SlideShare a Scribd company logo
1 of 66
Universitas Fort De Kock Bukittinggi
Teknologi Farmasi Steril
Definisi:
Steril adalah suatu keadaan dimana suatu zat bebas dari mikroba
hidup, baik yang patogen (menimbulkan penyakit) maupun apatogen/non
patogen (tidak menimbulkan penyakit), baik dalam bentuk vegetatif (siap
untuk berkembang biak) maupun dalam bentuk spora (dalam keadaan
statis,tidak dapat berkembangbiak, tetapi melindungi diri dengan lapisan
pelindung yang kuat).
Sterilisasi adalah suatu proses untuk membuat ruangan/benda menjadi
steril. Sedangkan sanitasi adalah suatu prosesuntuk membuat
lingkungan menjadi sehat.
Dalam hal ini tidak berlaku relatif steril atau setengah
steril, hanya ada dua pilihan steril atau tidak steril. Sediaan
farmasi yang perlu disterilkan adalah obat suntik/injeksi, tablet
implant, tablet hipodermik dan sediaan untuk mata seperti tetes
mata/ guttae ophth, cuci mata/collyrium dan salep
mata/oculenta.
Tujuan :
Tujuan obat dibuat steril (seperti injeksi) karena berhubungan
langsung dengan darah atau cairan tubuh dan jaringan tubuh lain dimana
pertahanan terhadap zat asing tidak selengkap yang berada di saluran
cerna/gastrointestinal, misalnya hati yang dapat berfungsi untuk
menetralisir/menawarkan racun (detoksikasi=detoksifikasi).
Definisi:
Bentuk Obat:
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi,
suspensi atau serbuk yang harus di larutkan atau di
suspensikan lebih dahulu sebelum di gunakan secara
parenteral, suntikan dengan cara menembus, atau merobek
ke dalam atau melalui kulit atau selaput lendir. (FI. ED IV)
1. Infus
2. Injeksi (larutan, suspensi, emulsi)
Dalam FI.ed.IV, sediaan steril untuk kegunaan
parenteral digolongkan menjadi 5 jenis yang berbeda :
 1. Sediaan berupa larutan dalam air/minyak/pelarut
organik yang lain yang digunakan untuk injeksi,
ditandai dengan nama, Injeksi................
Misalnya : Inj. Vit.C, pelarutnya aqua pro injection Inj.
Camphor oil , pelarutnya Olea neutralisata ad injection Inj.
Luminal, pelarutnya Sol Petit atau propilenglikol dan air
 2. Sediaan padat kering (untuk dilarutkan) atau cairan
pekat tidak mengandung dapar, pengencer atau bahan
tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah
penambahan pelarut yang sesuai memenuhi
persyaratan injeksi, ditandai dengan nama
 . Misalnya: Inj. Dihydrostreptomycin Sulfat steril
 3. Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang
sesuai membentuk larutan yang memenuhi
persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan
bahan pembawa yang sesuai, ditandai dengan nama , ............
Steril untuk Suspensi.
Misalnya : Inj. Procaine Penicilline G steril untuk
suspensi.
 4. Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair
yang sesuai dan tidak disuntikkan secara intravena
atau ke dalam saluran spinal, ditandai dengan nama ,
Suspensi.......... Steril.
 Inj. Suspensi Hydrocortisone Acetat steril
 5. Sediaan berupa emulsi, mengandung satu atau lebih
dapar, pengencer atau bahan tambahan lain, ditandai
dengan nama, ............. Untuk Injeksi.
 Misalnya : Inj. Penicilline Oil untuk injeksi
Produk parenteral didesain dan digunakan
tanpa melalui mulut serta tidak melewati
saluran cerna, sedangkan produk enteral di
desain dan digunakan melalui mulut dan
melewati proses cerna.
8
pram-13
Injeksi berasal dari kata “Injectio” yg artinya memasukkan ke
dalam dan “Infusio” berarti penuangan ke dalam
Sediaan injeksi telah digunakan sejak tahun 1660 dan
berkembang dengan pesat sejak ditemukan ampul gelas
pada tahun 1852 oleh Limousin (perancis) dan Friedleader
(jerman)
Injeksi dapat dilakukan langsung ke aliran darah,
jaringan/kulit atau organ dengan cara merobek jaringan/kulit.
Pemberian obat secara parenteral mempunyai keuntungan
dan kerugian tersendiri.
SEDIAAN PARENTERAL
KEUNTUNGAN : KERUGIAN :
1. Respons fisiologis segera
2. Untuk obat yang tidak efektif
jika diberikan secara oral
karena obat mudah rusak
akibat sekresi lambung.
3. Pengobatan pada pasien
yang tidak sadar
4. Bila diinginkan efek lokal
5. Koreksi gangguan
kesetimbangan cairan &
elektrolit (dg diinfus)
1. Pemberian obat harus dilakukan
o/ personel terlatih (dokter) tidak
o/ pasien.
2. Pemberian obat perlu waktu
lebih lama dr bentuk sediaan
lain.
3. Pemberian obat perlu teknik
aseptis.
4. Menimbulkan rasa nyeri pada
lokasi penyuntikkan
5. Sukar menghilangkan efek
fisiologis jika obat sudah berada
dalam sirkulasi sistemik.
6. Harga lebih mahal
1. Dosis obat dalam sediaan harus sesuai dg etiket &
tidak terjadi pengurangan kualitas selama
penyimpanan
2. Penggunaan wadah yang cocok & tidak terjadi
interaksi antara obat dengan material dinding
wadah.
3. Tersatukan tanpa terjadi reaksi.
4. Bebas kuman & pirogen.
5. Isotonis, isohidris dan bebas partikel melayang
Persyaratan:
1. Untuk menjamin penyampaian obat yang
belum diketahui sifat-sifatnya ke dalam suatu
jaringan yang sakit dalam kadar yang cukup.
Contoh :
Pemberian injeksi antibiotik gol. aminoglikosida
secara intraventrikular  sulit menembus lap.
pembatas darah-otak-selaput otak yg dilakukan
pd penderita radang selaput otak
2. Pengendalian langsung terhadap parameter
farmakologi tertentu (kadar puncak dalam darah,
dll)
3. Menjamin dosis dan kepatuhan terhadap obat
(khusus untuk penderita rawat jalan)
4. Mendapatkan efek obat yang tidak mungkin dicapai
melalui rute lain
contoh: insulin tdk dapat diabsorpsi/rusak oleh
asam lambung jika diberikan secara oral
5. Penderita yang
tidak sadarkan
diri / gila.
7. Mendapatkan efek lokal yang
diinginkan : anastesi lokal
pada pencabutan gigi
6. Memperbaiki dengan cepat
cairan tubuh atau ketidak-
seimbangan elektrolit atau
mensuplai kebutuhan
nutrisi.
1. Sepsis, Trombosis (i.v, intraarterial),
2. Reaksi terhadap bahan asing yg tak terlarut (iv
/ intra-arterial),
3. Ketidaktercampuran & reaksi karena pH serta
tonisitas ekstrim,
4. Reaksi hipersensitivitas, over dosis, emboli
udara ( iv dan intraarterial), demam dan
keracunan.
Bahaya dan komplikasi khusus :
Disebabkan oleh senyawa yang
disuntikkan, meliputi beberapa
efek samping yang sifatnya
idiosinkratik terhadap senyawa
yang diberikan (trombositopenia,
anemia, neutropenia),
imunosupresi, aritmia, rasa nyeri.
1. Steril, bebas dari kontaminasi mikroorganisme dalam bentuk
vegetative maupun spora, pathogen maupun non pathogen.
2. Bebas pirogen
3. Isotonis Larutan yang sangat menyimpang isotonisnya akan
menyebabkan rasa nyeri atau nekrosis dan absorpsi zat aktif
tidak optimal
4. isohidris
5. Aman secara toksikologis
6. Jernih, bebas dari partikel melayang / partikel asing
7. Kandungan bahan obat yang sesuai dengan etiket
8. Menggunakan wadah yang cocok
9. Kompatibel dengan sediaan parentral lain tanpa terjadi reaksi
16
pram-13
SYARAT SEDIAAN PARENTRAL
RUTE-RUTE
pemberian sediaan
parenteral
3 Rute utama
pemberian sediaan
parenteral :
1. Intramuskular
2. Intravena
3. Sub kutan.
Rute lain :
intraperitonial,
intratekal,
intradermal,
Intraspinal, dll
Intramuskular
Injeksi langsung ke dalam bagian otot relaksasi,
meliputi :
• Otot gluteal
• Otot deltoid
• Otot trisep
• Otot pektoral
• Vastus lateralis.
INTRAMUSKULAR
o Zat aktif dengan kerja lambat
serta mudah terakumulasi dapat
menimbulkan keracunan.
o Contoh : Injeksi kamfer, injeksi
kinin antipirin, injeksi
fenilbutazon, injeksi
amidopirin, injeksi kortison
asetat.
o Larutan sedapat
mungkin dibuat isotoni
o bersifat mengiritasi
jaringan subkutan
o Membutuhkan laju
absorbsi yang cepat
o Dapat diberikan dalam
volume hingga 5,0 ml
o menggunakan syringe 3
– 5 mL
o Sudut penyuntikan 90°
3. Intramuscular (i.m)
 Disuntikkan ke dalam jaringan otot,umumnya pantat otot dan paha
 Bioavailabilitas mencapai 80 – 100%
