1. TEORI
OLIGARKI
(JEFFREY A. WINTERS)
KOMUNIKASI POLITIK
Dosen: Launa, SIP., MM.
DISUSUN OLEH
HERDIAN DWIYANA
(051503503125065)
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA
2016
2. Biografi
Jeffrey A. Winters adalah
seorang ilmuwan politik
Amerika dari Northwestern
University, yang
mengkhususkan diri dalam
studi oligarki. Dia telah
banyak menulis tentang
Indonesia dan oligarki di
Amerika Serikat.
3. Makna dan Definisi
Secara konseptual, istilah Oligarki telah lama dikenal
dalam studi politik. Istilah ini sudah muncul sejak jaman
Yunani Kuno hingga era sekarang. Konsep oligarki di
era modern, tidak bisa dilepaskan dari tiga orang pakar
politik Indonesia: Vedi R Hadiz, Richard Robison, dan
Jeffrey Winters. Karya Robison dan Hadiz, Reorganising
Power: The Politics of Oligarchy in the Age of Markets,
dan karya Winters berjudul Oligarchy, menekankan
keunggulan sumber daya material sebagai kekuatan
politik maupun kekuatan ekonomi.
Karya-karya mutakhir tersebut secara teoretis berbeda
dengan konseptualisasi oligarki yang muncul dari tradisi
teori kekuasaan elite dan teori elite dalam ilmu politik
dan sosiologi konvensional.
4. Makna dan Definisi
Hadiz dan Robison menulis tema oligarki untuk
menjelaskan fenomena ekonomi-politik di Indonesia
pasca-Soeharto. Teori oligarki digunakan untuk
menggambarkan kekuatan-kekuatan yang menjadi lingkar
inti kekuasaan di Indonesia, yang mendominasi struktur
ekonomi dan struktur politik Indonesia pasca-Orde Baru
(Hadiz dan Robison, 2004).
Sementara Jeffrey A. Winters menekankan motif mengejar
kekayaan pribadi dalam mengidentifikasi oligarkh.
Oligarkh adalah mereka yang menggunakan harta untuk
mempertahankan kekayaannya. Ia selalu berupa individu,
bukan lembaga atau instansi. Sedangkan oligarki
merupakan politik mempertahankan kekayaan oleh
mereka yang kaya. Oligarki, bagi Winters, tidak selalu
merujuk kepada tindakan politik yang dilakukan oligarkh.
5. Makna dan Definisi
Dari karya Hadiz dan Robison serta Winters di atas, dapat
disimpulkan bahwa oligarki dapat dipandang dari dua sisi.
Pertama, dari sisi politik, oligarki merupakan pemusatan
kekuasaan pada segelintir elit yang menjalankan urusan
publik dengan mekanisme mereka. Hal ini dapat dilihat
dari teori Michels tentang “hukum besi oligarki” atau cerita
mengenai rejim otoriter seperti Saudi Arabia atau
Indonesia era Orde Baru.
Kedua, dari sisi ekonomi-politik, oligarki merupakan relasi
kekuasaan yang memusatkan sumber daya ekonomi pada
segelintir pihak, dalam konteks ini relasi antara kaum
industriawan dan elite politik yang saling menguntungkan
secara timbal-balik. Cerita mengenai the iron triangle di
Amerika Serikat atau oligarki bisnis Rusia masuk dalam
6. Asumsi Teori
Winters menempatkan oligarki dalam dua dimensi.
Pertama, adalah dasar kekuasaan para oligarkh yang
bersumber dari kekayaan material; dan kedua, bentuk
kekuasaannya yang susah dipecahkan dan
jangkauannya yang bersifat sistemik.
Oligarki juga bisa dilihat dari makna para aktor/individu
yang memainkan model kekuasaan oligarki.
Oligarki adalah bentuk kekuasaan minoritas
terkonsentrasi pada kelompok kecil individu yang
memiliki basis kekayaan material.
Tujuan para oligarkh mengendalikan sumberdaya
material yang besar adalah utk mempertahankan atau
meningkatkan kekayaan dam posisi sosialnya.
