Cerpen ini menceritakan tentang seorang perempuan bernama Nelva Kirana N yang menunggu kekasihnya bernama Ardi untuk kencan pertama di sebuah cafe. Ardi tidak kunjung datang dan membuat Nelva menunggu selama satu jam. Kemudian terungkap bahwa Ardi mengalami kecelakaan saat menuju cafe, sehingga tidak jadi datang. Dua minggu kemudian, Nelva baru mengetahui kematian Ardi akibat kecelakaan tersebut
1. Nama: Nelva Kirana N
Kelas: XI IA 9
No: 18
SMAN 1 Sidoarjo
2014
Catatan Seorang Perempuan yang Menunggu
Nelva Kirana N
Kekasihnya Datang
Dear diary…s
Hari ini aku senang sekali, seorang lelaki yang sedari dulu aku cintai secara diam-diam
itu, ternyata akan mengajakku bertemu, atau lebih tepatnya semacam kencan pertama. Ia
mengatakan, bahwa besok jam delapan malam akan mengajakku makan malam di sebuah café
yang lokasinya tepat berada di jantung kota. Café berlantai dua tingkat dan bila seseorang
duduk di sana akan tampak jelas terlihat lampu-lampu jalanan yang bisa membuat suasana
menjadi lebih romantis. Mungkin besok kami akan makan malam dengan memesan hidangan
yang sulit untuk aku lupakan. Stik kentang saus tomat dan orange juice sepertinya akan
menjadi hidangan yang cocok untuk mengawali sebuah kencan pertama nanti. Ah, aku tak
sabar menunggu besok malam tiba. Semoga menyenangkan.
***
Malam. Malam tanggal pertengahan bulan. Rembulan telah matang menggantung di
langit berbintang. Gigil angin berkesiur menembus setiap inci serat kulitku. Aku masih duduk
pada salah satu puluhan kursi yang tersedia di café ini. Aku sengaja memesan kursi pojok
kanan di lantai dua bersebelahan dengan jendea terbuka, di sini ruangannya memang begitu
pengap dan tampak tak berkelas. Ada banyak meja-meja kayu berwarna coklat kusam tersusun
rapih dan telah terisi penuh oleh pasangan kekasih yang tengah bercakap entah membicarakan
persoalan apa, aku tak berniat menguping. Di ruangan pengap inilah, sudah hampir setengah
jam lebih aku menunggu seorang lelaki yang tak kunjung datang. Telah berkali-kali aku
meneleponnya, namun tak pernah sekalipun diangkat. Berpuluh-puluh kali aku mengirimkan
pesan singkat melalui ponsel, tapi tak satu pun kuterima sebuah balasan. Sedang dimanakah
lelaki itu sekarang? Aku tak tahu!
Aku mulai dihinggapi perasaan gelisah. Olesan lipstik di bibirku mulai sedikit luntur
akibat keseringan meminum air putih karena terlalu lama menunggu bercampur dengan
buncahan rasa marah. Apakah malam ini ia telah membatalkan pertemuan secara sepihak dan
tak memberikan kabar terlebih dahulu padaku? Sialan! Sia-sia sore tadi aku menguras waktu
berjam-jam lamanya sekadar memilih gaun busana yang cocok untuk aku kenakan pada malam
2. ini, atau menghabiskan waktu berdandan hanya untuk sebuah acara pertemuan menyebalkan
seperti ini.
“Mau pesan apa Mbak?” tiba-tiba salah seorang pelayan perempuan menyodorkan
sebuah daftar menu. Entah sudah berapa kali ia bolak-balik ke mejaku menawarkan menu yang
disediakan di café ini. Dan dari balik sorot tatapannya itu, sepertinya ia menanam perasaan
kesal padaku.
“Nanti saja du lu jangan sekarang. Aku masih menunggu seseorang yang akan datang.”
jawabku mengelak sedikit malu, “Kalau boleh, ambilkan saja untukku segelas air putih lagi,”
lanjutku kembali dengan rona wajah yang lebih merah dari biasanya.