 Biasanya 1 – 3 ml, jika lebih besar maka diberikan beberapa kali
 Volume 2 – 20 ml dapat disuntikkan ke dalam otot dada
 Kecapatan absorpsi antara i.v dan s.c
 Sebaiknya isotonis dan isohidris
 Onset tergantung besar kecilnya partikel
 Dapat berupa larutan, emulsi, atau suspensi
 Contoh sediaan : Injeksi penisilin G3 3.000 unit ; Injeksi vitamin B komplek
20
pram-13
 Sediaan yang
diberikan umumnya
berbentuk larutan
sejati dengan
pembawa air.
Penggunaan suspensi
masih
dipertentangkan
dengan membatasi
ukuran partikel zat
aktif < 0,1 µm, ukuran
yang lebih besar dapat
menyebabkan emboli.
 Tidak diperkenankan
penggunaan zat aktif
penyebab hemolisa
seperti plasmokhin,
saponin, nitrobenzol,
nitrit dan sulfonal.
 Pemberian larutan 10
mL atau lebih besar
sekali suntik, harus
bebas pirogen.
 Contoh : injeksi kalsium
glukonat, injeksi
aminofilin, infus
glukosa, infus Ringer.
RUTE-RUTE UTAMA -
INTRAvena
Intravena
 Injeksi langsung ke
dalam vena (pembuluh
darah).
 Dalam jumlah kecil
tidak mutlak harus
isotoni dan isohidri.
 Dalam jumlah besar
harus isotoni dan
isohidri
 Tidak tepat untuk zat
aktif yang merangsang
dinding pembuluh
darah.
Tujuan pemberian intravena :
a. Menjamin penyampaian dan distribusi obat dalam
keadaan syok
b. Mengembalikan segera kesetimbangan elektrolit dan
cairan tubuh
c. Efek farmakologis yang segera (darurat)
d. Pengobatan infeksi yang serius
e. Pemberian nutrisi secara kontinyu
f. Mencegah komplikasi lainnya jika diberikan melalui
rute lainnya.
g. Untuk tujuan khusus : transfusi darah, plasmaferesis
dll.
 Komplikasi yang dapat terjadi karena pemberian secara
intravena :
a. Trombosis
b. Penyuntikan mikroorganisme, toksin, partikel atau udara.
c. Ketidaktercampuran fisik atau kimia beberapa senyawa
sebelum atau pada saat penyuntikan.
d. Pemberian obat yang tidak terkontrol dan berlebihan
Intravena (i.v)
 Disuntikkan ke dalam pembuluh darah
 Volume kecil ( < 5 ml ) sebaiknya isotonis dan isohidris
 Volume besar (infus) harus isotonis dan isohidris
 Tidak ada fase absorpsi, obat langsung masuk ke dalam vena,
onset of action segera
 Obat bekerja paling efisien dan bioavailabilitas 100%.
 Obat harus berada dalam larutan air, jika dalam bentuk emulsi maka
partikel minyak tidak boleh lebih besar dari partikel eritrosit
25
pram-13
CARA PEMBERIAN SEDIAAN PARENTRAL
Intravena (i.v)
 Tidak boleh ada partikel
 Dosis tunggal 10 ml atau lebih harus bebas pirogen.
 Contoh : injeksi ampicillin 500 mg, 1 gram
 Dosis tunggal > 15 ml tidak boleh mengandung bakterisida
 Kesalahan pemberian obat sulit diperbaiki
 Zat aktif tidak boleh merangsang sehingga menyebabkan hemolisa
 Larutan hipertonis disuntikkan secara lambat agar tidak
mempengaruhi darah
 Adanya partikel dapat menyebabkan emboli
26
pram-13
CARA PEMBERIAN SEDIAAN PARENTRAL
 Larutan yang
disuntikkan sebaiknya
isotoni dan isohidri
dengan kerja zat aktif
lebih lambat
dibandingkan dengan
pemberian intravena
dan intramuskular.
 Sudut penyuntikan 45-
90°
Sub Kutan
 Penyuntikan dilakukan ke dalam jaringan longgar di bawah kulit
(dermis), disuntikkan ke dalam tubuh melalui bagian yang sedikit
lemaknya.
 Larutan yang sangat
menyimpang isotoninya
dapat menimbulkan rasa
nyeri atau nekrosis dan
absorpsi zat aktif tidak
optimal.
 Obat yang diberikan
melalui rute sk : insulin,
vaksin, narkotika, epinefrin,
vit B12.
 Obat yang tidak boleh
diberikan melalui rute sk :
yang bersifat asam kuat,
basa kuat, iritan, yang dapat
menimbulkan rasa sakit,
inflamasi, nekrosis jaringan.
Subcutan (s.c)
 Disuntikkan kedalam jaringan di bawah kulit
 Volume yang disuntikkan max.2 ml
 Sebaiknya isotonis dan isohidris
 Larutan yang sangat menyimpang isotonisnya akan menyebabkan rasa nyeri
atau nekrosis dan absorpsi zat aktif tidak optimal
 Onset of action obat berupa larutan dalam air lebih cepat daripada
bentuk suspensi.
 Determinasi kecepatan absorbs adalah total luas permukaan tempat
terjadinya penyerapan.
 Zat aktif bekerja lebih lambat dari pada pemberian secara i.v.
29
pram-13
CARA PEMBERIAN SEDIAAN PARENTRAL
Subcutan (s.c)
 Absorpsi obat dapat diperlambat dengan penambahan adrenalin ( 1 :
100.000 ) yg menyebabkan konstriksi pembuluh darah lokal shg difusi
obat tertahan atau diperlambat.
 Contoh : Injeksi Lodokain adrenalin untuk cabut gigi
 sebaliknya absorpsi obat dapat dipercepat dengan penambahan
hyaluronidase yaitu suatu enzim yg memecah mukopolisakarida dari
matrik jaringan shg dpt mempercepat penyebaran obat.
 Jika terjadi infeksi maka akan lebih berbahaya dari pada penyuntikan
karena mikroba akan tertahan pada jaringan dan membentuk abses.
 Pemberian dalam jumlah besar dikenal dengan Hipodermolise
 Contoh : Injeksi Neutral Insulin.
30
pram-13
CARA PEMBERIAN SEDIAAN PARENTRAL
Intraspinal dan intrathecal
 Disuntikkan ke dalam sumsum tulang belakang ± 10 ml
 Harus isotonis dan isohidris
 Tidak boleh mengandung bakterisida
 Jika sebagai anastesi dapat berupa larutan hipertonis
 Harus benar-benar steril
 Contoh sediaan untuk anastesi : injeksi Xylocain 0,5% 2ml
31
pram-13
CARA PEMBERIAN SEDIAAN PARENTRAL
5. Intracardial
 Disuntikkan langsung ke dalam otot jantung
 Tidak boleh mengandung baktersida
 Harus isotonis dan isohidris
6. Intraarticular
 Disuntikkan langsung ke dalam sendi
 Harus isotonis dan isohidris
 Contoh sediaan : Injeksi Kenacort A 10mg amp 2 ml
7.Intradermal
 Disuntikkan ke dalam kulit
 Sebaiknya isotonis dan isohidris
 Volume yang disuntikkan kecil, antara 0.1 sampai 0.2 ml
 Biasa dipakai diagnostic Mantoux tes atau test alergi
 Contoh sediaan : test alergi antibiotic 1 ml
32
pram-13
8. Intra Peritoneal
 Disuntikkan secara kontinyu ke dalam rongga perut ( CAPD
:Continuous Ambulatory Peritonial Dialysis )
 Tujuan: mengeluarkan bahan beracun dari tubuh dan meningkatkan
fungsi ekskresi ginjal
 Harus hipertonis
 Diberikan dalam volume besar(1 atau 2 liter)
 Zat aktif diabsorbsi secara langsung
 Infeksi mudah terjadi karena pemakaian berulang dan
penanganan yang tidak steril.
 Biasa dilakukan sebagai cuci darah dengan cara CAPD
 Contoh sediaan : Infus Dianeal 1.5% atau 2.5% 2 liter
33
pram-13
CARA PEMBERIAN SEDIAAN PARENTRAL
1. Kelarutan obat dan volume injeksi
- Obat harus terlaut sempurna, lebih disukai dalam air, sblm dapat
diberika scr injeksi intra vena.
- Kelarutan obat dalam pembawa dan dosis yg diperlukan untuk
menghasilkan efek erapetik akan menentukan volume injeksi
yg harus diberikan.
- Rute pemberian obat scr parenteral selain iv memiliki
ketrbatasan dalam hal volume injeksi yang dapat diberikan.
2. Karakteristik bahan pembawa
- Pembawa air : dapat diberikan melalui rute
parenteral apa saja.
- Pembawa non air : yg dap bercampur atau
tidak dengan air biasanya diberiakn dgn im.
- Larutan suntik dengan pelarut campur.
3. Ph atau osmolaritas larutan injeksi
- Larutan suntik harus di formulasi pH dan
osmolaritas yg sama dengan cairan tubuh
(isohidri dan isotoni).
- Terkait dengan masalah stabilitas,kelarutan
atau dosis
- Pada umumnya larutan parenteral hipertonis
dikontraindikasikan untuk penyuntikan sub
kutan atau intramuskular.
4. Jenis bentuk sediaan obat
- suspensi : hanya im dan sc. Tidak boleh iv atau
rute parenteral selain diatas krna obat
langsung masuk ke cairan biologis atau
jaringan sensitif(otak dan mata).
- Serbuk untuk injeksi atau dilarutkan sempurna
dalam pembawa yg sesuai sebelum
diberikan.
5. Komposisi bahan pembantu
- Sediaan parenteral berulang
mengandung antimikroba
sebagai pengawet, selain itu dapat
mengandung surfaktan untuk
mendpatkan kelarutan yang sesuai.
Surfaktan dapat merubah permeabilitas
membran, sehingga harus diketahui
keberadaannya ketika akan diberikan
secara subkutan atau intramuskular.
