Gangguan penglihatan pada anak berdampak pada perkembangan bahasa dan komunikasi. Anak dengan gangguan penglihatan mengalami keterlambatan dalam pengembangan bahasa karena keterbatasan akses lingkungan dan respons verbal dari orang tua. Mereka juga memiliki konsep objek dan suara yang berbeda dari anak normal. Hal ini berpengaruh pada kemampuan komunikasi mereka.
PDF 10 - Materi Buku Ajar Dampak Gangguan Penglihatan terhadap Bahasa dan Komunikasi
1. DAMPAK GANGGUAN PENGLIHATAN
etiap anak yang memiliki gangguan penglihatan akan mengalami berbagai
keterlambatan dalam aspek-aspek perkembangannya. Gangguan penglihatan
yang dialami anak baik semenjak dalam kandungan, pada saat lahir, maupun
sesuadah lahir akan mempengaruhi perkembangan anak. Penyebab dan kapan
terjadinya gangguan penglihatan tersebut akan sangat menentukan dampak yang
dialami anak akibat dari gangguan penglihatannya. Anak lahir dengan kondisi
mengalami gangguan pengihatan akan mengalami proses perkembangan yang sangat
berbeda dengan anak lain yang tidak mengalami gangguan penglihatan.
Secara logika sederhana dapat dijelaskan bahwa anak yang mengalami gangguan
penglihatan akan mengalami kesulitan, misalnya anak yang tidak memiliki gangguan
penglihatan bisa mudah bergerak dan mengeksplorasi lingkungannya, pada anak yang
mengalami gangguan penglihatan akan sulit bergerak dan mengeksplorasi
lingkungannya. Aktifitas sederhana seperti mencari dan menemukan mainannya
sendiri, meniru aktifitas orang tuanya, bermain dan bercanda dengan saudaranya, dan
hal sederhana lainnya akan sangat sulit dilakukan oleh anak yang mengalami
gangguan penglihatan.
Hal seperti inilah yang akan membuat anak dengan gangguan penglihatan memiliki
berbagai keterlambatan dalam aspek perkembangannya. Berbagai aspek
keterlambatan dalam perkembangan anak yang memiliki gangguan penglihatan inilah
yang sebenarnya merupakan dampak dari gangguan penglihatan yang dialami anak
dengan gangguan penglihatan. Secara sederhana, berbagai dampak gangguan
penglihatan pada anak dapat dibedakan berdasarkan aspek perkembangan (1)
perkembangan fisik dan motorik, (2) perkembangan kognitif, (3) perkembangan bahasa
dan komunikasi, (4) perkembangan sosio-emosional, dan (5) perkembangan perilaku.
S
2. Dampak gangguan Penglihtan terhadap Perkembangan Bahasa dan Komunikasi
Salah satu kesalahpahaman yang paling umum tentang anak dengan gangguan
penglihatan adalah bahwa mereka sama-sama atau lebih mahir dalam keterampilan
bahasa daripada teman-teman mereka yang melihat (Fraiberg 1977). Pada
kenyataannya, anak yang mengalami gangguan penglihatan dengan kondisi tidak
memiliki sisa penglihatan dan terjadi pada saat masih dalam kandungan atau semenjak
lahir, cenderung mempengaruhi perkembangan bahasa anak.
Perbedaan adalah sebagian karena terbatasnya akses terhadap lingkungan dan
perbedaan respon secara verbal dari orang-orang di sekitar mereka. Mereka tidak
memiliki informasi secara visual dan hal ini mengurangi integrasi informasi dari orang
tua atau orang lain di sekitar mereka. Berbagai penelitian terbaru telah menemukan
bahwa bahasa anak-anak dengan gangguan penglihatan lebih berorientasi pada dirinya
sendiri dan makna kata yang dimiliki lebih terbatas daripada anak-anak lainnya yang
bisa melihat. (Anderson et al 1984).
Kemampuan penglihatan memungkinkan kita untuk melihat benda-benda secara
menyeluruh dan sesuai dengan konteksnya. Anak dengan gangguan penglihatan harus
bergantung pada pengamatan secara berurutan. Bagi anak low vision, mungkin mereka
masih bisa menggunakan sisa penglihatannya untuk melakukan pengamatan, dan ini
sangat bermanfaat bagi mereka karena mereka masih dapat melihat bukan hanya
sekedar menyentuh bagian dari objek tertentu.
Kemampuan dalam melihat dan mengamati merupakan hal utama dalam
memperoleh informasi suatu objek dan sangat menentukan dalam membangun citra
komponen detail dari objek. Anak yang mengalami gangguan penglihatan akan memiliki
tingkat kemampuan pengetahuan yang rendah tentang detail suatu objek. Kesadaran
hubungan antara objek dengan hal lain juga sangat sulit dimaknai oleh anak dengan
gangguan penglihatan.
