Makalah ini membahas tentang politik di Indonesia pada masa Orde Baru dan era reformasi. Pada masa Orde Baru, pemerintahan dibentuk untuk menciptakan stabilitas politik dan ekonomi. Partai-partai politik juga dilakukan penyederhanaan dan penggabungan. Selain itu, pemilihan umum dilaksanakan secara berkala. Pada era reformasi, muncul gerakan untuk memperbaharui sistem politik yang ada karena ketidakpuasan m
2. 2
KELOMPOK 1
Age Mahardika Gustian
Chindy Permata Putri
Dika Haninda Mayesti
Lauryan Ardiansyah
M. Zhidni. M.
Nur Ummayatul Choiroh
Vivi Febrianti
Wahyu Fajar Utama
3. 3
PRAKATA
Puji syukur kita kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat,
taufik dan hidayahnya kami (Kelompok 5) dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul ”Indonesia pada Masa Orde Baru dan Era
Reformasi”.
Penulis menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh
karena itu, saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan sangat
dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini.
Genteng, 09 Agustus 2015
Kelompok 5
DAFTAR ISI
4. 4
Daftar anggota kelompok...........................................................2
Kata Pengantar/Prakata..............................................................3
Daftar isi......................................................................................4
BAB 1 Pendahuluan.....................................................................5
Latar belakang....................................................................5
Rumusan masalah...............................................................5
BAB 2 Pembahasan
Latar belakang Orde Baru & Reformasi...............................6
Politik dalam negeri Orde Baru & Reformasi.......................7
Kehidupan ekonomi Orde Baru & Reformasi.......................9
Kehidupan sosial budaya Orde Baru & Reformasi..............13
BAB 3 Penutup.............................................................................14
Kesimpulan.........................................................................14
Saran...................................................................................15
Daftar Pustaka..............................................................................15
5. 5
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Orde baru merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk memisahkan antara
kekuasaanmasa Sukarno (Orde Lama) dengan masa Suharto. Sebagai masa yang menandai
sebuah masa baru setelah pemberontakan Gerakan 30 September tahun 1965. Orde baru lahir
sebagai upaya untuk: mengoreksi total penyimpangan yang dilakukan pada masa Orde Lama,
penataan kembali seluruh aspek kehidupan rakyat, bangsa, dan negara Indonesia,
melaksanakan Pancasila dan UUD1945 secara murni dan konsekuen dan menyusun kembali
kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna mempercepat proses
pembangunan bangsa.
Selang beberapa tahun lahirlah era Reformasi. Banyak faktor yang melatar belakangi
lairnya Era Reformasi pada masa pemerintahan Orde Baru, terutama ketidakadilan dalam
kehidupan politik, ekonomi, dan hukum. Pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Presiden
Suharto selama 32 tahun, ternyata tidak konsisten dan konsekuen dalam melaksanakan cita-
cita Orde Baru. Pada awal kelahirannya tahun 1966, Orde Baru bertekad untuk menata
kehidupan bermasyarakat,berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Namun dalam pelaksanaannya, pemerintahan Orde Baru banyak melakukan penyimpangan
terhadap nilai-nilai Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam UUD 1945 yang
sangat merugikan rakyat kecil. Bahkan, Pancasila dan UUD 1945 hanya dijadikan legitimasi
untuk mempertahankan kekuasaan.
1.2Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas, terdapat beberapa masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini, yaitu:
Bagaimana latar belakang lahirnya Orde Baru dan Reformasi?
Bagaimana politik dalam negeri pada masa Orde Baru dan Reformasi?
Bagaimana bidang ekonomi pada masa Orde Baru dan Reformasi?
Bagaimana perkembangan sosial budaya pada masa Orde Baru dan Reformasi?
6. 6
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Latar belakang lahirnya Orde Baru dan Reformasi
Orde Baru lahir dengan dilatar belakangi beberapa hal, anatara lain:
Terjadinya peristiwa pemberontakan G30S/PKI.
Keadan politik dan keamanan negara menjadi kacau karena adanya pemberontakan
G30S/PKI ditambah adanya konflik di Angkatan Darat yang sudah berlangsung lama.
Keadaan perekonomian semakin memburuk dimana inflasi mencapai 600% sedangkan
upaya pemerintah melakukan devaluasi rupiah dan kenaikan harga bahan bakar
menyebabkan timbulnya keresahan masyarakat.
Reaksi keras dan meluas dari masyarakat yang mengutuk peristiwa pembunuhan besar-
besaran yang dilakukan oleh PKI. Rakyat melakukan demonstrasi menuntut agar PKI
berserta Organisasi Masanya dibubarkan serta tokoh-tokohnya diadili.
Kesatuan aksi (KAMI, KAPI, KAPPI, KASI,d sb) yang ada di masyarakat bergabung
membentuk Kesatuan Aksi berupa ‘Front Pancasila’ yang selanjutnya lebih dikenal
dengan ‘Angkatan 66’ untuk menghacurkan tokoh yang terlibat dalam Gerakan 30
September 1965.