1. Larutan Dalam Air
Penambahan bahan
makromolekul yang
larut air ke dalam
larutan dengan pelarut
air dapat memperlama
waktu aksi zat yang
terkandung
2. Suspensi Dalam Air
Penyuntikan suspensi dalam
air dapat memperlama aksi
obat dan aksi ini tergantung
pada ukuran partikelnya.
Karena pemakaian partikel
berukuran yang lebih besar
akan menyulitkan
penyuntikan dan
menimbulkan rasa sakit
ASPEK BIOFARMASI
SEDIAAN INJEKSI
3. Larutan dan Suspensi Dalam Minyak
Pelepasan zat aktif dari larutan atau suspensi dalam pembawa
minyak jauh lebih sulit dibandingkan dengan pembawa air
4. Pengendapan Zat Aktif pada Tempat Penyuntikan
Molekul tertentu yang diberikan dalam larutanair atau larutan
campuran air pelarut organik akan mengendap pada tempat
penyuntikan karena pengaruh perbedaan pH antara pembawa
dan cairan biologik. Pengendapan juga dapat memperpanjang
aksi zat aktif. Misal untuk pembiusan setempat
 Larutan dalam air fastest release
 Suspensi dalam air
 Larutan dalam minyak
 Emulsi O/W
 Emulsi W/O
 Suspensi dalam minyak slowest
release
Obat padat
dengan
partikel halus
Obat larut dalam
cairan tubuh
Obat diserap
disolusi
Obat larut
dalam minyak
Obat larut dalam
cairan tubuh
Obat diserap
Partisi
Obat larut
dalam fase
minyak
Obat larut dalam
fase air
Obat diserap
Partisi
Difusi dan
Partisi
Difusi
pencampuran
pengenceran
Obat larut dalam
cairan tubuh
Obat larut
dalam fase air
Obat larut dalam
fase minyak
Obat diserap
Partisi
Difusi dan
Partisi
Partisi
ke
cairan
jaringan
Obat larut dalam
cairan tubuh
1. Umur
2. Berat Badan
3. Luas Permukaan Tubuh
4. Jenis Kelamin
5. Status Patologi
6. Toleransi
7. Terapi dengan Obat Yang Diberikan
Bersamaan
8. Waktu Pemakaian
9. Bentuk Sediaan dan Cara Pemakaian
Definisi:
Menurut USP SVP adalah injeksi yang dikemas
menurut label pada kemasan, mengandung 100 ml
atau kurang.
Tipe Produk SVP:
1. Sediaan Oftalmik
2. Injeksi (i.v ; i.m ; s.c ; dll)
1. Produk farmasi
contoh : suspensi dan emulsi
2. Produk biologi
contohnya: vaksin dan ekstrak biologi
3. Agen pendiagnosa
4. Ekstrak alergi
5. Produk radio farmasi
6. Produk gigi
7. Produk bioteknologi
8. Liposom dan produk lipid
50
pram-13
51
pram-13
 Bahan Obat ( Zat berkhasiat )
 Bahan Pelarut dan Pembawa
 Bahan Tambahan ( Eksipien )
 Sifat: mempunyai khasiat farmakologi tertentu.
 Uji mutu: FI IV, FI III, F’KOPE LAIN, PEDOMAN KHUSUS
DAN CERTIVICATE OF ANALYSIS.
 Uraian uji mutu FI IV
 Pemerian
 Kelarutan
 Identifikasi
 Jarak lebur
 Susut Pengeringan
 Sisa Pemijaran
 Wadah dan Penyimpanan
52
pram-13
Bahan Obat ( Zat
berkhasiat )
1. Pelarut dan pembawa air
Air yang dapat digunakan untuk produksi
sediaan parenteral, yaitu air yang melalui
pembuatan dengan cara destilasi, penukar ion, dan
reverse osmosis.
2. Pelarut dan pembawa yang dapat bercampur
dengan air
Etanol, PEG cair, propilen glikol, Sol.petit
53
pram-13
Bahan Pelarut dan Pembawa
3. Pelarut dan pembawa bukan air
A.Minyak.
Umumnya digunakan Olea Pro Injectiones yang harus
dipenuhi :
1) Memenuhi syarat Olea Pingula
2) Harus jernih pada suhu 10 0C
3) Tldak berbau asing atau tengik
4) Bilangan asam 0,2 sampai 0,9
5) Bilangan iodium 79 sampai 128
6) Bilangan penyabunan 185 sampai 200
7) Harus bebas minyak mineral
54
pram-13
Bahan Pelarut dan Pembawa
3. Pelarut dan pembawa bukan air
A.Minyak.
B. Bukan Minyak.
Etil oleat, isopropil miristat, benxyl benzoat
55
Obat Suntik Minyak Kegunaan
Injeksi
deoksikortikosteroid
Wijen Steroidadrenokortika
l
Injeksi dimerkaprol Kacang tanah Antidotum
Injeksi estradiol sipionat Biiji kapuk Estrogen
Injeksi estron Jarak Sifilis
Injeksi kamfer Wijen Sifilis
Injeksi prokain penisilin Zaitun Antibiotik
pram-13
Bahan Pelarut dan Pembawa
Zat yang ditambahkan sebagai bahan aditif atau bahan
pembantu ke suatu produk untuk menambah
kestabilannya perlu untuk hampir semua produk.
Umumnya zat aditif yang ditambahkan harus:
 Tidak toksik dalam jumlah yang diberikan pada pasien
 Tidak boleh mengganggu kemanjuran terapetis
maupun pengujian senyawa terapetis aktif
 Harus ada dan aktif bila diperlukan selama waktu
dapat digunakannya produk tersebut.
56
pram-13
Bahan Tambahan ( Eksipien )
Tujuan penambahan Eksipien pada sediaan parenteral adalah sebagai berikut:
1. Menjaga kelarutan obat
2. Menjaga stabilitas fisika dan kimia bahan obat
3. Menjaga sterilitas larutan untuk sediaan dosis ganda
4. Mengurangi rasa nyeri dan iritasi pada saat penyuntikan
57
pram-13
Bahan Tambahan ( Eksipien )
Pengawet dapat digunakan pada :
 Aseptik tanpa sterilisasi akhir
 Dosis ganda
 Sterilisasi uap mengalir
Pengawet tidak boleh digunakan pada :
 Jika volume injeksi lebih dari 15 ml (i.v) sekali suntik.
 Suntikan ke tulang belakang ( intratekal )  meningitis aseptik
 Suntikan ke jantung ( intrakardial ) dan mata ( intraokular )
Syarat Pengawet :
1) Memenuhi syarat farmakope
2) Efektif sebagai bakteiostatika dan bekterisida
3) Tersatukan dengan zat berkhasiat
4) Larut baik dalam pembawa yg dipakai
5) Tidak mengganggu penetapan kadar zat berkhasiat
58
pram-13
1. Zat pengawet untuk minyak
 Benzylalkohol 2%; kloreton 4%; nipagin/nipasol 0,15%:0,05%;
fenol 0,5% ; kresol 0,3%; klorkresol 0,1%.
2. Zat Pengawet untuk air.
1. Fenol
Perhatikan: fenol + gliserin ; fenol + twen 80 ->daya bakteri
fenol dalam suasana basa -> tidak ada daya antibakteri
2. Ortho-kresol : 0.3% - 0.5%
3. Klor-kresol (4-kloro-m-kresol) : 0.2%
Aktif dalam suasana basa
59
pram-13
1. Pengawet (antimikroba)
4. Kloraton (klorbutanol) : 0.2%
 Tidak tahan suhu sterilisasi -> terurai
Tidak boleh dalam suasana basa
Kloraton dilarutkan dengan pemanasan pada suhu 600C
5. Fenil mercuri nitrat : 0,001 - 0,002%
Tahan pemanasan
OTT dengan halida, asam, logam berat, reduktor.
Ada juga fenol merkuri borat/asetat
60
pram-13
6. Nipagin ( metil paraben ) : 0.15%
Dilarutkan dengan pemanasan
 Untuk obat tetes mata dan cream
Biasanya dikombinasi dengan Nipasol
7. Nipasol ( propil paraben ) : 0.05%
 Sifat dan guna seperti Nipagin
61
pram-13
Catatan untuk 6 & 7:
•Aktif pd pH 4 – 5
•Tahan pemanasan
•Efektif terhadap kapang dan bakteri gram +
Bila dikombinasi
8. Benzilalkohol : 0.5 - 3 %
 Mempunyai daya anestetika lokal lemah
 Bila teroksidasi -> benzaldehida
9. Asam sorbat
 Identifikasi zat pengawet -> FI Ed IV
2.Zat penglarut , zat pembawa atau zat pengemulsi.
 Gliserin, sorbitan monopalmitat, polisorbat dan propilen glikol.
62
pram-13
1. Pengawet (antimikroba)
3. Zat pendapar (dapar)
Fungsi larutan dapar pada sediaan parentral sebagai :
 Meningkatkan stabilitas obat
 Mengurangi rasa nyeri dan iritasi
 Meningkatkan aktivitas biologis
Contoh :
Asam Asetat
Asam Sitrat
Kalium fosfat
Natrium hydrogen fosfat
Natrium karbonat
Natrium asetat
63
pram-13
4. Zat pembuat bukl atau pemodifikasi tonisitas
 Gliserin
 laktosa
 natrium klorida
 natrium sulfat dan sorbitol
5. Zat Pensuspensi
Metilselulosa
PEG
gelatin
CMC Na
6. Zat pembentuk khelat
 Dinatrium edetat
 kalsium dinatrium edetat
 tetranatrium edetat
64
pram-13
7. Antioksidan
Guna antioksidan :
1.Mencegah teroksidasinya zat aktif, agar tidak terjadi penguraian kimia dan perubahan
khasiat farmakologi.
2.Kebanyakan antioksidan menyediakan elektron atau H+ yang akan bereaksi dengan
radikal bebas untuk menghentikan reaksi berantai
3. Prekuisit adalah antioksidan dioksidasi lebih dulu dari pada zat aktif
Jenis antioksidan :
A.Larut dalam air :
 Na2S2O5
 NaHSO3, Na2SO3 (0,1%)
 Na-Formaldehid sulfoksilat 0,1%
 tioureum
 Vitamin C
65
pram-13
7. Antioksidan
Jenis antioksidan :
B.Larut dalam minyak :
Propil-, alkil- dan dodesil gallat (0.1%)
 BHA (0.02%)
 NDGA (0.01%)
 tokoferol (0.01 – 0.1%)
NB : Penetapan kadar zat berkhasiat tidak terganggu oleh antioksidan
66
pram-13

