1. Nama : Listiana Nurwati
Kelas/Angkatan : B/2010
NPM : 170410100106
Dosen : Iman Soleh,S.IP.,M.Si.
Mata Kuliah : Sistem Sosial Indonesia
Review Buku Peradaban Jawa : dinamika pranata politik, agama, dan ekonomi Jawa kuno
(Supratikno Rahardjo).
Buku ini menjelaskan bagaimana dinamika pranata-pranata yang ada di masyarakat
yang berpengaruh penting dalam perkembangan peradaban Jawa pada masa itu. Pranata-
pranata yang dianggap memiliki peran penting dalam peradaban Jawa pada masa itu
diantaranya yakni pranata politik, agama, dan ekonomi.
Selain ketiga pranata itu, sebenarnya ada lagi pranata yang biasanya dianggap cukup
penting dalam perkembangan peradaban, diantaranya yakni pranata militer dan pranata
kekerabatan. Dalam buku ini, pranata militer tidak dibahas lebih dalam karena pranata militer
ini telah dimasukkan ke dalam pranata politik, sedangkan pranata kekerabatan tidak dibahas
mendalam karena hal-hal mengenai kekerabatan masyarakat Jawa pada masa kuno tidak
terlalu diperbincangkan, sehingga datanya kurang.
Aspek khusus dari ketiga pranata utama itu dinilai sangat memiliki peran dalam
peradaban Jawa kuno. Diantaranya aspek politik yang memegang peran penting dalam segi
birokrasi, aspek ekonomi pada masa itu mengenai pertanian sawah dan perdagangan jarak
jauh, dan agama terutama Hindu dan Budha yang dalam sejarah dikatakan berhasil masuk
melalui kegiatan perdagangan.
Dalam buku ini, ketiga pranata yang dianggap utama dan penting dalam
perkembangan peradaban itu dibahas secara mendalam. Dan dinamika ketiganya diamati
secara utuh dimulai sejak peradaban Jawa tumbuh antara abad ke-8 hingga abad ke-15.
2. Peradaban Jawa kuno pada masa itu biasanya dibedakan ke dalam dua periode utama
berdasarkan wilayah tempat berkembang. Periode pertama yakni periode Jawa Tengah
(termasuk Yogyakarta) yang perkembangannya dinilai pesat pada saat abad ke-8 hingga abag
ke-10 masehi. Dan periode kedua dari masa peradaban Jawa kuno yakni pada periode Jawa
Timur yang perkembangannya baik sekitar abad ke-10 hingga abad ke-15 Masehi. Namun
perbedaan periode itu bukanlah suatu hal yang dapat ditarik jalur pemisahnya dengan mudah,
namun kedua periode itu dalam kenyataannya saling berhubungan satu sama lain, yang
membedakan yakni wilayah mana yang lebih baik perkembangannya sehingga memiliki
potensi untuk dijadikan tempat pemusatan kegiatan-kegiatan politik, agama dan ekonomi
dalam perkembangan peradaban Jawa.
Perkembangan peradaban Jawa tentu berdinamika. Adakalanya peradaban yang lalu
berkembang cukup pesat dan berakibat perkembangan selanjutnya mengalami perkembangan
yang pesat pula, namun tidak mustahil pula apabila peradaban baru yang menggantikan
peradaban lama dapat mencapai prestasi melebihi peradaban yang digantikan. Dan kemajuan
seorang manusia dalam suatu peradaban seharusnya diukur dari peningkatan semangat yang
kuat dari dalam diri individu yang kreatif. Dan setiap pranata sosial, sebagai bagian dari
peradaban, dapat berkembang dan menyusut pada zaman yang berbeda-beda, oleh faktor
yang berbeda-beda, dan dengan kecepatan yang juga berbeda-beda.
Peradaban adalah sebuah sistem yang tersusun dari sejumlah pranata sosial yang
saling berhubungan. Pranata-pranata sosial kini tidak lagi dianalisis sebagai satuan-satuan
yang terpisah. Peradaban kini dilihat sebagai suatu sistem yang tertutup, dan analisisnya
dipusatkan pada hubungan antara satu pranata dengan pranata lainnya, hal itu diperuntukan
sebagai cara mengetahui pranata apa yang cenderung menonjol pengaruhnya pada suatu
periode tertentu.