Kesatuan Aksi ‘Front Pancasila’ pada 10 Januari 1966 di depan gedung DPR-GR
mengajukan tuntutan TRITURA (Tri Tuntutan Rakyat).
Upaya reshuffle kabinet Dwikora pada 21 Februari 1966 dan Pembentukan Kabinet
Seratus Menteri tidak juga memuaskan rakyat sebab rakyat menganggap di kabinet
tersebut duduk tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965.
Wibawa dan kekuasaan presiden Sukarno semakin menurun setelah upaya untuk
mengadili tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965 tidak
berhasil dilakukan meskipun telah dibentuk Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub).
Sidang Paripurna kabinet dalam rangka mencari solusi dari masalah yang sedang
bergejolak tak juga berhasil. Maka Presiden mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret
1966 (SUPERSEMAR) yang ditujukan bagi Letjen Suharto guna mengambil langkah
yang dianggap perlu untuk mengatasi keadaan negara yang semakin kacau dan sulit
dikendalikan.
Upaya menuju pemerintahan Orde Baru:
Setelah dikelurkan Supersemar maka mulailah dilakukan penataan pada
kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.Penataan
dilakukan didalam lingkungan lembaga tertinggi negara dan pemerintahan.
Dikeluarkannya Supersemar berdampak semakin besarnya kepercayaan rakyat kepada
pemerintah karena Suharto berhasil memulihkan keamanan dan membubarkan PKI.
Munculnya konflik dualisme kepemimpinan nasional di Indonesia.
Hal ini disebabkan karena saat itu Soekarno masih berkuasa sebagai presiden
sementara Soeharto menjadi pelaksana pemerintahan. Konflik Dualisme inilah yang
membawa Suharto mencapai puncak kekuasaannya karena akhirnya Sukarno
mengundurkan diri dan menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada Suharto.Pada
tanggal 23 Februari 1967, MPRS menyelenggarakan sidang istimewa untuk
mengukuhkan pengunduran diri Presiden Sukarno dan mengangkat Suharto sebagai
pejabatPresiden RI. Dengan Tap MPRS No. XXXIII/1967 MPRS mencabut kekuasaan
pemerintahan negara dan menarik kembali mandat MPRS dari Presiden
Sukarno .Tanggal 12Maret 1967 Jendral Suharto dilantik sebagai Pejabat Presiden
Republik Indonesia. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Lama dan
dimulainya kekuasaan Orde Baru. PadaSidang Umum bulan Maret 1968 MPRS
mengangkat Jendral Suharto sebagai Presiden Republik Indonesia.
7. 7
Lahirnya Era Reformasi :
Banyak faktor yang mendorong timbulnya Reformasi pada masa pemerintahan
orba, terutama ketidakadilan dalam kehidupan politik, ekonomi, dan hukum.
Pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Presiden Suharto selama 32 tahun, ternyata tidak
konsisten dan konsekuen dalam melaksanakan cita-cita Orde Baru. Pada awal
kelahirannya tahun 1966, Orde Baru bertekad untuk menata kehidupan
bermasyarakat,berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Namun
dalam pelaksanaannya, pemerintahan Orde Baru banyak melakukan penyimpangan
terhadap nilai-nilai Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam UUD 1945
yang sangat merugikan rakyat kecil. Bahkan, Pancasila dan UUD 1945 hanya dijadikan
legitimasi untuk mempertahankan kekuasaan. Penyimpangan-penyimpangan itu
melahirkan krisis multidimensional yang menjadi penyebab umum lahirnya gerakan
reformasi, yaitu:
a) Krisis politik
b) Krisis hukum
c) Krisis ekonomi
d) Krisis kepercayaan
Reformasi adalah suatu perubahan tatanan perikehidupan lama dengan tatanan
perikehidupan yang baru dan secara hukum menuju ke arah perbaikan. Gerakan reformasi
yang terjadi di Indonesia pada ttahun 1998 merupakan suatu gerakan untuk mengadakan
pembaharuan dan perubahan terutama perbaikan dalam bidang politik, sosial, ekonomi
dan hukum.
Masalah yang sangat mendesak adalah upaya untuk mengatasi kesulitan
masyarakat banyak tentang masalah kebutuhan pokok (sembako) dengan harga yang
terjangkau oleh rakyat. Pada waktu itu, harga sembako rakyat sempat melejit tinggi,
bahkan warga masyarakat harus antri untuk membelinya.
Sementara itu, melihat situasi politik dan kondisi ekonomi Indonesia yang
semakin tidak terkendali, rakyat Indonesia menjadi semakin krisis dan menyatakan
bahwa pemerintahan orde baru tidak terkendali menciptakan kehidupan masyarakat yang
makmur, adil, dan sejahtera berdasarkan pancasila dan UUD 1945.