7. Empat Tipe Oligarki
Pertama, Oligarki Panglima, yaitu Oligarki yang muncul
dengan kekuasaan pemaksa (kekerasan) secara
langsung ada pada dirinya. Setiap Oligarkh memiliki
senjata untuk mendapatan kekayaan. Ia memiliki tentara
dan berebut secara langsung sumber daya material
dengan Oligarki lain. Pada dunia seperti itu, perpecahan
antar Oligariki berada di tingkat tertinggi, sehingga
persekutuan tidak stabil. Konflik dan ancaman umumnya
bersifat lateral antar Oligarki panglima.
Bisa dikatakan, bahwa pengumpulan kekayaan dilakukan
dengan cara penaklukan satu panglima ke panglima lain
sehingga ancaman paling dominan terdapat pada klaim
harta daripada pendapatan. Oligarki panglima ini terjadi
dari masa pra sejarah, Eropa zaman pertengahan, dan
berakhir dengan keluarga yang berseteru di Pegunungan
8. Empat Tipe Oligarki
Tipe kedua adalah Oligarki penguasa kolektif. Oligarki
jenis ini memiliki kekuasaan dan berkuasa secara kolektif
melalui lembaga yang memiliki norma atau aturan main.
Perbedaan mendasar antara Oligarki panglima dengan
oligarki penguasan kolektif ini terletak pada kadar kerja
samanya. Dalam Oligarki penguasa kolektif ini, para
Oligarki bekerja sama untuk mempertahankan
kekayaannya dan memerintah suatu komunitas.
Dalam banyak kasus, pemerintah kolektif dilembagakan
dalam suatu badan pemerintah yang isinya Oligark
semuanya. Secara historis, contoh dari bentuk oligarki
penguasa kolektif bisa ditemui dari komisi mafia,
pemerintahan Yunani-Roma, juga menurut Winters adalah
praktek politik di Indonesia pasca Soeharto.
9. Empat Tipe Oligarki
Ketiga, bentuk Oligarki terjadi ketika monopoli sarana
pemaksaannya terletak pada satu tangan Oligarki. Hubungan
antara Oligark bersifat patron-klien terhadap Oligark yang
berkuasa tersebut. Oligarki jenis ini disebut sebagai Oligarki
Sultanistik. Wewenang dan kekerasan hanya dikuasai oleh
penguasa utama, sedangkan para Oligarki lainnya
menggantungkan pertahanan kekayaan dan hartanya pada
Oligark tunggal tersebut.
Para penguasa Oligark mengalahkan kapasitas Oligarki di
bawahnya, biasanya dengan mekanisme alat kekerasan negara
atau mencampurkan dengan sarana pemaksa individu. Para
Oligarki bawahan yang tidak bersenjata kemudian
mempertahankan kekayaan dengan menginvestasikan
sebagian sumber daya yang dimilikinya kepada Oligarki
Sultanistik. Dengan itu, oligarki penguasa berkewajiban
melindungi Oligark-Oligark di bawahnya. Salah satu contoh
mengenai Oligarki Sultanistik ini pada rejim Soeharto di
10. Empat Tipe Oligarki
Keempat, Oligarki yang sepenuhnya tak bersenjata dan
tidak berkuasa langsung. Oligark menyerahkan
kekuasaannya pada lembaga non-pribadi dan terlembaga
dimana hukum lebih kuat. Oligarki jenis ini disebut dengan
Oligarki Sipil. Karena hak milik dan pertahanan harta telah
disediakan oleh negara, maka fokus Oligark hanya pada
pertahanan pendapatan, yaitu upaya untuk mengelak dari
jangkauan negara untuk meredistribusi kekayaan, misal
melalui pajak progresif.
Oligarki Sipil tidak selalu bersifat demokratis dan
melibatkan pemilu. Misalnya, Amerika dan India memang
bersifat demokratis secara prosedural, tetapi di Singapura
dan Malaysia bersifat otoriter. Dari beragam contoh itu,
semuanya bersifat oligarki sipil.
