1. BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh
terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel
tumor. Sistem imun mempunyai sedikitnya 3 fungsi utama. Yang pertama adalah suatu fungsi
yang sangat spesifik yaitu kesanggupan untuk mengenal dan membedakan berbagai molekul
target sasaran dan juga mempunyai respons yang spesifik. Fungsi kedua adalah kesanggupan
membedakan antara antigen diri dan antigen asing. Fungsi ketiga adalah fungsi memori yaitu
kesanggupan melalui pengalaman kontak sebelumnya dengan zat asing patogen untuk bereaksi
lebih cepat dan lebih kuat daripada kontak pertama.
Virus, bakteri, parasit, dan fungi, masing-masing menggunakan strategi yang berbeda
untuk mengembangkan dirinya dalam hospes dan akibatnya respon imun fang efektif untuk
setiap kelas mikrobia patogen menjadi berbeda. Meskipun setiap patogen adalah berbeda, tema
tertentu muncul apabila hospes menyusun respon imun terhadap bermacam-macam kelas
patogen.
1
2. 1.2 Rumusan masalah
a. Apa itu sistem imun dan fungsinya?
b. Apa itu patogen ekstraseluler?
c. Bagaimana respon imun terhadap bakteri ekstraseluler dan mekanisme pertahanan bakteri
ekstraseluler?
d. Bagaimana respon imun terhadap virus ektrasel dan mekanisme pertahanan virus ekstrasel?
e. Bagaimana respon imun terhadap jamur ekstrasel dan mekanisme pertahanan jamur
ekstrasel?
f. Bagaimana respon imun terhadap parasit ekstrasel dan mekanisme pertahanan parasit
ekstrasel?
g. Apa faktor risiko penyakit oleh patogen ekstaseluler?
h. Bagaimana cara mendiagnosis penyakit oleh patogen ekstraseluler?
i. Bagaimana cara pencegahan dan pengobatan penyakit oleh patogen yang menyerang
tubuh?
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui apa itu sistem imun dan fungsinya
b. Untuk mengetahui apa itu patogen ekstaseluler
c. Untuk mengetahui bagaimana respon imun terhadap bakteri ekstraseluler dan mekanisme
pertahanan bakteri ekstraseluler
d. Untuk mengetahui bagaimana respon imun terhadap virus ektrasel dan mekanisme
pertahanan virus ekstraseluler
e. Untuk mengetahui bagaimana respon imun terhadap jamur ekstrasel dan mekanisme
pertahanan jamur ekstraseluler
f. Untuk mengetahui bagaimana respon imun terhadap parasit ekstrasel dan mekanisme
pertahanan parasit ekstraseluler
g. Untuk mengetahui apa faktor risiko penyakit oleh patogen ekstaseluler
h. Untuk mengetahui cara mendiagnosis penyakit oleh patogen ekstraseluler
i. Untuk mengetahui cara pencegahan dan pengobatan penyakit oleh patogen yang
menyerang tubuh?
2
3. BAB 2
ISI
2.1 Sistem Imun, Fungsi dan Jenis
Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi
tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen
serta sel tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas,
organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing parasit, serta
menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat
dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa. Deteksi sistem ini sulit karena adaptasi
patogen dan memiliki cara baru agar dapat menginfeksi organisme.
Fungsi sistem imun adalah Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit dengan
menghancurkan dan menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit,
jamur, dan virus, serta tumor) yang masuk ke dalam tubuh, Menghilangkan jaringan atau sel
yg mati atau rusak untuk perbaikan jaringan, Mengenali dan menghilangkan sel yang
abnormal. Dan Sasaran utama yaitu bakteri patogen dan virus. Leukosit merupakan sel imun
utama (disamping sel plasma, makrofag, dan sel mast).
Jenis sistem imun terbagi menjadi :
1. Sistem imun non spesifik ,natural atau sudah ada dalam tubuh (pembawaan )
Merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam melawan mikroorganisme. Disebut
nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu.
