Sim 9, miftahul hidayah, hapzi ali, akuntansi s1, kendala, langkah langkah dan metode dalam implementasi sistem informasi di sebuah perusahaan, universitas mercu buana, 2018
kendala dalam proses implementasi Sistem Informasi yang baru pada sebuah perusahaan Institusi serta langkah-langkah Implementasi sistem Informasi yang baru di terapkan pada suatu perusahaan, dan menggunakan metode apa
Artikel sistem informasi lazada, imam rahmat fauzan, universitas mercubuana,...
Similar to Sim 9, miftahul hidayah, hapzi ali, akuntansi s1, kendala, langkah langkah dan metode dalam implementasi sistem informasi di sebuah perusahaan, universitas mercu buana, 2018
artikel sistem informasi manajemen ahmad khotib,Bagaskoro Sabastian, Bayu Aji...ahmad khotib
Similar to Sim 9, miftahul hidayah, hapzi ali, akuntansi s1, kendala, langkah langkah dan metode dalam implementasi sistem informasi di sebuah perusahaan, universitas mercu buana, 2018 (20)
Sim 9, miftahul hidayah, hapzi ali, akuntansi s1, kendala, langkah langkah dan metode dalam implementasi sistem informasi di sebuah perusahaan, universitas mercu buana, 2018
1. SISTEM INFORMASI MANAJEMEN
DOSEN :
Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA
DISUSUN OLEH:
Miftahul Hidayah (43216010248)
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA
2018
2. kendala dalam proses implementasi Sistem Informasi yang baru pada sebuah
perusahaan Institusi
KENDALA DALAM PROSES PENERAPAN SISTEM INFORMASI DI INSTITUSI
kendala riil dan potensial yang dihadapi dalam pengembangan sistem informasi di
institusi tersebut, yaitu :
a. Masalah Kebisaaan dan Kurang Memahami Basisdata Ini dapat dipahami karena
Word dari asalnya adalah program aplikasi pengolah kata dan Excel adalah program
pengolah angka atau spread sheet. Memang kedua program aplikasi tersebut bisa untuk
mencatat dan menyimpan file tentang identitas pelanggan dan ada fasilitas untuk sort dan
find, tetapi tetap saja bukan program pengolah data. Ini adalah fakta yang harus dipahami
secara bijak dan banyak juga dari mereka akan menjadi bingung kalau, sederhanya, tampilan
Windows sedikit diubah. Hal yang sederhana saja sudah membuat mereka bekerja tidak
maksimal. Belum lagi jika apa yang bisa tampil di layar monitor mereka diubah, meksipun
tujuannya mempermudah pekerjaan mereka, maka bisa dibayangkan betapa kacau
nantinya. Mengapa ini bisa terjadi? Kemungkinan karena dahulu, pada saat proses
rekrutmen karyawan, memang disyaratkan yang bisa Word dan Excel saja. Jadi dalam hal ini,
karyawan tidak salah, manajer personalia atau pemilik-lah yang salah dalam mencantumkan
syarat menjadi karyawan.
b. Prosedur yang tidak Baku Dalam proses pencatatan prosedur yang dilakukan satu
departemen, tidak dilakukan uji secara initernal di departemen itu sendiri maupun uji antar
departemen. Memang untuk mencatat alur prosedur itu tampaknya mudah, tetapi kalau
belum diuji dan sudah akan digunakan oleh departemen sistem informasi untuk dijadikan
pedoman dalam pembuatan program, maka merusak. Uji internal dalam departemen itu
sendiri sebenarnya seperti kita melihat oleh TKP dalam sudah kejadian huku.Ada cerita atau
ada BAP, dalam hal ini bisa disamakan dengan prosedur, kemudian memang diuji di
lapangan. Misalnya prosedur pelayanan pelanggan baru. Di dalam buku prosedur dijelaskan
bahwa pelanggan baru adalah mereka yang sama sekali belum pernah menikmati jasa
institusi secara langsung dan belum pernah terdaftar sebagai pelanggan institusi. Di
lapangan yang terjadi lain. Yang dimaksud pelanggan baru, bisa jadi mereka yang lupa
membawa kartu member dan kemudian karena ingin segera menikmati layanan institusi,
3. maka dibuatlah atau dia dianggap sebagai pelanggan baru.Jadi mana yang benar antara
penyataan di buku prosedur atau yang terjadi di lapangan? Prosedur baku dalam buku
prosedur itulah yang harus ditaati. Masalah pelanggan yang bisa terdaftar dua kali karena
karyawan bisanya hanya Word dan Excel, bukan dengan Access yang didisain khusus untuk
database. Kalau karyawan tersebut bisa dengan Access, maka identitas pelanggan yang
sama tidak akan terjadi lagi. Permasalahan lain berupa keterbatasan departemen sistem
informasi yang hanya terdiri dari 4 orang dan 1 pimpinan untuk memahami setiap prosedur
yang ada di 60 departemen. Meskipun bisa di baca dari buku prosedur, tetapi kedalaman
dan pemahaman departemen ini akan sangat dipertanyakan. Bagaimanapun juga,
departemen sistem informasi ini adalah ‘outsource’ meskipun masih berada dalam satu
institusi.