Oleh karena itu, muncul gerakan reformasi yang bertujuan untuk memperbaharui
tatanan kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Beberapa agenda reformasi
yang disuarakan para mahasiswa antara lain sebagai berikut:
a) Adili Soeharto dan kroni-kroninya
b) Amandemen UUD ‘45
c) Penghapusan Dwi Fungsi ABRI
d) Otonomi daerah yang seluas-luasnya
e) Supremasi hukum
f) Pemerintahan yang bersih dari KKN
2.2 Politik dalam negeri Orde Baru dan Reformasi
Politik dalam negeri Orde Baru :
A. Pembentukan Kabinet Pembangunan Kabinet awal pada masa peralihan kekuasaan
(28 Juli 1966) adalah Kabinet AMPERA dengan tugas yang dikenal dengan nama
Dwi Darma Kabinet Amper yaitu untuk menciptakan stabilitas politik dan ekonomi
sebagai persyaratan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Program Kabinet
AMPERA yang disebutCatur Karya Kabinet AMPERA adalah sebagai berikut :
Memperbaiki kehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan pangan.
Melaksanakan pemilihan umum dalam batas waktu, yakni 5 Juli 1968.
Melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif untuk kepentingan
nasional.
Melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala
bentuk dan manifestasinya.
8. 8
B. Selanjutnya setelah sidang MPRS tahun 1968 menetapkan Suharto sebagai presiden
untuk masa jabatan 5 tahun maka dibentuklah kabinet yang baru dengan nama
Kabinet Pembangunan.
C. Penyederhanaan dan Pengelompokan Partai Politik Setelah pemilu 1971 maka
dilakukan penyederhanakan jumlah partai tetapi bukan berarti menghapuskan partai
tertentu sehingga dilakukan penggabungan (fusi) sejumlah partai. Sehingga
pelaksanaannya kepartaian tidak lagi didasarkan pada ideologi tetapi atas persamaan
program. Penggabungan tersebut menghasilkan tiga kekuatan sosial-politik, yaitu:
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merupakan fusi dari NU, Parmusi, PSII,
danPartai Islam Perti yang dilakukan pada tanggal 5 Januari 1973 (kelompok
partai politik Islam).
Partai Demokrasi Indonesia (PDI), merupakan fusi dari PNI, Partai Katolik,
PartaiMurba, IPKI, dan Parkindo (kelompok partai politik yang bersifat
nasionalis).
Partai Demokrasi Indonesia (PDI), merupakan fusi dari PNI, Partai Katolik,
PartaiMurba, IPKI, dan Parkindo (kelompok partai politik yang bersifat
nasionalis).
Golkar (Golongan Karya).
D. Pemilihan Umum Selama masa Orde Baru telah berhasil melaksanakan pemilihan
umum sebanyak enam kali yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali, yaitu:
tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
E. Mengadakan Penentuan Pendapat Rakyat (Perpera) di Irian Barat pada tanggal 2
Agustus 1969.
Kebijakan lain yang di ambil pemerintah Orde baru adalah menetapkan peran
ganda ABRI yang di kenal dengan Dwifungsi ABRI.ABRI tidak hanya berperan
dalam bidang pertahanan dan keamanan Negara tetapi juga berperan di bidang
politik.Hal terbukti dari banyaknya anggota ABRI yang ternyata memegang jabatan
sipil seperti walikota,bupati dan gubenur bahkan ABRI memiliki jatah di
keanggotaan MPR/DPR.Alasan yang mendasari kebijakan tersebut tertuang dalam
pasal 27 ayat (1)UUD 1945.Pasal tersebut mengemukakan bahnwa “segala warga
Negara bersama kedudukankannya di dalam hukum dan pemerintahan itu dengan
tidak ada kecualinya.Bukan hanya pada bidang politik pemerintahan,ternyata
kedudkan ABRI dalam masyarakat Indonesia juga merambat di sector
ekonomi.Banyak anggota ABRI menjadi kepala skepala BUMN maupun komisaris
di berbagai perusahaan swasta.
Politik dalam negeri era reformasi :
Sistem politik era reformasi dapat diuraikan sebagai berikut :
Penyaluran tuntutan – tinggi dan terpenuhi.
Pemeliharaan nilai – Penghormatan HAM tinggi.
Kapabilitas – disesuaikan dengan Otonomi daerah.
Integrasi vertikal – dua arah, atas bawah dan bawah atas.
Integrasi horizontal – nampak, muncul kebebasan (euforia).
Gaya politik – pragmatic.
Kepemimpinan – sipil, purnawiranan, politisi.
Partisipasi massa – tinggi.
Keterlibatan militer – dibatasi.
Aparat negara – harus loyal kepada negara bukan pemerintah.
Stabilitas – instabil.
9. 9
2.3 Kehidupan ekonomi Orde Baru dan Era Reformasi
Kehidupan ekonomi Orde Baru :
Pada masa Demokrasi Terpimpin, Negara bersama aparat ekonominya mendominasi
seluruh kegiatan ekonomi sehingga mematikan potensi dan kreasi unit-unit ekonomi swasta.