11. Studi Kasus
Saat ini demokrasi di Indonesia sudah tergelincir menjadi oligarki,
yakni pemerintahan oleh sekumpulan elit politik yang memiliki basis
kekayaan meterial. Tak sulit untuk menemukan ini dalam realitas politik
Indonesia
Para pemimpin partai politik sekarang ini mayoritas adalah pengusaha-
pengusaha kaya. Para calon pimpinan daerah maupun Presiden pun
para pengusaha kaya yang siap untuk menaikkan citranya di dalam
dunia politik. Mereka membeli politik (kekuasaan) dengan kemampuan
ekonomi yang mereka miliki. Sebaliknya, mereka menumpuk ekonomi
(material, kekayaan) dengan cara mencari hidup di politik.
Definisi oligarkis sebagaimana digunakan Robison dan Hadiz, bisa
juga diterapkan dalam melihat politik lokal di Indonesia.Berbagai kasus
korupsi yang menjerat para pejabat daerah, baik di eksekutif maupun
legislatif, menunjukkan bagaimana penyalahgunaan wewenang untuk
kepentingan pribadi dan jaringan oligarkinya bekerja nyata di tingkat
lokal.Kekuasaan tingkat lokal dibagi-bagi di tangan para pengusaha
kaya, para birokrat kaya hasil bisnis politik-rente, maupun jaringan
keluarga, sebagaimana terjadi di beberapa provinsi.
12. Studi Kasus
Ciri utama untuk menganalisis tentang Indonesia dengan
menggunakan kerangka oligarki adalah klaim bahwa demokratisasi
telah mengubah bentuk politik Indonesia tanpa menyingkirkan
kekuasaan oligarki. Baik Winters maupun Robison dan Hadiz
berpendapat bahwa struktur formal demokrasi elektoral dapat hidup
berdampingan dengan kekuasaan oligarki, terutama bila demokrasi
tersebut bersifat minimalis atau prosedural. Hadiz dan Robison juga
mengakui bahwa pemilihan umum yang bermakna dapat
memengaruhi dan mengubah perilaku oligarki.
Kedua analisis tersebut mengakui bahwa demokrasi mempunyai
efek nyata bagi kekuasaan oligarki, namun mereka menolak
kemungkinan bahwa pengaruh oligark dapat dikurangi oleh proses
pemilu yang kompetitif. Menurut mereka, perilaku dan strategi
kaum oligark mungkin saja diubah oleh proses demokrasi
elektoral—dan desentralisasi—tetapi tidak ada “obat” mujarab yang
bersifat institusional, elektoral, atau berdasarkan gerakan massa
13. Studi Kasus
Dalam perpolitikan saat ini, melalui partai, oligarki menentukan
siapa yang menjadi pilihan dan kemudian baru rakyat memilih
melalui demokrasi.Politik uang dalam partai menentukan siapa
yang menjadi pilihan.Model kekuasaan yang kerap disebut
model politik kartel bahakn tampak menggurita. Fenomena ini
masih diperparah dengan hukum yang masih tebang pilih.
Figur-figur kuat dan oligark tidak tunduk hukum tetapi hukum
yang tunduk kepada oligarki.
Prinsip-prinsip demokrasi dilindas oleh prinsip untung rugi yang
kental tertanam di dalam kapitalisme. Partai sekarang dikuasai
para oligarkh yang hartawan, misalnya Partai Golkar oleh
Aburizal Bakrie, Nasdem oleh Surya Paloh, Gerindra oleh
Prabowo Subianto, dan sejumlah pengusaha yang menguasai
parlemen (sebagai anggota DPR) hingga 63 persen seperti
yang pernah dikemukakan pakar psikologi politik Universitas
14. Studi Kasus
Partai dengan penguasaan sumber daya material hendak
mempertahankan atau meningkatkan kekayaannya dalam
kontestasi pemilu dan jalannya pemerintahan hasil pemilu.
Aktivis perempuan, Lies Marcoes dalam “Perempuan dan
Langkah Afirmatif” (Kompas, 21/4 2014) menjelaskan, yang
terjadi dalam mekanisme rekrutmen caleg di partai cenderung
bersifat instans dan diwarnai nepotisme.
