Dokumen tersebut membahas tentang ijma' dan qiyas sebagai sumber hukum Islam. Ijma' didefinisikan sebagai kesepakatan para mujtahid setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, sedangkan qiyas adalah menyamakan suatu masalah baru dengan masalah lama berdasarkan kesamaan alasan hukum."
2. Sumber Hukum Islam
Sumber hukum Islam merupakan dasar atau
referensi untuk menilai apakah perbuatan manusia
sesuai dengan syariah (ketentuan yang telah
digariskan oleh Allah Swt.) atau tidak. Sumber
hukum Islam yang telah disepakati jumhur
(kebanyakan) ulama ada 4 (empat), yaitu Al-Qu’ran,
Sunnah, Ijma’, dan Qiyas,
3. Jenis dan Definisi Sumber
Hukum Islam
Al-Qur'an adalah firman
Allah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad
penutup para Nabi dan
Rasul, dengan perantaraan
malaikat Jibril a.s. dan
ditulis pada mushaf-
mushaf yang kemudian
disampaikan kepada kita
secara mutawatir
Al-Qur’an
Secara etimologis, kata
sunnah berasal dari kata
berbahasa Arab al-sunnah
yang berarti cara, adat
istiadat (kebiasaan), dan
perjalanan hidup (sirah)
yang tidak dibedakan
antara yang baik dan yang
buruk
Hadist/Sunnah
Ijma’ adalah kesepakatan
para mujtahid dalam suatu
masa setelah wafatnya
Rasulullah saw. terhadap
hukum syara’ yang bersifat
praktis, dan merupakan
sumber hukum Islam
ketiga setelah Al-Qur’an
dan Sunnah.
Ijma’
ialah menyamakan suatu
masalah yang tidak
terdapat ketentuan
hukumnya dalam nash
(Al-Qur’an dan Sunnah),
karena adanya persamaan
illat hukumnya (motif
hukum) antara kedua
masalah itu.
Qiyas
4. a. Pengertian Ijma'
Ijma’ adalah kesepakatan para mujtahid dalam suatu masa setelah wafatnya
Rasulullah SAW atas sebuah perkara dalam agama. Ijma’ merupakan merupakan
sumber Hukum Islam Ketiga setelah Al-Qur’an dan As-Sunnah. Salah satu dalil
yang menjadi dasar Ijma’ adalah Sabda Rasulullah SAW yang berbunyi :
“Ingatlah, barang siapa yang ingin menempati surga, maka bergabunglah (ikutilah)
jama’ah. Karena syaithan adalah bersama orang-orang yang menyendiri. Ia akan
lebih jauh dari dua orang, daripada dari seseorang yang menyendiri.” (Hr. Umar
bin Khattab)
5. b. Syarat dan Rukun Ijma’
Syarat – Syarat Ijma’
1. Yang bersepakat adalah para mujtahid
2. Yang bersepakat adalah seluruh mujtahid
3. Para mujtahid harus umat Muhammad SAW.
4. Dilakukan setelah wafatnya Nabi.
5. Kesepakatan mereka harus berhubungan dengan
Syariat
6.Kesepakatan itu diterapkan secara tegas baik lewat
perkataan maupun perbuatan
6. b. Syarat dan Rukun Ijma’
Rukun Ijma’
1. Adanya sejumlah para mujtahid pada saat terjadinya suatu peristiwa.
2. Adanya kesepakatan seluruh mujtahid di kalangan umat islam terhadap hukum
Syara mengenai suatu kasus atau peristiwa.
3. Kesepakatan mereka adalah dengan mengemukakan pendapat masing-masing
orang dari para mujtahid itu tentang pendapatnya yang jelas mengenai suatu
peristiwa tersebut.
7. c. Macam-Macam Ijma’
• Ijma’Sharih adalah ijma’ yang terjadi setelah semua mujtahid dalam sat
masa mengemukakan pendapatnya tentang hukum tertentu secara jelas d
terbuka, baik melalui ucapan (hasil ijtihadnya disebarkan melalui fatwa)
melalui tulisan atau dalam bentuk perbuatan (mujtahid yang menjadi hak
memutuskan suatu perkara) dan ternyata seluruh pendapat mereka
menghasilakan hukum yang sama atas hukum tersebut.
8. c. Macam-Macam Ijma’
• Ijma’ Sukuti tidak dapat dijadikan landasan pembentukan hukum. Alasa
diamnya sebagian ulama para mujtahid belum tentu menandakan setuju,
karena bisa jadi disebabkan takut kepada penguasa bilamana pendapat it
telah didukung oleh penguasa, atau boleh jadi juga disebabkan merasa
sungkan menentang pendapat mujtahid yang punya pendapat itu karena
dianggap lebih senior.
