SlideShare a Scribd company logo
1 of 90
THTKL
dr. Muhammad Edy Syahputra Nasution
PEMERIKSAAN HIDUNG
 Luar : ▫ Hidung bagian luar
▫ Vestibulum
 Dalam : ▫ Rinoskopi anterior
▫ Rinoskopi posterior
2
Rinoskopi Anterior
Cavum nasi
Septum nasi
Konka nasi inferior dan media
Meatus nasi inferior dan media
Rinoskopi Posterior
Septum nasi (belakang)
Choanae
Cavum nasi (belakang)
Konka media dan superior
Nasofaring : Adenoid
Muara tuba eustachius
Fossa Rossenmuller
3
Rinitis Alergi
IMMUNOLOGI
 Manifestasi di bidang THT paling banyak: Reaksi alergi Tipe 1
Etiologi :
 Spesifik (alergen inhalan, ingestan)
 Non spesifik (iklim)
mediator utama :
 Histamin
4
GEJALA KLINIS
 Bersin > 5x / serangan  khas
 Rinore : encer dan banyak
 Hidung : tersumbat, hiposmia
 Gatal : mata  lakrimasi & tenggorok
 Pada anak : gejala tidak lengkap, kadang hanya hidung tersumbat, batuk
 “allergic shiner”, “allergic salute”, “allergic crease”
5
Pemeriksaan Fisik
Allergic salute
• kebiasaan anak menggosok-gosok hidung karena gatal
dengan telapak tangan kearah atas
Nasal crease
• garis melintang di dorsum nasi sepertiga bawah
Allergic shiners
• bayangan gelap di kelopak mata bawah (sumbatan vena
di daerah orbita, hidung dan sinus  bocornya
hemosiderin)
6
Pemeriksaan hidung
 Rinitis anterior : mukosa oedem, basah, pucat (livide), sekret encer
(khas)
 Konka : kebiruan
 Lab. :
 in-vitro :
 - sekret hidung / smear : eosinofil 
 - nasal scraping
 - darah tepi : eosinofil n / 
 - Ig E total : n / 
 - Ig E spesifik (rast) : lebih bermakna
 in-vivo :
 - uji kulit : prick test, intrakutan, scratch test
 - uji inhalasi (provokasi test)
7
 TERAPI
 Avoidance : menghindari kontak dengan alergen penyebab (ideal) dan
eliminasi
 Simptomatis
Medikamentosa :
 sistemis  antihistamin dengan/tanpa vasokonstriktor
(dekongestan) peroral
 Local  tetes/semprot hidung yang mengandung vasokonstriktor
atau kortikosteroid
Operatif, imunoterapi
 KOMPLIKASI
 Polip hidung
 Otitis media
 Sinusitis
8
RINITIS VASOMOTOR
Etiologi:
 gangguan keseimbangan fungsi vasomotor
 Gejala :
 Hidung sumbat (bergantian kanan/kiri)  posisi pasien
 Rinore : Mukus atau serous
 Bersin : Jarang – gatal di mata : (-)
 Gejala memburuk pada pagi hari o.k. : perubahan suhu udara, lembab – asap
rokok, dll.
9
Anamnesis :
- Faktor yang mempengaruhi keseimbangan vasomotor
- Singkirkan faktor alergi
Pemeriksaan rinoskopi anterior :
- Udem mukosa hidung (khas)
- Konka merah tua/gelap (bedakan dengan rinitis alergi), licin atau tidak rata
- Sekret mukoid (sedikit)
Laboratorium :
- Untuk menyingkirkan rinitis alergi
- Eos. sekret hidung : + / -
- Tes kulit (-)
10
Terapi :
 Menghindari penyebab
 Simptomatis :
- Dekongestan oral – diatermi kauterisasi konka hipertrofi
- Kortikosteroid topikal misal : Budesonid 2 x 100 gr/hari
 Operatif : Bila terapi diatas tidak berhasil
11
Rinitis Medikamentosa
Gejala:
Hidung tersumbat terus menerus
Pemeriksaan:
Konka oedem – sekret hidung >>
Tes adrenalin  oedem tidak berkurang
Diagnosis:
Riwayat pemakaian obat intra nasal yang berlebihan
Terapi:
 Stop – pemakaian tetes atau semprot hidung
 Kortikosteroid
 Dekongestan oral (Pseudoephedrin)
12
Rinosinusitis akut
Etiologi:
 Rinitis akut
 Faringitis, adenoiditis & tonsilitis
 Karies dentis
Gejala Klinik:
 Demam, sakit kepala
 Ingus kental (bau), dahak (post nasal drip)
 Hidung tumpat
 Nyeri pada lokasi sinus yang dikenai
 Nyeri alih
13
Pemeriksaan Klinis :
Pembengkakan :
 Pipi & kelopak mata bawah  sinusitis maksila
 Dahi & kelopak mata atas  sinusitis frontal
Rinoskopi anterior :
 mukosa konka hiperemis dan oedem
 Pus:
 meatus media  s. Maksila, s. Frontal, s. Etmoid anterior
 meatus superior  s. Etmoid posterior, s. Sphenoid
Rinoskopi posterior : Post nasal drip
14
Pemeriksaan Mikrobiologik :
 Kuman aerob : Pneumokokus
Terapi :
 Medikamentosa :
 Kortikosteroid
 Antibiotik (Penicillin)  10-14 hr
 Dekongestan lokal/oral
 Mukolitik
 Anti inflamasi
 Anti histamin : < oedem  sekret mudah keluar
 Analgetik/antipiretik
 Pembedahan : Bila terjadi komplikasi (selulitis orbita)
15
Rinosinusitis Kronis
 Infeksi sinus menahun (>3 bulan)
 Etiologi :
 sinusitis akut tidak sembuh sempurna
 sinusitis akut berulang
Mikrobiologik :
 Aerob: S.Aureus
16
17
Patofisiologi:
 Obstruksi mekanik KOM
Gejala:
 Secret (+) mukopurulen
 Berbau busuk
 Obstruksi hidung o.k. penebalan mukosa
Tanda:
 Tidak seberat sinusitis akut dan tidak terdapat pembengkakan di muka
 Rhinoskopi anterior: sekret kental (pus) dari meatus medius (khas) atau meatus superior
 Rhinoskopi posterior: sekret kental (pus) di nasofaring
18
Konservatif: Medikamentosa
 Antibiotik broad spectrum  10-14 hr
 Kortikosteroid
 Dekongestan topikal  drainase dan encerkan sekret dari hidung
 Anti inflamasi
 Anti histamin : < oedem  sekret mudah keluar
 Analgetik/antipiretik
19
Polip Hidung
 Terutama pada dewasa, anak  jarang.
 Etiologi :
 Reaksi hipersensitif/alergi hidung yang kronis
 Infeksi  pada hidung dan sinus paranasal
20
 Gejala :
 Keadaan umum: Hidung tersumbat, semakin memberat
 Dapat  hiposmia atau anosmia
 Sekret : Cair – mucous – purulent.
 Dapat menutup ostium sinus paranasal  sinusitis  keluhan : sakit kepalam
rinore
 Bila penyebab alergi  keadaan umum : Bersin, iritasi hidung.
21
Pemeriksaan :
Rinoskopi anterior
•Massa polip, bertangkai, putih kebiruan
pada meatus/konka media
•Bergerak bebas pada tangkainya.
•Multiple dan bilateral
•Pada yang kronis, punggung hidung
melebar:“Frog Nose” (hidung kodok)
Rinkoskopi posterior
Polip (+) – pada koanal polip
22
 Terapi :
 Ekstraksi polip (polipektomi)
 Bila sudah terdapat sinusitis  drainase sinus
 Sering kambuh  bila penyebab alergi  perlu terapi
kausal
23
24
Epistaksis
Etiologi :
 Lokal
 Trauma
 Iritasi
 Infeksi
 Infeksi hidung
 Infeksi sinus paranasal
 Granuloma spesifik
 Neoplasma
 Sistemik
 Penyakit Kardiovaskular - Hipertensi
 Kelainan darah
 Infeksi Akut
 dengue hemorrhagic fever  sering!
 Obat
 Perubahan tekanan atmosfer
 Gangguan Endokrin
 Alkoholism
 Idiopatik - sering
25
Epistaksis Anterior
 Pleksus Kiesselbach (Little’s Area)
 Sfenopalatina, palatina mayor,
etmoidalis anterior, labialis
superior
 Sering  terutama pada anak dan
dewasa muda  dapat berhenti
spontan dan mudah diatasi.
 Arteri Ethmoid anterior
Epistaksis Posterior
 Arteri Sfenopalatina
 Arteri Ethmoidalis posterior
 Perdarahan hebat, jarang berhenti
spontan.
 Pada penderita : hipertensi –
arteriosclerosis
26
 Terapi :
Prinsip
 Menghentikan perdarahan
 Mencegah komplikasi
 Mencegah berulang kembali
27
Gangguan Pendengaran
 CONDUCTIVE HEARING LOSS
 Segala gangguan hantaran suara yang terdapat pada telinga luar dan tengah dengan
telinga dalam yang normal (gangguan konduksi suara dari foramen ovale ke arah
luar).
 Gangguan konduksi (hantaran suara) contoh :
 Cerumen diliang telinga luar
 Atresia liang telinga
 Mikroti
 Otitis media
 Baro Trauma
 Tuba Catarhalis
28
 SENSORY HEARING LOSS
 Definisi : Segala gangguan atau penyakit yang terdapat pada :
 Telinga dalam
 Nervus VIII (N. Cochlearis)
 Sentral Pendengaran (Cortex Cerebri) dengan telinga tengah dan luar yang normal
 Etiologi :
 Infeksi ; mis. Parotitis, labirinitis
 Intoksikasi obat-obatan ; mis. Kinin, streptomisin, kanamisin
 Trauma ; mis. Trauma akustik
 Tumor ; mis. Neuroma akustik
 Menier’s disease
29
 MIXED HEARING LOSS
 Hantaran suara pada telinga luar dan tengah terganggu serta telinga dalam rusak /tidak
berfungsi
 Misalnya :
 Otosclerosis  tidak hanya stapes tapi juga telinga bagian dalam.
 Presbiacusis  pada permulaan terjadi SNHL dan akhirnya terjadi Mixed Hearing Loss
 Uji Pendengaran
 Test berbisik
 Pemeriksaan garpu penala :
 Garpu penala biasa
 Rinne test
 Weber test
 Schwabach test
 Audiometri : suatu pemeriksaan pendengaran dengan memakai alat audiometer
30
Garpu penala biasa
 Kanan + ! 16 ! - Kiri
 + ! 32 ! -
 + ! 64 ! -
 + ! 128 ! -
 + ! 256 ! +
 + ! 512 ! +
 + ! 1024 ! +
 + ! 4096 ! +
31
Rinne Weber
32
33
 Audiometer
 Suatu alat elektro kaustik yang mampu menghasilkan suara yang memenuhi
syarat sebagai bahan pemeriksaan yaitu :
 Frekwensi ( 125 – 8000 Hz )
 Intensitas suara yang dapat diukur ( - 10 s/d 110 dB
34
35
36
Otitis Media Akuta
 Radang akut telinga tengah yang biasanya disebabkan oleh infeksi saluran nafas atas sering
pada anak-anak.
 Patogenesis
 Gangguan fungsi/oklusi tuba Eustachius
 MIKROORGANISME PENYEBAB
 Streptococcus pneumoniae
 STADIUM :
 Stadium permulaan  demam, batuk, pilek, telinga sakit
 Stadium sekresi :
 Sekret tertumpuk di cavum tympani  jebol gendang telinga
 Permukaan membran tympani merah, capillary injection lalu jadi merah semua
 Pada otoskopi : membran dari bentuk kerucut jadi menonjol  buldging
 Stadium penyembuhan
37
 DIAGNOSA BANDING : Otitis Eksterna
 DIAGNOSA
 Riwayat infeksi saluran nafas atas/rhinitis
 Demam
 Sakit telinga
 Perforasi ; membrana tympani pada stadium sekresi
 TERAPI
 Terapi untuk infeksi saluran nafas atas, nasal dekongestan
 Antibiotika
 Analgetika, antipiretika
 Anti histamin
 Jika membran tympani buldging dilakukan miringotomi
 Jika membran tympani perforasi diberikan obat tetes telinga
38
Otitis Media Supuratif Kronik
 Etiopatologi
 Lingkungan
 Genetik
 Otitis media sebelumnya
 Infeksi
 Infeksi Saluran Nafas Atas
 Autoimmun
 Alergi
 Malfungsi Tuba Eustachius
39
Klasifikasi OMSK:
 Tipe Tubo-timpani (tanpa kolesteatoma/benigna)
 Karakteristik: perforasi pada parstensa
 Penyakit tipe ini biasanya tidak berisiko komplikasi seperti sepsis intrakranial
 Tipe Atiko-antral (dengan kolesteatoma/maligna)
 Tipe ini mengenai pars plaksida dan karakteristik dengan pembentukan “retraction
pocket“, di mana terkumpul keratin untuk membentuk kolesteatoma
 Kolesteatoma dibagi atas :
 Kongenital (congenital)
 Didapat (acquired)
40
 Diagnosis
 Anamnesis
 Otoskopi
 Kultur sekret/tes sensitivitas
 Audiometri
 Rontgen Foto: foto polos posisi schuller, CT, MRI
 Penatalaksanaan
 Prinsip dasar management medik dari OMSK (medikamentosa)
 Tetap menjaga telinga bersih (aural toilet)
 Tetes telinga, antibiotika
 Terapi operatif  mastoidektomi
41
Komplikasi
 Intrakranial
 Abses ektradural
 Abses subdural (empiema)
 Thrombophlebitis sinus sigmoideus/sinus lateral
 Meningitis
 Abses otak
 Hidrosefalus otitis
 Dalam tulang temporal
 Paralisis fasial
 Labirinitis
42
Otittis Eksterna
 Peradangan dari kulit telinga bagian luar
 Trias: Gatal, korek, sakit
 Melihat bentuk infeksi di liang telinga, penyakit dibagi atas :
 Otitis Eksterna Sirkumskripta (Furunkulosis)
 Otitis Eksterna Difusa
 FURUNKULOSIS (OTITIS EKSTERNA SIRKUMSKRIPTA)
 infeksi Gram positif dari folikel rambut di liang telinga, biasanya disebabkan oleh
stafilokokus aureus
 Bisul (boil) terasa sangat sakit, berbatas tegas, pustula, eritematous mengelilingi
rambut di liang telinga bagian luar.
 Rasa tidak enak bertambah dengan pergerakan rahang.
43
 Terapi
 Aural toilet yang lembut (gentle cleaning)
 Tampon (pack/wick) steroid/antibiotik atau gliserin (tradisionil dengan
ikhtamol/ichtamol)
 Obat terpilih: flukloksasilin atau sefradin, 500 mg setiap 6 jam atau eritromisin
jika penisilin alergi
 analgetika
 Bisul tidak pecah dalam 24-48 jam  insisi dengan anestesi lokal
 Pada kasus yang tidak responsif/infeksi rekuren  kultur dan tes sensitivitas,
diabetes melitus ?
44
 OTITIS EKSTERNA DIFFUSA
 Timbul pada udara panas & lembab
 “Tropical ear” atau “Singapore ear”
 Faktor utama/paling penting  trauma lokal (mengorek - ngorek telinga)
 Mikroorganisme: Pseudomonas aeruginosa, Basilus piosianius dan Stafilokokus aureus
 Otitis Eksterna Diffusa ada 2 stadium:
 Stadium Akut
 Stadium Kronik
45
 Stadium Akut
 Rasa tidak enak di dan sekitar telinga ; rasa sakit bertambah dengan bergeraknya
rahang
 Terapi :
 Dibuat hapusan  kultur  tes sensitivitas
 Aural toilet
 Dipasang tampon/pack neomisin atau gentamisin dan diganti setiap hari
 Penderita tetap menjaga telinga kering dan menghindari mengorek & menggosok telinga
46
 Stadium Kronik
 Iritasi dan telinga berair
 Kurang pendengaran
 Tidak didapati tenderness
 Didapati pus & debris di liang telinga
 Terapi:
 Aural toilet
 Tampon / packing neomisin atau gentamisin atau antiseptik (klioquinol) dan steroid atau sebagai
drop
 Atau dioleskan krem antiseptik dan hidrokortison
 Tetes telinga seperti soframisin atau gentamisin kombinasi dengan hidrokortison
47
OTOMIKOSIS
 pada udara panas & lembab
 Sering: pada penderita yang mengalami operasi mastoid dan yang memakai alat
bantu mendengar
 Aspergilus niger, kandida albikan
 Anamnesis:
 Rasa gatal  keluhan yang sangat menonjol
 rasa penuh di telinga atau rasa pekak dengan penumpukan debris basah di liang telinga
 Otoskopi: massa putih keabu - abuan, lapisan seperti kertas basah berbintik - bintik
mengisi liang telinga
 Diagnosa selalu dikonfirmasi dengan pemeriksaan mikroskopis dari debris atau dengan kultur
 Diagnosis dikonfirmasi dengan: pemeriksaan mikroskopis dari
debris atau dengan kultur
48
Terapi :
Aural toilet dengan alat pengisap ( suction ) atau
diirigasi jika membran timpani tidak perforasi
Obat antifungal: nistatin
Klotrimazol krem 1% di liang telinga
Larutan Gentian violet
49
Perikondritis
 Etiologi
 Laserasi
 Dingin atau terbakar
 Aspirasi atau insisi hematoma daun telinga
 Infeksi superfisial dari Meatus Akustikus atau daun telinga
 Pemakaian anting-anting pada tulang rawan
 Gejala dan Tanda
 Daun telinga terasa sakit sekali, panas dan tegang.
 Daun telinga bengkak, merah.
 Dapat menjadi abses.
 Lobulus tidak ikut meradang