More Related Content

What's hot

Bioavailabilitas dan Bioekivalensi
Bioavailabilitas dan BioekivalensiBioavailabilitas dan Bioekivalensi
Bioavailabilitas dan BioekivalensiSurya Amal
 
Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"
Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"
Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"Sapan Nada
 
BIOFARMASI SEDIAAN YANG DIBERIKAN MELALUI KULIT
BIOFARMASI SEDIAAN YANG  DIBERIKAN MELALUI KULITBIOFARMASI SEDIAAN YANG  DIBERIKAN MELALUI KULIT
BIOFARMASI SEDIAAN YANG DIBERIKAN MELALUI KULITSurya Amal
 
1.sifat fisika+kimia obat
1.sifat fisika+kimia obat1.sifat fisika+kimia obat
1.sifat fisika+kimia obatCweh Imitasi
 
Makalah analisa farmasi kuantitatif spektro uv vis dan fluorometri FARMASI UNSRI
Makalah analisa farmasi kuantitatif spektro uv vis dan fluorometri FARMASI UNSRIMakalah analisa farmasi kuantitatif spektro uv vis dan fluorometri FARMASI UNSRI
Makalah analisa farmasi kuantitatif spektro uv vis dan fluorometri FARMASI UNSRIElvarinna Permata
 
Laporan pemeriksaan urine
Laporan pemeriksaan urineLaporan pemeriksaan urine
Laporan pemeriksaan urineSantos Tos
 
268935256 optalmik
268935256 optalmik268935256 optalmik
268935256 optalmikLina Nandala
 
FORMULA PEMBUATAN EMULSI FARMASI
FORMULA PEMBUATAN EMULSI FARMASIFORMULA PEMBUATAN EMULSI FARMASI
FORMULA PEMBUATAN EMULSI FARMASIarymita
 
endotoksin dan pirogen
endotoksin dan pirogenendotoksin dan pirogen
endotoksin dan pirogenPutri Indayani
 
Ekskresi obat - Anak-farmasi.com
Ekskresi obat - Anak-farmasi.comEkskresi obat - Anak-farmasi.com
Ekskresi obat - Anak-farmasi.comCholid Maradanger
 
4. biofarmasi sediaan oral
4. biofarmasi sediaan oral4. biofarmasi sediaan oral
4. biofarmasi sediaan oralristi eyen
 
Diuretic pharmacology
Diuretic pharmacologyDiuretic pharmacology
Diuretic pharmacologynisha althaf
 
Penetapan kadar Kalsium laktat
Penetapan kadar Kalsium laktatPenetapan kadar Kalsium laktat
Penetapan kadar Kalsium laktatNur Kasim
 
Laporan resmi suspensi ibuprofen
Laporan resmi suspensi ibuprofenLaporan resmi suspensi ibuprofen
Laporan resmi suspensi ibuprofenKezia Hani Novita
 
19008 self formulation asetosal.
19008 self formulation asetosal.19008 self formulation asetosal.
19008 self formulation asetosal.Maranata Gultom
 

What's hot (20)

Bioavailabilitas dan Bioekivalensi
Bioavailabilitas dan BioekivalensiBioavailabilitas dan Bioekivalensi
Bioavailabilitas dan Bioekivalensi
 
