambungan pada bagian tekukan
Bagian tekukan adalah bagian kritis pada sambungan keling. Jarak paku keling harus
agak jauh dari tekukan agar kuat menahan beban dan mudah dalam proses
pengelingan. Gambar 4.5 menunjukkan sambungan yang benar dan salah untuk
sambungan pada tekukan.
a) Jarak yang salah (b) Jarak yang benar
Gambar 4.5. Sambungan pada tekukan
2) Sambungan pada permukaan miring
Permukaan bagian yang miring harus diratakan atau dibut sejajar agar ikatan dapat
merata. Gambar 4.6 menunjukkan sambungan pada bidang miring yang benar dan
yang salah.
a) pengelingan yang salah (b) pengelingan yang benar
Gambar 4.6. Sambungan pada permukaan miring
11. 9
3) Sambungan berimpit
Jarak paku keling dengan tepi pelat tidak terlalu pendek. Sebaiknya jarak tersebut 2
kali diameter paku keling agar pelat tidak mudah sobek. Gambar 4.7 jarak paku keling
dari tepi untuk sambungan berimpit.
a) jarak yang salah (b) jarak yang benar
Gambar 4.7. Sambungan berimpit
4) Sambungan pada dua pelat dengan ketebalan berbeda
Kepala pembentukan harus diletakkan pada permukaan pelat yang lebih tebal untuk
menghindari kerusakan. Gambar 4.8 menunjukan pemasangan sambungan pada dua
pelat dengan ketebalan berbeda.
a) pemasangan yang salah (b) pemasangan yang benar
Gambar 4.8. Sambungan berimpit
5) Sambungan pada bagian yang lunak
Antara kepala keling dan permukaan bagian yang lunak diberi ring flat, agar tidak
rusak akibat pembentukan kepala. Gambar 4.9 menunjukkan pemasangan sambungan
pada bagian yang lunak.
12. 10
a) pemasangan yang salah (b) pemasangan yang benar
Gambar 4.9. Sambungan pada bagian yang lunak
6) Sambungan baris majemuk
Jarak sumbu pengelingan jangan terlalu dekat, sebaiknya 3 kali diameter paku keling.
Gambar 4.10 menunjukkan sambungan baris majemuk yang benar dan yang salah.
a) jarak yang salah (b) jarak yang benar
Gambar 4.10. Sambungan baris majemuk
7) Sambungan dengan kepala tenggelam
Untuk memudahkan pengelingan, lubang untuk kepala dibuat cukup besar agar alat
pembentuk dapat mencapai permukaan pelat. Gambar 4.11 menunjukkan sambungan
dengan kepala tenggelam yang benar dan yang salah.
a) pemasangan yang salah (b) pemasangan yang benar
Gambar 4.12. Sambungan baris majemuk
13. 11
8) Sambungan pada pelat yang cukup tebal
Untuk sambungan pelat cukup tebal harus diperhatikan perbandingan ketebalan total
pelat dengan diameter paku keling. Gambar 4.13 menunjukkan sambungan pelat
cukup tebal yang benar dan yang salah.
a) pemasangan yang salah (b) pemasangan yang benar
Gambar 4.13. Sambungan baris majemuk
Pengelingan yang tidak sempurna juga menyebabkan kemampuan mengikat paku
keling tidak sempurna. Beberapa proses pengelingan yang tidak sempurna bisa
diperhatikan pada Gambar 4.14 sampai dengan Gambar 4.19.
Gambar 4.14 lubang miring Gambar 4.15. Lubang bergeser
14. 12
Gambar 4.16. Lubang terlalu besar Gambar 4.17. Keling terlalu panjang
Gambar 4.18. Keling terlalu pendek Gambar 4.19. Posisi pembentuk miring
Kerusakan dapat terjadi pada sambungan paku keling akibat menerima beberapa
beban antara lain sebagai berikut.
1) Robek (tearing) pada bagian pinggir dari plat
Robek pada bagian pinggir dari pelat dapat terjadi jika margin (m) kurang dari 1,5 d
dengan diameter d = diameter paku keling. Gambar 4.20 menunjukkan kerusakan
robek sejajar garis gaya.