Contoh ijma’: kesepakatan para sahabat untuk mengangkat Abu Bak
menjadi Khalifah sepeninggal Nabi Saw. dan kodifikasi al-Quran
9. d. Kehujjahan Ijma’
1. Kehujjahan ijma’ sharih
Jumhur telah sepakat bahwa ijma’ sharih itu merupakan hujjah secara qath’i, wajib mengamalka
dan haram menentangnya. Bila sudah terjadi ijma’ pada suatu permasalahan maka ita menjadi h
qath’I yang tidak boleh ditentang, dan menjadi menjadi masalah yang tidak boleh diijtihadi lagi.
(Firman Allah SWT. dalam surat Annisa’ ayat 115.)
2.Kehujjahan ijma’ sukuti
Ijma’ Sukuti telah dipertentangkan kehujjahannya di kalangan para ulama. Sebagian dari mereka
memandang ijma’ sukuti sebagai hujjah bahkan tidak mengatakan sebagai ijma’. Di antara mere
ialah pengikut Maliki dan Imam Syafi’I yang menyebutkan hal tersebut dalam berbagai pendapat
Sebagian besar golong Hanafi dan Imam Ahmad bin Hambal menyatakan bahwa ijma’ sukuti
merupakan hujjah qat’I seperti halnya ijma’ sharih. Alasan mereka adalah diamnya sebagian mu
utuk menyatakan sepakat ataupun tidaknya terhadap pendapat yang dikemukakan oleh sebagia
mujtahid lainnya, bila memenuhi persyaratan adanya ijma’ sukuti, bisa dikatakan sebagai dalil te
kesepakatan mereka terhadap hukum. Dengan demikian, bisa juga dikatakan sebagai hujjah yan
qat’i karena alasannya juga menunjukkan adanya ijma’ yang tidak bisa dibedakan dengan ijma’ s
10. LANDASAN HUKUM IJMA’
Landasan hukum ijma’ tercantum dalam Surat An-Nisa ayat 115, yan
artinya :
“Dan barang siapa yang menentang Rasulullah SAW sesudah jelas
kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-ora
mukmin, Kami biarkan ia dalam kesesatan yang telah dilakukannya
dan Kami masukkan ia ke dalam neraka Jahannam, dan itu seburuk
buruknya tempat kembali”.
Selain itu juga tercantum dalam Surat An-Nisa ayat 59 yang artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah SWT dan taati Rasul-N
dan Ulil Amri diantara kamu”.
11. Contoh IJMA’
1. Hukum Vaksinasi dan Imunisasi yang belum ada pada zaman Nabi Muhammad SAW,
menurut fatwa MUI Nomor 4 tahun 2016 tentang imunisasi, MUI menyatakan bahwa ha
tersebut diperbolehkan (Ijma Kontemporer)
2. Diadakannya adzan dua kali dan iqomah untuk sholat jum’at, yang diprakarsai oleh sa
Utsman bin Affan r.a. pada masa kekhalifahan beliau. Para sahabat lainnya tidak ada yan
memprotes atau menolak ijma’ beliau dan diamnya para sahabat lainnya adalah tanda
menerimanya mereka atas prakarsa tersebut. (Ijma’ Sukuti)
3. Setelah Nabi wafat, terjadinya kekosongan khilafah, kemudian para sahabat nabi
melakukan perundingan (ijma’) penggantian nabi untuk memimpin Islam pada saat itu
dengan terpilihnya Abu Bakar Ash-Shiddiq. (Ijma’ Sharih)
12. e. Cara Penetapan Ijma’
1. Ijma’ Menurut Pandangan Al-Qur`ân.
Pijakan dan landasan Ijma’ dari Al-Qur`ân sangat banyak, antara lain Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman: واُقهرَفَت َ
َل َو اًعيِمَج ِ ه
َّللا ِلْبَحِب واُم ِ
صَتْعا َو
Artinya : Berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercera
berai…. [Ali ‘Imrân/3:103].
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman
: ِليِبَس َْريَغ ْعِبهتَي َو ٰ
ىَدُهْال ُهَل َهنيَبَت اَم ِدْعَب نِم َلوُسهالر ِقِقَاشُي ن
هل َوَت اَم ِهِِّل َوُن َينِنِمْؤُمْال
َس َو ۖ َمهنَهَج ِهِلْصُن َو ٰ
ى
اًير ِ
صَم ْتَءا
Barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yan
bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuas
itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kemba
Nisâ`/4 : 115].