50
 Terapi
 Antibiotik broad spektrum
 Jika ada sekret  hapusan kultur  tes sensitivitas
 Penyebab : Pseudomonas aeruginosa (gram negatif)
 Drug of choice: aminoglikosida
 Jika terbentuk abses subperikondrial  insisi dan drainase
 Komplikasi: Cowlyflower ear
51
VESTIBULAR DISORDER
SYMPTOMS
GANGGUAN
KESEIMBANGAN
Rasa goyang
(Unsteadiness)
Vegetatif/otonom
Rasa masih bergerak
(After motion)
Postur tdk stabil
(Postural instability)
Pusing berputar
(Vertigo)
Rasa tidak menapak
(Unfootedness)
Rasa melayang
(Lightheadness)
Pusing/pening
(Dizziness)
52
Jenis vertigo
53
Most common vestibular syndromes
- Benign Paroxysmal Positioning Vertigo/BPPV
attacks, 10 – 60 secs, by change of head relative to gravity, nystagmus
- Motion sickness
continuous, hours to days, by boat/car/airplane, incorrect perception of gravity vector
- Phobic postural vertigo / visual vertigo / anxiety / psychogenic vertigo
subjective, fluctuating instability, fear to fall and vegetative symptoms, hours,
induced by crowds, visual stimulation, improves by alcohol, avoidance behaviour,
secundary to vestibular deficits ?
- Vestibular migraine
attacks, minutes to hours, often also migraneous symptoms, postural imbalance,
sometimes oculomotor deficits and/or spontaneous or positioning nystagmus
-Meniere’s disease
attacks, hours, spontaneous, fluctuating hearing loss, tinnitus or fullness
54
- Vestibular neuritis
1 attack acute vertigo / nausea/ oscillopsia, days, HSV-I, harmonie vestibulaire + HI
- Bilateral vestibulopathy (due to intoxication, MD, meningitis, encephalitis)
unsteadiness in dark or on uneven ground, oscillopsia during walking and head turning
- Vestibular paroxysms
attacks, secs, spontaneous
- Central vestibular vertigo
continuous, abnormal oculo-motor function
- Fistula – superior canal dehiscence syndrome
attacks, secs, sound or pressure induced
- Unknown vestibular syndromes
55
kelainan nasofaring
Adenoiditis (pada adenoid)
 Gejala :
 - demam
 - hidung tersumbat
 - adenoid membengkak : sumbat hidung & telinga (berdenging)
 Terapi : antibiotik empiris (ampicillin, amoxicillin, erythromycin, sulfa)
 Infeksi berulang  adenoid hipertrofi
 Gejala :
 tidak ada demam
 hidung tersumbat  bernafas dari mulut  adenoid face!
 Tidur mendengkur bisa terjadi sleep apnoe
 Terapi : Adenoidectomy
56
57
Pemeriksaan Adenoid :
 Rhinoscopy posterior
 Pakai spekulum  suruh pasien bilang “i” berulang-ulang  lihat palatum mole!
 Jika palatum mole tidak bergerak berarti (+)
 Raba mulut dengan tangan dari belakang penderita hingga teraba adenoid
 Foto soft tissue lateral
58
59
RADANG AKUT FARING DAN TONSIL
 Terdiri dari :
 Faringitis akut
 Tonsilitis akut
 ETIOLOGI
 Streptococcus β-haemoliticus
 GEJALA KLINIS
 Hiperpireksia (sampai 400 C)  bakteri ; demam sub febris  virus
 Lesu dan arthralgia
 Odinofagi
 Anorexia
 Otalgia  nyeri sampai ke telinga melalui “Arnold nerve”
 Referred pain melalui N. IX (Glossopharyngeus)
60
 PEMERIKSAAN
 Faring hiperemis
 Tonsil membengkak dan hiperemis
 Detritus berbentuk folikel, lakuna, membrana/beslah”  kuman
 Glandula sub mandibula membengkak
 Nyeri tekan terutama pada anak-anak
 TERAPI
 Antimikroba  bila kuman penyebabnya
 Antipiretik
 Obat kumur/hirup yang mengandung desinfektan
 KOMPLIKASI
 Pada anak-anak  Otitis Media Akuta
 Pada tonsilitis akut : abses peritonsil
61
62
Tonsilitis Membranosa
 ETIOLOGI DAN IMUNITAS
 Etiologi : Corynebacterium diphteriae (gram positif)
 GAMBARAN KLINIS
 Dibagi 3 golongan :
 Gejala Umum = Penyakit infeksi lainnya
 Demam subfebris
 Nyeri kepala
 Anorexia
 Malaise
 Nadi lambat
63
 Gejala Lokal
 Odinofagi
 Pada pemeriksaan dijumpai :
 pembengkakan tonsil  bercak putih kotor  meluas dan bersatu membentuk
pseudomembran (membran semu/pseudomembran, lengket)
 membran meluas ke palatum mole, uvula, nasofaring, laring, trakea, bronkhus
 Gejala Akibat Eksotoksin
 Timbul pada jantung (myokarditis), saraf kranial (lumpuh otot pernafasan) dan
ginjal
 Bullneck (leher bengkak)
64
 PENATALAKSANAAN/TERAPI
 Penyakit ini menular  isolasi
 Istirahat di tempat tidur 2-3 minggu
 Pengawasan harus cermat  cegah timbul komplikasi
 ADS dosis 20.000-100.000 unit, tergantung umur, berat dan lama penyakit
 Antimikroba : eritromisin atau penisilin selama 14 hari
 Kortikosteroid  untuk bullneck
 Simptomatis
65
Tonsilitis Septik
 ETIOLOGI
 Streptococcus β-haemoliticus  dalam susu sapi  dapat timbul epidemi