NPWP (Nomor Piro Wani Piro) menjadi pengetahuan bersama
bakal caleg. Puskapol UI melalui hasil pencermatan hasil Pileg
2014 menyimpulkan, berdasarkan profil dan basis keterpilihan
anggota legislatif DPR RI 2014-2019, sangat berpeluang
kuatnya dominasi fraksi terhadap otonomi anggota.
Hal ini terutama disebabkan pola basis rekrutmen yang
mengandalkan kekuatan finansial dan kekerabatan untuk
mendukung elektabilitas yang tinggi. Dengan kondisi ini,
harapan agenda reformasi parlemen dan lahirnya kebijakan
15. Keunggulan Teori Oligarki
Setiap elite (baik elite ekonomi, elite politik maupun elite
sosial) mampu menguasai rakyat kecil karena kelompok-
kelompok elite tersebut memiliki basis-basis sumberdaya
material dan finansial yang besar.
Empat konsep/tipe oligarki Wintes seperti telah dipaparkan
di atas misalnya, cukup memberi argumen konseptual untuk
melihat perkembangan dan fenomena oligarki di Indonesia,
khususnya setelah Jokowi menjadi Presiden, dimana
kekuasaan elite ekonomi etnis Cina dan politisi berlatar
belakang pengusaha posisinya kian menguat dalam
konstelasi politik Indonesia mutakhir.
Konsep Oligarki memiliki relevansi dengan dinamika politik
nasional sehari-hari, dimana masyarakat makin meyakini
hak-hak istimewa yang dimiliki elite ekonomi dibanding
16. KELEMAHAN TEORI
OLIGARKI:
o Oligarki belum memiliki batasan definisi dan konsep yang
relatif jelas dalam kaitannya dengan tampilnya pemerintahan
non-demokratis di Indonesia.
o Praktis, setelah tergulingnya rezim Soeharto, malah terjadi hal
lebih buruk. Oligarki yang semula terpusat pada Soeharto
terpencar dan membangun porosnya sendiri-sendiri.
Jumlahnya semakin banyak. Oligarki tak cuma ada tingkat
nasional, namun juga telah menjadi kekuatan jahat di berbagai
daerah.
o Hadiz dan Robison menyebut oligark-oligark baru itu sebagai
“predator kekuasaan”. Namun, apakah benar mereka jadi
pemangsa ganas? Selalu berebut jalan untuk mencapai posisi
yang lebih tinggi dalam politik Indonesia? Sebab tak sedikit
lapis ekonomi kaya di daerah yang tertarik pada dunia politik;
serta memberi kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi dan
17. Kesimpulan
Setelah Orde Baru berakhir maka format
kekuasaan yang dihasilkan melalui reformasi
tidak lagi memberikan kekuasaan yang
tersentralisir di tangan presiden.
Partai-partai politik menempati kekuasaan yang
jauh lebih besar dari masa sebelumnya dan
menjadi rumah bagi para politisi pun menjadi
tempat untuk meraih kekayaan atau
menyelamatkan kekayaannya.
Di sanalah, selain birokrasi, menjadi tempat
bersandar baru bagi para pengusaha pemburu
18. Kesimpulan
Praktek rent seeking saat ini menjadi fenomena
yang massif, baik dalam intensitas, kuantitas
maupun jangkauannya. Bahkan, desentralisasi
kekuasaan yang berlebihan dalam otonomi
daerah turut mendorong praktek perburuan
rente (rent seekers) hingga menjangkau
daerah.
Sebagai contoh adalah transaksi alokasi
keuangan daerah yang melibatkan para oligark
(elite partai, birokrat, swasta) yang
sekaligus rent seekers baik pada level pusat
19. Daftar Rujukan
Winters, Jefrey A. (2011). Oligarki. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Hadiz, Vedi R. (2005). Dinamia Kekuasaan:
Ekonomi Politik Indonesia Pasca-Soeharto. Jakarta:
LP3ES.
https://chirpstory.com/li/268325.
https://www.konfrontasi.com/content/opini/demokrasi
-di-bawah-kendali-oligarki.
https://www.konfrontasi.com/content/opini/oligarki-
kian-mencekam-indonesia.
http://thinker-
asratisme.blogspot.co.id/2013/03/politik-oligarki-