15. 13
Gambar 4.20. Kerusakan tearing sejajar garis gaya
2) Robek pada garis sumbu lubang paku keling
Robek pada garis sumbu lubang paku keling dan bersilangan dengan garis gaya.
Gambar 4.21 menunjukkan robek pada garis sumbu lubang paku keling.
Gambar 4.21. Kerusakan robek pada garis sumbu lubang paku keling
Jika:
p = pitch
d = diameter paku keling
T = tebal plat
t = tegangan tarik ijin bahan, maka
At = luas bidang robekan = (p – d) t
Resistensi robekan per pitch height adalah seperti terlihat pada persamaan (4.1)
F σ . A F σ p d t (4.1)
16. 14
3) Beban geser paku keling
Kerusakan sambungan paku keling bisa terjadi karena beban geser. Gambar 4.22
menunjukkan kerusakan sambungan paku keling karena beban geser.
Gambar 4.22. Kerusakan shearing sambungan paku keling
Jika
d = diameter paku keling
t = tegangan geser ijin bahan paku keling
n = jumlah paku keling per panjang pitch, maka
a) Geseran tunggal
Luas permukaan geser A = d
Gaya geser maksimum FS = d . t . n
b) Geseran ganda teoritis
Luas permukaan geser A = 2 . d
Gaya geser maksimum FS = 2 . d . t . n
c) Geseran ganda aktual
Luas permukaan geser A = 1,875 . d
Gaya geser maksimum FS = 1,875 . d . t . n
4) Crushing paku keling
Gambar 4.23 menunjukkan kerusakan crushing sambungan paku keling.
17. 15
Gambar 4.23. Kerusakan crushing sambungan paku keling
c. Pemeriksaan Dasar Komponen dan Pengendalian Mutu Sambungan Solder
Pemeriksaan proses sambungan solder dilakukan untuk menjamin kualitas hasil
lasan yang dibuat sesuai dengan ketentuan dan standar yang digunakan. Pemeriksaan
tersebut dilakukan selama proses penyambungan, sebelum penyambungan, dan setelah
penyambungan. Pemeriksaan sebelum pengelasan antara lain:
1) Pemeriksaan pada kesiapan peralatan solder, seperti pada pemanas, aksesoris yang
digunakan, alat bantu solder, dan bahan tambah.
2) Memastikan penggunaan logam pengisi yang akan digunakan sudah sesuai dengan
spesifikasi yang tercantum pada WPS.
3) Persiapan desain pengelasan seperti sudut penyolderan, kebersihan dan kehalusan
permukaan benda kerja.
4) Memastikan persiapan untuk pengkondisian sambungan, seperti pemanasan awal dan
akhir dan perlakuan panas setelah penyambungan yang akan dilakukan
5) Pemeriksaan pada persiapan juru patri yang akan melakukan proses penyolderan.
Pemeriksaan ini termasuk pada status kualifikasi, kemampuan, dan pengalaman juru
solder.
Pemeriksaan selama proses penyolderan antara lain:
1) Kesesuaian penerapan proses penyolderan terhadap variabel WPS seperti perlakuan
panas dan parameter solder (arus, tegangan, kecepatan penyolderan, tahapan jalur
penyolderan, dan posisi penyolderan).
2) Dilakukan observasi pada tiap lapisan jalur solder untuk melihat tampilan hasil solder
dan memeriksa kemungkinan munculnya distorsi pada solder.
Pemeriksaan pada hasil akhir penyolderan yang paling dasar adalah dengan
pemeriksaan visual (VT). Pemeriksaan visual dilakukan dengan mengobservasi hasil
tampilan dan bentuk solder. Pemeriksaan tersebut diantaranya pada bentuk bahan tambah,
cacat yang mungkin terbentuk, dan kesempurnaan bahan tambah.
18. 16
Pengujian hasil penyolderan perlu dilakukan setelah proses pemeriksaan visual.
Pengujian tersebut terbagi dalam dua proses, yaitu proses destruktif dan proses non-
destruktif. Pengujian destruktif dilakukan dengan pengambilan spesimen uji dari produk
hasil penyolderan, tidak pada produk keseluruhan kecuali pada produk berukuran kecil dan
dilakukan pengujian yang bersifat merusak terhadap spesimen uji tersebut. Pengujian
destruktif meliputi pengujian kimia, pengujian mekanik dan pengujian struktural.