Sehingga, pada permulaan Orde Baru program pemerintah berorientasi pada usaha penyelamtan
ekonomi nasioanl terutama pada usaha mengendalikan tingkat inflasi, penyelamatan keuangan
Negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat . Tindakan pemerintah ini dilakukan karena
adanya kenaikan harga pada awal tahun 1966 yang menunjukkan tingkat inflasi kurang lebih
650 % setahun. Hal itu menjadi penyebab kurang lancarnya program pembangunan yang telah
direncanakan pemerintah. Oleh karena itu pemerintah menempuh cara sebagai berikut :
1. Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi
Ekonomi yang kacau sebagai peninggalan masa Demokrasi terpimpin, pemerintah
menempuh cara :
Mengeluarkan Ketetapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966 tentang pembangunan.
MPRS mengeluarkan garis program pembangunan, yakni program penylematan,
program stabilitas dan rehabilitasi, serta program pembangunan.
Program pemerintah diarahkan pada upaya penyelamatan ekonomi nasional terutama
stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Stabilisasi berarti mengendaliakan inflasi agar harga
barang-barang tidak melonjak terus. Sedangkan Rehabilitasi adalah perbaikan secara fisik
sarana dan prasarana ekonomi. Hakikat dari kebijakan ini adalah pembinaan sistem
ekonomi berencana yang menjamin berlangsungnya demokrasi ekonomi kearah
terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Langkah-langakah yang diambil Kabinet pada saat itu yang mengacu pada Tap
MPRS tersebut adalah sbb :
1) Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang
menyebabkan kemacetan, seperti :
Rendahnya penerimaan negara.
Tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran negara.
Terlalu banyak dan tidak produktifnya ekspansi kredit bank.
Terlalu banyak tunggakkan hutang luar negeri.
Penggunaan devisa bagi impor yang sering kurang berorientasi pada
kebutuhan prasarana.
2) Debirokrtisasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian.
3) Berorientasi pada kepentingan produsen kecil.
Untuk melaksanakan langkah-langkahpenyelamatan tersebut maka ditempuh cara :
Mengadakan operasi pajak.
Cara pemungutan pajak baru bagi pendapatan perorangan dan kekayaan
dengan menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang.
Penghematan pengeluaran pemerintah (pengeluaran konsumtif dan rutin),
serta menghapuskan subsidi bagi perusahaan Negara.
Membaasi kredit bank dan menghapuskan kredit impor.
Program stabilisasi dilakukan dengan cara membendung laju inflasi. Hasilnya
bertolak belakang dengan perbaikan inflasi sebab harga bahan kebutuhan pokok melonjak
namun inflasi berhasil dibendung (pada tahun 1967- awal 1968). Sesudah kabinet
pembangunan dibentuk pada bulan juli 1968 berdasarkan Tap MPRS
NO.XLI/MPRS/1968, kebijakn ekonomi pemerintah dialihkan pada pengendalian yang
ketat terhadap gerak harga barang khususnya sandang, pangan, dan kurs valas. Sejak saat
itu kestabilan ekonomi nasional relatif tercapai sebab sejak 1966 kenaikan harga bahan-
bahan pokok dan valas dapat diatasi.
Program rehabilitasi dilakukan dengan berusaha memulihkan kemampuan
berproduksi. Selam 10 tahun mengalami kelumpuhan dan kerusakan pada prasarana
ekonomi dan sosial. Lembaga perkreditan desa, gerakan koperasi, perbankan
disalahgunakan dan dijadikan alat kekuasaan oleh golongan dan kepentingan tertentu.
Dampaknya lembaga tidak dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyusun dan
perbaikan tata hidup masyarakat.
10. 10
2. Kerjasama Luar Negeri
Keadaan ekonomi Indonesia paska Orde Lama sangat parah,hutangnya mencapai 2,3-
2,7 miliar sehingga pemerintah Indonesia meminta Negara-negara kreditor untuk dapat
menunda pembayaran kembali utang Indonesia. Pemerintah mengikuti perundingan
dengan Negara-negara kreditor di Tokyo Jepang pada 19-20 September 1966 yang
menanggapi baik usaha pemerintah Indonesia bahwa devisa ekspornya akan digunakan
untuk pembayaran utang yang selanjutnya akan dipakai untuk mengimpor bahan-bahan
baku. Perundingan dilanjutkan di Paris, Perancis dan dicapai kesepakatan sebagai
berikut :
Utang-utang Indonesia yang seharusnya dibayar tahun 1968 ditunda
pembayarannya hingga tahun 1972-1979.
tang-utang Indonesia yang seharusnya dibayar tahun1969 dab 1970
dipertimbangkan untuk ditunda juga pembayarannya.
Perundingan dilanjutkan di Amsterdam, Belanda pada tanggal 23-24 Februari 1967.
Perundingan itu bertujuan membicarakan kebutuhan Indonesia akan bantuan luar negri
serta kemungkinan pemberian bantuan dengan syarat lunak yang selanjutnya dikenal
dengan IGGI (Inter Governmental Group for Indonesia). Melalui pertemuan itu
pemerintah Indonesia berhasil mengusahakn bantuan luar negri. Indonesia mendapatkan
penangguhan dan keinginan syarat-syarat pembayaran utangnya.