“Mohon tunggu sebentar.” jawabnya sedikit ketus.
Pesanan datang. Entah gelas keberapa air yang kuteguk ini. Rasanya hambar seperti
suasana mejaku sekarang. Aku membayangkan, pasti perasaan aneh seperti ini akan terasa
berbeda bila lelaki yang kutunggu itu datang dengan membawa sebuah senyuman di bibirnya.
Orang-orang di sekitarku mulai menatapku seperti melecehkan. Aku seolah menjadi orang
asing yang dilucuti dan dipermalukan. Aku merasa mereka telah menganggapku seorang
perempuan tolol karena telah dikhianati oleh janji busuk seorang lelaki. Tak terasa, waktu di
jam tanganku telah menunjukan pukul sembilan malam. Ternyata kini lelaki yang tengah
kutunggu kedatangannya itu telah membuat hatiku berharap cemas selama satu jam tepat.
Berarti ia telah melakukan suatu kesalahan besar dengan membiarkan aku teronggok sendirian
seperti potongan bangkai yang dipatuk paruh runcing burung-burung nazar. Hatiku panas. Ingin
sekali aku meludahi wajahnya yang berbentuk tirus itu, sebab kurasa bahwa menunggu adalah
suatu hal paling menyebalkan di dunia ini.
Andaikan saja sekarang ia datang secara tak terduga, pastinya aku bakalan memaafkan
kesalahannya itu dengan perasaan sangat rumit. Mungkin sebuah keterlambatan bisa
meluluhkan suasana pertemuan yang menyebalkan, ketimbang tidak datang sama sekali tanpa
kabar yang jelas. Ah, akan tetapi, mengharapkan suatu hal yang tak jelas pun sama
menyebalkannya. Ia memang tak jelas apakah bakalan datang atau tidak. Dan mungkin
sekaranglah waktu yang tepat untuk aku beranjak meninggalkan suasana café menyebalkan ini.
Tapi, tiba-tiba seorang lelaki berkemaja biru motif kotak-kotak datang ke mejaku, dan duduk
berhadapan saling menatap denganku.
“Apakah aku boleh duduk di sini?” tanya le laki itu. “Perkenalkan, namaku Ardi.”
lanjutnya sambil menyodorkan telapak tangan mengajak bersalaman ke arahku. Ah, rupanya ia
memiliki nama yang sama dengan nama seorang lelaki yang sedang kutunggu. Wajahnya pun
hampir mirip. Apa mungkin mereka berdua saudara kembar? Tak mungkin, ia tak pernah
menceritakan bila ia pernah memiliki saudara kembar. Kebetulan yang sangat luar biasa. Tidak.
Tak ada yang namanya kebetulan di dunia ini, sebab dalam kehidupan semuanya telah diatur di
dalam sebuah takdir, meski kita pun ditakdirkan untuk mengubah takdir kita masing-masing.“
Maaf, tapi sekarang sudah saatnya aku untuk pulang.”
Nelva Kirana N
3. “Loh, kenapa buru-buru? Aku dengar tadi katanya kamu sedang menunggu seorang
lelaki. Bukankah ia belum datang?”
“Entahlah, mungkin ia tak bakalan datang menemuiku.”
“Bodoh sekali le laki itu, membiarkan perempuan cantik sepertimu duduk di café ini
sendirian.” katanya sambil mengulum senyum.
Entah itu sebuah kalimat pujian atau sebuah hinaan karena ia mungkin telah
mengetahui kalau aku termakan janji busuk seorang lelaki, tapi yang jelas aku menyukai cara
ungkapannya yang menurutku teramat jujur. Harus kuakui, ia memiliki wajah yang polos, dan
aku pun memang berparas cantik. Menurut semua teman-temanku, aku adalah seorang
perempuan berpenampilan anggun. Aku memiliki sepasang mata bulat dan bening, belahan
bibir merah bagaikan capit kepiting, hidung mancung dan tampak kecil, lalu wajah kuning
langsat sewarna buah pisang yang telah matang.