Setiap pranata memiliki perbedaan-perbedaan dalam hal fungsi dan hambatan-
hambatan yang akan dihadapi pada setiap pranata. Dinamika pranata-pranata itu kemudian
berhubungan dengan kedudukan setiap individu di dalamnya. Pada Peradaban Jawa masa
kuno, Individu-individu yang tidak berkuasa kemudian hanya menjadi suatu minoritas
penguasa. Dan kelompok penguasa (elite) adalah mereka yang memutuskan segala masalah-
masalah yang bersifat nasional. Peranan kelompok elite ini tercermin dalam sifat
kepemimpinan seorang raja, atau dominasi kelompok elite yang tercermin dalam struktur
pejabat-pejabat kerajaan.
3. Peradaban dapat diketahui perkembangan dan keadaannya yakni dengan
ditemukannya bukti-bukti adanya kehidupan pada masa itu. Diantaranya yakni dengan
ditemukannya sisa-sisa bangunan keagamaan, monumen-monumen, tulisan-tulisan pada batu
logam dan ditemukannya bekas pemukian dan kuburan untuk memperkirakan jumlah
penduduk yang ada pada masa itu.
Selanjutnya, yakni bagaimana gejala-gejala adanya peradaban ini muncul sampai pada
akhirnya menghasilkan sebuah negara. Negara adalah bentuk organisasi sosiopolitik dengan
sistem pemerintahan yang kuat dan terpusat. Dan negara berfungsi untuk menjaga monopoli
kekuasaan yang ditandai oleh sistem hukum yang pelaksanaannya mengikuti prosedur yang
dibakukan.
Dan dengan adanya bukti candi Borobudur, dapat diduga bahwa masyarakat pada
peradaban Jawa Kuno memiliki pola hubungan antaranggota masyarakat yang bersifat
solidaritas. Pola ini ditandai oleh bentuk hubungan yang mementingkan keseragaman dan
agama yang dijadikan sebagai sumber moral dan dasar pengendalian sosial yang cenderung
bersifat menekan(represif).
Dalam buku ini, digunakan istilah peradaban, konsep peradaban digunakan untuk
mengartikan gejala-gejala budaya yang tumbuh dalam masyarakat kompleks yang memiliki
ciri adanya keragaman, ketaksetaraan, dan munculnya pranata-pranata yang bersifat nasional.
Keanekaragaman dapat muncul akibat dari perbedaan latar belakang budaya dan sifat
lingkungan asal. Ketaksetaraan mengacu pada terciptanya pengelompokan sosial yang
didasarkan atas tinggi-rendahnya kedudukan seseorang dalam suatu tatanan masyarakat.
ketaksetaraan ini ditandai dengan munculnya organisasi pemerintahan yang disusun berlapis.
Sedangkan pranata yang bersifat nasional, mengacu pada munculnya unsur-unsur
kebudayaan yang dijadikan pedoman bagi para anggota masyarakat. pranata-pranata ini
berfungsi sebagai patokan yang dijadikan landasan dalam kehidupan sehari-hari. Munculnya
pranata-pranata ini dapat dianggap sebagai penanda atau bukti penting dari munculnya
kehidupan bernegara. Pranata-pranata pokok atau utama yang menjadi penanda adanya
kehidupan bernegara pada masa Jawa Kuno yakni diantaranya ada tiga pranata, pertama
pranata politik, kedua pranata ekonomi dan ketiga yakni pranata ekonomi.
4. Pranata politik. Dua masalah yang biasanya dikaitkan dengan aspek politik masa Jawa
Kuno, yakni corak sistem pemerintahan dan dinamika pemerintahan. Fungsi utama pranata
politik adalah untuk mempertahankan tatanan sosial dan melindungi warganya dari gangguan
internal dan eksternal.
Sistem pemerintahannya lebih menekankan pada hubungan antara pemerintah pusat
dengan pemerintah desa. Pengaruh pemerintah pusat sampai pada tingkat tertentu jelas
mempengaruhi sistem pemerintahan desa, khususnya dalam bidang ekonomi. Sistem
perekonomian mendorong bagaimana kekuasaan birokrasi mengontrol masyarakat.