3. Pembangunan Nasional
Dilakukan pembangunan nasional pada masa orde baru dengan tujuan terciptanya
masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Arah dan
kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan pada segala bidang. Pedoman
pembangunan nasional adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan. Inti
dari kedua pedoman tersebut adalah kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam
suasana politik dan ekonomi yang stabil. Isi trilogi Pembangunan adalah sebagai berikut :
Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
tabilitas nasional yang sehat dan dinamis Pelaksanannya pembanguanan
nasional dilakukan secara bertahap yaitu :
Jangka panjang mencakup periode 25 sampai 30 tahun.
Jangka pendek mencakup periode 5 tahun.
PELITA (Pembangunan Lima Tahun) merupakan jabaran lebih rinci dari
pembangunan jangka panjang sehingga tiap pelita akan selalu saling
berkaitan/berkesinambungan.
11. 11
Kehidupan Ekonomi Era Reformasi
Walaupun jumlah orang etnis Tionghoa di Indonesia relatif sedikit, namun berhubung
dengan peranan mereka dalam kehidupan ekonomi, suatu peranan kunci dalam masyarakat mana
pun, maka mereka merupakan suatu minoritas yang berarti. Keadaan inilah yang merupakan
sumber permasalahan apa yang dinamakan “masalah Cina”. (Melly G. Tan, 1981).
Dari pernyataan Melly G. Tan tersebut dapat kita lihat bahwa masalah ekonomi
merupakan salah satu sebab pokok mengapa sampai muncul “masalah Cina”. Masyarakat
Tionghoa yang sebagian besar terjun dalam bidang usaha dan pada akhirnya berhasil meraih
sukses dianggap mengeruk keuntungan dari masyarakat Indonesia lain.
Banyaknya orang yang berasal dari etnis Tionghoa yang meraih sukses dalam bidang
ekonomi menyebabkan pemerintahan Orde Baru mengeluarkan kebijakan yang bersifat
diskriminatif, yaitu PP 10 Tahun 1959-1960 dan Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi
Nomor 286/KP/XII/1978 yang menyebutkan orang Tionghoa di Jawa tidak diperbolehkan
berusaha di tingkat kabupaten. Kebijakan ini menyebabkan terpusatnya pemukiman etnis
Tionghoa di perkotaan.
Di masa Orde Baru segelintir pengusaha Tionghoa dijadikan kroni oleh para penguasa
untuk memupuk kekayaan. Dalam melakukan bisnisnya mereka banyak melakukan tindakan-
tindakan kotor yang sangat merugikan rakyat. Sudah tentu hal ini menimbulkan citra yang sangat
buruk bagi orang-orang Tionghoa di Indonesia. Perbuatan mereka benar-benar merusak
kehormatan etnis Tionghoa dan menjadikan mereka sasaran empuk ketidak puasan rakyat.
“Binatang ekonomi” dan “apolitis” adalah dua stigma populer yang berurat-akar bagi
orang Tionghoa. Persepsi mayoritas elite politik Indonesia tampaknya masih berkutat di situ
karena menilai partisipasi Tionghoa sebatas keuntungan ekonomis. Persepsi ini adalah buah dari
asumsi tidak mendasar bahwa komunitas Tionghoa yang hanya 2 persen dari populasi menguasai
70 persen perekonomian nasional. Citra kekuatan ekonomi komunitas Tionghoa memang sudah
ada sejauh sejarah kolonial.
Terjadi generalisasi di masyarakat bahwa etnis Tionghoa adalah binatang ekonomi yang
rakus belaka. Padahal mayoritas etnis Tionghoa adalah kalangan menengah ke bawah. Pada
umumnya para pedagang Tionghoa adalah pedagang perantara dan distribusi yang jauh dari
praktek KKN, malahan merekalah yang selalu menjadi korban pemerasan para birokrat dan
preman. Dalam setiap aksi kerusuhan merekalah yang selalu menjadi korban penjarahan dan
perusakan.
Demikian juga tuduhan bahwa pengusaha-pengusaha Tionghoa anasionalis karena
memindahkan modalnya ke luar negeri terutama ke RRC harus dipelajari dengan seksama. Di era
globalisasi, perpindahan modal adalah hal yang wajar. Modal akan mencari tempat-tempat di
mana mereka akan berkembang dan memperoleh untung. Modal para pengusaha baik domestik
maupun asing akan pergi apabila terjadi situasi yang tidak menguntungkan di suatu tempat atau
negara manapun. Tetapi sebaliknya modal asing akan berduyun-duyun masuk ke sebuah negara
yang situasinya kondusif dan menjanjikan keuntungan. Untuk itulah kita perlu memberi
kemudahan, menjamin stabilitas keamanan, adanya kepastian dan tegaknya hukum serta
menghapuskan KKN yang menjadi momok para pengusaha baik domestik maupun asing.
Apabila kita berkunjung ke kampung-kampung di sekitar Jabotabek seperti di
perkampungan Penjaringan Jakarta, Dadap, Kamal, Mauk di Tangerang, Cileungsi di Bogor, dan
Babelan di Bekasi maka kita akan menjumpai banyak sekali orang-orang Tionghoa yang sangat
miskin. Demikian juga apabila kita berkunjung ke kampung-kampung di Kalimantan Barat
terutama di Singkawang. Hal yang sama akan kita jumpai di provinsi Riau dan Bangka Bilitung.