13. e. Cara Penetapan Ijma’
2. Ijma’ Menurut Pandangan Sunnah.
Landasan Ijma’ yang berasal dari Sunnah, antara lain ialah:
Dari ‘Umar bin Khaththab berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
: ِم َوُه َو ِد ِاح َوْال َعَم َانَطْيهشال هنِإَف َةَق ْرُفْال َو ْمُكهايِإ َو ِةَعاَمَجْالِب ْمُكْيَلَع
َم َو ُدَعْبََ ِْنيَنِْْاَل َن
َلَعَف ِةهنَجْال ِةَحْبَحِب َداَرََ ْن
ِةَعاَمَجْالِب ِهْي
Tetaplah bersama jamaah dan waspadalah terhadap perpecahan. Sesungguhnya setan bersam
orang, namun dengan dua orang lebih jauh. Dan barang siapa yang menginginkan surga paling
tengah maka hendaklah bersama jamaah.
Di antaranya adalah sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
: َض ىَلَع وسلم عليه هللا صلى ٍدهمَحُم َةهمَُ ُعَمْجَي ََل َهللا هنِإَف ِةَعاَمَجْالِب ْمُكْيَلَع
ٍةَلَال
Tetaplah kalian bersama jamaah maka sesungguhnya Allah tidak menghimpun umat Muhammad
atas kesesatan
14. e. Cara Penetapan Ijma’
3. Dari Tsauban, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
: ل
هتَح ْمُهَلَذَخ ْنَم ْمُهُّرُضَي ََل ِِّقَحْال ىَلَع َْني ِ
رِهاَظ يِتهمَُ ْنِم ٌةَفِئاَط ُلاَزَت ا
ْمُه َو ِهللا ُرْمََ َيِتْتَي ى
َكِلَذَك
.
Akan selalu muncul dari umatku sekelompok kaum yang tetap berada di atas
kebenaran, tidak mampu menimpakan bahaya orang-orang yang merendahkan
hingga datang perkara Allah, mereka dalam keadaan demikian
15. F. Kedudukan Ijma’
3. Haruskan Ijma’ Beriringan Dengan Dalil Lain?
Tidak ada perkara yang disepakati hukumnya dalam islam melainkan perkara tersebu
mesti terdapat dalil wahyu yang menyebutkannya secara tersirat maupun tersurat. Ini a
pendapat jumhur ulama dan kuat dari segi argumen. Sebab, hak menentukan hukum ad
hak prerogatif (khusus) bagi Allah dan rasul-Nya.
Hanya saja, Allah memberi sebuah jaminan bahwa apa yang disepakati oleh um
Rasulullah tidak akan melenceng dari jalur wahyu-Nya. Itulah mengapa terkadang ketik
seorang ulama sedang berijtihad, ia mempertanyakan keabsahan sebuah ijma’ yang
dinukilkan kepadanya dengan dalih bahwa ini berbenturan dengan Alquran ataupun Sun
Oleh karena itu perlu untuk dimaklumi bahwa tidak ada ijma’ yang bertentangan
dengan dalil Alquran ataupun Sunnah. Jika sekiranya didapatkan, maka kemungkinanny
adalah dalil tersebut tidak sahih, atau dalil tersebut salah difahami, atau dalil tersebut te
dihapus hukumnya, atau justru ijma’ tersebut sebenarnya cacat karena ada perselisihan
yang tak kita ketahui atau nukilannya tidak sahih.
16. g. Fungsi Ijma’
Fungsi Ijma adalah untuk memutuskan suatu
perkara yang terjadi dikalangan umat yang timbul
dari perbedaan pendapat dan dibuatkan hukum
yang mengaturnya agar tak terjadi perselisihan
diantara umat yang dapat menimbulkan
perpecahan.
17. Qiyas menurut bahasa ialah pengukuran sesuatu dengan yang lainnya atau penyamaan
sesuatu dengan sejenisnya. Sedangkan menurut terminologi, definisi qiyas secara umum
adalah suatu proses penyingkapan kesamaan hukum suatu kasus yang tidak disebutkan
dalam dalil baik di Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan suatu hukum yang disebutkan dalam
dalil tersebut karena ada kesamaan dalam alasannya (‘illat).
Contoh Qiyas :
Sebagaimana Allah menjelaskan tentang haramnya meminum khamar QS. Al-Maidah : 90
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka
jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”
‘Illat suatu sifat yang menjadi dasar untuk menetapkan hukum. Contoh memabukkan (iskar).
Maka sabu-sabu, ganja, narkoba, vodka, dan minuman-minuman lainnya yang bersifat
memabukkan yaitu sama-sama haram.