Evaluasi Granul
Evaluasi GranulEvaluasi Granul
Evaluasi Granul
 
Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"
Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"
Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"
 
keuntungan kerugian sediaan farmasi
keuntungan kerugian sediaan farmasikeuntungan kerugian sediaan farmasi
keuntungan kerugian sediaan farmasi
 
BIOFARMASI SEDIAAN YANG DIBERIKAN MELALUI KULIT
BIOFARMASI SEDIAAN YANG  DIBERIKAN MELALUI KULITBIOFARMASI SEDIAAN YANG  DIBERIKAN MELALUI KULIT
BIOFARMASI SEDIAAN YANG DIBERIKAN MELALUI KULIT
 
1.sifat fisika+kimia obat
1.sifat fisika+kimia obat1.sifat fisika+kimia obat
1.sifat fisika+kimia obat
 
Makalah analisa farmasi kuantitatif spektro uv vis dan fluorometri FARMASI UNSRI
Makalah analisa farmasi kuantitatif spektro uv vis dan fluorometri FARMASI UNSRIMakalah analisa farmasi kuantitatif spektro uv vis dan fluorometri FARMASI UNSRI
Makalah analisa farmasi kuantitatif spektro uv vis dan fluorometri FARMASI UNSRI
 
Laporan pemeriksaan urine
Laporan pemeriksaan urineLaporan pemeriksaan urine
Laporan pemeriksaan urine
 
268935256 optalmik
268935256 optalmik268935256 optalmik
268935256 optalmik
 
FORMULA PEMBUATAN EMULSI FARMASI
FORMULA PEMBUATAN EMULSI FARMASIFORMULA PEMBUATAN EMULSI FARMASI
FORMULA PEMBUATAN EMULSI FARMASI
 
endotoksin dan pirogen
endotoksin dan pirogenendotoksin dan pirogen
endotoksin dan pirogen
 
Ekskresi obat - Anak-farmasi.com
Ekskresi obat - Anak-farmasi.comEkskresi obat - Anak-farmasi.com
Ekskresi obat - Anak-farmasi.com
 
Evaluasi Tablet
Evaluasi TabletEvaluasi Tablet
Evaluasi Tablet
 
4. biofarmasi sediaan oral
4. biofarmasi sediaan oral4. biofarmasi sediaan oral
4. biofarmasi sediaan oral
 
Diuretic pharmacology
Diuretic pharmacologyDiuretic pharmacology
Diuretic pharmacology
 
Penetapan kadar Kalsium laktat
Penetapan kadar Kalsium laktatPenetapan kadar Kalsium laktat
Penetapan kadar Kalsium laktat
 
Laporan resmi suspensi ibuprofen
Laporan resmi suspensi ibuprofenLaporan resmi suspensi ibuprofen
Laporan resmi suspensi ibuprofen
 
Metode soap
Metode soapMetode soap
Metode soap
 
19008 self formulation asetosal.
19008 self formulation asetosal.19008 self formulation asetosal.
19008 self formulation asetosal.
 
Uji Disolusi
Uji DisolusiUji Disolusi
Uji Disolusi
 

Similar to Bahan Ajar 1 Teknologi formulasi Steril.pptx (20)

Dispensing sediaan steril01
Dispensing sediaan steril01Dispensing sediaan steril01
Dispensing sediaan steril01
 
La rangki injeksi intravena n subkutan
La rangki injeksi intravena n subkutanLa rangki injeksi intravena n subkutan
La rangki injeksi intravena n subkutan
 
226372818 injeksi
226372818 injeksi226372818 injeksi
226372818 injeksi
 
226372818 injeksi
226372818 injeksi226372818 injeksi
226372818 injeksi
 
226372818 injeksi (repaired)
226372818 injeksi (repaired)226372818 injeksi (repaired)
226372818 injeksi (repaired)
 
226372818 injeksi (repaired)
226372818 injeksi (repaired)226372818 injeksi (repaired)
226372818 injeksi (repaired)
 
2. Steril- Ruang Lingkup Sed. Steril-S1 2020.pdf
2. Steril- Ruang Lingkup Sed. Steril-S1 2020.pdf2. Steril- Ruang Lingkup Sed. Steril-S1 2020.pdf
2. Steril- Ruang Lingkup Sed. Steril-S1 2020.pdf
 
sediaan_steril.pptx
sediaan_steril.pptxsediaan_steril.pptx
sediaan_steril.pptx
 
206878888 injeksi
206878888 injeksi206878888 injeksi
206878888 injeksi
 
206878888 injeksi
206878888 injeksi206878888 injeksi
206878888 injeksi
 
Prinsip-Prinsip Pemberian Obat.pptx
Prinsip-Prinsip Pemberian Obat.pptxPrinsip-Prinsip Pemberian Obat.pptx
Prinsip-Prinsip Pemberian Obat.pptx
 
115411205 injeksi
115411205 injeksi115411205 injeksi
115411205 injeksi
 
115411205 injeksi
115411205 injeksi115411205 injeksi
115411205 injeksi
 
Bab i1
Bab i1Bab i1
Bab i1
 
Pemberian obat melalui selang intravena
Pemberian obat melalui selang intravenaPemberian obat melalui selang intravena
Pemberian obat melalui selang intravena
 
Pemberian obat melalui selang intravena
Pemberian obat melalui selang intravenaPemberian obat melalui selang intravena
Pemberian obat melalui selang intravena
 
Rute dan efek Pemberian Obat.pptx
Rute dan efek Pemberian Obat.pptxRute dan efek Pemberian Obat.pptx
Rute dan efek Pemberian Obat.pptx
 
Acara 3
Acara 3Acara 3
Acara 3
 
Idk vi bu ifana pengobatan1
Idk vi bu ifana pengobatan1Idk vi bu ifana pengobatan1
Idk vi bu ifana pengobatan1
 
Obat injeksi ..
Obat injeksi ..Obat injeksi ..
Obat injeksi ..
 

Recently uploaded

PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxsdn3jatiblora
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
 
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatLatihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatArfiGraphy
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarankeicapmaniez
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptxMiftahunnajahTVIBS
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxIgitNuryana13
 
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxLK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxPurmiasih
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxmawan5982
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSovyOktavianti
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKirwan461475
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfbibizaenab
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxRezaWahyuni6
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..ikayogakinasih12
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggeraksupriadi611
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5ssuserd52993
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDmawan5982
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 

Recently uploaded (20)

PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatLatihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
 
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxLK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 