 GEJALA
 Demam tinggi 39-410C dan timbul mendadak
 Odinofagi
 Arthralgia
 Malaise
 Nyeri kepala yang hebat
 Mual dan muntah
66
 PEMERIKSAAN
 Mukosa faring dan tonsil hiperemis
 Bercak putih keabuan
 Edema sampai uvula
 Mulut bau (foetor ex ore)
 TERAPI
 Terapi pencegahan  dicari penyebab terjadinya epidemi
 Terapi kausal  diberikan serum streptococcus β-haemoliticus dan antimikroba
 Terapi simptomatik
67
Radang Kronis Orofaring
 Radang Kronis Orofaring
 Tonsilitis kronik
 Faringitis kronik
 ETIOLOGI
 Kuman penyebab = tonsilitis akut
 PATOLOGI
 Terdapat 2 bentuk :
 - hipertrofi tonsil
 - atrofi tonsil
68
 GEJALA DAN TANDA
 Dijumpai jaringan ikat ikat pada tonsil  tonsil bisa membesar atau mengecil
 Permukaan tidak rata, Kriptus melebar dan terisi detritus, Tonsil lengket
 Bila dipencet keluar eterprop (seperti butiran nasi berisi nanah & kuman)
 Pasien mengeluh seperti ada yang menghalangi/rasa mengganjal di tenggorokan,
Tenggorokan terasa kering dan gatal
 Pernafasan berbau, Kelenjar regional membesar
 Tidak dijumpai demam
 TERAPI
 Lokal : higiene mulut  obat kumur/hisap
 Radikal : operasi  tonsilectomy setelah 2 minggu infeksi akut hilang
69
Kelainan-kelainan LARING
Kelainan Kongenital
 1. LARINGOMALACIA
 Paling sering ditemukan
 Stadium Awal : epiglottis lemah
 Gejala Awal : Stridor oleh karena lemahnya rangka laring
 Tanda sumbatan jalan nafas : retraksi suprasternal, epigastrium, interkostal dan
supraklavikular.
 Bila sumbatan berat  Intubasi Endotrachea
 Tidak boleh dilakukan Tracheostomy oleh karena sering disertai Tracheomalacia.
70
Kelainan lainnya:
 2. STENOSIS SUBGLOTIK KONGENITAL
 3. SELAPUT DI LARING (LARYNGEAL WEB)
71
72
Peradangan laring
 1. LARINGITIS AKUT
 Umumnya kelanjutan dari rinofaringitis (common cold).
 Dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas terutama pada anak-anak.
 Etiologi :
 Bakteri  peradangan lokal
 Virus  peradangan sistemik
73
 Gejala dan Tanda :
 Demam, Malaise
 Suara parau sampai afonia
 Nyeri ketika menelan atau berbicara
 Sumbatan laring
 Batuk kering, bisa disertai dahak kental
 Pada pemeriksaan : mukosa laring hiperemis, membengkak pada supra dan subglotik, Tanda
radang akut di hidung atau sinus paranasal.
 Terapi :
 Istirahat bicara/bersuara 2-3 hari, Menghirup udara lembab, Menghindari iritan seperti rokok,
makanan pedas atau minum es.
 Antimikroba bila radang berasal dari paru.
 Trakeostomi/Endotracehal Tube  bila terjadi sumbatan laring.
74
 2. LARINGITIS KRONIS
 Etiologi : Sinusitis kronis, bronkitis kronis, penyalahgunaan suara (Vocal abuse)
seperti biasa bersuara keras atau berteriak
 Gejala :
 Suara parau menetap
 Rasa tersangkut di tenggorok  pasien mendehem tanpa sekret oleh karena
mukosa menebal
 Pada pemeriksaan: mukosa menebal, tidak rata, hiperemis
 Terapi :
 Pengobatan peradangan di hidung, faring serta bronkhus yang menjadi penyebab.
 Vocal Rest (pasien tidak banyak berbicara)
75
 3. CROUP
 = Infeksi laring  berkembang cepat  stridor & obstruksi jalan nafas.
 Dapat terjadi pada semua usia namun terutama menyerang pada anak usia < 6 tahun.
 Gambaran Klinis dibagi atas :
 Supraglotitis
 Laringotrakeobronkitis (Infraglotitis)
 Penatalaksanaan Croup
 Hidrasi yang adekuat, Pemberian udara dingin dan lembab (uap air berpartikel kecil)
 Antibiotik, Kortikosteroid dosis tinggi
 Bantuan Pernafasan bila kemunduran tetap terjadi setelah diterapi, Pengawasan secara terus
menerus
 Intubasi hidung, bila anak kolaps  respirator dan trakeotomi bila diperlukan
 Croup umumnya sembuh dalam 48-72 jam  ekstubasi
76
Supraglotitis Infraglotitis (Laringotrakeobronkitis)
3-6 thn < 3 thn
Awitan dalam beberapa jam Awitan dalam beberapa hari
Suara jernih Serak
Disfagia -
Mengiler -
Posisi duduk, mulut terbuka, dagu mengarah
kedepan
Berbaring
Jarang kambuh Dapat kambuh
Perjalanan cepat Beberapa hari – minggu
Radiogram lateral  edema supraglotis Foto leher normal
Etiologi :
Haemophilus Influenzae, Streptococcus
viridans, jarang oleh virus
Etiologi :
Virus
77
Laringitis Tuberculosis
 Infeksi sekunder TBC paru
 Gejala Klinis :
 Tergantung stadium
 Rasa kering, panas dan tertekan di daerah laring
 Suara parau berlangsung berminggu-minggu, sedangkan pada stadium lanjut dapat
timbul afonia.
 Hemoptisis
 Nyeri waktu menelan yang hebat dibanding radang lainnya  khas
 Keadaan umum buruk
 Proses aktif pada pemeriksaan paru (klinis dan radiologik)  stadium
eksudatif/pembentukan kaverne.
78
 Diagnosa berdasarkan :
 Anamnesis
 Gejala dan pemeriksaan klinis
 Laboratorium
 Foto Toraks
 Laringoskopi direct/indirect
 Pemeriksaan PA
 Terapi :
 Obat anti TBC primer dan sekunder
 Vocal Rest
79
Nodule pita suara ( vocal nodule )
 Etiologi : Vocal abuse jangka lama pada guru, penyanyi, dsb, disebut juga Singers node
 Gejala :
 Suara parau
 Terkadang disertai batuk
 Pada pemeriksaan : nodul pita suara sebesar kacang hijau, warna keputihan di 1/3 anterior atau
tengah pita suara.
 Bila nodul bilateral  simetris
 Diagnosa :
 Pemeriksaan laringoskopi direk/indirek
 Terapi :
 Laryngeal microsurgery (Bedah mikro Laring)
80
Karsinoma Nasofaring
 Etiologi
 Etiologi pasti : ???  belum diketahui
 Multifaktor, seperti :
 Virus Epstein-Barr
 Faktor genetik
 Zat karsinogenik
 Gejala klinis
 Gejala Dini
 a. Gejala telinga (dinding lateral)
 Penyumbatan muara tuba  telinga
 rasa penuh, berdenging, gangguan pendengaran.
 b. Gejala hidung (dinding posterior+anterior)
 Pilek berulang dengan ingus bercampur darah.
 Sumbatan hidung
81
 Gejala Lanjut
 a. Pembesaran kelenjar getah bening leher
 b. Akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar
 b.1. Perluasan keatas
 Disebut penjalaran petrosfenoid
 Melalui foramen laserum
 Mengenai grup saraf anterior (n. II s/d n. VI)
 Tersering mengenai n. VI dengan keluhan diplopia
 b.2. Perluasan ke belakang
 Disebut penjalaran retroparotidian
 Mengenai grup saraf posterior (n. VII s/d n. XII)
82
 Gejala akibat Metastase Lanjut
 Limfogen atau hematogen.
 Tersering :
 - Tulang, terutama femur
 - Hepar.
 - Paru.
Stadium
 T1 : Terbatas pada nasofaring
 T2 : Meluas ke orofaring dan atau fosa nasal
 T2a : Tanpa perluasan ke parafaring
 T2b : Dengan perluasan ke parafaring
 T3 : Invasi ke struktur tulang dan sinus
 T4 : Meluas ke intrakranial dan atau mengenai saraf otak, fossa infratemporal,
hipofaring atau orbita
83
 N0 : tidak ada pembesaran kelenjar limfe regional
 N1 : ada pembesaran kelenjar ipsilateral < 6 cm
 N2 : ada pembesaran kelenjar bilateral < 6 cm
 N3 : ada pembesaran kelenjar > 6 cm atau ekstensi ke supraklavikular.
 M0 : tidak ada metastase jauh
 M1 : ada metastase jauh
 Berdasarkan TNM diatas :
 Stadium I : T1 N0 M0
 Stadium IIA : T2a N0 M0
 Stadium IIB : T1N1M0, T2aN1M0, T2bN0-1M0
 Stadium III : T1-2N2M0, T3N0-2M0
 Stadium IVA : T4N0-2M0
 Stadium IVB : Tiap T N3 M0
 Stadium IVC : Tiap T, Tiap N, M1
 Stadium dini : Stadium I
 Stadium lanjut : Stadium II,III,IV
84
Dagnostik
 Anamnesis
 Pemeriksaan THT khusus
 Pemeriksaan histopatologi  biopsi
 Pemeriksaan penunjang :
 Nasofaringoskopi
 CT Scan dan MRI.
 Foto thorax  metastase paru
Terapi
 Stadium dini  radioterapi
 Stadium lanjut  kombinasi terapi: radioterapi + sitostatika + k/p pembedahan
85
JUVENILE NASOFARING ANGIOFIBROMA
 Etiologi
 Diduga faktor ketidakseimbangan hormonalHistopatologi
 Terdiri dari : Angioma + Fibroma
 Histopatologi : Benigna
 Klinis : Maligna
Pemeriksaan Klinis
•Rinoskopi Anterior  Massa merah muda
•Rinoskopi Posterior
•Abu-abu sampai merah muda
•Usia muda : merah muda
•Lebih tua : kebiruan karena lebih banyak komponen fibromanya
86
 Pemeriksaan Penunjang
 Radiologi konvensional  tanda “Holman miller” yaitu pendorongan prosesus
pterigoideus ke belakang sehingga fisura pterigopalatina melebar
 CT Scan  Melihat perluasan tumor dan destruksi tulang sekitarnya
 MRI
 Arteriografi : melihat vaskularisasi tumor, biasanya dari cabang arteri maksila
interna
Derajat (Stadium) berdasarkan CT Scan : Chandler
I Tumor terbatas di Nasofaring
II Meluas ke kavum nasi/ sinus sfenoid
III Kedalam antrum, etmoid, fossa pterigomaksila, fossa infratemporal, orbita dan
pipi
IV Tumor meluas ke intra kranial
87
88
 Penatalaksanaan
 Perdarahan : Tamponade
 Radiasi
 Hormonal
 Operasi
89
Terima Kasih
90