Semua ini membuktikan bahwa tidak semua orang Tionghoa adalah golongan ekonomi kuat
seperti yang selalu digembar-gemborkan sehingga dapat menimbulkan kesan yang sangat negatif
di kalangan masyarakat luas yang sangat merugikan etnis Tionghoa.
Di masa Reformasi terjadi perubahan paradigma di kalangan pengusaha Tionghoa.
Mereka sekarang berusaha menghindari cara-cara kotor seperti suap-menyuap walaupun tidak
mudah karena mereka selalu menjadi objek para penguasa dan birokrat. Mereka juga berusaha
melakukan kemitraan dengan pengusaha-pengusaha kecil non Tionghoa dalam membangun dan
mengembangkan usahanya. Justru para pengusaha kelas menengah inilah yang di masa krisis
menunjang perekonomian kita sehingga tidak bangkrut.
Sudah tentu masih ada orang-orang Tionghoa yang terlibat dalam perbuatan-perbuatan
kotor seperti menjadi penyelundup, penyalur narkoba, perjudian gelap, dsbnya. Tetapi sudah
12. 12
tentu perbuatan-perbuatan kriminal ini tidak hanya dilakukan orang-orang Tionghoa saja. Dalam
aksi-aksi pombobolan bank yang terjadi baru-baru ini ternyata pelakunya bukanlah orang-orang
Tionghoa seperti yang dahulu biasa terjadi.
2.4 Kehidupan bidang sosial budaya Orde Baru dan Reformasi
Kehidupan bidang sosial budaya Orde Baru
Masa Orde Baru diakui telah banyak mencapai kemajuan dalam proses untuk
mewujudkan cita-cita nasional. Dalam kehidupan sosial budaya, masyarakat dapat digambarkan
dari berbagai sisi. Selama dasawarsa 1970-an laju pertumbuhan penduduk mencapai 2,3% setiap
tahun. Dalam tahun tahun awal 1990-an angka tadi dapat diturunkan menjadi sekitar 1,6% setiap
tahun. Jika awal tahun 1970-an penduduk Indonesia mempunyai harapan hidup rata-rata sekitar
50 tahun maka pada tahun 1990-an harapan hidup lebih dari 61 tahun. Dalam kurun waktu yang
sama angka kematian bayi menurun dari 142 untuk setiap 1000 kelahiran hidup menjadi 63
untuk setiap 1000 kelahiran hidup. Hal ini antara lain dimungkinkan makin meningkatnya
pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Sebagai contoh adanya Pusat Kesehatan Masyarakat
(Puskesmas) dan Pos Pelayanan Terpadu sampai di tingkat desa atau RT.
Dalam himpunan Tap MPR Tahun 1993 di bidang pendidikan, fasilitas pendidikan dasar
sudah makin merata. Pada tahun 1968 fasilitas sekolah dasar yang ada hanya dapat menampung
sekitar 41% dari seluruh anak yang berumur sekolah dasar. Fasilitas sekolah dasar yang telah
dibangun di pelosok tanah air praktis mampu menampung anak Indonesia yang berusia sekolah
dasar. Kondisi ini merupakan landasan kuat menuju pelaksanan wajib belajar 9 tahun di tahun-
tahun yang akan datang. Sementara itu, jumlah rakyat yang masih buta huruf telah menurun dari
39% dalam tahun 1971 menjadi sekitar 17% di tahuan1990-an.
Dampak dari pemerataan pendidikan juga terlihat dari meningkatnya tingkat pendidikan
angkatan kerja. Dalam tahun 1971 hampir 43% dari seluruh angkatan kerja tidak atau belum
pernah sekolah. Pada tahun 1990-an jumlah yang tidak atau belum pernah sekolah menurun
menjadi sekitar 17%. Dalam kurun waktu yang sama angkatan kerja yang berpendidikan SMA
ke atas adalah meningkat dari 2,8% dari seluruh angkatan kerja menjadi hampir 15%.
Peningkatan mutu angkatan kerja akan mempunyai dampak yang luas bagi laju pembangunan di
waktui-waktu yang akan datang.
Kebinekaan Indonesia dari berbagai hal (suku, agama, ras, budaya, antar golongan dsb.)
yang mempunyai peluang yang tinggi akan terjadinya konflik, maka masa Orde Baru
memunculkan kebijakan yang terkait dengan pemahaman dan pengamalan terhadap dasar negara
Pancasila. Berdasarkan Ketetapan MPR No.II/MPR/1978 ditetapkan tentang P-4 yaitu Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Eka Parasetia Pancakarsa). Dengan Pancasila akan
dapat memberikan kekuatan, jiwa kepada bangsa Indonesia serta membimbing dalam mengejar
kehidupan lahir dan batin yang makin baik menuju masyarakat yang adil dan makmur. Dengan
penghayatan terhadap Pancasila oleh manusia Indonesia akan terasa dan terwujudlah Pancasila
dalam kehidupan masyarakat bangsa Indonesia. Karena itulah diperlukan suatu pedoman yang
dapat menjadi penuntun dan pegangan hidup bagi sikap dan tingkah laku setiap orang Indonesia.