Pengujian kimia dilakukan untuk mengetahui sifat logam solder dengan metode analisis
kimi, kandungan logam, uji korosi, dan uji hidrogen terfusi. Pengujian mekanik dilakukan
untuk mengukur sifat dari logam yang telah dilakukan penyolderan. Pengujian mekanik
meliputi antara lain sebagai berikut.
1) Uji tarik (tensile test), pengujian untuk mengukur kekuatan akhir dari sambungan
solder.
2) Uji tekan (bend test), dilakukan untuk mengukur tingkat kebaikan struktur dan
elastisitas sambungan solder.
3) Uji kekerasan (hardness test), dilakukan untuk mengukur kekerasan, baik ketahanan
terhadap pemakaian mekanis maupun keelastisan material. Terdapat empat jenis untuk
menguji kekerasan, yaitu Brinell, Rockwell, Vickers, dan Shore.
4) Uji tumbak (impact test), kekuatan logam solder untuk mencapai titik rusaknya dapat
diketahui dengan melakukan uji tumbuk. Pengujian yang biasa dilakukan adalah
metode Charpy V-notch.
Pengujian struktural pada benda uji dilakukan untuk mengetahui struktur yang
terbentuk pada benda uji. Pengujian struktur makro dilakukan langsung dengan mata
telanjang untuk memeriksa penetrasi solderan, bentukan lapisan solder, ukuran dari daerah
pengaruh panas (HAZ), dan kemungkinan munculnya cacat solder. Spesimen uji diambil
dari potongan benda kerja dengan permukaan halus yang dilapisi cairan asam yang sesuai.
Pengujian struktur mikro, potongan spesimen uji yang dipoles halus dan dilapisi cairan
asam dianalisis strukturnya menggunakan mikroskup optik dengan pembesaran 100
sampai 1000 kali. Pengujian dengan menggunakan mikroskup elektron dapat dilakukan
pemeriksaan dengan perbesaran di atas 1000 kali sampai jutaan kali. Dengan pengujian ini
dapat dilihat struktur mikro yang terkristalisasi, retak kecil, dan inklusi pada spesimen uji.
Pengujian non-destruktif dilakukan dengan menguji hasil solder tanpa merusak
produk hasil penyolderan. Pemeriksaan non-destruktif meliputi pemeriksaan radiografik
19. 17
(RT), pemeriksaan untrasonik (UT), pemeriksaan magnetik (MT), dan cairan penetrant
(PT).
Pemeriksaan radiografik dilakukan dengan menggunakan x-ray atau gamma ray.
Pemeriksaan radiografik dapat menampilkan cacat las seperti retakan, fusi tak sempurna,
terak dan porositas. Proses ini harus dilakukan oleh interpreter radiografi tersertifikat.
Toleransi kecacatan yang muncul pada hasil las mengacu pada acceptance standards
sambungan las yang digunakan.
Pemeriksaan Ultrasonik menggunakan gelombang suara berfrekuensi tinggi.
Gelombang tersebut ditembakkan ke benda kerja untuk mendeteksi kecacatan permukaan
atau pun bagian dalam lasan. Kecacatan las dideteksi dan dianalisis dari pantulan
gelombang yang ditembakkan.
Pengujian partikel magnetik dilakukan dengan melihat garis gaya dari serbuk kering
atau cairan suspensi magnetik yang terbentuk dari medan magnet yang ditimbulkan pada
permukaan produk lasan. Metode ini dapat mendeteksi cacat seperti retakan dan porositas
dari bentuk garis gaya magnetnya. Gambar 4.24 menunjukkan pengujian partikel magnetik
Gambar 4.24. Pengujian partikel magnetik
20. 18
Gambar 4.25. Uji cairan penetrant
Pengujian dengan cairan penetrant dilakukan dengan menggunakan cairan berpendar
atau cairan merah untuk memvisualisasikan kecacatan seperti retakan atau celah yang
terbuka pada area lasan. Apabila terdapat cacat, cairan akan meresap ke dalam celah.