Terdiri dari:
a) Pertahanan fisik/mekanik
Kulit, selaput lendir , silia saluran pernafasan, batuk, bersin akan mencegah masuknya
berbagai kuman patogen kedalam tubuh. Kulit yang rusak misalnya oleh luka bakar dan selaput
lendir yang rusak oleh asap rokok akan meninggikan resiko infeksi.
b) Pertahanan biokimia
Bahan yang disekresi mukosa saluran nafas, kelenjar sebaseus kulit, kel kulit, telinga,
spermin dalam semen, mengandung bahan yang berperan dalam pertahanan tubuh secara
biokimiawi. asam HCL dalam cairan lambung , lisozim dalam keringat, ludah , air mata dan
air susu dapat melindungi tubuh terhadap berbagai kuman gram positif dengan menghancurkan
dinding selnya. Air susu ibu juga mengandung laktoferin dan asam neuraminik yang
mempunyai sifat antibacterial terhadap E. coli dan staphylococcus.
Lisozim yang dilepas oleh makrofag dapat menghancurkan kuman gram negatif dan
hal tersebut diperkuat oleh komplemen. Laktoferin dan transferin dalam serum dapat mengikat
zan besi yang dibutuhkan untuk kehidupan kuman pseudomonas.
4. c) Pertahanan humoral
Berbagai bahan dalam sirkulasi berperan pada pertahanan tubuh secara humoral.
Bahan-bahan tersebut adalah:
Komplemen
Komplemen mengaktifkan fagosit dan membantu destruktif bakteri dan parasit karena:
Komplemen dapat menghancurkan sel membran bakteri
Merupakan faktor kemotaktik yang mengarahkan makrofag ke tempat bakteri
Komponen komplemen lain yang mengendap pada permukaan bakteri memudahkan
makrofag untuk mengenal dan memfagositosis (opsonisasi).
Interferon
Adalah suatu glikoprotein yang dihasilkan oleh berbagai sel manusia yang mengandung
nukleus dan dilepaskan sebagai respons terhadap infeksi virus. Interveron mempunyai sifat anti
virus dengan jalan menginduksi sel-sel sekitar sel yang terinfeksi virus sehingga menjadi
resisten terhadap virus. Disamping itu, interveron juga dapat mengaktifkan.
Natural Killer cell (sel NK). Sel yang diinfeksi virus atau menjadi ganas akan menunjukkan
perubahan pada permukaannya. Perubahan tersebut akan dikenal oleh sel NK yang kemudian
membunuhnya. Dengan demikian penyebaran virus dapat dicegah.
C-Reactive Protein (CRP)
Peranan CRP adalah sebagai opsonin dan dapat mengaktifkan komplemen. CRP
dibentuk oleh badan pada saat infeksi. CRP merupakan protein yang kadarnya cepat meningkat
(100 x atau lebih) setelah infeksi atau inflamasi akut.
CRP berperanan pada imunitas non spesifik, karena dengan bantuan Ca++ dapat
mengikat berbagai molekul yang terdapat pada banyak bakteri dan jamur.
d) Pertahanan seluler
Fagosit/makrofag dan sel NK berperanan dalam sistem imun non spesifik seluller.
Fagosit
Meskipun berbagai sel dalam tubuh dapat melakukan fagositosis tetapi sel utama yang
berperaan dalam pertahanan non spesifik adalah sel mononuclear (monosit dan makrofag) serta
sel polimorfonuklear seperti neutrofil.
Dalam kerjanya sel fagosit juga berinteraksi dengan komplemen dan sistem imun
spesifik. Penghancuran kuman terjadi dalam beberapa tingakt sebagai berikut:
Kemotaksis, menangkap, memakan (fagosistosis), membunuh dan mencerna.
Kemotaksis adalah gerakan fagosit ketempat infekis sebagai respon terhadap berbagai factor
sperti produk bakteri dan factor biokimiawi yang dilepas pada aktivasi komplemen. Antibody
seperti pada halnya dengan komplemen C3b dapat meningkatkan fagosistosis (opsonisasi).
5. Antigen yang diikat antibody akan lebih mudah dikenal oleh fagosit untuk kemudian
dihancurkan. Hal tersebut dimungkinkan oleh adanya reseptor untuk fraksi Fc dari
immunoglobulin pada permukaan fagosit.
Natural Killer cell (sel NK)
Sel NK adalah sel limfoid yang ditemukan dalam sirkulasi dan tidak mempunyai cirri sel limfoid
dari siitem imun spesifik, maka karenan itu disebut sel non B non T (sel NBNT) atau sel poplasi
ketiga.
Sel NK dapat menghancurkan sel yang mengandung virus atau sel neoplasma dan interveron
meempunyai pengaruh dalam mempercepat pematangan dan efeksitolitik sel NK.