c. Penunjukan Prioritas Otoritas Di dalam praktik keseharian, prioritas otoritas ini
kurang diperhatikan, tetapi di sisi konsumen, malah diuntungkan. Misalnya, seorang
konsumen telah menikmati layanan jasa, dan ia diminta untuk membayar di loket kas, tetapi
ternyata di loket tersebut terjadi antrian, si konsumen tersebut bisa menitipkan
pembayarannya ke karyawan lain. Karyawan yang dititipi tinggal membubuhkan paraf dan
meminjam cap lunas. Uang diambil karyawan sekaligus dengan tembusan nota, selesai,
tetapi di dalam buku prosedur, praktik ‘potong jalan’ semacam itu tidak boleh lagi dilakukan
meski, dirasa membuat praktis dan melayani konsumen. Contoh lain misalnya:”Kalau atasan
tertinggi sudah tanda tangan, maka segera bisa dijalankan, tidak usah lagi minta tanda
tangan dari yang lain.” Ini sering terjadi, dan anehnya, karyawan yang ‘dilompati’ tenang-
tenang saja dan percaya bahwa kalau atasan sudah tanda tangan, berarti semua sudah
beres. Meminta konfirmasi melalui intercom atau aiphone juga sering dilakukan. Meski tidak
ada cap otorisasi, tetapi kalau sudah dijelaskan melalui intercom bahwa konsumen tersebut
sudah berstatus ‘beres’, maka bagian lain bisa meneruskan proses.
d. Mengkomunikasikan Rencana Pengembangan Sistem Informasi ke Karyawan
Operator Sering kali berbagai penolakan muncul karena tidak ada komunikasi, meski yang
ditolak itu bertujuan baik. Demikian juga di dalam institusi ini, tapaknya komunikasi yang
intensif terjadi hanya antara departemen sistem informasi dengan berbagai pimpinan
departemen, tetapi antara departemen komuniasi dan pimpinan departemen ke karyawan
yang nantinya akan berfungsi sebagai operator, tidak dilakukan. Mereka menganggap
4. bahwa operator itu hal yang kecil dan remeh-temeh, nantinya kalau diberi pelatihan, maka
semuanya akan beres. Ternyata potensi konfliknya akan besar jika sistem informasi harus
berhadapan dengan mereka. Operator ini, meskipun disepelehkan, adalah pengguna sistem
informasi dan sekaligus ujung tombak institusi dengan para konsumen.
e. Keinginan Pemilik yang Tidak Jelas Sering sekali, pemilik yang telah melihat sistem
informasi di tempat lain, ‘tergoda’ juga untuk memilikinya. Kalau hanya tergoda untuk
memilikinya tetapi tidak diikuti pemahaman tentang sistem informasi dan visi yang kuat,
maka permintaan akan adanya sistem informasi di institusi akan menjadi bumerang. Secara
teknis, permintaan pemilik institusi cukup sederhana, agar dia bisa mengawasi transaksi
setiap harinya, tetapi bagian sistem informasi akan ‘menjebol’ sistem yang sudah ada
dengan suatu sistem yang baru dan ini berpotensi akan menimbulkan konflik.
Pernah terjadi di institusi lain, pemilik atau pengambil keputusan sama sekali tidak tahu
tentang komputer dan sistem informasi, tetapi berani memutuskan untuk menggunakan
sistem informasi yang paling canggih. Hasilnya Hancur, karena dia menganggap bahwa
sistem informasi hanyalah masalah teknis: menyediakan komputer, perangkat lunak, dan
jaringan, selesai.Masalah visi-misi perusahaan, budaya, kebisaaan, dan bagaimana
tanggapan manusia terhadap munculnya sistem informasi, tidak dia pahami.
langkah-langkah Implementasi sistem Informasi yang baru di terapkan pada
suatu perusahaan, dan menggunakan metode apa
Secara garis besar ada enam tahap yang biasa dijadikan sebagai batu pijakan atau model
dalam melaksanakan aktivitas pengembangan sistem informasi, yaitu: perencanaan, analisis,
desain, konstruksi, implementasi, dan pascaimplementasi.