More Related Content

Similar to Pemeriksaan Hidung dan Telinga

OTITIS_MEDIA_AKUT_OMA.pptx
OTITIS_MEDIA_AKUT_OMA.pptxOTITIS_MEDIA_AKUT_OMA.pptx
OTITIS_MEDIA_AKUT_OMA.pptxZulAme
 
Otitis media akut
Otitis media akutOtitis media akut
Otitis media akutAriesta Mp
 
Rhinosinusitis kronis
Rhinosinusitis kronisRhinosinusitis kronis
Rhinosinusitis kronisAriesta Mp
 
Askep gangguan pendengaran
Askep gangguan pendengaranAskep gangguan pendengaran
Askep gangguan pendengaranKANDA IZUL
 
fdokumen.com_otitis-media-5927fcffbc568.ppt
fdokumen.com_otitis-media-5927fcffbc568.pptfdokumen.com_otitis-media-5927fcffbc568.ppt
fdokumen.com_otitis-media-5927fcffbc568.pptRandiDoank2
 
CBD rhinosinusitis kronis
CBD rhinosinusitis kronisCBD rhinosinusitis kronis
CBD rhinosinusitis kronisClarissa Rizky
 
Anatomi telinga tengah ruptur mt oma
Anatomi telinga tengah ruptur mt omaAnatomi telinga tengah ruptur mt oma
Anatomi telinga tengah ruptur mt omaNova Mandasari
 
Cbd ludwig angina - Petrisia Luvina
Cbd ludwig angina - Petrisia LuvinaCbd ludwig angina - Petrisia Luvina
Cbd ludwig angina - Petrisia Luvinavinavina25
 
CBD rhinitis vasomotor
CBD rhinitis vasomotorCBD rhinitis vasomotor
CBD rhinitis vasomotorCoassTHT
 
LAPORAN KASUS tonsiltis.pptx
LAPORAN KASUS tonsiltis.pptxLAPORAN KASUS tonsiltis.pptx
LAPORAN KASUS tonsiltis.pptxMuhammadIzwarHadi
 
Cbd epiglotitis akut
Cbd epiglotitis akutCbd epiglotitis akut
Cbd epiglotitis akutvinavina25
 
Askep otitis media akut 2222222222 AKPER PEMDA MUN
Askep otitis media akut 2222222222 AKPER PEMDA MUNAskep otitis media akut 2222222222 AKPER PEMDA MUN
Askep otitis media akut 2222222222 AKPER PEMDA MUNOperator Warnet Vast Raha
 

Similar to Pemeriksaan Hidung dan Telinga (20)

OTITIS_MEDIA_AKUT_OMA.pptx
OTITIS_MEDIA_AKUT_OMA.pptxOTITIS_MEDIA_AKUT_OMA.pptx
OTITIS_MEDIA_AKUT_OMA.pptx
 
THT - Hidung.pptx
THT - Hidung.pptxTHT - Hidung.pptx
THT - Hidung.pptx
 
Otitis media akut
Otitis media akutOtitis media akut
Otitis media akut
 
Rhinosinusitis kronis
Rhinosinusitis kronisRhinosinusitis kronis
Rhinosinusitis kronis
 
Askep gangguan pendengaran
Askep gangguan pendengaranAskep gangguan pendengaran
Askep gangguan pendengaran
 
fdokumen.com_otitis-media-5927fcffbc568.ppt
fdokumen.com_otitis-media-5927fcffbc568.pptfdokumen.com_otitis-media-5927fcffbc568.ppt
fdokumen.com_otitis-media-5927fcffbc568.ppt
 
CBD rhinosinusitis kronis
CBD rhinosinusitis kronisCBD rhinosinusitis kronis
CBD rhinosinusitis kronis
 
Anatomi telinga tengah ruptur mt oma
Anatomi telinga tengah ruptur mt omaAnatomi telinga tengah ruptur mt oma
Anatomi telinga tengah ruptur mt oma
 