Bahan Ajar 1 Teknologi formulasi Steril.pptx

  • 1. Universitas Fort De Kock Bukittinggi Teknologi Farmasi Steril
  • 2. Definisi: Steril adalah suatu keadaan dimana suatu zat bebas dari mikroba hidup, baik yang patogen (menimbulkan penyakit) maupun apatogen/non patogen (tidak menimbulkan penyakit), baik dalam bentuk vegetatif (siap untuk berkembang biak) maupun dalam bentuk spora (dalam keadaan statis,tidak dapat berkembangbiak, tetapi melindungi diri dengan lapisan pelindung yang kuat). Sterilisasi adalah suatu proses untuk membuat ruangan/benda menjadi steril. Sedangkan sanitasi adalah suatu prosesuntuk membuat lingkungan menjadi sehat.
  • 3. Dalam hal ini tidak berlaku relatif steril atau setengah steril, hanya ada dua pilihan steril atau tidak steril. Sediaan farmasi yang perlu disterilkan adalah obat suntik/injeksi, tablet implant, tablet hipodermik dan sediaan untuk mata seperti tetes mata/ guttae ophth, cuci mata/collyrium dan salep mata/oculenta. Tujuan : Tujuan obat dibuat steril (seperti injeksi) karena berhubungan langsung dengan darah atau cairan tubuh dan jaringan tubuh lain dimana pertahanan terhadap zat asing tidak selengkap yang berada di saluran cerna/gastrointestinal, misalnya hati yang dapat berfungsi untuk menetralisir/menawarkan racun (detoksikasi=detoksifikasi).
  • 4. Definisi: Bentuk Obat: Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus di larutkan atau di suspensikan lebih dahulu sebelum di gunakan secara parenteral, suntikan dengan cara menembus, atau merobek ke dalam atau melalui kulit atau selaput lendir. (FI. ED IV) 1. Infus 2. Injeksi (larutan, suspensi, emulsi)
  • 5. Dalam FI.ed.IV, sediaan steril untuk kegunaan parenteral digolongkan menjadi 5 jenis yang berbeda :  1. Sediaan berupa larutan dalam air/minyak/pelarut organik yang lain yang digunakan untuk injeksi, ditandai dengan nama, Injeksi................ Misalnya : Inj. Vit.C, pelarutnya aqua pro injection Inj. Camphor oil , pelarutnya Olea neutralisata ad injection Inj. Luminal, pelarutnya Sol Petit atau propilenglikol dan air  2. Sediaan padat kering (untuk dilarutkan) atau cairan pekat tidak mengandung dapar, pengencer atau bahan tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah penambahan pelarut yang sesuai memenuhi persyaratan injeksi, ditandai dengan nama  . Misalnya: Inj. Dihydrostreptomycin Sulfat steril
  • 6.  3. Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang memenuhi persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai, ditandai dengan nama , ............ Steril untuk Suspensi. Misalnya : Inj. Procaine Penicilline G steril untuk suspensi.  4. Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak disuntikkan secara intravena atau ke dalam saluran spinal, ditandai dengan nama , Suspensi.......... Steril.  Inj. Suspensi Hydrocortisone Acetat steril  5. Sediaan berupa emulsi, mengandung satu atau lebih dapar, pengencer atau bahan tambahan lain, ditandai dengan nama, ............. Untuk Injeksi.  Misalnya : Inj. Penicilline Oil untuk injeksi
  • 7. Produk parenteral didesain dan digunakan tanpa melalui mulut serta tidak melewati saluran cerna, sedangkan produk enteral di desain dan digunakan melalui mulut dan melewati proses cerna.
  • 8. 8 pram-13 Injeksi berasal dari kata “Injectio” yg artinya memasukkan ke dalam dan “Infusio” berarti penuangan ke dalam Sediaan injeksi telah digunakan sejak tahun 1660 dan berkembang dengan pesat sejak ditemukan ampul gelas pada tahun 1852 oleh Limousin (perancis) dan Friedleader (jerman) Injeksi dapat dilakukan langsung ke aliran darah, jaringan/kulit atau organ dengan cara merobek jaringan/kulit. Pemberian obat secara parenteral mempunyai keuntungan dan kerugian tersendiri. SEDIAAN PARENTERAL
  • 9. KEUNTUNGAN : KERUGIAN : 1. Respons fisiologis segera 2. Untuk obat yang tidak efektif jika diberikan secara oral karena obat mudah rusak akibat sekresi lambung. 3. Pengobatan pada pasien yang tidak sadar 4. Bila diinginkan efek lokal 5. Koreksi gangguan kesetimbangan cairan & elektrolit (dg diinfus) 1. Pemberian obat harus dilakukan o/ personel terlatih (dokter) tidak o/ pasien. 2. Pemberian obat perlu waktu lebih lama dr bentuk sediaan lain. 3. Pemberian obat perlu teknik aseptis. 4. Menimbulkan rasa nyeri pada lokasi penyuntikkan 5. Sukar menghilangkan efek fisiologis jika obat sudah berada dalam sirkulasi sistemik. 6. Harga lebih mahal
  • 10. 1. Dosis obat dalam sediaan harus sesuai dg etiket & tidak terjadi pengurangan kualitas selama penyimpanan 2. Penggunaan wadah yang cocok & tidak terjadi interaksi antara obat dengan material dinding wadah. 3. Tersatukan tanpa terjadi reaksi. 4. Bebas kuman & pirogen. 5. Isotonis, isohidris dan bebas partikel melayang Persyaratan:
  • 11. 1. Untuk menjamin penyampaian obat yang belum diketahui sifat-sifatnya ke dalam suatu jaringan yang sakit dalam kadar yang cukup. Contoh : Pemberian injeksi antibiotik gol. aminoglikosida secara intraventrikular  sulit menembus lap. pembatas darah-otak-selaput otak yg dilakukan pd penderita radang selaput otak
  • 12. 2. Pengendalian langsung terhadap parameter farmakologi tertentu (kadar puncak dalam darah, dll) 3. Menjamin dosis dan kepatuhan terhadap obat (khusus untuk penderita rawat jalan) 4. Mendapatkan efek obat yang tidak mungkin dicapai melalui rute lain contoh: insulin tdk dapat diabsorpsi/rusak oleh asam lambung jika diberikan secara oral
  • 13. 5. Penderita yang tidak sadarkan diri / gila. 7. Mendapatkan efek lokal yang diinginkan : anastesi lokal pada pencabutan gigi 6. Memperbaiki dengan cepat cairan tubuh atau ketidak- seimbangan elektrolit atau mensuplai kebutuhan nutrisi.
  • 14. 1. Sepsis, Trombosis (i.v, intraarterial), 2. Reaksi terhadap bahan asing yg tak terlarut (iv / intra-arterial), 3. Ketidaktercampuran & reaksi karena pH serta tonisitas ekstrim, 4. Reaksi hipersensitivitas, over dosis, emboli udara ( iv dan intraarterial), demam dan keracunan.
  • 15. Bahaya dan komplikasi khusus : Disebabkan oleh senyawa yang disuntikkan, meliputi beberapa efek samping yang sifatnya idiosinkratik terhadap senyawa yang diberikan (trombositopenia, anemia, neutropenia), imunosupresi, aritmia, rasa nyeri.
  • 16. 1. Steril, bebas dari kontaminasi mikroorganisme dalam bentuk vegetative maupun spora, pathogen maupun non pathogen. 2. Bebas pirogen 3. Isotonis Larutan yang sangat menyimpang isotonisnya akan menyebabkan rasa nyeri atau nekrosis dan absorpsi zat aktif tidak optimal 4. isohidris 5. Aman secara toksikologis 6. Jernih, bebas dari partikel melayang / partikel asing 7. Kandungan bahan obat yang sesuai dengan etiket 8. Menggunakan wadah yang cocok 9. Kompatibel dengan sediaan parentral lain tanpa terjadi reaksi 16 pram-13 SYARAT SEDIAAN PARENTRAL
  • 17. RUTE-RUTE pemberian sediaan parenteral 3 Rute utama pemberian sediaan parenteral : 1. Intramuskular 2. Intravena 3. Sub kutan. Rute lain : intraperitonial, intratekal, intradermal, Intraspinal, dll
  • 18. Intramuskular Injeksi langsung ke dalam bagian otot relaksasi, meliputi : • Otot gluteal • Otot deltoid • Otot trisep • Otot pektoral • Vastus lateralis.