1. Tahap Perencanaan
Tahap ini merupakan suatu rangkaian kegiatan sejak ide pertama yang
melatarbelakangi pelaksanaan pengembangan sistem tersebut dilontarkan. Dalam
tahap perencanaan pengembangan sistem harus mendapatkan perhatian yang sama
5. besarnya dengan merencanakan proyek-proyek besar lainnya, seperti perencanaan
pengadaan perangkat jaringan teknologi informasi (TI), rencana membangun gedung
kantor 15 tingkat. Keuntungan-keuntungan yang diperoleh jika proyek
pengembangan sistem informasi direncanakan secara matang, mencakup:
Ruang lingkup proyek dapat ditentukan secara jelas dan tegas. Unit
organisasi, kegiatan ataun sistem yang mana yang akan dilibatkan dalam
pengembangan ini dan unit mana yang tidak dilibatkan? Informasi ini memberikan
perkiraan awal besarnya sumber daya yang diperlukan.
Dapat mengidentifikasi wilayah/area permasalahan potensial. Perencanaan
akan menunjukkan hal-hal yang mungkin bisa terjadi suatu kesalahan, sehingga hal-
hal demikian dapat dicegah sejak awal.
Dapat mengatur urutan kegiatan. Banyak sekali tugas-tugas terpisah dan
harus berjalan secara bersamaan/paralel yang diperlukan untuk pengembangan
sistem. Tugas-tugas ini diatur dalam urutan logis berdasarkan prioritas informasi dan
kebutuhan untuk efisiensi.
Tersedianya sarana pengendalian. Tingkat pengukuran kinerja harus
dipertegas sejak awal.
2. Tahap Analisis
Ada dua aspek yang menjadi fokus tahap ini, yaitu aspek bisnis atau
manajemen dan aspek teknologi. Analisis aspek bisnis mempelajari karakteristik
organisasi yang bersangkutan. Tujuan dilakukannya langkah ini adalah untuk
mengetahui posisi atau peranan teknologi informasi yang paling sesuai dan relevan
di organisasi dan mempelajari fungsi-fungsi manajemen dan aspek-aspek bisnis
terkait yang akan berpengaruh atau memiliki dampak tertentu terhadap proses
desain, konstruksi, dan implementasi.
6. Selama tahap analisis, sistem analis terus bekerjasama dengan manajer, dan
komite pengarah SIM terlibat dalam titik-titik yang penting mencakup kegiatan
sebagai berikut:
a. Menetapkan rencana penelitian sistem
b. Mengorganisasikan tim proyek
c. Mendefinisikan kebutuhan informasi
d. Mendefinisikan kriteria kinerja sistem
e. Menyiapkan usulan rancangan sistem
f. Menyetujui atau menolak rancangan proyek pengembangan sistem
Keluaran dari proses analisis di kedua aspek ini adalah masalah-masalah penting
yang harus segera ditangani, analisis penyebab dan dampak permasalahan bagi
organisasi, beberapa kemungkinan skenario pemecahan masalah dengan
kemungkinan dan dampak risiko serta potensinya, dan pilihan alternatif solusi yang
direkomendasikan.
3. Tahap Perancangan (Desain)
Pada tahap ini, tim teknologi informasi bekerja sama dengan tim bisnis atau
manajemen melakukan perancangan komponen-komponen sistem terkait. Tim
teknologi informasi akan melakukan perancangan teknis dari teknologi informasi
yang akan dibangun, seperti sistem basis data, jaringan komputer, teknik koversi
data, metode migrasi sistem, dan sebagainya.
Sementara itu, secara paralel dan bersama-sama tim bisnis atau manajemen, dan
tim teknologi informasi akan melakukan perancangan terhadap komponen-
komponen organisasi yang terkait, seperti: standard operating procedures (SOP),
struktur organisasi, kebijakan-kebijakan, teknik pelatihan, pendekatan SDM, dan
7. sebagainya. Langkah-langkah tahap rancangan sistem mencakup:
a. Menyiapkan detail rancangan sistem
b.Mengidentifikasi berbagai alternatif konfigurasi/rancang bangun sistem
c. Mengevaluasi berbagai alternatif konfigurasi sistem
d. Memilih konfigurasi terbaik
e. Menyiapkan usulan penerapan/aplikasi
f. Menyetujui atau menolak aplikasi sistem
4. Tahap Pembangunan Fisik/Konstruksi
Berdasarkan desain yang telah dibuat, konstruksi atau pengembangan sistem
yang sesungguhnya (secara fisik) dibangun. Tim teknis merupakan tulang punggung
pelaksanaan tahap ini, mengingat semua hal yang bersifat konseptual harus
diwujudkan dalam suatu konstruksi teknologi informasi dalam skala yang lebih
detail.