Cbd ludwig angina - Petrisia Luvina
Cbd ludwig angina - Petrisia LuvinaCbd ludwig angina - Petrisia Luvina
Cbd ludwig angina - Petrisia Luvina
 
Klp cerdas
Klp cerdasKlp cerdas
Klp cerdas
 
Sinusitis dan Penanganan Fisioterapi
Sinusitis dan Penanganan FisioterapiSinusitis dan Penanganan Fisioterapi
Sinusitis dan Penanganan Fisioterapi
 
CBD rhinitis vasomotor
CBD rhinitis vasomotorCBD rhinitis vasomotor
CBD rhinitis vasomotor
 
OMA OMSK
OMA OMSKOMA OMSK
OMA OMSK
 
fisiologi -patofisiologi sistem fonasi.pdf
fisiologi -patofisiologi sistem fonasi.pdffisiologi -patofisiologi sistem fonasi.pdf
fisiologi -patofisiologi sistem fonasi.pdf
 
Present ispa
Present ispaPresent ispa
Present ispa
 
LAPORAN KASUS tonsiltis.pptx
LAPORAN KASUS tonsiltis.pptxLAPORAN KASUS tonsiltis.pptx
LAPORAN KASUS tonsiltis.pptx
 
Belajar THT.pdf
Belajar THT.pdfBelajar THT.pdf
Belajar THT.pdf
 
Cbd epiglotitis akut
Cbd epiglotitis akutCbd epiglotitis akut
Cbd epiglotitis akut
 
Askep otitis media akut 2222222222 AKPER PEMDA MUN
Askep otitis media akut 2222222222 AKPER PEMDA MUNAskep otitis media akut 2222222222 AKPER PEMDA MUN
Askep otitis media akut 2222222222 AKPER PEMDA MUN
 
Otitis Media Supuratif Kronis
Otitis Media Supuratif KronisOtitis Media Supuratif Kronis
Otitis Media Supuratif Kronis
 

Recently uploaded

ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptxppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptxmarodotodo
 
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasiBLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasiNezaPurna
 
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatanWebinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatanDevonneDillaElFachri
 
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdfMeboix
 
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxSediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxwisanggeni19
 
penyakit jantung koroner pada Prolanis.pptx
penyakit jantung koroner pada Prolanis.pptxpenyakit jantung koroner pada Prolanis.pptx
penyakit jantung koroner pada Prolanis.pptxagussudarmanto9
 
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.pptANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.pptAcephasan2
 
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.pptAnatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.pptAcephasan2
 
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah SakitPresentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah SakitIrfanNersMaulana
 
Diagnosis ILTB terapi dan monitoring TPT Fix.pptx
Diagnosis ILTB terapi dan monitoring TPT Fix.pptxDiagnosis ILTB terapi dan monitoring TPT Fix.pptx
Diagnosis ILTB terapi dan monitoring TPT Fix.pptxMelisaBSelawati
 
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdfPPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdfhurufd86
 
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptx
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptxKONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptx
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptxDianaayulestari2
 
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesFARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesNadrohSitepu1
 
Presentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensiPresentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensissuser1cc42a
 
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh DiriAsuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diriandi861789
 
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosi
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosikarbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosi
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosizahira96431
 
1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx
1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx
1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptxgizifik
 
Farmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptx
Farmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptxFarmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptx
Farmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptxIrfanNersMaulana
 
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa HalusinasiMateri Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasiantoniareong
 
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.pptkonsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.pptKianSantang21
 

Recently uploaded (20)

ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptxppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
 
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasiBLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
 
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatanWebinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
 
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
 
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxSediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
 
penyakit jantung koroner pada Prolanis.pptx
penyakit jantung koroner pada Prolanis.pptxpenyakit jantung koroner pada Prolanis.pptx
penyakit jantung koroner pada Prolanis.pptx
 
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.pptANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
 
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.pptAnatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
 
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah SakitPresentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
 
Diagnosis ILTB terapi dan monitoring TPT Fix.pptx
Diagnosis ILTB terapi dan monitoring TPT Fix.pptxDiagnosis ILTB terapi dan monitoring TPT Fix.pptx
Diagnosis ILTB terapi dan monitoring TPT Fix.pptx
 
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdfPPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
 
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptx
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptxKONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptx
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptx
 
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesFARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
 
Presentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensiPresentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensi
 
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh DiriAsuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
 
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosi
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosikarbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosi
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosi
 
1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx
1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx
1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx
 
Farmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptx
Farmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptxFarmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptx
Farmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptx
 
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa HalusinasiMateri Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
 
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.pptkonsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
 

