1. “SEKOLAH GMB (GENERASI MUDA BERENCANA) STRATEGI ANTISIPASI
LEDAKAN PENDUDUK”
Tidak dapat dipungkiri, hasil Sensus Penduduk Tahun 2010 yang menunjukkan
bahwa jumlah penduduk Indonesia telah mencapai 237,6 juta jiwa dengan Laju Pertumbuhan
Penduduk (LPP) sebesar 1,49% per tahun, mengagetkan semua pihak. Bukan saja karena
dengan jumlah tersebut Indonesia menduduki ranking ke-4 negara dengan penduduk terbesar
se dunia setelah RRC (1,3 milyar jiwa), India (998,1 juta jiwa) dan Amerika (276,2 juta jiwa),
tetapi juga apabila laju pertambahan penduduk tetap bertahan 1,49 persen pertahun hingga
2045 mendatang, maka jumlah penduduk Indonesia akan meledak menjadi sekitar 450 juta
jiwa. Hal ini berarti, selain negara kita akan melampaui jumlah penduduk Amerika, pada saat
yang sama, satu dari 20 penduduk dunia adalah orang Indonesia. Jumlah remaja usia 10-24
tahun sekitar 28,6 persen dari jumlah penduduk Indonesia, angka ini terlalu besar karena terdapat
sekitar 64.325.296 orang (Sensus penduduk, BPS 2010). Yang sangat disayangkan terkadang
pemerintah kurang memperhatikan para remaja, generasi muda yang dikemudian hari akan segera
menyusul menjadi Pasangan Usia Subur (PUS). Masalah yang timbul di kalangan remaja
misalnya masalah seksualitas (kehamilan tak diinginkan dan aborsi), terinfeksi Penyakit Menular
Seksual (PMS), HIV dan AIDS, penyalahgunaan Napza dan sebagainya. Dalam kondisi semacam
ini remaja membutuhkan informasi mengenai kesehatan reproduksi, aktivitas yang bermanfaat
dan menjadi kreatif sehingga remaja memiliki kesempatan untuk meneruskan pendidikan dan
masa depan dengan bekal yang cukup.
Indonesia yang saat ini berada pada peringkat tertinggi di ASEAN, karena sebanyak 30-
35% aborsi ini adalah penyumbang terbesar terhadap tingkat angka kematian ibu. Data PKBI
tahun 2010 juga menunjukan bahwa kisaran umur pertama kali melakukan hubungan seks
pranikah pada umur 13-18 tahun, 60% tidak menggunakan alat kontrasepsi, dan yang sangat
mengejutkan adalah 85% dilakukan di rumah sendiri. Sedangkan menurut survei Komnas
Perlindungan Anak di 33 Provinsi 2008 menyimpulkan: 97% remaja SMP dan SMA pernah
menonton film porno. 93,7% remaja SMP dan SMA pernah ciuman, genital stimulation (meraba
alat kelamin) dan oral sex (sex melalui mulut). 62,7% remaja SMP dan SMA tidak perawan.
21,2% remaja mengaku pernah aborsi. Masalah lain yang muncul dari persoalan ini salah satunya
adalah angka pengangguran yang tinggi. Di Indonesia sendiri angka pengangguran masih
menunjukkan gejala yang memprihatinkan. Dilansir dari beberapa media massa di Indonesia
jumlah pengangguran tahun 2010 naik. Angka pengangguran di Indonesia tahun 2010 mencapai
angka 10%, angka tersebut signifikan dibandingkan dengan angka pengangguran tahun 2009
yang mencapai angka 8.3 %. Hal ini seharusnya menjadi perhatian pemerintah yang mempunyai
2. wewenang penuh atas meningkatnya jumlah pengangguran di Indonesia. Sedangkan di Indonesia
sendiri, pendidikan seks masih dianggap tabu untuk dibicarakan antara anak dan orang tua. Seks
sering diartikan secara sempit, dan hanya diasumsikan sebagai hubungan seksual alias hubungan
kelamin dua manusia. Padahal sesungguhnya seks menyangkut berbagai hal. Pendidikan seks
janganlah diartikan dangkal sehingga menjadi hal yang tabu untuk dibicarakan, tapi lihatlah dari
arti kata seks itu sendiri, yaitu jenis kelamin : laki-laki atau perempuan. Pendidikan seks
mencakup berbagai hal, antara lain mulai jenis kelamin, alat kelamin berikut seluk-beluknya,
organ-organ reproduksi, pemahaman mengenai tumbuh kembang seseorang berdasarkan jenis
kelaminnya, dan bagaimana menjaga kesehatan reproduksi karena laki-laki dan perempuan
berbeda secara kodrati. Anak berhak sejak dini mendapatkan pengetahuan mengenai kesehatan
reproduksi, agar memahami apa yang harus dia lakukan terhadap organ reproduksinya,
bagaimana menjaganya agar tetap bersih dan sehat, bagaimana dia harus berperilaku dalam
kehidupan sosialnya, juga kewajiban yang harus dilakukan dari sisi agama, dan banyak lagi.
