1. AGAMA ISLAM
KELUARGA ISLAM
Nama
Kelompok: -
Pramuditha
Firsta Tastama
-Aisya Cindyta Z
-Resa Pratomo
Kelas: S-1 MLM A
Definisi Keluarga Islam
Keluarga Islam adalah keluarga yang dimana dalam kehidupannya selalu berpatokan
terhadap alquran dan sunnah rasulullah dalam hidup mereka. Keluarga sakinah juga sering
disebut sebagai keluarga yang bahagia, Keluarga bahagia adalah keluarga yang mendapat
2. keridhaan Allah SWT. Allah SWT ridha kepada mereka dan mereka ridha kepada Allah SWT.
keluarga bahagia ialah suatu kelompok sosial yang terdiri dari suami istri, ibu bapak, anak
pinak, cucu cicit, sanak saudara yang sama-sama dapat merasa senang terhadap satu sama
lain dan terhadap hidup sendiri dengan gembira, mempunyai objektif hidup baik secara
individu atau secara bersama, optimis dan mempunyai keyakinan terhadap sesama sendiri.
Dengan demikian, keluarga sakinah,mawadah,waromah ialah kondisi sebuah keluarga yang
sangat ideal yang terbentuk berlandaskan Al-Quran dan Sunnah untuk mencapai
kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Kebendaan bukanlah sebagai ukuran untuk
membentuk keluarga bahagia.
Keluarga merupakan satuan sosial terkecil yang diikat oleh perkawinan. Melalui
keluarga dilahirkan anak keturunan. Anak merupakan amanat Allah SWT. kepada orang tua.
Oleh karena itu, orang tua bertanggung jawab atas pendidikan anaknya dan mengisi
kefitrahan itu dengan keimanan dan keikhlasan, sehingga memiliki akhlak yang mulia dan
menjadi anak yang shalih dan shalihah. Keluarga merupakan lembaga pertama dan utama
dalam mendidik akidah anak. Melalui keluarga anak mulai mengenal dasar-dasar keislaman.
Dan dengan bekal pendidikan dalam keluarga, anak akan mengembangkan pendidikannya
melalui lembaga-lembaga formal. Dengan demikian, pendidikan dalam keluarga menjadi
peletak dasar bagi pendidikian berikutnya.
Ada beberapa cara membina keluarga bahagia sakinah mawadah warahmah dalam naungan
Islam yaitu diantaranya :
1. Rumah Tangga Dibangun Dan Didirikan Berlandaskan Al-Qur'an Dan Sunnah Nabi.
Asas serta niat awal ketika merintis sebuah keluarga dalam bentuk pernikahan yang syah
baik dalam agama maupun sah di dalam aturan negara dalam rangka pembentukan sebuah
keluarga sakinah ialah rumah tangga yang dibina atas landasan taqwa, berpandukan Al-
Quran dan Sunnah dan bukannya atas dasar cinta semata-mata.
2. Membentuk Rumah Tangga Untuk Menciptakan Kasih Sayang (Mawaddah Warahmah).
Ini adalah merupakan cara membina keluarga bahagia dan sakinah selanjutnya. Tanpa
adanya 'al-mawaddah' serta 'al-Rahmah', maka sebuah masyarakat tidak akan dapat hidup
dengan tenang dan aman terutamanya dalam lingkup kecil sebuah keluarga. Dua hal ini
merupakan pilar penting yang diperlukan karena sifat kasih sayang yang wujud dalam
3. sebuah rumah tangga dapat melahirkan sebuah masyarakat yang bahagia, saling
menghormati, saling mempercayai dan saling tolong-menolong dalam kebaikan. Tanpa kasih
sayang, sebuah perkawinan akan hancur, kebahagiaan hanya akan menjadi impian semua
saja. Dan ini adalah termasuk ciri kriteria keluarga bahagia sakinah mawaddah.
3. Bersyukur Telah Dikaruniai Pasangan Hidup.
Mensyukuri nikmat Allah adalah merupakan kewajiban bagi tiap hamba-hambaNya. Karena
tidak sedikit manusia yang sampai akhir hayatnya tidak mempunyai pasangan hidup.
Mensyukuri ini juga artinya kita siap dengan kelebihan dan kekurangan pasangan hidup kita.