2. Sistem imun spesifik atau adaptasi
Mempunyai kemampuan untuk mengenal benda asing. Benda asing yang pertama kali
muncul dikenal oleh sistem imun spesifik sehingga terjadi sensitiasi sel-sel imun tersebut. Bila
sel imun tersebut berpapasan kembali dengan benda asing yang sama, maka benda asing yang
terakhir ini akan dikenal lebih cepat, kemudian akan dihancurkan olehnya. Oleh karena sistem
tersebut hanya mengahancurkan benda asing yang sudah dikenal sebelumnya, maka sistem itu
disebut spesifik.sistem imun spesifik dapat bekerja sendiri untuk menghancurkan benda asing
yang berbahaya, tetapi umumnya terjalin kerjasama yang baik antara antibodi, komplemen ,
fagosit dan antara sel T makrofag.
Sistem imun spesifik ada 2 yaitu;
a) Sistem imun spesifik humoral
Yang berperanan dalam sistem imun humoral adalah limfosit B atau sel B. sel B tersebut
berasal dari sel asal multipoten. Bila sel B dirangsang oleh benda asing maka sel tersebut akan
berproliferasi dan berkembang menjadi sel plasma yang dapat menbentuk zat anti atau antibody.
Antibody yang dilepas dapat ditemukan didalam serum. Funsi utama antibody ini ialah untuk
pertahanan tehadap infeksi virus, bakteri (ekstraseluler), dan dapat menetralkan toksinnya.
b) Sistem imun spesifik selular
Yang berperanan dalam sistem imun spesifik seluler adalah limfosit T atau sel T. sel
tersebut juga berasal dari sel asal yang sama dari sel B. factor timus yang disebut timosin dapat
ditemukan dalam peredaran darah sebagai hormon asli dan dapat memberikan pengaruhnya
terhadap diferensiasi sel T diperifer. Berbeda dengan sel B , sel T terdiri atas beberapa sel subset
yang mempunyai fungsi berlainan. Fungsi utama sel imun spesifik adalah untuk pertahanan
terhadap bakteri yang hidup intraseluler, virus, jamur, parasit, dan keganasan.
Imunitas spesifik dapat terjadi sebagai berikut:
Alamiah
6. Pasif
Imunitas alamiah pasif ialah pemindahan antibody atau sel darah putih yang disensitisasi
dari badan seorang yang imun ke orang lain yang imun, misalnya melalui plasenta dan kolostrum
dari ibu ke anak.
Aktif
Imunitas alamiah katif dapat terjadi bila suatu mikoorgansme secara alamiah masuk
kedalam tubuh dan menimbulkan pembentukan antibody atau sel yang tersensitisasi.
Buatan
Pasif
Imunitas buatan pasif dilakukan dengan memberikan serum, antibody, antitoksin
misalnya pada tetanus, difteri, gangrengas, gigitan ular dan difesiensi imun atau pemberian
sel yang sudah disensitisasi pada tuberkolosis dan hepar.
Aktif
Imunitas buatan aktif dapat ditimbulkan dengan vaksinasi melalui pemberian
toksoid tetanus, antigen mikro organism baik yang mati maupun yang hidup.
2.2 Patogen Ekstraseluler
7. Patogen ekstraseluler merupakan patogen yang dapat hidup dan berkembang biak diluar sel
pejamu, misalya dalam sirkulasi, jaringan ikat dan rongga-rongga jaringan seperti lumen saluran
nafas dan saluran cerna. Penyakit yang ditimbulkan patogen ekstraseluler dapat berupa inflamasi
yang menimbulkan destruksi jaringan ditempat infeksi dengan membentuk nanah seperti yang
terjadi pada infeksi streptokok
2.3 Mekanisme respon imun terhadap bakteri ekstraseluler dan Pertahanan bakteri
ekstraseluler
Bakteri yang termasuk dalam organisme prokariot selain memiliki kegunaan, juga bisa
menimbulkan kerugian karena merupakan patogen yang umum pada mahluk hidup seperti
manusia. Bakteri patogen ekstraseluler yang populer adalah Staphylococcus aureus yang
adalah Mikroflora normal manusia pada permukaan kulit, mulut, dan hidung, namun pada saat
sistem imun menurun, S. aureus akan bersifat patogen dan dapat menimbulkan penyakit seperti
penggumpalan darah.