Pemeriksaan Hidung dan Telinga

  • 1. THTKL dr. Muhammad Edy Syahputra Nasution
  • 2. PEMERIKSAAN HIDUNG  Luar : ▫ Hidung bagian luar ▫ Vestibulum  Dalam : ▫ Rinoskopi anterior ▫ Rinoskopi posterior 2
  • 3. Rinoskopi Anterior Cavum nasi Septum nasi Konka nasi inferior dan media Meatus nasi inferior dan media Rinoskopi Posterior Septum nasi (belakang) Choanae Cavum nasi (belakang) Konka media dan superior Nasofaring : Adenoid Muara tuba eustachius Fossa Rossenmuller 3
  • 4. Rinitis Alergi IMMUNOLOGI  Manifestasi di bidang THT paling banyak: Reaksi alergi Tipe 1 Etiologi :  Spesifik (alergen inhalan, ingestan)  Non spesifik (iklim) mediator utama :  Histamin 4
  • 5. GEJALA KLINIS  Bersin > 5x / serangan  khas  Rinore : encer dan banyak  Hidung : tersumbat, hiposmia  Gatal : mata  lakrimasi & tenggorok  Pada anak : gejala tidak lengkap, kadang hanya hidung tersumbat, batuk  “allergic shiner”, “allergic salute”, “allergic crease” 5
  • 6. Pemeriksaan Fisik Allergic salute • kebiasaan anak menggosok-gosok hidung karena gatal dengan telapak tangan kearah atas Nasal crease • garis melintang di dorsum nasi sepertiga bawah Allergic shiners • bayangan gelap di kelopak mata bawah (sumbatan vena di daerah orbita, hidung dan sinus  bocornya hemosiderin) 6
  • 7. Pemeriksaan hidung  Rinitis anterior : mukosa oedem, basah, pucat (livide), sekret encer (khas)  Konka : kebiruan  Lab. :  in-vitro :  - sekret hidung / smear : eosinofil   - nasal scraping  - darah tepi : eosinofil n /   - Ig E total : n /   - Ig E spesifik (rast) : lebih bermakna  in-vivo :  - uji kulit : prick test, intrakutan, scratch test  - uji inhalasi (provokasi test) 7
  • 8.  TERAPI  Avoidance : menghindari kontak dengan alergen penyebab (ideal) dan eliminasi  Simptomatis Medikamentosa :  sistemis  antihistamin dengan/tanpa vasokonstriktor (dekongestan) peroral  Local  tetes/semprot hidung yang mengandung vasokonstriktor atau kortikosteroid Operatif, imunoterapi  KOMPLIKASI  Polip hidung  Otitis media  Sinusitis 8
  • 9. RINITIS VASOMOTOR Etiologi:  gangguan keseimbangan fungsi vasomotor  Gejala :  Hidung sumbat (bergantian kanan/kiri)  posisi pasien  Rinore : Mukus atau serous  Bersin : Jarang – gatal di mata : (-)  Gejala memburuk pada pagi hari o.k. : perubahan suhu udara, lembab – asap rokok, dll. 9
  • 10. Anamnesis : - Faktor yang mempengaruhi keseimbangan vasomotor - Singkirkan faktor alergi Pemeriksaan rinoskopi anterior : - Udem mukosa hidung (khas) - Konka merah tua/gelap (bedakan dengan rinitis alergi), licin atau tidak rata - Sekret mukoid (sedikit) Laboratorium : - Untuk menyingkirkan rinitis alergi - Eos. sekret hidung : + / - - Tes kulit (-) 10
  • 11. Terapi :  Menghindari penyebab  Simptomatis : - Dekongestan oral – diatermi kauterisasi konka hipertrofi - Kortikosteroid topikal misal : Budesonid 2 x 100 gr/hari  Operatif : Bila terapi diatas tidak berhasil 11
  • 12. Rinitis Medikamentosa Gejala: Hidung tersumbat terus menerus Pemeriksaan: Konka oedem – sekret hidung >> Tes adrenalin  oedem tidak berkurang Diagnosis: Riwayat pemakaian obat intra nasal yang berlebihan Terapi:  Stop – pemakaian tetes atau semprot hidung  Kortikosteroid  Dekongestan oral (Pseudoephedrin) 12
  • 13. Rinosinusitis akut Etiologi:  Rinitis akut  Faringitis, adenoiditis & tonsilitis  Karies dentis Gejala Klinik:  Demam, sakit kepala  Ingus kental (bau), dahak (post nasal drip)  Hidung tumpat  Nyeri pada lokasi sinus yang dikenai  Nyeri alih 13
  • 14. Pemeriksaan Klinis : Pembengkakan :  Pipi & kelopak mata bawah  sinusitis maksila  Dahi & kelopak mata atas  sinusitis frontal Rinoskopi anterior :  mukosa konka hiperemis dan oedem  Pus:  meatus media  s. Maksila, s. Frontal, s. Etmoid anterior  meatus superior  s. Etmoid posterior, s. Sphenoid Rinoskopi posterior : Post nasal drip 14
  • 15. Pemeriksaan Mikrobiologik :  Kuman aerob : Pneumokokus Terapi :  Medikamentosa :  Kortikosteroid  Antibiotik (Penicillin)  10-14 hr  Dekongestan lokal/oral  Mukolitik  Anti inflamasi  Anti histamin : < oedem  sekret mudah keluar  Analgetik/antipiretik  Pembedahan : Bila terjadi komplikasi (selulitis orbita) 15
  • 16. Rinosinusitis Kronis  Infeksi sinus menahun (>3 bulan)  Etiologi :  sinusitis akut tidak sembuh sempurna  sinusitis akut berulang Mikrobiologik :  Aerob: S.Aureus 16
  • 17. 17
  • 18. Patofisiologi:  Obstruksi mekanik KOM Gejala:  Secret (+) mukopurulen  Berbau busuk  Obstruksi hidung o.k. penebalan mukosa Tanda:  Tidak seberat sinusitis akut dan tidak terdapat pembengkakan di muka  Rhinoskopi anterior: sekret kental (pus) dari meatus medius (khas) atau meatus superior  Rhinoskopi posterior: sekret kental (pus) di nasofaring 18
  • 19. Konservatif: Medikamentosa  Antibiotik broad spectrum  10-14 hr  Kortikosteroid  Dekongestan topikal  drainase dan encerkan sekret dari hidung  Anti inflamasi  Anti histamin : < oedem  sekret mudah keluar  Analgetik/antipiretik 19
  • 20. Polip Hidung  Terutama pada dewasa, anak  jarang.  Etiologi :  Reaksi hipersensitif/alergi hidung yang kronis  Infeksi  pada hidung dan sinus paranasal 20
  • 21.  Gejala :  Keadaan umum: Hidung tersumbat, semakin memberat  Dapat  hiposmia atau anosmia  Sekret : Cair – mucous – purulent.  Dapat menutup ostium sinus paranasal  sinusitis  keluhan : sakit kepalam rinore  Bila penyebab alergi  keadaan umum : Bersin, iritasi hidung. 21
  • 22. Pemeriksaan : Rinoskopi anterior •Massa polip, bertangkai, putih kebiruan pada meatus/konka media •Bergerak bebas pada tangkainya. •Multiple dan bilateral •Pada yang kronis, punggung hidung melebar:“Frog Nose” (hidung kodok) Rinkoskopi posterior Polip (+) – pada koanal polip 22
  • 23.  Terapi :  Ekstraksi polip (polipektomi)  Bila sudah terdapat sinusitis  drainase sinus  Sering kambuh  bila penyebab alergi  perlu terapi kausal 23
  • 24. 24
  • 25. Epistaksis Etiologi :  Lokal  Trauma  Iritasi  Infeksi  Infeksi hidung  Infeksi sinus paranasal  Granuloma spesifik  Neoplasma  Sistemik  Penyakit Kardiovaskular - Hipertensi  Kelainan darah  Infeksi Akut  dengue hemorrhagic fever  sering!  Obat  Perubahan tekanan atmosfer  Gangguan Endokrin  Alkoholism  Idiopatik - sering 25
  • 26. Epistaksis Anterior  Pleksus Kiesselbach (Little’s Area)  Sfenopalatina, palatina mayor, etmoidalis anterior, labialis superior  Sering  terutama pada anak dan dewasa muda  dapat berhenti spontan dan mudah diatasi.  Arteri Ethmoid anterior Epistaksis Posterior  Arteri Sfenopalatina  Arteri Ethmoidalis posterior  Perdarahan hebat, jarang berhenti spontan.  Pada penderita : hipertensi – arteriosclerosis 26
  • 27.  Terapi : Prinsip  Menghentikan perdarahan  Mencegah komplikasi  Mencegah berulang kembali 27
  • 28. Gangguan Pendengaran  CONDUCTIVE HEARING LOSS  Segala gangguan hantaran suara yang terdapat pada telinga luar dan tengah dengan telinga dalam yang normal (gangguan konduksi suara dari foramen ovale ke arah luar).  Gangguan konduksi (hantaran suara) contoh :  Cerumen diliang telinga luar  Atresia liang telinga  Mikroti  Otitis media  Baro Trauma  Tuba Catarhalis 28
  • 29.  SENSORY HEARING LOSS  Definisi : Segala gangguan atau penyakit yang terdapat pada :  Telinga dalam  Nervus VIII (N. Cochlearis)  Sentral Pendengaran (Cortex Cerebri) dengan telinga tengah dan luar yang normal  Etiologi :  Infeksi ; mis. Parotitis, labirinitis  Intoksikasi obat-obatan ; mis. Kinin, streptomisin, kanamisin  Trauma ; mis. Trauma akustik  Tumor ; mis. Neuroma akustik  Menier’s disease 29
  • 30.  MIXED HEARING LOSS  Hantaran suara pada telinga luar dan tengah terganggu serta telinga dalam rusak /tidak berfungsi  Misalnya :  Otosclerosis  tidak hanya stapes tapi juga telinga bagian dalam.  Presbiacusis  pada permulaan terjadi SNHL dan akhirnya terjadi Mixed Hearing Loss  Uji Pendengaran  Test berbisik  Pemeriksaan garpu penala :  Garpu penala biasa  Rinne test  Weber test  Schwabach test  Audiometri : suatu pemeriksaan pendengaran dengan memakai alat audiometer 30
  • 31. Garpu penala biasa  Kanan + ! 16 ! - Kiri  + ! 32 ! -  + ! 64 ! -  + ! 128 ! -  + ! 256 ! +  + ! 512 ! +  + ! 1024 ! +  + ! 4096 ! + 31
  • 33. 33
  • 34.  Audiometer  Suatu alat elektro kaustik yang mampu menghasilkan suara yang memenuhi syarat sebagai bahan pemeriksaan yaitu :  Frekwensi ( 125 – 8000 Hz )  Intensitas suara yang dapat diukur ( - 10 s/d 110 dB 34
  • 35. 35
  • 36. 36
  • 37. Otitis Media Akuta  Radang akut telinga tengah yang biasanya disebabkan oleh infeksi saluran nafas atas sering pada anak-anak.  Patogenesis  Gangguan fungsi/oklusi tuba Eustachius  MIKROORGANISME PENYEBAB  Streptococcus pneumoniae  STADIUM :  Stadium permulaan  demam, batuk, pilek, telinga sakit  Stadium sekresi :  Sekret tertumpuk di cavum tympani  jebol gendang telinga  Permukaan membran tympani merah, capillary injection lalu jadi merah semua  Pada otoskopi : membran dari bentuk kerucut jadi menonjol  buldging  Stadium penyembuhan 37