1. Pengertian Qiyas
18. Fungsi Qiyas
Qiyas berfungsi dan sangat berperan dalam
mengungkapkan hukum peristiwa yang tak disebutkan
dalam nas atau yang baru yang belum ada pada masa
sebelumnya namun memiliki kesamaan dalam sebab,
manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara
terdahulu sehingga dihukumi sama. Namun, qiyas tidak
dapat mencapai status hukum kecuali didukung oleh
ijma’.
. Dengan demikian, melalui qiyas, semua masalah
hukum yang belum memiliki ketegasan dan kepastian
hukum dapat diselesaikan dengan baik dan benar.
19. • Adanya semua ahli Ijtihad ketika terjadi suatu kejadian, karena kebulatan
pendapat tidak mungkin terjadi tanpa adanya beberapa pendapat yang
masing-masing terdapat persesuaian.
• Kebulatan pendapat ahli ijtihad itu diiringi dengan pendapat-pendapat
mereka masing-masing secara jelas mengenai kejadian, baik yang
dikemukakan secara qauli (perkataan), maupun secara fi’li (perbuatan).
• Pribadi dan setelah pendapat-pendapat mereka terkumpul tampak
melahirkan kebulatan pendapat sepakat atau menampilakan pendapatnya
secara kelompok, maka terdapatlah secara kelompok, maka terdapat ijma’.
• Sepanjang mengacu dan tidak berten-tangan dengan Al-Qur’an dan As- Sunnah
• Qiyas juga sesuai dengan logika yang sehat .
2. Syarat Qiyas
20. Rukun qiyas ada empat, yaitu :
1). Ashal (pangkal) yaitu suatu peristiwa yang sudah ada nashnya
yang dijadikan tempat mengkiyaskan . Ashl juga disebut maqis
alaih(yang dijadikan tempat mengkiyaskan), mahmul alaih (tempat
membandingkan), atau musyabbah bih (tempat menyerupakan).
Contoh : khomer
2). Furu ‘(cabang), suatu peristiwa yang yang tidak ada
nashnya. Furu’ disebut juga dengan maqis (yang sianalogikan),
atau musyabbah (yang diserupakan). Contoh : nabidz.
3). Illat, yaitu suatu sifat yang terdapat pada hukum asal, dengan
adanya sifat itulah, ashl mempunyai suatu hukum. Contoh iskar (
memabuk kan )
4). Hukum Ashl, yaitu hukum syara’ yang ditetapkan oleh suatu nash.
3. Rukun Qiyas
21. A. Qiyas Aula
Yaitu qiyas yang illatnya mewajibkan adanya hukum dan yang
disamakan (mulhaq) dan mempunyai hukum yang lebih utama daripada
tempat menyamakannya (mulhaq bih), misalnya memukul kedua orang tua
dengan mengatakan “ahh” kepadanya.
B. Qiyas Musaw’I
Yaitu suatu qiyas yang illat-nya mewajibkan adanya hukum yang
terdapat pada mulhaq-nya sama dengan illat hukum yang terdapat dalam
mulhaq bih. Misalnya merusak harta benda anak yatim mempunyai illat
hukum yang sama dengan memakan harta anak yatim, yakni sama-sama
merusakkan harta.
4. Macam-Macam Qiyas
22. C. Qiyas dalalah
Yakni suatu qiyas dimana illat yang ada pada mulhaq menunjukkan hukum, tetapi
tidak mewajibkan hukum padanya, seperti menqiyaskan harta milik anak kecil pada harta
orang dewasa dalam kewajibannya mengeluarkan zakat, dengan illat bahwa seluruhnya
adalah harta benda yang mempunyai sifat dapat bertambah.
D. Qiyas syibhi
Yakni suati qiyas dimana mulhaq-nya dapat diqiyaskan pada dua mulhaq bih,
tetapi diqiyaskan dengan mulhaq bih yang mengandung banyak persamaannya dengan
mulhaq. Misalnya seorang hamba sahaya yang dirusakkan oleh seseorang.
4. Macam-Macam Qiyas
23. Kedudukan Qiyas
Qiyas menurut para ulama adalah hujjah syar'iyah yang keempat setelah Al-Qur'an, Hadis
dan Ijma'. Mereka berpendapat demikian dengan alasan adanya Firman Allah yaitu :
ِ
ارَصْبَ ْ
اْل ىِلوُا اٰۤي ا ْوُرِبَتْعاَف
( .
الحشر
:
2
)
"Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, wahai orang-orang yang
mempunyai pandangan". (QS. Al-Hasyr/59: 2)
5. Kehujjahan Qiyas