Apapun itu. Karena pada umumnya ketika berkenalan dulu kita hanya mengenal akan
kebaikan-kebaikan dari pasangan kita. Setelah kita mengarungi bahtera rumah tangga
lambat laun kita juga akan mengetahui kekurangan pada istri atau suami kita. Tetapi italh
rumah tangga, saling melengkapi satu sama lain dan menutupi kekurangan satu sama lain.
4. Memilih Kriteria Suami atau Istri Yang Tepat.
Ini dilakukan sebelum masa pernikahan dimulai. Agar terciptanya keluarga yang sakinah,
maka dalam menentukan kriteria suami maupun istri haruslah tepat. Diantara kriteria
tersebut misalnya beragama islam dan shaleh maupun shalehah, berasal dari keturunan dan
keluarga yang kita percayai yang baik-baik, mempunyai akhlak mulia, sopan santun dan
bertutur kata yang baik. Ini juga yang harus dilakukan dalam rangka untuk sebagai cara
menciptakan keluarga sakinah mawaddah warahmah pertama kalinya.
5. Menjalankan Kewajiban dan Hak Sebagai Suami Dan Istri Dengan Baik.
Dala Islam telah banyak diajarkan bagaimana hak seorang istri, kewajiban seorang istri. Apa
saja yang menjadi bagian dari sebuah kewajiban seorang suami, apa hak-hak suami dalam
rumah tangga. Bila kesemuanya bisa dijalankan dengan baik maka hal ini bisa menjadi jalan
untuk menciptakan keluarga harmonis dalam sebuah lingkungan masyarakat.
Landasan
“Dan di
4. antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan –Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
(Ar-ruum: 21).
Pentingnya keluarga dalam Islam
Setiap keluarga mendambakan sebuah ketenangan. Di dalamnya, penuh jalinan cinta
dan kasih sayang dalam membangun mahligai kebahagiaan. Dan kebahagiaan yang hakiki
adalah ketika kita dapat meraih surga di akhirat nanti. Hal itu menuntut kita untuk mampu
menjadikan seluruh lingkungan, termasuk rumah keluarga menjadi taman-taman atau
beranda surga duniawi yang mampu menghantarkan semua keluarga kita menuju taman-
taman surga ukhrawi. Baiti Jannati, rumahku laksana surga bagiku. Begitulah ungkapan yang
terlontar dari lisan Rasulullah SAW. Keberhasilan Rasulullah SAW patut menjadi tauladan
bagi setiap umatnya dalam membina hubungan berumah tangga. Ungkapan inipun menjadi
semboyan oleh setiap rumah tangga muslim yang mendambakan rumah tangga bahagia.
Keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah (Samara) merupakan dambaan setiap insan yang
menjalani bahtera rumah tangga. Ia bagaikan beranda surga di dalam keluarga. Keindahan
surga rumah tangga tersebut dapat diwujudkan dengan upaya bersama buah dari peduli
dan berbagi suami dan istri. Yang satu tidak menjadi beban bagi yang lainnya, tapi
sebaliknya memperkuat satu sama lain. Kebahagiaan itu sangat dekat dengan diri manusia.
Sebab kebahagiaan itu ada di dalam hati. Ekpresi jiwa akan menggambar suasana hati
manusia. Sedih, tertawa, gembira, gelisah, marah atau perasaan takut bermula dari hati.
Karena itu adalah wilayah yang mendominasi hati. Materi kehidupan hanyalah alat yang
menopang kebutuhan manusia. Ia bukan sumber kebahagiaan. Di dalamnya ada kecemasan,
kegelisahan dan ketidakharmonisan. Tentunya kita berharap rumahtangga yang kita jalani
menjadi damai bagaikan surga, yang di dalamnya ada pasangan yang penuh perhatian,
cinta, selalu akur, dan nyaman sehingga terkadang mereka lebih betah di rumah ketimbang
mengisi hari-hari luang di luar rumah. Rumah tangga seperti ini tidaklah didapatkan, tetapi
ia dibangun dan dibina sedemikian rupa.
5. Ada beberapa cara membangun keluarga:
Pertama: adanya saling kepercayaan.
Kedua: adanya saling keterbukaan. Suami adalah pelindung bagi istri, dan istri adalah
selimut sekaligus bendahara bagi suami. Suami yang baik selalu terbuka dalam hal apa pun,
begitu pula sebaliknya. Keduanya juga harus mampu menjaga kehormatan dan dapat
menyenangkan hati pasangan.