Cairan pengembang digunakan pada permukaan yang telah diberi cairan penguji. Pada
posisi dimana cairan meresap, cairan tersebut akan muncul ke permukaan. Proses
pengujian ini dapat dilakukan segera setelah proses pengelasan dilakukan karena tidak
mengganggu pada struktur lasan. Gambar 4.25 menunjukkan uji cairan penetrant.
d. Pemeriksaan Dasar Komponen dan Pengendalian Mutu Sambungan Las Titik
Pemeriksaan proses pengelasan dilakukan untuk menjamin kualitas hasil lasan yang
dibuat sesuai dengan ketentuan dan standar yang digunakan. Pemeriksaan tersebut
dilakukan sebelum pengelasan, selama proses pengelasan, dan setelah pengelasan.
Kondisi-kondisi selama pengelasan juga mempengaruhi hasil las titik.
1) Pemeriksaan sebelum pengelasan
Sebelum melakukan pengelasan titik perlu diperhatikan beberapa hal supaya proses
bisa berjalan dengan baik dan dan hasil lasan juga baik. Beberapa hal yang perlu dilakukan
sebelum proses pengelasan antara lai:
21. 19
a) Pemeriksaan pada kesiapan peralatan las, seperti pada sumber listrik, aksesoris yang
digunakan, alat bantu pengelasan. Untuk mendapatkan kualitas hasil pengelasan yang
memenuhi persyaratan pada proses RSW, tiga parameter utamanya yaitu gaya tekan,
arus listrik dan waktu pengelasan harus dikendalikan menurut bahan dari logam yang
akan dilas.
b) Persiapan desai pengelasan seperti jenis pengelasan dan kebersihan permukaan yang
akan dilas.
c) Pemeriksaan pada persiapan juru las yang akan melakukan proses pengelasan.
Pemeriksaan ini termasuk pada status kualifikasi, kemampuan, dan pengalaman juru
las.
2) Pemeriksaan selama proses penyambungan.
Selama proses penyambungan juga perlu diperhatikan hal-hal berikut untuk
memperoleh hasil lasan yang memenuhi kriteria.
a) Kesesuaian penerapan proses pengelasan terhadap variabel WPS seperti perlakuan
panas, parameter las (arus, tegangan, kecepatan pengelasan, tahapan jalur las, dan
posisi pengelasan.
b) Dilakukan observasi pada tiap lapisan jalur lasan untuk melihat tampilan hasil las dan
memeriksa kemungkinan munculnya distorsi pada las.
Pemeriksaan pada hasil akhir pengelasan yang paling dasar adalah dengan
pemeriksaan visual (VT). Pemeriksaan visual dilakukan dengan mengobservasi hasil
tampilan dan bentuk lasan. Pemeriksaan tersebut diantaranya pada bentuk penitikan, cacat
yang mungkin terbentuk, dan kesempurnaan sambungan.
3) Pengujian Hasil lasan
Pengujian hasil lasan perlu dilakukan setelah proses pemeriksaan visual. Pengujian
tersebut terbagi dalam dua proses, yaitu proses destruktif dan proses non-destruktif.
Pengujian destruktif dilakukan dengan pengambilan spesimen uji dari produk hasil
pengelasan, tidak pada produk keseluruhan kecuali pada produk berukuran kecil dan
dilakukan pengujian yang bersifat merusak terhadap spesimen uji tersebut. Pengujian
destruktif meliputi pengujian kimia, pengujian mekanik dan pengujian struktural.
Pengujian kimia dilakukan untuk mengetahui sifat logam lasan dengan metode analisis
kimi, kandungan logam, uji korosi, dan uji hidrogen terfusi. Pengujian mekanik dilakukan
22. 20
untuk mengukur sifat dari logam yang telah dilakukan penyolderan. Pengujian mekanik
meliputi antara lain sebagai berikut.
1) Uji tarik (tensile test), pengujian untuk mengukur kekuatan akhir dari lasan.
2) Uji tekan (bend test), dilakukan untuk mengukur tingkat kebaikan struktur dan
elastisitas lasan.
3) Uji kekerasan (hardness test), dilakukan untuk mengukur kekerasan, baik ketahanan
terhadap pemakaian mekanis maupun keelastisan material. Terdapat empat jenis untuk
menguji kekerasan, yaitu Brinell, Rockwell, Vickers, dan Shore.