Masyarakat secara tipikal dibagi menjadi dua, yakni masyarakat lingkungan keraton dan
lingkungan petani. Dari segi politik dan agama, kedua tipe masyarakat itu tidak dapat
diciptakan suatu kondisi yang memungkinkan bagi keduanya saling berhubungan.
Dinamika pemerintahan Jawa Kuno ditandai dengan perebutan kekuasaan diantara
dinasti Sanjaya dan dinasti Syailendra. Dan satu hal yang tidak berubah dalam hal sistem
pemerintahannya adalah tidak pernah muncul adanya sistem pemerintahan yang terpusat.
Kerajaan terbagi ke dalam sejumlah wilayah yang dipimpin oleh seorang pangeran yang
bertindak sebagai raja. Dan dinamika pemerintahan Jawa Kuno juga diwarnai dengan
berpindahnya pusat pemerintahan, khususnya dari wilayah Jawa Tengah ke Jawa Timur.
Salah satu alasan perpindahan itu adalah karena masyarakat Jawa Tengah merasa
menanggung beban besar dalam pemerintahan. Namun selain itu, banyak pula alasan-alasan
yang mengakibatkan perpindahan pusat pemerintahan Jawa Kuno pada saat itu.
Para penyelenggara pemerintahan Jawa Kuno terbagi menjadi 2 kategori, yakni para
penyelenggara di tingkat kerajaan dan para penyelenggara di tingkat desa. Dan di tingkat
kerajaan, dibagi lagi dalam 5 kategori, diantaranya ada raja, dewan pertimbangan kerajaan,
pejabat non-keagamaan, para pejabat keagamaan dan peradilan, dan pejabat-pejabat lain.
Panjang atau pendeknya masa pemerintahan seorang raja, tidak berkaitan langsung dengan
kestabilan pemerintahan.
Sifat-sifat yang secara ideal seharusnya dimiliki oleh seorang pemimpin agar
mendapatkan legitimasi dari para pengikutnya diantaranya adalah tindakan berprestasi
(kemampuan membagi kekayaan, meningkatkan kesejahteraan, dan prestasi di bidang
kemiliteran atau di bidang keagamaan), hubungan keturunan (faktor keturunan dari raja-raja
pendahulu merupakan sumber yang paling mantap bagi seseorang untuk diterima sebagai raja
pengganti. Anak laki-laki maupun anak perempuan memiliki hak untuk menduduki tahta
5. kerajaan), dan kharisma (kualitas kepribadian seseorang yang dirasakan oleh pengikutnya
berbeda dari orang-orang lain pada umumnya). Ketiga faktor itu tidak dapat terpisah satu
sama lainnya.
Sebagian besar perintah dari seorang raja, disampaikan langsung kepada seseorang
atau beberapa pejabat tinggi di bawah raja, dan kemudian mereka lalu meneruskannya kepada
pemimpin desa yang menjadi sasarannya.
Dan apabila kita berbicara mengenai penegakkan hukum pada masa itu, diketahui
bahwa dalam prasasti-prasasti Jawa Kuno, masalah terpenting yang diatur adalah masalah
pajak tanah dan sengketa hak waris tanah. Tiga hal penting yang menjadi sumber hukum
pada masa Jawa Kuno, yakni hukum adat, hukum tertulis yang bersifat nasional, dan hukum
formal yang telah dikenal oleh penduduk desa. Bentuk sanksi yang dikenakan yakni ada
sanksi denda dan kutuk. Kutuk dibacakan oleh pemimpin upacara. Dan denda dilaksanakan
dalam bentuk emas. Namun, hingga kini belum ditemukan prasasti yang menjelaskan secara
rinci siapa yang menegakkan hukumnya.
Pranata agama. Dua permasalah pokok yang menjadi perhatian dalam bidang agama
Jawa Kuno, yakni identifikasi sistem pantheon, dan perkembangan ajaran agama Hindu dan
Budha. Menurut kewenangannya, para pemimpin keagamaan di lingkungan keraton dapat
dibedakan menjadi dua kelompok utama, yakni pendeta istana dan pendeta yang bekerja
sebagai pejabat kerajaan.