Ketiga: perlu pembiasaan seorang istri dengan menyambut suami dan suami seringlah
bercanda-tawa dengan istri. Hal ini dapat meningkatkan keharmonisan dalam rumah
tangga.
Keempat: jangan menyebarkan aib. Apa yang terjadi dalam rumah tangga, cukuplah
pasangan tersebut yang merasakan kekurangan dan kelebihannya. Orang lain tidak perlu
tahu masalah yang dihadapinya. Orang tua sekali pun. Aib pasangan kita, jika keluar dari
rumah, hanya akan menambah kehinaan dan kerendahan rumah tangga itu sendiri, tidak
lebih. Jadi, jika bisa utamakan komunikasi, musyawarah, sharing, diskusi dan pencarian
solusi.
Kelima: jadikan rumah tangga taman-taman surga, yaitu dengan zikir, fikir, dan amal soleh.
Hal ini penting untuk mempertahankan suasana religius. Selain itu, kegiatan tersebut dapat
mendamaikan hati dan menghiasi rumah tangga tanpa adanya gangguan setan yang
sewaktu-waktu menyelinap dalam hati.
Islam memberi hak pemimpin kepada laki-laki
6. “Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita karena apa yang telah Allah
lebihkan sebagian mereka diatas yang lain dan karena belanja yang telah mereka
keluarkan dari harta mereka”(QS: An-Nisa/34).
Islam telah menetapkan dan menggariskan bahwa suami merupakan pemimpin dalam
rumah tangga dan bertanggung jawab terhadap apa yang ia pimpin. Selain itu dampak dari
ketidak mengertian dan pemahaman suami tentang peranannya sebagai kepala rumah
tangga, terutama dalam membina keluarga yang sakinah juga akan terlihat pada masyarakat.
Suami harus bisa menjaga dan mengayomi seluruh anggota keluarganya, istri dan anak-
anaknya serta mendidiknya, sehingga angota keluarga itu merasa tentram berada di dalam
keluarganya. Islam telah menetapkan peranan-peranan yang dimiliki oleh suami, dimana
peranan itu akan menjadi tangung jawab suami kelak dan akan diminta pertanggung
jawabannya dihadapan Allah SWT di akhirat kelak.
Menghadapi kenyataan tersebut, suami terlebih dahulu harus mengetahui kedudukan dan
fungsinya dalam keluarga, baru kemudian suami itu akan mengetahui peranan yang menjadi
tanggung jawabnya. Sehingga suami akan lebih mudah dalam melaksanakan peranannya
dalam membina rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan warahmah. Sudah seharusnya
seorang suami mampu membimbing istri dan anak-anaknya agar berakhlak mulia.
Kehormatan seorang suami bukan karena gelar, pangkat, kedudukan, harta, jabatan, mau-
pun popularitas. Yang paling penting dari itu semua adalah selain suami harus berlemah
lembut, hendaknya ia menjadi contoh, dan dalam hal mendidik adalah bagaimana suami
mendidik anak dan istrinya agar mampu mengenal Allah SWT dan mengetahui arti hidup ini
agar bisa mengarungi hidup ini di jalan yang diridhai-Nya. Untuk para suami, mari kita
berbuat lebih baik lagi kepada istri, anak-anak juga keluarga.
Pernikahan
7. Akad yang dilangsungkan sesuai ketentuan hukum dan ajaran agama. Nikah akan
menghalalkan pergaulan membatasi hak dan kewajiban antara seorang laki-laki dan
perempuan yang bukan muhrimnya.
"dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan
yatim (bila kamu menihakinya) maka nikahilah perempuan (lainnya) yang kamu senangi
2,3, atau 4. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil maka nikhailah
seorang saja atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki yang demikian lebih dekat
agar kamu tidak berbuat dzalim" (An-Nisa : 3)
Hukum Perkawinan
Pada dasarnya hukum perkawinan adalah mubah, yaitu boleh dilaksanakan dan tidak
berdosa apabila tidak dilakukan. Akan tetapi hukum itu dapat berubah menjadi wajib,
sunnah, makruh, atau haram.