Respon imun terhadap infeksi bakteri ekstraseluler
Respons imun terhadap bakteri ekstraseluler bertujuan untuk menetralkan efek toksin dan
mengeliminasi bakteri. Respons imun alamiah terutama melalui fagositosis oleh neutrofil,
monosit serta makrofag jaringan. Lipopolisakarida dalam dinding bakteri Gram negatif dapat
mengaktivasi komplemen jalur alternatif tanpa adanya antibodi. Hasil aktivasi ini adalah C3b
yang mempunyai efek opsonisasi, lisis bakteri melalui serangan kompleks membran dan respons
inflamasi akibat pengumpulan serta aktivasi leukosit. Endotoksin juga merangsang makrofag
dan sel lain seperti endotel vaskular untuk memproduksi sitokin seperti TNF, IL-1, IL-6 dan IL-
8. Sitokin akan menginduksi adesi neutrofil dan monosit pada endotel vaskular pada tempat
infeksi, diikuti dengan migrasi, akumulasi lokal serta aktivasi sel inflamasi. Kerusakan jaringan
yang terjadi adalah akibat efek samping mekanisme pertahanan untuk eliminasi bakteri. Sitokin
juga merangsang demam dan sintesis protein fase akut.
a. Netralisasi toksin
Infeksi bakteri Gram negatif dapat menyebabkan pengeluaran endotoksin yang akan
menstimulasi makrofag. Stimulasi yang berlebihan terhadap makrofag akan menghasilkan
sejumlah sitokin seperti IL-1, IL-6 dan TNF. Proses ini akan memacu terjadinya reaksi
peradangan yang menyebabkan kerusakan sel, hipotensi, aktivasi sistem koagulasi, gagal organ
multipel dan berakhir dengan kematian. Antibodi yang mengandung reseptor sitokin dan
antagonisnya, berperan dalam menghilangkan sejumlah sitokin dalam sirkulasi dan mencegah
sitokin berikatan pada sel target.
8. Antibodi yang beredar dalam sirkulasi akan menetralisasi molekul antifagositik dan eksotoksin
lainnya yang diproduksi bakteri. Mekanisme netralisasi antibodi terhadap bakteri terjadi melalui
dua cara. Pertama, melalui kombinasi antibodi di dekat lokasi biologi aktif infeksi yaitu secara
langsung menghambat reaksi toksin dengan sel target. Kedua, melalui kombinasi antibodi yang
terletak jauh dari lokasi biologi aktif infeksi yaitu dengan mengubah konformasi alosterik toksin
agar tidak dapat bereaksi dengan sel target. Dengan ikatan kompleks bersama antibodi, toksin
tidak dapat berdifusi sehingga rawan terhadap fagositosis, terutama bila ukuran kompleks
membesar karena deposisi komplemen pada permukaan bakteri akan semakin bertambah.
b. Opsonisasi
Opsonisasi adalah pelapisan antigen oleh antibodi, komplemen, fibronektin, yang berfungsi
untuk memudahkan fagositosis. Opsonisasi ada dua yaitu opsonisasi yang tidak tergantung
antibodi dan yang ditingkatkan oleh antibodi.
Pada opsonisasi yang tidak tergantung antibodi, protein pengikat manose dapat terikat pada
manose terminal pada permukaan bakteri, dan akan mengaktifkan C1r dan C1s serta berikatan
dengan C1q. Proses tersebut akan mengaktivasi komplemen pada jalur klasik yang dapat
berperan sebagai opsonin dan memperantarai fagositosis. Lipopolisakarida (LPS) merupakan
endotoksin yang penting pada bakteri Gram negatif. Sel ini dapat dikenal oleh tiga kelas molekul
reseptor. Sedangkan opsonisasi yang ditingkatkan oleh antibodi adalah bakteri yang resisten
terhadap proses fagositosis akan tertarik pada sel PMN dan makrofag bila telah diopsonisasi oleh
antibodi.
Dalam opsonisasi terdapat sinergisme antara antibodi dan komplemen yang diperantarai oleh
reseptor yang mempunyai afinitas kuat untuk IgG dan C3b pada permukaan fagosit, sehingga
meningkatkan pengikatan di fagosit. Efek augmentasi dari komplemen berasal dari molekul IgG
yang dapat mengikat banyak molekul C3b, sehingga meningkatkan jumlah hubungan ke
makrofag (bonus effect of multivalency). Meskipun IgM tidak terikat secara spesifik pada
makrofag, namun merangsang adesi melalui pengikatan komplemen.