“Kalau aku boleh jujur, aku tak bakalan membiarkanmu duduk sendirian.” katanya lagi.
“Tapi maaf, aku tidak terlalu menyukai le laki yang jujur. Terlihat sangat murahan!”
kataku sambil berlalu meninggalkannya.
Nelva Kirana N
***
Dear diary…
Malam ini perasaanku tidak seperti hari kemarin. Hari kemarin sangat menyenangkan
karena bisa membuat hatiku berbunga-bunga. Tapi apa boleh buat, bunga hati ini kini telah
layu, sebab sang kumbang pujaanku tak kunjung datang untuk menghisap sari madu yang
tumbuh di dalam bunga yang berbentuk hati ini. Aku tak tahu, apakah ia sengaja
membohongiku, atau memang benar-benar lupa soal janji pertemuannya denganku. Tapi yang
jelas, ia telah membuat hatiku remuk redam. Aku tak ingin kejadian malam ini terulang
kembali di hari berikutnya. Semoga saja.
***
Jam sebelas malam. Café tempat yang kujanjikan untuk menemui seorang perempuan
telah tutup. Jalanan terlihat sepi. Hanya sesekali pengendara jalan yang lewat. Aku tahu,
kalau perempuan itu telah pulang meninggalkan café ini sambil menahan perasaan kecewa. Ia
mungkin saja mengutukku dengan sebutan seorang lelaki pembohong. Ah, andaikan saja ia
mengetahui bahwa tadi aku sempat ditimpa sebuah kecelakaan, mungkin ia akan memaklumi
kesalahanku.
Sebelumnya, pada saat jam tujuh malam tadi, sebenarnya aku sudah bersiap-siap untuk
berangkat menuju café ini. Tidak seperti pada malam-malam biasanya, malam ini aku sengaja
mengenakan kemeja berwarna biru motif kotak-kotak dan celana jeans hitam panjang.
Setidaknya dengan berpenampilan elegan seperti itu, mungkin aku bisa meraih hatinya dan ia
akan terperangah memandangku. Aku selalu ingin tampil sempurna di hadapannya.
4. Penampilanku sudah sempurna. Tapi waktu telah menunjukan kalau aku bakalan
terlambat. Aku tak ingin suasana kencan pertamaku dengannya tampak tak sempurna hanya
gara-gara sebuah keterlambatan. Tak butuh menunggu waktu lama lagi, langsung kupacu
motorku secepat mungkin. Jalanan lengang. Kurasakan ada sebuah getaran dari dalam kantong
celanaku. Sepertinya dering ponselku berbunyi. Ternyata dari tadi aku telah mendapatkan
berpuluh-puluh kiriman pesan singkat. Ah, itu pesan dari seorang perempuan yang tengah
gelisah menanti kedatanganku.
Sedang dimana kau sekarang? Sudah hampir setengah jam lebih aku menunggumu.
Kalau memang kau tak bakalan datang, mungkin sebaiknya aku pulang saat ini juga. Begitu isi
salah satu pesan singkatnya yang sempat kubaca.
Tanpa memikirkan apa pun, sambil memacu motorku, aku mencoba membalas
pesannya itu. Aku tak ingin ia merasa kesal karena terlalu lama menungguku, hanya karena
sebuah keterlambatan.
Belum sempat aku mengirimkan balasan atas puluhan pesannya itu, tiba-tiba saja,
tanpa sepenglihatanku, dari arah berlawanan, sebuah truk besar sudah berada di dalam jalur
jalan yang kugunakan. Aku tak sempat menghindar dan membelokan motorku untuk
menghindari tabrakan dengan truk yang salah mengambil jalur. Tapi dari semua yang aku ingat,
setelah kecelakaan yang tak bisa terhindarkan itu, aku merasakan ruhku melayang dengan dua
buah sayap di belakang punggungku menuju tempat ini. Café yang kini telah tutup ini.