A. Wajib
Menikah hukumnya wajib bagi seseorang yang sudah mampu secara lahir(finansial), dan
batin serta memiliki dorongan seksual yang tinggi sehingga berisiko jatuh kedalam
perzinahan. Jika dia tidak mampu secara finansial, maka Allah SWT pasti akan membuatnya
cukup.
"Dan orang-orang yang tidak mampu menikah hendaklah menjaga kesucian(dirinya),
sampai Allah memberi kemampuan kepada mereka dengabn karunia-Nya" (An-Nur : 33)
B. Sunah
Menikah hukumnya sunah bagi mereka yang sduah mampu secara lahir dan batin, tetapi
dorongan seksualnya tidak terlalu tinggi sehingga ia masih bisa mengendalikan diri dan tidak
dikhawatirkan untuk melakukan zinah. Orang dalam kondisi ini disunahkan untuk menikah,
namun tidk sampai wajib. Apabila ia menikah orang tersebut akan mendapatkan
keutamaan, yaitu mengerjakan sunah Rasulallah SAW.
C. Haram
Menikah hukumnya haram bagi laki-laki yang tidak mampu mampu memberi nafkah dan
tidak mampu melakukan hubungan seksual. 2 hal tersebut akan menjadi penghalang
seseorabg untuk melaksanakan pernikahan. Orang tersebut bisa melangsungkan pernikahan
dengan syarat kedua belah pihak berterus terang atas kondisi dan kekurangan masing-
8. masing agar menghapuskan kekecewaan yang mungkin timbul dikemudian hari.
D. Makruh
Menikah hukumnya makruh bagi laki-laki yang tidak memounyai penghasilan sama sekali
dan tidak sempurna kemampuannya untuk berhubungan seksual. Akan tetapi jika calon
istrinya rela dan mempunyai harta yang bisa mencukupi kebutuhan mereka pernikahan
tersebut diperbolehkan.
E. Mubah
Merupakan hukum asal pernikahan. Mubah berlaku bagiorang yang berada pada posisi
tengah-tengah antara hal-hal yang mendorong keharusannya untuk menikah dan hal-hal
yang mencegah untuk menikah.
Tujuan Pernikahan
A. Melanjutkan keturunan, melestarikan manusia, dan memperbanyak umat Islam.
B. Menyalurkan dorongan seksual secara benar.
C. Mengikuti sunah Rasul.
D. Untuk melahirkan keturunan yang sah.
E. Untuk mencari rezeki yang halal.
F. Menjadi sumber amal ibadah yang banyak.
G. Memudahkan kehidupan sehari-hari
H. Menghindari penyakit kelamin.
Hukum nikah beda agama
Hukum seorang
laki-laki muslim
menikahi
perempuan non
muslim (beda
agama)
9. Pernikahan seorang lelaki muslim menikahi seorang yang non muslim dapat diperbolehkan,
tapi di sisi lain juga dilarang dalam islam, untuk itu terlebih dahulu sebaiknya kita
memahami terlebih dahulu sudut pandang dari non muslim itu sendiri.
1. laki-laki yang menikah dengan perempuan ahli kitab (Agama Samawi), yang dimaksud
agama samawi atau ahli kitab disini yaitu orang-orang (non muslim) yang telah diturunkan
padanya kitab sebelum al quran. Dalam hal ini para ulama sepakat dengan agama Injil dan
Taurat, begitu juga dengan nasrani dan yahudi yang sumbernya sama. Untuk hal seperti ini
pernikahannya diperbolehkan dalam islam. Adapun dasar dari penetapan hukum
pernikahan ini, yaitu mengacu pada al quran, Surat Al Maidah(5):5,
“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang
diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan
mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman
dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab
sebelum kamu, bila kamu telah membayar maskawin mereka dengan maksud menikahinya,
tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barang siapa
yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah
amalannya dan
ia di hari akhirat
termasuk
orang-orang
merugi.”
2. Lelaki muslim menikah dengan perempuan bukan ahli kitab. Yang dimaksud dengan non
muslim yang bukan ahli kitab disini yaitu kebalikan dari agama samawi (langit), yaitu agama
ardhiy (bumi). Agama Ardhiy (bumi), yaitu agama yang kitabnya bukan diturunkan dari Allah
swt, melainkan dibuat di bumi oleh manusia itu sendiri. Untuk kasus yang seperti ini, maka
diakatakan haram. Adapun dasar hukumnya yaitu al quran al Baqarah(2):221
“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguh-
nya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hati-
10. mu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin)
sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik
walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga
dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-
Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.”