Antibodi akan menginisiasi aksi berantai komplemen sehingga lisozim serum dapat masuk ke
dalam lapisan peptidoglikan bakteri dan menyebabkan kematian sel. Aktivasi komplemen
melalui penggabungan dengan antibodi dan bakteri juga menghasilkan anfilaktoksin C3a dan
C5a yang berujung pada transudasi luas dari komponen serum, termasuk antibodi yang lebih
banyak, dan juga faktor kemotaktik terhadap neutrofil untuk membantu fagositosis.
Sel PMN(polimorfonuklear) merupakan fagosit yang predominan dalam sirkulasi dan selalu tiba
di lokasi infeksi lebih cepat dari sel lain, karena sel PMN tertarik oleh sinyal kemotaktik yang
dikeluarkan oleh bakteri, sel PMN lain, komplemen atau makrofag lain, yang lebih dahulu tiba
di tempat infeksi. Sel PMN sangat peka terhadap semua faktor kemotaktik.
9. Sel PMN yang telah mengalami kemotaktik selanjutnya akan melakukan adesi pada dinding sel
bakteri, endotel maupun jaringan yang terinfeksi. Kemampuan adesi PMN pada permukaan sel
bakteri akan bertambah kuat karena sinyal yang terbentuk pada proses adesi ini akan merangsang
ekspresi Fc dan komplemen pada permukaan sel. Sel PMN juga akan melakukan proses
diapedesis agar dapat menjangkau bakteri yang telah menginfeksi.
Proses penelanan bakteri oleh fagosit diawali dengan pembentukan tonjolan pseudopodia yang
berbentuk kantong fagosom untuk mengelilingi bakteri, sehingga bakteri akan terperangkap di
dalamnya, selanjutnya partikel granular di dalam fagosom akan mengeluarkan berbagai enzim
dan protein untuk merusak dan menghancurkan bakteri tersebut.
Mekanisme pemusnahan bakteri oleh enzim ini dapat melalui proses oksidasi maupun
nonoksidasi, tergantung pada jenis bakteri dan status metabolik pada saat itu. Oksidasi dapat
berlangsung dengan atau tanpa mieloperoksidase. Proses oksidasi dengan mieloperoksidase
terjadi melalui ikatan H2O2 dengan Fe yang terdapat pada mieloperoksidase. Proses ini
menghasilkan komplek enzim-subtrat dengan daya oksidasi tinggi dan sangat toksik terhadap
bakteri, yaitu asam hipoklorat (HOCl).
Proses oksidasi tanpa mieloperoksidase berdasarkan ikatan H2O2 dengan superoksida dan
radikal hidroksil namun daya oksidasinya rendah. Proses nonoksidasi berlangsung dengan
perantaraan berbagai protein dalam fagosom yaitu flavoprotein, sitokrom-b, laktoferin, lisozim,
kaptensin G dan difensin. Pada proses pemusnahan bakteri, pH dalam sel fagosit dapat menjadi
alkalis. Hal ini terjadi karena protein yang bermuatan positif dalam pH yang alkalis bersifat
sangat toksik dan dapat merusak lapisan lemak dinding bakteri Gram negatif. Selain itu, bakteri
juga dapat terbunuh pada saat pH dalam fagosom menjadi asam karena aktivitas lisozim. Melalui
proses ini PMN memproduksi antibakteri yang dapat berperan sebagai antibiotika alami (natural
antibiotics).
c. Sistem imun sekretori
Permukaan mukosa usus mempunyai mekanisme pertahanan spesifik antigen dan nonspesifik.
Mekanisme nonspesifik terdiri dari peptida antimikrobial yang diproduksi oleh neutrofil,
makrofag dan epitel mukosa. Peptida ini akan menyebabkan lisis bakteri melalui disrupsi pada
permukaan membran. Imunitas spesifik diperantarai oleh IgA sekretori dan IgM, dengan
dominasi IgA1 pada usus bagian awal dan IgA2 pada usus besar. Antibodi IgA mempunyai
fungsi proteksi dengan cara melapisi (coating) virus dan bakteri dan mencegah adesi pada sel
epitel di membran mukosa. Reseptor Fc dari kelas Ig ini mempunyai afinitas tinggi terhadap
neutrofil dan makrofag dalam proses fagositosis. Apabila agen infeksi berhasil melewati barier
IgA, maka lini pertahanan berikutnya adalah IgE. Adanya kontak antigen dengan IgE akan
menyebabkan pelepasan mediator yang menarik agen respons imun dan menghasilkan reaksi
inflamasi akut. Adanya peningkatan permeabilitas vaskular yang disebabkan oleh histamin akan
10. menyebabkan transudasi IgG dan komplemen, sedangkan faktor kemotaktik terhadap neutrofil
dan eosinofil akan menarik sel efektor yang diperlukan untuk mengatasi organisme penyebab
infeksi yang telah dilapisi oleh IgG spesifik dan C3b. Penyatuan kompleks antibodi-komplemen
pada makrofag akan menghasilkan faktor yang memperkuat permeabilitas vaskular dan proses
kemotaktik .