Kondisi seperti dijelaskan pada paragraph di atas membnuat anak dengan
gangguan penglihatan tidak mampu atau kurang mampu membuat hubungan antara
3. suara objek-objek tertentu sehingga akhirnya mereka memiliki konsep yang sering
berbeda mengnai objek dan suara yang dihasilkan objek di sekitar lingkungan mereka.
Pada akhirnya anak dengan gangguan penglihatan akan mengalami perkembangan
bahasa yang tidak sama dengan anak-anak awas lainnya dan akan berpengaruh pada
kemampuan komunikasi mereka. Perbedaan utama kemampuan komunikasi anak
dengan gangguan penglihatan umumnya terjadi dalam hal penggunaan bahasa,
kenyaringan, dan pola komunikasi non-verbal seperti gesture, mimik, atau ekspresi
wajah. Anak denga gangguan penglihatan yang sudah belajar tentang mimik wajah juga
pada akhirnya cenderung ketergantungan pada ekspresi yang dirumuskan dengan
standar sama serta monoton, bahkan tidak jarang mereka justru memberika mimic
wajah yang tidak sesuai dengan kontek komunikasi.
Sebuah penelitian dari McConachie dan Moore (1993) menemukan bahwa, orang
tua dari anak dengan gangguan penglihatan sangat kesulitan untuk memperkuat atau
menekankan makna komunikasi mereka kepada anak mereka yang mengalami
gangguan penglihatan, misalnya untuk menggambarkan objek dan peristiwa secara
rinci. Proses keterlambatan dalam membangun hubungan antara perkembangan
bahasa awal dan dunia sekitarnya inilah yang menyebakan adanya keterlambatan
kemampuan bahasa dan komunikasi pada anak dengan gangguan penglihatan.
Kemampuan memori auditori memang memainkan peran yang penting dalam
perkembangan bahasa, sehingga anak yang memiliki gangguan penglihatan dan tidak
mengalami gangguan pendengaran sering dianggap tidak akan mengalami gangguan
perkembangan bahasa dan komunikasi, dan dianggap sama dengan anak awas
lainnya. Tapi pada kenyataannya, kemampuan anak dengan gangguan penglihatan
dalam hal penalaran verbal tampak mengalami keterlambatan dibandingkan anak awas
lainnya, terutama jika mereka harus mengubah topik pembicaraan secara cepat karena
perubahan situasi atau ketika mereka harus menggabungkan makna yang lebih luas
dari sebuah kata, terutama dalam situasi sosial, misalnya konteks makna kata yang
berubah menjadi kata sindiran, ejekan, atau kata bermakna canda sesuai dengan
konteks visual dan lingkungan sekitar pada saat pembicaraan terjadi.
4. Burlingham (1972) menyatakan bahwa terdapat fenomena yang lebih tinggi dari
anak-anak yang mengalami echolalia, untuk anak-anak dengan gangguan penglihatan
ini bisa menjadi ekspresi perkembangan kemampuan memori auditori yang baik.
Meskipun demikian, anak dengan gangguan penglihatan akan lebih sadar dan lebih
mudah memahami makna kata yang didengar jika disertai penjelasan tentang hal-hal
visual yang terkait dengan kata tersebut. Anak gangguan penglihatan yang sudah
pandai menirukan pengucapan sebuah kata dalam percakapan tidak berarti bahwa
mereka telah mengidentifikasi dengan benar makna tersirat dalam kata tersebut.
Untuk anak-anak dengan gangguan penglihatan, dalam proses beradaptasi dengan
masyarakat akan berbeda dari yang anak-anak awas lainnya. Banyak petunjuk sosial
berupa bahasa tubuh yang memerlukan penglihatan untuk memahaminya, sehingga
mereka menjadi sulit memahaminya dan akhirnya mereka kemungkinan hanya
memahaminya konsepnya sebagain atau tidak utuh (Groenveld 1993).
Gangguan penglihatan yang dialami anak membuat mereka tidak menyadari reaksi
dari orang lain terkait dengan bahasa tubuh mereka sendiri kecuali diajarkan secara
khusus pada mereka. Anak awas memiliki kemampuan adaptasi perilaku yang baik
untuk membuat penglihatan mereka lebih fungsional, secara tanpa disadari anak awas
mampu dengan mudah mengembangkan kemampuan untuk berkomunikasi dengan
bahasa tubuh yang menyiratkan perasaan mereka, tetapi tidak demikian dengan anak
yang mengalami gangguan penglihatan, mereka tidak mampu menyampaikan makna
tersirat dari kata yang mreka ucapkan melalui bahasa tubuh mereka. Kata yang mereka
ucapkan cenderung hanya memiliki makna yang sebenarnya dan tidak ada unsur
makna tersirat selain dari makna dasar kata itu sendiri.