4) Uji tumbak (impact test), kekuatan logam solder untuk mencapai titik rusaknya dapat
diketahui dengan melakukan uji tumbuk. Pengujian yang biasa dilakukan adalah
metode Charpy V-notch.
Pengujian struktural pada benda uji dilakukan untuk mengetahui struktur yang
terbentuk pada benda uji. Pengujian struktur makro dilakukan langsung dengan mata
telanjang untuk memeriksa penetrasi solderan, bentukan lapisan solder, ukuran dari daerah
pengaruh panas (HAZ), dan kemungkinan munculnya cacat lasan. Spesimen uji diambil
dari potongan benda kerja dengan permukaan halus yang dilapisi cairan asam yang sesuai.
Pengujian struktur mikro, potongan spesimen uji yang dipoles halus dan dilapisi cairan
asam dianalisis strukturnya menggunakan mikroskup optik dengan pembesaran 100
sampai 1000 kali. Pengujian dengan menggunakan mikroskup elektron dapat dilakukan
pemeriksaan dengan perbesaran di atas 1000 kali sampai jutaan kali. Dengan pengujian ini
dapat dilihat struktur mikro yang terkristalisasi, retak kecil, dan inklusi pada spesimen uji.
4) Kondisi-kondisi Pengelasan
Ada banyak faktor terkait dalam menghasilkan sebuah las titik yang baik. Khususnya
tekanan arus listrik pengelasan dan tempo pengelasan mempunyai efek paling besar pada
hasil pengelasan. Faktor-faktor lain adalah kondisi ujung-ujung elektroda dan logam
dasar.
a) Tekanan
Pemakaian tekanan mempunyai fungsi menjamin bahwa arus dari ujung-ujung
elektroda adalah secara benar ditransfer ke logam-logam dasar tanpa menimbulkan kilap
permukaan (surface flash) atau pengeluaran paksa. Lebih dari itu, tekanan bertindak
menjaga logam-logam dasar berhubungan secara mantab satu dengan yang lain dan logam
23. 21
las-lasan memadat. Keterangan berikut menunjukkan apa yang terjadi ketika tekanan
dimodifikasi, sementara sejumlah arus yang stabil diberikan :
(1) Bila tekanan terlalu kecil, arus yang dikonsumsi saat sedang ditransfer dari elektroda-
elektroda ke logam dasar, tidak meninggalkan arus yang cukup untuk keberhasilan
pengelasan pada logam dasar secara bersamaan. Kurangnya kurangnya tekanan ini
dapat mengakibatkan percikan bunga api antara logam dasar dan ujung elektroda pada
permukaan-permukaan tersebut.
(2) Ketika arus listrik dihantarkan dengan pemakaian tekanan yang sesuai, maka arus
akan dikonsumsi area sambungan yang mempunyai tahanan paling besar. Ini
menghasilkan suatu pengelasan yang baik bagi logam dasar.
(3) Bila tekanan terlalu besar, logam-logam dasarnya masuk berkontak dengan
permukaan yang lebih luas. Dalam situasi ini, arus listrik dan panas yang terjadi
didistribusi melintasi permukaan. Sebagai akibatnya, area lasan yang melebihi titik
lebur terbatas. Ini menyebabkan gumpalannya menjadi kecil dan kekuatan las menjadi
berkurang.
b) Arus Pengelasan
Diameter gumpalan membesar karena arus yang dipakai meninggi mengakibatkan
peningkatan kekuatan las. Bila arus dinaikkan lebih jauh, pengeluaran paksa/ekspulsi akan
terjadi. Bagaimanapun juga dengan pemakaian tekanan yang lebih besar pada saat ini, area
pengelasan melalui arus listrik mengalir akan bertambah dan ekspulsi tidak akan terjadi.