Dari semua tahapan yang ada, tahap konstruksi inilah yang biasanya paling
banyak melihatkan sumber daya terbesar, terutama dalam hal penggunaan SDM,
biaya, dan waktu. Pengendalian terhadap manajemen proyek pada tahap konstruksi
harus diperketat agar penggunaan sumber daya dapat efektif dan efisien.
Bagaimanapun, hal ini akan berdampak terhadap keberhasilan proyek sistem
informasi yang diselesaikan secara tepat waktu. Akhir dari tahap konstruksi biasanya
berupa uji coba atas sistem informasi yang baru dikembangkan.
5. Tahap Implementasi
8. Tahap implementasi merupakan tahap yang paling kritis karena untuk
pertarna kalinya sistem informasi akan dipergunakan di dalam organisasi. Ada
berbagai pendekatan untuk implementasi sistem yang baru didesain. Pekerjaan
utama dalam implementasi sistem biasanya mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. Merencanakan waktu yang tepat untuk implementasi
b. Mengumumkan rencana implementasi
c. Mendapatkan sumberdaya perangkat keras dan lunak
d. Menyiapkan database
e. Menyiapkan fasilitas fisik
f. Memberikan pelatihan dan workshop
g. Menyiapkan saat yang tepat untuk cutover (peralihan sistem)
h. Penggunaan sistem baru
Pemberian pelatihan (training) harus diberikan kepada semua pihak yang terlibat
sebelum tahap implementasi dimulai. Selain untuk mengurangi risiko kegagalan, pemberian
pelatihan juga berguna untuk menanamkan rasa memiliki terhadap sistem baru yang akan
diterapkan. Dengan cara ini, seluruh jajaran pengguna akan dengan mudah menerima
sistem tersebut dan memeliharanya dengan baik di masa-masa mendatang.
6. Tahap Pasca Implementasi
Pengembangan sistem informasi biasanya diakhiri setelah tahap implementasi
dilakukan. Namun, ada satu tahapan lagi yang harus dijaga dan diperhatikan oleh
manajemen, yaitu tahap pasca implementasi. Kegiatan yang dilakukan di tahap pasca
implementasi adalah bagaimana pemeliharaan sistem akan dikelola.
Seperti halnya sumber daya yang lain, sistem informasi akan mengalami perkembangan di
kemudian hari. Hal-hal seperti modifikasi sistem, berpedoman ke sistem lain, perubahan hak
9. akses sistem, penanganan terhadap fasilitas pada sistem yang rusak, merupakan contoh dari
kasus-kasus yang biasanya timbul dalam pemeliharaan sistem. Disinilah diperlukan
dokumentasi yang memadai dan pemindahan pengetahuan dari pihak penyusun sistem ke
pengguna untuk menjamin terkelolanya dengan baik proses-proses pemeliharaan sistem.
Dari perspektif manajemen, tahap pasca-implementasi adalah berupa suatu aktivitas di
mana harus ada personil atau divisi yang dapat melakukan perubahan atau modifikasi
terhadap sistem informasi sejalan dengan perubahan kebutuhan bisnis yang dinamis.
Pengembangan Sistem Teknologi Informasi Metode SDLC (System Development Life Cycle)
SDLC (Systems Development Life Cycle, Siklus Hidup Pengembangan Sistem) atau
Systems Life Cycle (Siklus Hidup Sistem), dalam rekayasa sistem dan rekayasa perangkat
lunak, adalah proses pembuatan dan pengubahan sistem serta model dan metodologi yang
digunakan untuk mengembangkan sistem-sistem tersebut. Konsep ini umumnya merujuk
pada sistem komputer atau informasi. SDLC juga merupakan pola yang diambil untuk
mengembangkan sistem perangkat lunak, yang terdiri dari tahap-tahap:
rencana(planning),analisis (analysis), desain (design), implementasi (implementation), uji
coba (testing) dan pengelolaan (maintenance). Terdapat 3 jenis metode siklus hidup sistem
yang paling banyak digunakan, yakni: siklus hidup sistem tradisional (traditional system life
cycle), siklus hidup menggunakan prototyping (life cycle using prototyping), dan siklus hidup
sistem orientasi objek (object-oriented system life cycle).
Adapun kegunaan utama dari SDLC adalah mengakomodasi beberapa kebutuhan.
Kebutuhan-kebutuhan itu biasanya berasal dari kebutuhan pengguna akhir dan juga
pengadaan perbaikan sejumlah masalah yang terkait dengan pengembangan perangkat
lunak. Kesemua itu dirangkum pada proses SDLC yang dapat berupa penambahan fitur baru
baik itu secara modular maupun dengan proses instalasi baru. Dari proses SDLC juga berapa
lama umur sebuah perangkat lunak dapat diperkirakan untuk dipergunakan yang dapat
diukur atau disesuaikan dengan kebijakan dukungan dari pengembang perangkat lunak
terkait.