Nelva Kirana N
***
Dear diary…
Hari pertama di bulan baru. Hari ini aku baru mendapatkan sebuah kabar buruk tentang
kematian Ardi, lelaki yang pernah kutunggu kedatangannya dua minggu lalu. Aku baru
mengetahuinya setelah salah seorang temanku menceritakan semua kejadian naas itu. Dan,
aku pun baru tahu jika Ardi bukanlah seorang lelaki pembohong, karena ia mengalami
kecelakaan maut ketika sedang menuju café tempatku menunggu. Meski kini aku telah berbeda
dunia dengannya, kuharap ia akan setia menunggu kedatanganku kelak.
***
Wajah keduanya pun hampir mirip. Saat ini, aku ingin kembali menemuinya, bertatap
muka langsung dengannya. Lama aku menunggu kedatangan lelaki itu, namun harapanku
tampaknya tak akan terkabul. Dan kini aku yakin, bahwa ia adalah jiwa seorang lelaki yang
sedang kutunggu waktu itu.
5. Cerpen 'Catatan Seorang Perempuan yang Menunggu Kekasihnya Datang'
memiliki.....
Unsur Intrinsik
Tema: Percintaan yang sirna
Latar:
Latar Tempat:
Nelva Kirana N
Cafe
Aku masih duduk pada salah satu puluhan kursi yang tersedia di café ini.
Jalan
Jalanan terlihat sepi. Hanya sesekali pengendara jalan yang lewat.
Latar Waktu
Malam hari
Malam. Malam tanggal pertengahan bulan. Rembulan telah matang menggantung di langit
berbintang.
Jam tujuh malam
Sebelumnya, pada saat jam tujuh malam tadi, sebenarnya aku sudah bersiap-siap untuk
berangkat menuju café ini.
Jam sebelas malam
Jam sebelas malam. Café tempat yang kujanjikan untuk menemui seorang perempuan telah
tutup.
Hari pertama di bulan baru
Hari pertama di bulan baru. Hari ini aku baru mendapatkan sebuah kabar buruk tentang
kematian Ardi, lelaki yang pernah kutunggu kedatangannya dua minggu lalu.
Dua minggu lalu
Hari pertama di bulan baru. Hari ini aku baru mendapatkan sebuah kabar buruk tentang
kematian Ardi, lelaki yang pernah kutunggu kedatangannya dua minggu lalu.
Alur: Maju
Karena jalan cerita dijelaskan secara runtut mulai dari pengenalan latar dan masalah sampai
ke konflik dan di akhir cerita terdapat penyelesaian konflik.
Penokohan:
Lelaki (Ardi)
Ceroboh:
"Tanpa memikirkan apa pun, sambil memacu motorku, aku mencoba membalas pesannya itu."
Perfeksionis:
6. "Penampilanku sudah sempurna. Tapi waktu telah menunjukan kalau aku bakalan terlambat. Aku tak
ingin suasana kencan pertamaku dengannya tampak tak sempurna hanya gara-gara sebuah
keterlambatan."
Perempuan
Selalu mengeluh:
"Apakah malam ini ia telah membatalkan pertemuan secara sepihak dan tak memberikan kabar
terlebih dahulu padaku? Sialan! Sia-sia sore tadi aku menguras waktu berjam-jam lamanya sekadar
memilih gaun busana yang cocok untuk aku kenakan pada malam ini, atau menghabiskan waktu
berdandan hanya untuk sebuah acara pertemuan menyebalkan seperti ini."