  • 38.  DIAGNOSA BANDING : Otitis Eksterna  DIAGNOSA  Riwayat infeksi saluran nafas atas/rhinitis  Demam  Sakit telinga  Perforasi ; membrana tympani pada stadium sekresi  TERAPI  Terapi untuk infeksi saluran nafas atas, nasal dekongestan  Antibiotika  Analgetika, antipiretika  Anti histamin  Jika membran tympani buldging dilakukan miringotomi  Jika membran tympani perforasi diberikan obat tetes telinga 38
  • 39. Otitis Media Supuratif Kronik  Etiopatologi  Lingkungan  Genetik  Otitis media sebelumnya  Infeksi  Infeksi Saluran Nafas Atas  Autoimmun  Alergi  Malfungsi Tuba Eustachius 39
  • 40. Klasifikasi OMSK:  Tipe Tubo-timpani (tanpa kolesteatoma/benigna)  Karakteristik: perforasi pada parstensa  Penyakit tipe ini biasanya tidak berisiko komplikasi seperti sepsis intrakranial  Tipe Atiko-antral (dengan kolesteatoma/maligna)  Tipe ini mengenai pars plaksida dan karakteristik dengan pembentukan “retraction pocket“, di mana terkumpul keratin untuk membentuk kolesteatoma  Kolesteatoma dibagi atas :  Kongenital (congenital)  Didapat (acquired) 40
  • 41.  Diagnosis  Anamnesis  Otoskopi  Kultur sekret/tes sensitivitas  Audiometri  Rontgen Foto: foto polos posisi schuller, CT, MRI  Penatalaksanaan  Prinsip dasar management medik dari OMSK (medikamentosa)  Tetap menjaga telinga bersih (aural toilet)  Tetes telinga, antibiotika  Terapi operatif  mastoidektomi 41
  • 42. Komplikasi  Intrakranial  Abses ektradural  Abses subdural (empiema)  Thrombophlebitis sinus sigmoideus/sinus lateral  Meningitis  Abses otak  Hidrosefalus otitis  Dalam tulang temporal  Paralisis fasial  Labirinitis 42
  • 43. Otittis Eksterna  Peradangan dari kulit telinga bagian luar  Trias: Gatal, korek, sakit  Melihat bentuk infeksi di liang telinga, penyakit dibagi atas :  Otitis Eksterna Sirkumskripta (Furunkulosis)  Otitis Eksterna Difusa  FURUNKULOSIS (OTITIS EKSTERNA SIRKUMSKRIPTA)  infeksi Gram positif dari folikel rambut di liang telinga, biasanya disebabkan oleh stafilokokus aureus  Bisul (boil) terasa sangat sakit, berbatas tegas, pustula, eritematous mengelilingi rambut di liang telinga bagian luar.  Rasa tidak enak bertambah dengan pergerakan rahang. 43
  • 44.  Terapi  Aural toilet yang lembut (gentle cleaning)  Tampon (pack/wick) steroid/antibiotik atau gliserin (tradisionil dengan ikhtamol/ichtamol)  Obat terpilih: flukloksasilin atau sefradin, 500 mg setiap 6 jam atau eritromisin jika penisilin alergi  analgetika  Bisul tidak pecah dalam 24-48 jam  insisi dengan anestesi lokal  Pada kasus yang tidak responsif/infeksi rekuren  kultur dan tes sensitivitas, diabetes melitus ? 44
  • 45.  OTITIS EKSTERNA DIFFUSA  Timbul pada udara panas & lembab  “Tropical ear” atau “Singapore ear”  Faktor utama/paling penting  trauma lokal (mengorek - ngorek telinga)  Mikroorganisme: Pseudomonas aeruginosa, Basilus piosianius dan Stafilokokus aureus  Otitis Eksterna Diffusa ada 2 stadium:  Stadium Akut  Stadium Kronik 45
  • 46.  Stadium Akut  Rasa tidak enak di dan sekitar telinga ; rasa sakit bertambah dengan bergeraknya rahang  Terapi :  Dibuat hapusan  kultur  tes sensitivitas  Aural toilet  Dipasang tampon/pack neomisin atau gentamisin dan diganti setiap hari  Penderita tetap menjaga telinga kering dan menghindari mengorek & menggosok telinga 46
  • 47.  Stadium Kronik  Iritasi dan telinga berair  Kurang pendengaran  Tidak didapati tenderness  Didapati pus & debris di liang telinga  Terapi:  Aural toilet  Tampon / packing neomisin atau gentamisin atau antiseptik (klioquinol) dan steroid atau sebagai drop  Atau dioleskan krem antiseptik dan hidrokortison  Tetes telinga seperti soframisin atau gentamisin kombinasi dengan hidrokortison 47
  • 48. OTOMIKOSIS  pada udara panas & lembab  Sering: pada penderita yang mengalami operasi mastoid dan yang memakai alat bantu mendengar  Aspergilus niger, kandida albikan  Anamnesis:  Rasa gatal  keluhan yang sangat menonjol  rasa penuh di telinga atau rasa pekak dengan penumpukan debris basah di liang telinga  Otoskopi: massa putih keabu - abuan, lapisan seperti kertas basah berbintik - bintik mengisi liang telinga  Diagnosa selalu dikonfirmasi dengan pemeriksaan mikroskopis dari debris atau dengan kultur  Diagnosis dikonfirmasi dengan: pemeriksaan mikroskopis dari debris atau dengan kultur 48
  • 49. Terapi : Aural toilet dengan alat pengisap ( suction ) atau diirigasi jika membran timpani tidak perforasi Obat antifungal: nistatin Klotrimazol krem 1% di liang telinga Larutan Gentian violet 49
  • 50. Perikondritis  Etiologi  Laserasi  Dingin atau terbakar  Aspirasi atau insisi hematoma daun telinga  Infeksi superfisial dari Meatus Akustikus atau daun telinga  Pemakaian anting-anting pada tulang rawan  Gejala dan Tanda  Daun telinga terasa sakit sekali, panas dan tegang.  Daun telinga bengkak, merah.  Dapat menjadi abses.  Lobulus tidak ikut meradang  50
  • 51.  Terapi  Antibiotik broad spektrum  Jika ada sekret  hapusan kultur  tes sensitivitas  Penyebab : Pseudomonas aeruginosa (gram negatif)  Drug of choice: aminoglikosida  Jika terbentuk abses subperikondrial  insisi dan drainase  Komplikasi: Cowlyflower ear 51
  • 52. VESTIBULAR DISORDER SYMPTOMS GANGGUAN KESEIMBANGAN Rasa goyang (Unsteadiness) Vegetatif/otonom Rasa masih bergerak (After motion) Postur tdk stabil (Postural instability) Pusing berputar (Vertigo) Rasa tidak menapak (Unfootedness) Rasa melayang (Lightheadness) Pusing/pening (Dizziness) 52
  • 54. Most common vestibular syndromes - Benign Paroxysmal Positioning Vertigo/BPPV attacks, 10 – 60 secs, by change of head relative to gravity, nystagmus - Motion sickness continuous, hours to days, by boat/car/airplane, incorrect perception of gravity vector - Phobic postural vertigo / visual vertigo / anxiety / psychogenic vertigo subjective, fluctuating instability, fear to fall and vegetative symptoms, hours, induced by crowds, visual stimulation, improves by alcohol, avoidance behaviour, secundary to vestibular deficits ? - Vestibular migraine attacks, minutes to hours, often also migraneous symptoms, postural imbalance, sometimes oculomotor deficits and/or spontaneous or positioning nystagmus -Meniere’s disease attacks, hours, spontaneous, fluctuating hearing loss, tinnitus or fullness 54
  • 55. - Vestibular neuritis 1 attack acute vertigo / nausea/ oscillopsia, days, HSV-I, harmonie vestibulaire + HI - Bilateral vestibulopathy (due to intoxication, MD, meningitis, encephalitis) unsteadiness in dark or on uneven ground, oscillopsia during walking and head turning - Vestibular paroxysms attacks, secs, spontaneous - Central vestibular vertigo continuous, abnormal oculo-motor function - Fistula – superior canal dehiscence syndrome attacks, secs, sound or pressure induced - Unknown vestibular syndromes 55
  • 56. kelainan nasofaring Adenoiditis (pada adenoid)  Gejala :  - demam  - hidung tersumbat  - adenoid membengkak : sumbat hidung & telinga (berdenging)  Terapi : antibiotik empiris (ampicillin, amoxicillin, erythromycin, sulfa)  Infeksi berulang  adenoid hipertrofi  Gejala :  tidak ada demam  hidung tersumbat  bernafas dari mulut  adenoid face!  Tidur mendengkur bisa terjadi sleep apnoe  Terapi : Adenoidectomy 56
  • 57. 57
  • 58. Pemeriksaan Adenoid :  Rhinoscopy posterior  Pakai spekulum  suruh pasien bilang “i” berulang-ulang  lihat palatum mole!  Jika palatum mole tidak bergerak berarti (+)  Raba mulut dengan tangan dari belakang penderita hingga teraba adenoid  Foto soft tissue lateral 58
  • 59. 59
  • 60. RADANG AKUT FARING DAN TONSIL  Terdiri dari :  Faringitis akut  Tonsilitis akut  ETIOLOGI  Streptococcus β-haemoliticus  GEJALA KLINIS  Hiperpireksia (sampai 400 C)  bakteri ; demam sub febris  virus  Lesu dan arthralgia  Odinofagi  Anorexia  Otalgia  nyeri sampai ke telinga melalui “Arnold nerve”  Referred pain melalui N. IX (Glossopharyngeus) 60
  • 61.  PEMERIKSAAN  Faring hiperemis  Tonsil membengkak dan hiperemis  Detritus berbentuk folikel, lakuna, membrana/beslah”  kuman  Glandula sub mandibula membengkak  Nyeri tekan terutama pada anak-anak  TERAPI  Antimikroba  bila kuman penyebabnya  Antipiretik  Obat kumur/hirup yang mengandung desinfektan  KOMPLIKASI  Pada anak-anak  Otitis Media Akuta  Pada tonsilitis akut : abses peritonsil 61
  • 62. 62
  • 63. Tonsilitis Membranosa  ETIOLOGI DAN IMUNITAS  Etiologi : Corynebacterium diphteriae (gram positif)  GAMBARAN KLINIS  Dibagi 3 golongan :  Gejala Umum = Penyakit infeksi lainnya  Demam subfebris  Nyeri kepala  Anorexia  Malaise  Nadi lambat 63
  • 64.  Gejala Lokal  Odinofagi  Pada pemeriksaan dijumpai :  pembengkakan tonsil  bercak putih kotor  meluas dan bersatu membentuk pseudomembran (membran semu/pseudomembran, lengket)  membran meluas ke palatum mole, uvula, nasofaring, laring, trakea, bronkhus  Gejala Akibat Eksotoksin  Timbul pada jantung (myokarditis), saraf kranial (lumpuh otot pernafasan) dan ginjal  Bullneck (leher bengkak) 64