Untuk merespon permasalahan remaja tersebut, Badan Kependudukan Keluarga
Berencana (BKKBN) melalui Bidang Bina Ketahanan Remaja BKKBN mempunyai program-program
yang bertujuan melaksanakan dan mengembangkan program Penyiapan Kehidupan
Berkeluarga bagi Remaja (PKBR ) yang diarahkan untuk mencapai Tegar Remaja dalam rangka
Tegar Keluarga untuk mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera. Bidang Bina Ketahanan
Remaja BKKBN membidik remaja sebagai sasaran programnya. Program tersebut adalah
Penyiapan Kehidupan Berkeluarga bagi Remaja (PKBR), yaitu suatu program untuk
memfasilitasi remaja belajar memahami dan mempraktekkan perilaku hidup sehat dan berakhlak
guna mencapai Tegar Remaja sebagai dasar mewujudkan Generasi Berencana (GENRE). Pusat
Informasi Konseling Remaja (PIK Remaja) adalah suatu wadah kegiatan program Penyiapan
Kehidupan Berkeluarga Bagi Remaja yang dikelola dari, oleh dan untuk remaja guna
memberikan pelayanan informasi dan konseling kesehatan reproduksi serta perencanaan
kehidupan berkeluarga.
Disamping itu, adanya badan konsultasi di sekolah yang menangani tentang konseling
siswa, atau sering disebut dengan BP/BK menjadi strategi untuk menekan angka pertumbuhan
dari seks bebas anak remaja. Saat ini BK di Sekolah hanya berurusan dengan siswa yang
terlambat, dan siswa yang bandel, atau dengan kata lain BK akan bekerja ketika ada siswa yang
bermasalah. Padahal Idealnya adalah BP/BK itu bukan sebagai hakim kesalahan, tapi sebagai
badan yang mengantisipasi kesalahan. Guru bimbingan dan konseling/konselor memiliki tugas,
tanggungjawab, wewenang dalam pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling terhadap
peserta didik. Tugas guru bimbingan dan konseling/konselor terkait dengan pengembangan
diri peserta didik yang sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, dan kepribadian
3. peserta didik di sekolah/madrasah. Idealnya ada beberapa jenis layanan yang ada di BP/BK
sekolah, beberapa diantaranya adalah layanan Informasi, Layanan Mediasi, layanan konseling
dan konsultasi, serta beberapa layanan yang lainnya. Optimalisasi peran BK sebagai mediasi semi
informasi akan sangat membantu dalam mengontrol perkembangan siswa, khususnya siswa yang
dalam kondisi Puberitas. Hal ini sejalan dengan bentuk layanan Penyiapan Kehidupan
Berkeluarga bagi Remaja (PKBR). Koordinasi dalam menanggulangi masalah generasi muda
menjadi suatu hal yang sangat postif untuk perbaikan bangsa, dalam hal ini Generasi
Berencana. Penguatan dapat dilakukan dari pihak sekolah (melalui BP/BK), sebagai bagian
dari ekstrakurikuler siswa, yang bersifat jangka panjang, karena siswa akan mengikuti segala
program yang diakan oleh sekolah, dan salah satu hal yang menjadi peluang adalah
menjadikan program GenRe dalam ekskul siswa. Dalam hal ini dapat dibuat sebagai Sekolah
Generasi Muda Berencana (GMB). Dalam Sekolah ini siswa akan mendapatkan pemahaman
terkait bagaimana interaksi antara laki-laki dan perempuan sewajarnya, dan dapat disesuaikan
dengan tingkat pendidikannya.
Sekolah PKBR Orang Tua
Kebijakan Kurikulum 13
BK/BP Ekskul Pelayanan Pengembangan
Sekolah Generasi Muda Berencana (GMB)
Monitor
Dalam Bagan diatas, dapat dilihat bahwa dapat dilakukan Link and Match antara Sekolah
sebagai tempat sehari-hari siswa untuk menghabiskan ¼ waktunya, dengan BKKN dengan
program kepemudaannya. Sehingga akan efektif dalam keberjalanan Program GenRe melalui
penekanan kelahiran dari GenMu (Generasi Muda). Disamping itu dorongan dan dukungan orang
tua juga akan sangat membantu dalam pelaksanaan ini. Sekolah GMB menjadi alternative GenRe,
karena kebanyakan ledakan penduduk dari Generasi Muda yang salah dalam beragaul, sehingga
lahirnya Sekolah GMB diharapkan mampu menjadi tameng dan bekal persiapan pemuda untuk
berencana dan berfikir dengan rasional terkait interaksinya dengan lawan jenisnya.