Mudah berpikiran buruk
"Orang-orang di sekitarku mulai menatapku seperti melecehkan. Aku seolah menjadi orang asing
yang dilucuti dan dipermalukan. Aku merasa mereka telah menganggapku seorang perempuan tolol
karena telah dikhianati oleh janji busuk seorang lelaki."
Pelayan Perempuan
Kurang sabar menghadapi pelanggan
"Mohon tunggu sebentar.” jawabnya sedikit ketus."
Sudut Pandang:
Campuran
Karena Pengarang menempatkan dirinya bergantian dari satu tokoh ke tokoh lainnya dengan
sudut pandang yang berbeda-beda menggunakan “Aku”
Bukti
Diungkapkan oleh Lelaki (Ardi): Aku tahu, kalau perempuan itu telah pulang meninggalkan
café ini sambil menahan perasaan kecewa.
Diungkapkan oleh perempuan: Lama aku menunggu kedatangan lelaki itu, namun
harapanku tampaknya tak akan terkabul.
Nilai:
Nilai Moral
"Tanpa memikirkan apa pun, sambil memacu motorku, aku mencoba membalas pesannya itu.
Aku tak ingin ia merasa kesal karena terlalu lama menungguku, hanya karena sebuah
keterlambatan.
Belum sempat aku mengirimkan balasan atas puluhan pesannya itu, tiba-tiba saja,
tanpa sepenglihatanku, dari arah berlawanan, sebuah truk besar sudah berada di dalam jalur
jalan yang kugunakan. Aku tak sempat menghindar dan membelokan motorku untuk
menghindari tabrakan dengan truk yang salah mengambil jalur. Tapi dari semua yang aku ingat,
Nelva Kirana N
7. setelah kecelakaan yang tak bisa terhindarkan itu, aku merasakan ruhku melayang dengan dua
buah sayap di belakang punggungku menuju tempat ini. Café yang kini telah tutup ini."
Dari kutipan cerpen tersebut seharusnya kita tidak menggunakan handphone disaat sedang
berkendara karena kita bisa tidak fokus dan bisa mengalami kecelakaan seperti yang telah Ardi
lakukan.
Nilai Perjuangan
"Aku tak ingin suasana kencan pertamaku dengannya tampak tak sempurna hanya gara-gara
sebuah keterlambatan. Tak butuh menunggu waktu lama lagi, langsung kupacu motorku
secepat mungkin. Jalanan lengang."
Lelaki tersebut berusaha sebaik mungkin agar kencan pertamanya tidak mengecewakan
perempuan yang akan ditemuinya.
Amanat
Seharusnya kita sebagai manusia tidak mudah berpikiran buruk akan perilaku seseorang,
karena semua hal pasti ada sebabnya.
Kita tidak boleh menggunakan handphone saat sedang berkendara, karena kita akan celaka
karena tidak fokus untuk menyetir
Unsur Ektrinsik
Latar Kepengarangan Penulis
Nelva Kirana N
Penulis menjumpai berbagai reaksi masyarakat saat mereka menerima
pemberitahuan bahwa ada pesan masuk atau telepon masuk di handphone saat berkendara.
Dalam cerpen ini, penulis ingin menginspirasi dan memotivasi orang-orang untuk lebih
berhati-hati dalam berkendara. Lebih baik berhenti terlebih dahulu di tepi jalan untuk
menjawab atau melihat handphone kita sehingga kita tidak celaka.
Keyakinan Penulis
Penulis yakin bahwa kejadian ini banyak ditemui di masyarakat. Banyak orang yang
mengalami kecelakaan karena menggunkan handphone disaat berkendara. Oleh karena itu
penulis menggambarkan situasi tersebut dalam sebuah cerpen.
Masyarakat Pembaca
Pembaca dapat mengambil hikmah dari cerpen ini karena cerpen ini mengandung
secuplik masalah dalam berkendara yang ada di masyarakat dan masih banyak orang yang
memiliki masalah yang sama dengan cerpen ini.