Jadi ekspulsi terjadi ketika arus terlalu besar terhadap tekanan atau sebaliknya, bila
tekanan atau terlalu kecil bagi arus, lihat Gambar 4.26. Sebagai hubungan timbal balik
yang saling menguntungkan antara arus dan tekanan, adalah penting untuk membuat
keseimbangan yang tepat antara kedua faktor tersebut
(a) arus kecil (b) arus besar
Gambar 4.26. Gumpalan yang terjadi karena arus
Gumpalan
kecil
Gumpalan
besar
24. 22
c) Waktu Pengelasan
Makin lama makin besar panas yang dibangkitkan dan gumpalannya makin besar.
Bagaimanapun, banyak panas yang menyebar dalam elektroda-elektroda atau di area
sekeliling lasan yang meningkat sebanding dengan tempo pengelasan. Akan ada sebuah
titik di mana suhu pengelasan akan mencapai titik kejenuhannya (saturation point). Bila
waktu pengelasan diperpanjang melebihi titik jenuh ini, maka gumpalan nugget tidak akan
menjadi lebih besar lagi dan itu bahkan membuat pengumpulan/lekukan (indentation) dan
distorsi/perubahan panas yang mempengaruhi tampilan dari sambungan tersebut, lihat
Gambar 4.27.
(a) waktu singkat (b) waktu lama
Gambar 4.27. Gumpalan karena waktu pengelasan
d) Kondisi Ujung Elektroda
Untuk membuat pengelasan yang baik maka diperlukan untuk ujung-ujung elektroda
yang sesuai dengan ketebalan logam dasar. Ujung-ujung elektroda menjadi terbakar dan
kotor dalam pemakaian. Bila ujung-ujung ini terlalu kotor, maka ketahanan antara ujung-
ujung elektroda dan logam dasar meningkat, sehinggga menghalangi sampainya sejumlah
arus yang diperlukan untuk peleburan logam dasar pada aliran. Bila ujung-ujung elektroda
digunakan terus-menerus dalam kondisi kotor, maka ujung-ujung ini sendiri akan terlalu
panas dan akan terjadi keausan yang lebih dini, dan tahanan listriknya akan meningkat. Ini
mengakibatkan kekuatan las yang sebanarnya tidak dapat diperoleh. Untuk alasan ini,
kondisi elektroda harus selalu dimonitor dengan cermat selama pengelasan titik, dan
sebuah pemotong ujung (sebuah alat untuk membentuk ujung) digunakan untuk
membentuk kembali ujung-ujung pada suatu diameter yang sesuai bila diperlukan. Juga,
Gumpalan
kecil
Gumpalan
besar
25. 23
pengelasan harus dihentikan setelah beberapa titik las telah dibuat dengan tujuan
mendinginkan ujung-ujung elektroda dengan semprotan udara atau air.
5. Forum Diskusi
Pada pengukuran dan pengujian produk baut diambil tiga macam diameter, yaitu 16, 19
dan 22 mm. Jenis baut adalah A325 dan Grade 8.8. Data selengkapnya bisa dilihat pada
Gambar di bawah ini. Gambar menunjukkan tegangan putusnya merupakan tegangan
tertinggi yang bisa ditahan oleh baut. Diskusikan di antara peserta PPG bagaimana
karakteristik dari kedua baut dilihat dari rata-rata tegangan putusnya!
PENUTUP
1. Rangkuman
Pemeriksaan dasar komponen sambungan merupakan serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh pemeriksa terhadap sambungan mengenai pemenuhan persyaratan teknis.
Sementara itu pengujian sambungan merupakan serangkaian kegiatan menguji dan/atau
memeriksa bagian-bagian sambungan dalam rangka pemenuhan terhadap persyaratan
teknis.
Pemeriksaan proses sambungan dilakukan untuk menjamin kualitas hasil sambungan
yang dibuat sesuai dengan ketentuan dan standar yang digunakan. Pemeriksaan tersebut
dilakukan selama proses penyambungan, sebelum penyambungan, dan setelah
penyambungan.
26. Pemeriksaan pada hasil akhir sambungan yang paling dasar adalah dengan
pemeriksaan visual. Pemeriksaan visual dilakukan dengan mengobservasi hasil tampilan
dan bentuk sambungan. Selain itu bisa dilakukan pemeriksaan destruktif atau pemeriksaan
non-destruktif. Pemeriksaan secara destruktif akan meruisak spesimen sedangkan
pemeriksaan non-destruktif tidak akan merusak spesimen.