Untuk melaksanakan semua ini dilakukanlah penataran-penataran baik melalui cara-cara formal,
maupun non-formal sehingga di tradisikan sebagai gerakan Budaya.
13. 13
Kehidupan bidang sosial budaya Era Reformasi
Pada masa Orde Baru terdapat beberapa kebijakan pemerintah yang bersifat
diskriminatif, seperti Surat Edaran No.06/Preskab/6/67 yang memuat tentang perubahan nama.
Dalam surat itu disebutkan bahwa masyarakat keturunan Cina harus mengubah nama Cinanya
menjadi nama yang berbau Indonesia, misalnya Liem Sioe Liong menjadi Sudono Salim. Selain
itu, penggunaan bahasa Cina pun dilarang.
Di masa pasca Orde Baru, partisipasi sosial kalangan etnis Tionghoa sangat menonjol.
Pada umumnya mereka aktif bergerak di bidang pendidikan dan kesehatan. Banyak sekali orang-
orang Tionghoa yang memilih profesi sebagai guru, dosen, profesor, dokter, insinyur, pengacara,
hakim, jaksa, advokat, bahkan polisi dan tentara. Mereka mendirikan berbagai sekolah mulai dari
TK sampai SMA dan berbagai universitas.
Demikian juga puluhan rumah sakit didirikan kalangan etnis Tionghoa. Rumah sakit-
rumah sakit ini didirikan dengan tujuan sosial semata yaitu untuk memberikan bantuan medis
bagi yang membutuhkan tanpa memandang kemampuan ekonominya. Bandingkan dengan
rumah sakit-rumah sakit yang didirikan di masa Orde Baru yang bertujuan komersial semata.
Selaras dengan berlangsungnya reformasi, berbagai kegiatan sosial dilakukan oleh
organisasi-organisasi Tionghoa antara lain dalam membantu korban gempa bumi, banjir, dan
kebakaran. Demikian juga dengan kegiatan pembagian sembako dan pakaian bekas, donor darah,
khitanan massal serta pengobatan massal secara cuma-cuma bagi kaum duafa.
Di bidang pendidikan mereka banyak mendirikan lembaga-lembaga pendidikan mulai
dari kursus bahasa Inggris, Mandarin, komputer sampai akademi dan universitas. Kalangan
mudanya secara aktif mulai memasuki bidang-bidang profesi di luar wilayah bisnis semata.
Mereka sekarang secara terbuka berusaha menjadi artis sinetron, presenter TV, peragawati, foto
model, pengacara, wartawan, pengarang, pengamat sosial/ politik, peneliti, dsbnya. Hal ini
sangat berbeda ketika rezim Orde Baru memberlakukan kebijakan diskriminasi. Misalnya,
pemberlakuan batasan 10 persen bagi etnis Cina untuk bisa belajar di bidang medis, permesinan,
sains dan hukum di universitas.
Di dalam kehidupan sosial mereka mulai membuka diri dan mau peduli terhadap
lingkungan di sekitarnya. Mereka tidak lagi menolak apabila terpilih menjadi Ketua RT/RW dan
secara aktif ikut dalam penyelengaraan Pemilu di lingkungan tempat tinggalnya.
Dalam hubungan mereka dengan negara leluhur (RRC), pada umumnya mereka
mengambil sikap bahwa hubungan tersebut hanya bersifat kekerabatan semata. Mereka merasa
telah sepenuhnya menjadi bangsa Indonesia yang lahir, besar, dan meninggal serta dikebumikan
di Indonesia. Filsafat mereka sekarang adalah luo di sheng gen yaitu “berakar di bumi tempat
berpijak” yang dapat diartikan menetap di Indonesia selama-lamanya menggantikan ye luo gui
gen yang berarti “ibarat daun rontok kembali ke bumi”.
Demikian juga sikap pemerintah RRC yang dengan tegas menyatakan bahwa orang
Tionghoa Indonesia adalah warga Indonesia yang harus loyal kepada Indonesia, mentaati hukum
dan peraturan Indonesia serta memberikan sumbangan pada pembangunan dan kemajuan
Indonesia. Orang Tionghoa Indonesia bukan warga RRC dan tidak berada di bawah yurisdiksi
Tiongkok.
14. 14
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan Orde Baru dan Era Reformasi
Lahirnya orde baru dilatarbelakangi oleh terjadinya G30S 1965, diikuti dengan kondisi
politik, keamanan dan ekonomi yang kacau (inflasi tinggi). Wibawa presiden Sukarno semakin
menurun setelah gagal mengadili tokoh-tokoh yang terlibat G30S. Presiden mengeluarkan
SUPERSEMAR 1966 bagi Letjen Suharto guna mengambil langkah yang dianggap perlu untuk
memperbaiki keadaan negara. Akhirnya Presiden Sukarnomengundurkan diri dan digantikan
oleh Presiden Suharto.