Sistem pantheon maksudnya adalah dimana setiap candi memiliki penggambaran
tertentu terhadap seorang dewa yang sedikit sulit menentukan dewa apa yang digambarkan
pada suatu candi. Dan candi-candi yang ada pun sulit diketahui secara persis angka tahunnya.
Perkembangan ajaran agama pada masa itu yakni mengenai ajaran agama Hindu dan
Budha. Yang keduanya menanamkan doktrin yang sama, yakni ajaran keselamatan. Selama
periode Jawa Tengah agama Budha masih menunjukkan perkembangan secara penuh. Dan
pada masa Jawa Timur, kedua agama ini (Hindu dan Budha) cenderung mengembangkan
sistem pemikiran yang saling mempengaruhi satu sama lain, khususnya tentang Ptinsip
Kebenaran Tertinggi, sehingga muncul gejala yang disebutnya sebagai koalisi ataupun
paralelisme.
6. Kepercayaan yang dianut masyarakat Jawa Kuno tentu memiliki suatu kebenaran
tertinggi pada setiap agama. Dan kebenaran tertinggi ini mengacu pada kepercayaan yang
menjadi inti dan melandasi setiap tindakan keagamaan. Contoh dalam agama hindu, yang
menjadi kebenaran tertingginya adalah tujuan manusia yakni kembali menyatu kepada
sumber kehidupan, dan di agama budha, kebenaran tertinggi tujuan manusia yang utama
adalah menghentikan kelahiran, karena menurut kepercayaannya, kelahiran manusia di dunia
dipandang sebagai suatu penderitaan.
Pada masa itu, tempat-tempat suci terbagi menjadi tiga tempat suci, diantaranya : jenis
pertama adalah semua bangunan suci yang diperuntukan bagi raja dan keluarganya, Jenis
kedua adalah bangunan suci yang telah dihibahkan kepada orang-orang miskin, dan yang
ketiga yakni tempat-tempat suci untuk mengasingkan diri yang letaknya jauh di dalam hutan,
di lereng gunung, di puncak bukit, atau di tepian laut. Dan telah ditunjukkan pula bahwa
kepercayaan setempat pada masa itu disamping berdatangannya penyebaran agama Hindu
maupun Budha , kegiatan pemujaan kepada arwah leluhur juga dibuktikan dalam kitab-kitab
yang ada.
Pranata Ekonomi. Tiga aspek yang terkait dalam masalah dinamika pranata ekonomi,
yakni pertanian, perdagangan dan sistem moneter. Dalam bidang pertanian, usaha pengaturan
bangunan pengairan dikenal sejak abad-5. Namun, pengaturan bangunan irigasi untuk
kepentingan sawah dalam skala cukup maju, dimulai pada awal abad-9.
Dalam bidang perdagangan, dua kategori perdagangan yang berlangsung pada masa
Jawa Kuno, yakni kategori lokal yang berlangsung di tingkat desa, dan regional yang
mencakup wilayah yang lebih luas. Pusat perdagangan lokal adalah pada kegiatan pasar yang
berlangsung dengan pola khusus, yakni pola hari pasaran dengan siklus lima hari sepekan.
Maksudnya yakni dalam sepekan, penyelenggaraan kegiatan pasar dilakukan bergilir dan
biasanya menyangkut barang-barang kebutuhan sehari-hari. Pola perdagangan ini tidak
mengalami perubahan hingga pertengahan abad ke-20. Dalam hal perdagangan regional yang
wilayahnya cukup luas, persoalan yang biasa dibahas adalah masalah perdagangan
internasional yang terjadi.
Sistem moneter telah dikenal di Jawa sejak awal abad ke-9. Memasuki abad ke-11
mulai diperkenalkan mata uang logam Cina dari tembaga, dan mulai digunakan pada masa
Majapahit. Satuan yang digunakan yakni picis, satuan ini dipengaruhi oleh pengaruh mata
uang Cina. Biasanya satuan ini digunakan untuk membayar pajak ataupun denda.