  • 65.  PENATALAKSANAAN/TERAPI  Penyakit ini menular  isolasi  Istirahat di tempat tidur 2-3 minggu  Pengawasan harus cermat  cegah timbul komplikasi  ADS dosis 20.000-100.000 unit, tergantung umur, berat dan lama penyakit  Antimikroba : eritromisin atau penisilin selama 14 hari  Kortikosteroid  untuk bullneck  Simptomatis 65
  • 66. Tonsilitis Septik  ETIOLOGI  Streptococcus β-haemoliticus  dalam susu sapi  dapat timbul epidemi   GEJALA  Demam tinggi 39-410C dan timbul mendadak  Odinofagi  Arthralgia  Malaise  Nyeri kepala yang hebat  Mual dan muntah 66
  • 67.  PEMERIKSAAN  Mukosa faring dan tonsil hiperemis  Bercak putih keabuan  Edema sampai uvula  Mulut bau (foetor ex ore)  TERAPI  Terapi pencegahan  dicari penyebab terjadinya epidemi  Terapi kausal  diberikan serum streptococcus β-haemoliticus dan antimikroba  Terapi simptomatik 67
  • 68. Radang Kronis Orofaring  Radang Kronis Orofaring  Tonsilitis kronik  Faringitis kronik  ETIOLOGI  Kuman penyebab = tonsilitis akut  PATOLOGI  Terdapat 2 bentuk :  - hipertrofi tonsil  - atrofi tonsil 68
  • 69.  GEJALA DAN TANDA  Dijumpai jaringan ikat ikat pada tonsil  tonsil bisa membesar atau mengecil  Permukaan tidak rata, Kriptus melebar dan terisi detritus, Tonsil lengket  Bila dipencet keluar eterprop (seperti butiran nasi berisi nanah & kuman)  Pasien mengeluh seperti ada yang menghalangi/rasa mengganjal di tenggorokan, Tenggorokan terasa kering dan gatal  Pernafasan berbau, Kelenjar regional membesar  Tidak dijumpai demam  TERAPI  Lokal : higiene mulut  obat kumur/hisap  Radikal : operasi  tonsilectomy setelah 2 minggu infeksi akut hilang 69
  • 70. Kelainan-kelainan LARING Kelainan Kongenital  1. LARINGOMALACIA  Paling sering ditemukan  Stadium Awal : epiglottis lemah  Gejala Awal : Stridor oleh karena lemahnya rangka laring  Tanda sumbatan jalan nafas : retraksi suprasternal, epigastrium, interkostal dan supraklavikular.  Bila sumbatan berat  Intubasi Endotrachea  Tidak boleh dilakukan Tracheostomy oleh karena sering disertai Tracheomalacia. 70
  • 71. Kelainan lainnya:  2. STENOSIS SUBGLOTIK KONGENITAL  3. SELAPUT DI LARING (LARYNGEAL WEB) 71
  • 72. 72
  • 73. Peradangan laring  1. LARINGITIS AKUT  Umumnya kelanjutan dari rinofaringitis (common cold).  Dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas terutama pada anak-anak.  Etiologi :  Bakteri  peradangan lokal  Virus  peradangan sistemik 73
  • 74.  Gejala dan Tanda :  Demam, Malaise  Suara parau sampai afonia  Nyeri ketika menelan atau berbicara  Sumbatan laring  Batuk kering, bisa disertai dahak kental  Pada pemeriksaan : mukosa laring hiperemis, membengkak pada supra dan subglotik, Tanda radang akut di hidung atau sinus paranasal.  Terapi :  Istirahat bicara/bersuara 2-3 hari, Menghirup udara lembab, Menghindari iritan seperti rokok, makanan pedas atau minum es.  Antimikroba bila radang berasal dari paru.  Trakeostomi/Endotracehal Tube  bila terjadi sumbatan laring. 74
  • 75.  2. LARINGITIS KRONIS  Etiologi : Sinusitis kronis, bronkitis kronis, penyalahgunaan suara (Vocal abuse) seperti biasa bersuara keras atau berteriak  Gejala :  Suara parau menetap  Rasa tersangkut di tenggorok  pasien mendehem tanpa sekret oleh karena mukosa menebal  Pada pemeriksaan: mukosa menebal, tidak rata, hiperemis  Terapi :  Pengobatan peradangan di hidung, faring serta bronkhus yang menjadi penyebab.  Vocal Rest (pasien tidak banyak berbicara) 75
  • 76.  3. CROUP  = Infeksi laring  berkembang cepat  stridor & obstruksi jalan nafas.  Dapat terjadi pada semua usia namun terutama menyerang pada anak usia < 6 tahun.  Gambaran Klinis dibagi atas :  Supraglotitis  Laringotrakeobronkitis (Infraglotitis)  Penatalaksanaan Croup  Hidrasi yang adekuat, Pemberian udara dingin dan lembab (uap air berpartikel kecil)  Antibiotik, Kortikosteroid dosis tinggi  Bantuan Pernafasan bila kemunduran tetap terjadi setelah diterapi, Pengawasan secara terus menerus  Intubasi hidung, bila anak kolaps  respirator dan trakeotomi bila diperlukan  Croup umumnya sembuh dalam 48-72 jam  ekstubasi 76
  • 77. Supraglotitis Infraglotitis (Laringotrakeobronkitis) 3-6 thn < 3 thn Awitan dalam beberapa jam Awitan dalam beberapa hari Suara jernih Serak Disfagia - Mengiler - Posisi duduk, mulut terbuka, dagu mengarah kedepan Berbaring Jarang kambuh Dapat kambuh Perjalanan cepat Beberapa hari – minggu Radiogram lateral  edema supraglotis Foto leher normal Etiologi : Haemophilus Influenzae, Streptococcus viridans, jarang oleh virus Etiologi : Virus 77
  • 78. Laringitis Tuberculosis  Infeksi sekunder TBC paru  Gejala Klinis :  Tergantung stadium  Rasa kering, panas dan tertekan di daerah laring  Suara parau berlangsung berminggu-minggu, sedangkan pada stadium lanjut dapat timbul afonia.  Hemoptisis  Nyeri waktu menelan yang hebat dibanding radang lainnya  khas  Keadaan umum buruk  Proses aktif pada pemeriksaan paru (klinis dan radiologik)  stadium eksudatif/pembentukan kaverne. 78
  • 79.  Diagnosa berdasarkan :  Anamnesis  Gejala dan pemeriksaan klinis  Laboratorium  Foto Toraks  Laringoskopi direct/indirect  Pemeriksaan PA  Terapi :  Obat anti TBC primer dan sekunder  Vocal Rest 79
  • 80. Nodule pita suara ( vocal nodule )  Etiologi : Vocal abuse jangka lama pada guru, penyanyi, dsb, disebut juga Singers node  Gejala :  Suara parau  Terkadang disertai batuk  Pada pemeriksaan : nodul pita suara sebesar kacang hijau, warna keputihan di 1/3 anterior atau tengah pita suara.  Bila nodul bilateral  simetris  Diagnosa :  Pemeriksaan laringoskopi direk/indirek  Terapi :  Laryngeal microsurgery (Bedah mikro Laring) 80
  • 81. Karsinoma Nasofaring  Etiologi  Etiologi pasti : ???  belum diketahui  Multifaktor, seperti :  Virus Epstein-Barr  Faktor genetik  Zat karsinogenik  Gejala klinis  Gejala Dini  a. Gejala telinga (dinding lateral)  Penyumbatan muara tuba  telinga  rasa penuh, berdenging, gangguan pendengaran.  b. Gejala hidung (dinding posterior+anterior)  Pilek berulang dengan ingus bercampur darah.  Sumbatan hidung 81
  • 82.  Gejala Lanjut  a. Pembesaran kelenjar getah bening leher  b. Akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar  b.1. Perluasan keatas  Disebut penjalaran petrosfenoid  Melalui foramen laserum  Mengenai grup saraf anterior (n. II s/d n. VI)  Tersering mengenai n. VI dengan keluhan diplopia  b.2. Perluasan ke belakang  Disebut penjalaran retroparotidian  Mengenai grup saraf posterior (n. VII s/d n. XII) 82
  • 83.  Gejala akibat Metastase Lanjut  Limfogen atau hematogen.  Tersering :  - Tulang, terutama femur  - Hepar.  - Paru. Stadium  T1 : Terbatas pada nasofaring  T2 : Meluas ke orofaring dan atau fosa nasal  T2a : Tanpa perluasan ke parafaring  T2b : Dengan perluasan ke parafaring  T3 : Invasi ke struktur tulang dan sinus  T4 : Meluas ke intrakranial dan atau mengenai saraf otak, fossa infratemporal, hipofaring atau orbita 83
  • 84.  N0 : tidak ada pembesaran kelenjar limfe regional  N1 : ada pembesaran kelenjar ipsilateral < 6 cm  N2 : ada pembesaran kelenjar bilateral < 6 cm  N3 : ada pembesaran kelenjar > 6 cm atau ekstensi ke supraklavikular.  M0 : tidak ada metastase jauh  M1 : ada metastase jauh  Berdasarkan TNM diatas :  Stadium I : T1 N0 M0  Stadium IIA : T2a N0 M0  Stadium IIB : T1N1M0, T2aN1M0, T2bN0-1M0  Stadium III : T1-2N2M0, T3N0-2M0  Stadium IVA : T4N0-2M0  Stadium IVB : Tiap T N3 M0  Stadium IVC : Tiap T, Tiap N, M1  Stadium dini : Stadium I  Stadium lanjut : Stadium II,III,IV 84
  • 85. Dagnostik  Anamnesis  Pemeriksaan THT khusus  Pemeriksaan histopatologi  biopsi  Pemeriksaan penunjang :  Nasofaringoskopi  CT Scan dan MRI.  Foto thorax  metastase paru Terapi  Stadium dini  radioterapi  Stadium lanjut  kombinasi terapi: radioterapi + sitostatika + k/p pembedahan 85
  • 86. JUVENILE NASOFARING ANGIOFIBROMA  Etiologi  Diduga faktor ketidakseimbangan hormonalHistopatologi  Terdiri dari : Angioma + Fibroma  Histopatologi : Benigna  Klinis : Maligna Pemeriksaan Klinis •Rinoskopi Anterior  Massa merah muda •Rinoskopi Posterior •Abu-abu sampai merah muda •Usia muda : merah muda •Lebih tua : kebiruan karena lebih banyak komponen fibromanya 86
  • 87.  Pemeriksaan Penunjang  Radiologi konvensional  tanda “Holman miller” yaitu pendorongan prosesus pterigoideus ke belakang sehingga fisura pterigopalatina melebar  CT Scan  Melihat perluasan tumor dan destruksi tulang sekitarnya  MRI  Arteriografi : melihat vaskularisasi tumor, biasanya dari cabang arteri maksila interna Derajat (Stadium) berdasarkan CT Scan : Chandler I Tumor terbatas di Nasofaring II Meluas ke kavum nasi/ sinus sfenoid III Kedalam antrum, etmoid, fossa pterigomaksila, fossa infratemporal, orbita dan pipi IV Tumor meluas ke intra kranial 87
  • 88. 88
  • 89.  Penatalaksanaan  Perdarahan : Tamponade  Radiasi  Hormonal  Operasi 89