Perkembangan politik pada masa orde baru diawali dari penataan politik dalam negeri
yaitu setelah sidang MPRS 1968 menetapkan Suharto sebagai presiden dan dibentuklah Kabinet
Pembangunan, penyederhanaan dan pengelompokan partai politik, pemilihan umum serta
mengadakan Perpera di Irian Barat pada 2 Agustus 1969. Kedua, melakukan penataan politik
luar negeri yaitu dengan kembali menjadi anggota PBB serta normalisasi hubungan dengan
beberapa negara.
Pada masa awal Orde Baru pembangunan ekonomi di Indonesia maju pesat mulai dari
pendapatan perkapita, pertanian, pembangunan infrastruktur dll. Upaya pembangunanekonomi
dilaksanakan melalui REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun) yangdimulai pada
tanggal 1 April 1969. Namun pada akhir tahun 1997 Indonesia dilandakrisis ekonomi. Kondisi
kian terpuruk ditambah dengan KKN yang merajalela.
Dalam bidang social budaya pada masa orde baru telah mengalami kemajuan. Antara
lainmakin meningkatnya pelayanan kesehatan bagi masyarakat dan fasilitas pendidikan dasar
sudah makin merata dengan adanya program wajib belajar 9 tahun. Ditetapkan tentang P-4 yaitu
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Eka Parasetia Pancakarsa)untuk menuju
masyarakat yang adil dan makmur.
Arus perubahan yang terjadi setelah reformasi bergulir harus disyukuri oleh semua
pihak. Terjadi perubahan yang mengarah kepada perbaikan setelah rezim Orde Baru tumbang.
Masyarakat etnis Tionghoa sangat merasakan dampak positif dari perubahan ini. Tragedi Mei
1998 yang merupakan saat dimana terjadi peristiwa yang paling memilukan bagi orang etnis
Tionghoa ternyata berubah menjadi berkah setelah masa itu lewat. Masyarakat etnis Tionghoa
mendapatkan kebebasan dalam hidup berbangsa dan bernegara di Indonesia. Perlahan-lahan
eksistensi mereka diakui dan dihargai di negeri ini.
Terjadi perubahan sikap masyarakat Tionghoa terhadap bidang politik, sosial budaya, dan
ekonomi. Hal ini juga terjadi karena adanya perubahan sikap dan persepsi masyarkat Indonesia
lain dalam memandang mereka. Cap negatif yang sebelumnya distempel rezim Orde Baru pada
masyarakat Tionghoa perlahan-lahan luntur dan mengubah pandangan sebagian besar masyrakat
Indonesia yang berasal dari etnis yang berbeda. Tedapat kemajuan yang sangat besar dalam
bidang politik, sosial budaya, dan ekonomi yang telah dilakukan masyarakat Tionghoa.
Untuk membangun kembali Indonesia, suka tidak suka etnis Tionghoa harus diterima
dengan legowo dan apa adanya, karena etnis Tionghoa adalah bagian integral bangsa Indonesia.
Potensi mereka harus dimanfaatkan sebaik-baiknya demi kemajuan bangsa dan negara kita.
Marilah kita belajar dari pengalaman negara-negara tetangga kita. Kita lihat kemajuan yang
dicapai Thailand, Malaysia dan Singapura yang memberikan kesempatan yang sama kepada
warga negaranya tanpa membedakan asal-usulnya. Untuk itulah kita harus bersama-sama
menghilangkan prasangka dan memberikan kesempatan kepada etnis Tionghoa untuk memasuki
semua wilayah yang selama masa pemerintahan Orde Baru tertutup bagi mereka. Berikanlah
kesempatan kepada mereka sebagai komponen bangsa untuk benar-benar memberikan
sumbangsih terbaiknya kepada bangsa dan Negara.
15. 15
3.2 Saran
Dengan permasalahan yang dialamai oleh pemerintahan pada masa Orde Baru dan Era
Reformasi, seperti dengan banyaknya uatang luar negri bangsa Indonesia untuk pembangunan,
meskipun pembangunan berjalan dengan lancar, tapi inonesia menanggung utang yang begitu
banyak. Selain itu, pemerintah pada zaman tersebut terjadi sentralisasi dalam pemerintahan dan
kegiatan ekonomi.
Oleh karena itu penulis memberikan salah terhada permasalah tersebut. Yaitu lakukan
otonomi daerah kepada seluruh propinsi,sehingga potensi-potensi yang ada pada dareah tersebut
bisa dioptimalkan dengan seefisien mungkin. Harus terjadi transparansi dalam sistem keuangan
sehingga masyarakat bisa mengerti.
DAFTAR PUSTAKA
http://alcmuthya.blogspot.com/2014/01/latar-belakang-lahirnya-orde-baru.html
http://yusufhuda.blogspot.com/2013/06/perkembangan-politik-indonesia-
pada.html
http://memey7894.blogspot.com/2014/02/perekonomian-indonesia-pada-
masa.html
https://vinarachmaya.wordpress.com/2013/04/20/kehidupan-politik-ekonomi-dan-
sosial-budaya-pada-masa-kekuasaan-orde-baru-di-indonesia/
...::: ***@@@*** :::...