  • 19. INTRAMUSKULAR o Zat aktif dengan kerja lambat serta mudah terakumulasi dapat menimbulkan keracunan. o Contoh : Injeksi kamfer, injeksi kinin antipirin, injeksi fenilbutazon, injeksi amidopirin, injeksi kortison asetat. o Larutan sedapat mungkin dibuat isotoni o bersifat mengiritasi jaringan subkutan o Membutuhkan laju absorbsi yang cepat o Dapat diberikan dalam volume hingga 5,0 ml o menggunakan syringe 3 – 5 mL o Sudut penyuntikan 90°
  • 20. 3. Intramuscular (i.m)  Disuntikkan ke dalam jaringan otot,umumnya pantat otot dan paha  Bioavailabilitas mencapai 80 – 100%  Biasanya 1 – 3 ml, jika lebih besar maka diberikan beberapa kali  Volume 2 – 20 ml dapat disuntikkan ke dalam otot dada  Kecapatan absorpsi antara i.v dan s.c  Sebaiknya isotonis dan isohidris  Onset tergantung besar kecilnya partikel  Dapat berupa larutan, emulsi, atau suspensi  Contoh sediaan : Injeksi penisilin G3 3.000 unit ; Injeksi vitamin B komplek 20 pram-13
  • 21.  Sediaan yang diberikan umumnya berbentuk larutan sejati dengan pembawa air. Penggunaan suspensi masih dipertentangkan dengan membatasi ukuran partikel zat aktif < 0,1 µm, ukuran yang lebih besar dapat menyebabkan emboli.  Tidak diperkenankan penggunaan zat aktif penyebab hemolisa seperti plasmokhin, saponin, nitrobenzol, nitrit dan sulfonal.  Pemberian larutan 10 mL atau lebih besar sekali suntik, harus bebas pirogen.  Contoh : injeksi kalsium glukonat, injeksi aminofilin, infus glukosa, infus Ringer.
  • 22. RUTE-RUTE UTAMA - INTRAvena Intravena  Injeksi langsung ke dalam vena (pembuluh darah).  Dalam jumlah kecil tidak mutlak harus isotoni dan isohidri.  Dalam jumlah besar harus isotoni dan isohidri  Tidak tepat untuk zat aktif yang merangsang dinding pembuluh darah.
  • 23. Tujuan pemberian intravena : a. Menjamin penyampaian dan distribusi obat dalam keadaan syok b. Mengembalikan segera kesetimbangan elektrolit dan cairan tubuh c. Efek farmakologis yang segera (darurat) d. Pengobatan infeksi yang serius e. Pemberian nutrisi secara kontinyu f. Mencegah komplikasi lainnya jika diberikan melalui rute lainnya. g. Untuk tujuan khusus : transfusi darah, plasmaferesis dll.
  • 24.  Komplikasi yang dapat terjadi karena pemberian secara intravena : a. Trombosis b. Penyuntikan mikroorganisme, toksin, partikel atau udara. c. Ketidaktercampuran fisik atau kimia beberapa senyawa sebelum atau pada saat penyuntikan. d. Pemberian obat yang tidak terkontrol dan berlebihan
  • 25. Intravena (i.v)  Disuntikkan ke dalam pembuluh darah  Volume kecil ( < 5 ml ) sebaiknya isotonis dan isohidris  Volume besar (infus) harus isotonis dan isohidris  Tidak ada fase absorpsi, obat langsung masuk ke dalam vena, onset of action segera  Obat bekerja paling efisien dan bioavailabilitas 100%.  Obat harus berada dalam larutan air, jika dalam bentuk emulsi maka partikel minyak tidak boleh lebih besar dari partikel eritrosit 25 pram-13 CARA PEMBERIAN SEDIAAN PARENTRAL
  • 26. Intravena (i.v)  Tidak boleh ada partikel  Dosis tunggal 10 ml atau lebih harus bebas pirogen.  Contoh : injeksi ampicillin 500 mg, 1 gram  Dosis tunggal > 15 ml tidak boleh mengandung bakterisida  Kesalahan pemberian obat sulit diperbaiki  Zat aktif tidak boleh merangsang sehingga menyebabkan hemolisa  Larutan hipertonis disuntikkan secara lambat agar tidak mempengaruhi darah  Adanya partikel dapat menyebabkan emboli 26 pram-13 CARA PEMBERIAN SEDIAAN PARENTRAL
  • 27.  Larutan yang disuntikkan sebaiknya isotoni dan isohidri dengan kerja zat aktif lebih lambat dibandingkan dengan pemberian intravena dan intramuskular.  Sudut penyuntikan 45- 90° Sub Kutan  Penyuntikan dilakukan ke dalam jaringan longgar di bawah kulit (dermis), disuntikkan ke dalam tubuh melalui bagian yang sedikit lemaknya.
  • 28.  Larutan yang sangat menyimpang isotoninya dapat menimbulkan rasa nyeri atau nekrosis dan absorpsi zat aktif tidak optimal.  Obat yang diberikan melalui rute sk : insulin, vaksin, narkotika, epinefrin, vit B12.  Obat yang tidak boleh diberikan melalui rute sk : yang bersifat asam kuat, basa kuat, iritan, yang dapat menimbulkan rasa sakit, inflamasi, nekrosis jaringan.
  • 29. Subcutan (s.c)  Disuntikkan kedalam jaringan di bawah kulit  Volume yang disuntikkan max.2 ml  Sebaiknya isotonis dan isohidris  Larutan yang sangat menyimpang isotonisnya akan menyebabkan rasa nyeri atau nekrosis dan absorpsi zat aktif tidak optimal  Onset of action obat berupa larutan dalam air lebih cepat daripada bentuk suspensi.  Determinasi kecepatan absorbs adalah total luas permukaan tempat terjadinya penyerapan.  Zat aktif bekerja lebih lambat dari pada pemberian secara i.v. 29 pram-13 CARA PEMBERIAN SEDIAAN PARENTRAL
  • 30. Subcutan (s.c)  Absorpsi obat dapat diperlambat dengan penambahan adrenalin ( 1 : 100.000 ) yg menyebabkan konstriksi pembuluh darah lokal shg difusi obat tertahan atau diperlambat.  Contoh : Injeksi Lodokain adrenalin untuk cabut gigi  sebaliknya absorpsi obat dapat dipercepat dengan penambahan hyaluronidase yaitu suatu enzim yg memecah mukopolisakarida dari matrik jaringan shg dpt mempercepat penyebaran obat.  Jika terjadi infeksi maka akan lebih berbahaya dari pada penyuntikan karena mikroba akan tertahan pada jaringan dan membentuk abses.  Pemberian dalam jumlah besar dikenal dengan Hipodermolise  Contoh : Injeksi Neutral Insulin. 30 pram-13 CARA PEMBERIAN SEDIAAN PARENTRAL
  • 31. Intraspinal dan intrathecal  Disuntikkan ke dalam sumsum tulang belakang ± 10 ml  Harus isotonis dan isohidris  Tidak boleh mengandung bakterisida  Jika sebagai anastesi dapat berupa larutan hipertonis  Harus benar-benar steril  Contoh sediaan untuk anastesi : injeksi Xylocain 0,5% 2ml 31 pram-13 CARA PEMBERIAN SEDIAAN PARENTRAL
  • 32. 5. Intracardial  Disuntikkan langsung ke dalam otot jantung  Tidak boleh mengandung baktersida  Harus isotonis dan isohidris 6. Intraarticular  Disuntikkan langsung ke dalam sendi  Harus isotonis dan isohidris  Contoh sediaan : Injeksi Kenacort A 10mg amp 2 ml 7.Intradermal  Disuntikkan ke dalam kulit  Sebaiknya isotonis dan isohidris  Volume yang disuntikkan kecil, antara 0.1 sampai 0.2 ml  Biasa dipakai diagnostic Mantoux tes atau test alergi  Contoh sediaan : test alergi antibiotic 1 ml 32 pram-13
  • 33. 8. Intra Peritoneal  Disuntikkan secara kontinyu ke dalam rongga perut ( CAPD :Continuous Ambulatory Peritonial Dialysis )  Tujuan: mengeluarkan bahan beracun dari tubuh dan meningkatkan fungsi ekskresi ginjal  Harus hipertonis  Diberikan dalam volume besar(1 atau 2 liter)  Zat aktif diabsorbsi secara langsung  Infeksi mudah terjadi karena pemakaian berulang dan penanganan yang tidak steril.  Biasa dilakukan sebagai cuci darah dengan cara CAPD  Contoh sediaan : Infus Dianeal 1.5% atau 2.5% 2 liter 33 pram-13 CARA PEMBERIAN SEDIAAN PARENTRAL
  • 34. 1. Kelarutan obat dan volume injeksi - Obat harus terlaut sempurna, lebih disukai dalam air, sblm dapat diberika scr injeksi intra vena. - Kelarutan obat dalam pembawa dan dosis yg diperlukan untuk menghasilkan efek erapetik akan menentukan volume injeksi yg harus diberikan. - Rute pemberian obat scr parenteral selain iv memiliki ketrbatasan dalam hal volume injeksi yang dapat diberikan.