7. Pelaku-pelaku ekonomi pada masa Jawa Kuno diantaranya ada pegawai pemungut
pajak (mengambil sebagian hasil usaha penduduk untuk kepentingan kerajaan), pengrajin
(memasok kebutuhan pelengkap diluar kebutuhan pokok), pekerja senin (pelayan kebutuhan
akan hiburan dan keindahan), pedagang (mendistribusikan barang dan jasa), petani dan
petugas pertanian (penghasil dan pengelola kebutuhan pokok). Pajak diambil dari hasil bumi
dan usaha perdagangan. Jenis pajaknya dapat berupa hasil bumi (biasanya beras atau padi)
maupun dalam bentuk lain (emas atau perak).
Transaksi jual beli umumnya terjadi di pasar-pasar. Alat tukar yang digunakan pada
awalnya menggunakan mata uang yang menggunakan logam-logam mulia (emas dan perak).
Namun, karena jumlahnya yang terbatas, maka sebagian transaksi tidak menggunakan mata
uang, namun dengan cara barter.
Peranan orang-orang Jawa dalam menciptakan jaringan maritim di Indonesia dibagi
ke dalam dua periode. Periode pertama ditandai oleh orientasi ekspor dari hasil pertaniannya
dan meningkatnya perdagangan, ekspansi militer dan juga meningkatnya jumlah penduduk.
Dan periode kedua ditandai oleh disintegrasi pusat kekuasaan yang dominan dalam bidang
politik dan ekonomi.
Sebelum masa kolonial (abad ke-18), perekonomian Jawa secara keseluruhan tidak
mengalami banyak perubahan. Faktor yang menyebabkan hal itu diantaranya adalah karena
sebagian masyarakat desanya yang bersifat agraris cenderung terisolasi dan mandiri. Dan
faktor lainnya adalah adanya poros antara negara yang sangat kuat di bidang ekonomi dan
politik dengan penduduk pedesaan yang surplusnya dimanfaatkan oleh negara untuk hal-hal
yang bersifat non-ekonomis.
Pentingnya anak dalam keluarga memberikan pengaruh secara ekonomi, namun juga
secara sosial. Dalam bidang ekonomi, seorang anak berhak mendaparkan warisan. Dan
menurut sistem pembagian harta warisan, hak anak laki-laki lebih tinggi nilainya daripada
anak perempuan.
Setiap pranata diatas. Memiliki puncak keemasannya sendiri-sendiri. Puncak
pencapaian pranata politik dapat dlihat dengan berkembangnya birokrasi Jawa Kuno pada
tingkat yang terpola, peraturan-peraturan yang mengatur pelanggaran norma telah dibakukan
dan lain-lain. Puncak perkembangan pranata agama dapat ditunjukkan dengan adanya
penciptaan kitab-kitab keagamaan yang berisi sifat toleransi antaragama, pusat pendidikan
8. agama semakin meluas, pembangunan sarana peribadatan semakin tersebar dalam wilayah
yang luas, dan masih banyak lagi. Dan yang terakhir yakni puncak perkembangan pranata
ekonomi pada masa Jawa Kuno dapat dilihat pada pembangunan sarana irigasi, penggunaan
mata uang picis yang menggantikan kegiatan barter dalam transaksi jual beli di lingkungan
pasar ataupun penggunaan mata uang untuk pembayaran pajak dan denda hukuman,
konsumsi barang-barang mewah pada kalangan elite, dan lain-lain.
Buku Peradaban Jawa : dinamika pranata politik, agama, dan ekonomi Jawa Kuno ini
begitu rinci menjelaskan bagaimana peranan politik, agama, dan ekonomi dalam masa Jawa
Kuno dengan melirik bagaimana kerajaan-kerajaan pada masa sekitar itu mempunyai peran
terhadap perkembangan pranata-pranata yang ada. Kegiatan ibadat yang khas masyarakat
Jawa, bentuk kerajaan Jawa, dan juga bagaimana kegiatan perekonomian pada masa Jawa
Kuno itu berlangsung dengan kegiatan transaksi jual beli di kalangan masyarakat sampai
dengan kegiatan perdagangan luar negeri dengan memanfaatkan pelabuhan-pelabuhan
disekitar pesisir pantai.