Perempuan muslim menikah dengan laki-laki non muslim.
Dari al quran al Baqarah(2):221 sudah jelas tertulis bahwa:
"...Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin)
sebelum mereka beriman..."
Pernikahan seorang muslim perempuan sudah menjadi hal mutlak diharamkan dalam islam,
jika seorang perempuan tetap memaksakan diri untuk menikahi lelaki yang tidak segama
dengannya, maka apapun yang mereka lakukan selama bersama sebagai suami istri
dianggap sebagai perbuatan zina.
Kesimpulannya:
Seorang laki-laki muslim boleh menikahi perempuan yang bukan non muslim selama
perempuan itu menganut agama samawi, apabila lelaki muslim menikahi perempuan non
muslim yang bukan agama samawi, maka hukumnya haram.
Sedangkan bagi perempuan muslim diharamkan baginya untuk menikah dengan laki-laki
yang tidak seiman.
11. Peran dan Fungsi Berkeluarga
Keluarga memiliki peran dan fungsi yang sangat signifikan dalam kehidupan
bermasyarakat, agama serta nusa dan bangsa, khususnya keluarga muslim.
Keluarga muslim adalah pelindung pertama, tempat anak dibesarkan sekaligus
12. pendidikan utama dalam suasana pendidikan islam. Sedangkan di satu sisi yang
lain, keluarga muslim ialah sepasang suami istri yang kedua tokoh intinya (ayah
dan ibu) berpadu dalam merealisasikan tujuan pendidkan islam. Untuk itulah
pembinaan keluarga disyari’atkan. Adapun tujuan utama pembinaan keluarga
dapat kita temukan dalam beberapa ayat al-Qur’an dan Hadits Rasulullah
saw., yang intinya sebagai berikut:
1. Menegakkan kukum-hukum Allah SWT.
Menegakkan hukum-hukum Allah SWT. di sini berarti merealisasikan agama dan
keridhaan Allah SWT. dalam kaitannya dengan segala urusan dan hubungan suami
istri. Ini berarti menegakkan keluarga muslim yang kehidupannya didasarkan atas
ibadah kepada Allah SWT. sebagai suatu upaya perealisasian tujuan akhir
pendidikan Islam. Dampak edukatif dari tujuan ini adalah anak tumbuh dan
berkembang menjadi dewasa dalam lingkungan keluarga yang dibangun
berdasarkan ketaqwaan dan keimanan kepada Allah SWT.
2. Merealisasikan ketentraman jiwa
Allah SWT. berfirman:
“Dia-lah Yang menciptakan kalian dari diri yang satu, dan darinya Dia menciptakan
isterinya, agar merasa senang kepadanya ”. (Q.S. al-A’raf: 189).
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian isteri-isteri
dari jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antara kalian rasa kasih dan sayang”. (Q.S. al-Rum: 21) Jika suami istri
bersatu atas dasar saling kasih sayang dan ketentraman jiwa, maka anak akan terdidik
dalam suasana bahagia.
3. Melaksanakan perintah Rasulullah saw.
Rasulullah saw. memerintahkan supaya kita melahirkan keturunan yang mu’min dan
shalih, agar pada hari kiamat kelak beliau bangga dengan kita terhadap umat-umat lain.
Beliau bersabda: “Menikahlah kalian, niscaya kalian akan berketurunan, dan niscaya
kalian akan menjadi banyak. Maka sesungguhnya aku bangga dengan kalian terhadap
umat-umat pada hari kiamat”. (al-Hadits) Ini merupakan dalil yang jelas, bahwa keluarga
13. muslim wajib mendidik anak-anaknya dengan tujuan agar dapat merealisasikan ajaran
Islam dan rukun iman di dalam jiwa dan tingkah laku mereka. Banyaknya keturunan yang
shalih membawakan kebanggaan tersendiri. Di atas pundak kedua orang tua terletak
tangung jawab mendidik dan melindungi anak-anak dari kerugian, kejahatan, dan api
neraka yang menanti setiap insan yang tidak beriman kepada Allah SWT., mengikuti selain
jalan orang-orang mukmin.