Apabila organisme yang diopsonisasi terlalu besar untuk difagosit, maka fagosit dapat mengatasi
organisme tersebut melalui mekanisme ekstraseluler, yaituAntibody-Dependent Cellular
Cytotoxicity (ADCC).
Sistem Pertahanan Bakteri Ekstraseluler
Bakteri ekstraseluler adalah bakteri yang dapat bereplikasi di luar sel, di dalam sirkulasi, di
jaringan ikat ekstraseluler, dan di berbagai jaringan. Bakteri ekstraseluler biasanya mudah
dihancurkan oleh sel fagosit. Pada keadaan tertentu bakteri ekstraseluler tidak dapat dihancurkan
oleh sel fagosit karena adanya sintesis kapsul antifagosit, yaitu kapsul luar (outer capsule) yang
mengakibatkan adesi yang tidak baik antara sel fagosit dengan bakteri, seperti pada infeksi
bakteri berkapsulStreptococcus pneumoniae atau Haemophylus influenzae. Selain itu, kapsul
tersebut melindungi molekul karbohidrat pada permukaan bakteri yang seharusnya dapat
dikenali oleh reseptor fagosit. Dengan adanya kapsul ini, akses fagosit dan deposisi C3b pada
dinding sel bakteri dapat dihambat. Beberapa organisme lain mengeluarkan eksotoksin yang
meracuni leukosit. Strategi lainnya adalah dengan pengikatan bakteri ke permukaan sel non
fagosit sehingga memperoleh perlindungan dari fungsi fagosit .
Sel normal dalam tubuh mempunyai protein regulator yang melindungi dari kerusakan oleh
komplemen, seperti CR1, MCP dan DAF, yang menyebabkan pemecahan C3 konvertase.
Beberapa bakteri tidak mempunyai regulator tersebut, sehingga akan mengaktifkan jalur
alternatif komplemen melalui stabilisasi C3b3b konvertase pada permukaan sel bakteri. Dengan
adanya kapsul bakteri akan menyebabkan aktivasi dan stabilisasi komplemen yang buruk.
Beberapa bakteri juga dapat mempercepat pemecahan komplemen melalui aksi produk
mikrobial yang mengikat atau menghambat kerja regulator aktivasi komplemen. Bahkan
beberapa spesies dapat menghindari lisis dengan cara mengalihkan lokasi aktivasi komplemen
melalui sekresi protein umpan (decoy protein) atau posisi permukaan bakteri yang jauh dari
membran sel. Beberapa organisme Gram positif mempunyai lapisan peptidoglikan tebal yang
menghambat insersi komplek serangan membran C5b-9 pada membran sel bakteri .
Bakteri enterik Gram negatif pada usus mempengaruhi aktivitas makrofag termasuk
menginduksi apoptosis, meningkatkan produksi IL-1, mencegah fusi fagosom-lisosom dan
mempengaruhi sitoskleton aktin. Strategi berupa variasi antigenik juga dimiliki oleh beberapa
bakteri, seperti variasi lipoprotein permukaan, variasi enzim yang terlibat dalam sintesis struktur
permukaan dan variasi antigenik pili.Keadaan sistem imun yang dapat menyebabkan bakteri
11. ekstraseluler sulit dihancurkan adalah gangguan pada mekanisme fagositik karena defisiensi sel
fagositik (neutropenia) atau kualitas respons imun yang kurang (penyakit granulomatosa
kronik).
5
14. Daftar Pustaka
1. Garna Baratawidjaja Karnen dan Rengganis Iris. 2009. Imunologi Dasar edisi VIII.
Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Ernets, Jawetz. 1996. “Mikrobiologi Kedokteran Edisi 20”. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
3. Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1994. “Buku Ajar
Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi”. Jakarta : Penerbit Binarupa Aksara.
26