  • 35. 2. Karakteristik bahan pembawa - Pembawa air : dapat diberikan melalui rute parenteral apa saja. - Pembawa non air : yg dap bercampur atau tidak dengan air biasanya diberiakn dgn im. - Larutan suntik dengan pelarut campur.
  • 36. 3. Ph atau osmolaritas larutan injeksi - Larutan suntik harus di formulasi pH dan osmolaritas yg sama dengan cairan tubuh (isohidri dan isotoni). - Terkait dengan masalah stabilitas,kelarutan atau dosis - Pada umumnya larutan parenteral hipertonis dikontraindikasikan untuk penyuntikan sub kutan atau intramuskular.
  • 37. 4. Jenis bentuk sediaan obat - suspensi : hanya im dan sc. Tidak boleh iv atau rute parenteral selain diatas krna obat langsung masuk ke cairan biologis atau jaringan sensitif(otak dan mata). - Serbuk untuk injeksi atau dilarutkan sempurna dalam pembawa yg sesuai sebelum diberikan.
  • 38. 5. Komposisi bahan pembantu - Sediaan parenteral berulang mengandung antimikroba sebagai pengawet, selain itu dapat mengandung surfaktan untuk mendpatkan kelarutan yang sesuai. Surfaktan dapat merubah permeabilitas membran, sehingga harus diketahui keberadaannya ketika akan diberikan secara subkutan atau intramuskular.
  • 39. 1. Larutan Dalam Air Penambahan bahan makromolekul yang larut air ke dalam larutan dengan pelarut air dapat memperlama waktu aksi zat yang terkandung 2. Suspensi Dalam Air Penyuntikan suspensi dalam air dapat memperlama aksi obat dan aksi ini tergantung pada ukuran partikelnya. Karena pemakaian partikel berukuran yang lebih besar akan menyulitkan penyuntikan dan menimbulkan rasa sakit ASPEK BIOFARMASI SEDIAAN INJEKSI
  • 40. 3. Larutan dan Suspensi Dalam Minyak Pelepasan zat aktif dari larutan atau suspensi dalam pembawa minyak jauh lebih sulit dibandingkan dengan pembawa air 4. Pengendapan Zat Aktif pada Tempat Penyuntikan Molekul tertentu yang diberikan dalam larutanair atau larutan campuran air pelarut organik akan mengendap pada tempat penyuntikan karena pengaruh perbedaan pH antara pembawa dan cairan biologik. Pengendapan juga dapat memperpanjang aksi zat aktif. Misal untuk pembiusan setempat
  • 41.  Larutan dalam air fastest release  Suspensi dalam air  Larutan dalam minyak  Emulsi O/W  Emulsi W/O  Suspensi dalam minyak slowest release
  • 42. Obat padat dengan partikel halus Obat larut dalam cairan tubuh Obat diserap disolusi
  • 43. Obat larut dalam minyak Obat larut dalam cairan tubuh Obat diserap Partisi
  • 44. Obat larut dalam fase minyak Obat larut dalam fase air Obat diserap Partisi Difusi dan Partisi Difusi pencampuran pengenceran Obat larut dalam cairan tubuh
  • 45. Obat larut dalam fase air Obat larut dalam fase minyak Obat diserap Partisi Difusi dan Partisi Partisi ke cairan jaringan Obat larut dalam cairan tubuh
  • 46.
  • 47. 1. Umur 2. Berat Badan 3. Luas Permukaan Tubuh 4. Jenis Kelamin 5. Status Patologi 6. Toleransi 7. Terapi dengan Obat Yang Diberikan Bersamaan 8. Waktu Pemakaian 9. Bentuk Sediaan dan Cara Pemakaian
  • 48. Definisi: Menurut USP SVP adalah injeksi yang dikemas menurut label pada kemasan, mengandung 100 ml atau kurang. Tipe Produk SVP: 1. Sediaan Oftalmik 2. Injeksi (i.v ; i.m ; s.c ; dll)
  • 49. 1. Produk farmasi contoh : suspensi dan emulsi 2. Produk biologi contohnya: vaksin dan ekstrak biologi 3. Agen pendiagnosa 4. Ekstrak alergi 5. Produk radio farmasi 6. Produk gigi 7. Produk bioteknologi 8. Liposom dan produk lipid
  • 51. 51 pram-13  Bahan Obat ( Zat berkhasiat )  Bahan Pelarut dan Pembawa  Bahan Tambahan ( Eksipien )
  • 52.  Sifat: mempunyai khasiat farmakologi tertentu.  Uji mutu: FI IV, FI III, F’KOPE LAIN, PEDOMAN KHUSUS DAN CERTIVICATE OF ANALYSIS.  Uraian uji mutu FI IV  Pemerian  Kelarutan  Identifikasi  Jarak lebur  Susut Pengeringan  Sisa Pemijaran  Wadah dan Penyimpanan 52 pram-13 Bahan Obat ( Zat berkhasiat )
  • 53. 1. Pelarut dan pembawa air Air yang dapat digunakan untuk produksi sediaan parenteral, yaitu air yang melalui pembuatan dengan cara destilasi, penukar ion, dan reverse osmosis. 2. Pelarut dan pembawa yang dapat bercampur dengan air Etanol, PEG cair, propilen glikol, Sol.petit 53 pram-13 Bahan Pelarut dan Pembawa
  • 54. 3. Pelarut dan pembawa bukan air A.Minyak. Umumnya digunakan Olea Pro Injectiones yang harus dipenuhi : 1) Memenuhi syarat Olea Pingula 2) Harus jernih pada suhu 10 0C 3) Tldak berbau asing atau tengik 4) Bilangan asam 0,2 sampai 0,9 5) Bilangan iodium 79 sampai 128 6) Bilangan penyabunan 185 sampai 200 7) Harus bebas minyak mineral 54 pram-13 Bahan Pelarut dan Pembawa
  • 55. 3. Pelarut dan pembawa bukan air A.Minyak. B. Bukan Minyak. Etil oleat, isopropil miristat, benxyl benzoat 55 Obat Suntik Minyak Kegunaan Injeksi deoksikortikosteroid Wijen Steroidadrenokortika l Injeksi dimerkaprol Kacang tanah Antidotum Injeksi estradiol sipionat Biiji kapuk Estrogen Injeksi estron Jarak Sifilis Injeksi kamfer Wijen Sifilis Injeksi prokain penisilin Zaitun Antibiotik pram-13 Bahan Pelarut dan Pembawa
  • 56. Zat yang ditambahkan sebagai bahan aditif atau bahan pembantu ke suatu produk untuk menambah kestabilannya perlu untuk hampir semua produk. Umumnya zat aditif yang ditambahkan harus:  Tidak toksik dalam jumlah yang diberikan pada pasien  Tidak boleh mengganggu kemanjuran terapetis maupun pengujian senyawa terapetis aktif  Harus ada dan aktif bila diperlukan selama waktu dapat digunakannya produk tersebut. 56 pram-13 Bahan Tambahan ( Eksipien )
  • 57. Tujuan penambahan Eksipien pada sediaan parenteral adalah sebagai berikut: 1. Menjaga kelarutan obat 2. Menjaga stabilitas fisika dan kimia bahan obat 3. Menjaga sterilitas larutan untuk sediaan dosis ganda 4. Mengurangi rasa nyeri dan iritasi pada saat penyuntikan 57 pram-13 Bahan Tambahan ( Eksipien )
  • 58. Pengawet dapat digunakan pada :  Aseptik tanpa sterilisasi akhir  Dosis ganda  Sterilisasi uap mengalir Pengawet tidak boleh digunakan pada :  Jika volume injeksi lebih dari 15 ml (i.v) sekali suntik.  Suntikan ke tulang belakang ( intratekal )  meningitis aseptik  Suntikan ke jantung ( intrakardial ) dan mata ( intraokular ) Syarat Pengawet : 1) Memenuhi syarat farmakope 2) Efektif sebagai bakteiostatika dan bekterisida 3) Tersatukan dengan zat berkhasiat 4) Larut baik dalam pembawa yg dipakai 5) Tidak mengganggu penetapan kadar zat berkhasiat 58 pram-13
  • 59. 1. Zat pengawet untuk minyak  Benzylalkohol 2%; kloreton 4%; nipagin/nipasol 0,15%:0,05%; fenol 0,5% ; kresol 0,3%; klorkresol 0,1%. 2. Zat Pengawet untuk air. 1. Fenol Perhatikan: fenol + gliserin ; fenol + twen 80 ->daya bakteri fenol dalam suasana basa -> tidak ada daya antibakteri 2. Ortho-kresol : 0.3% - 0.5% 3. Klor-kresol (4-kloro-m-kresol) : 0.2% Aktif dalam suasana basa 59 pram-13 1. Pengawet (antimikroba)
  • 60. 4. Kloraton (klorbutanol) : 0.2%  Tidak tahan suhu sterilisasi -> terurai Tidak boleh dalam suasana basa Kloraton dilarutkan dengan pemanasan pada suhu 600C 5. Fenil mercuri nitrat : 0,001 - 0,002% Tahan pemanasan OTT dengan halida, asam, logam berat, reduktor. Ada juga fenol merkuri borat/asetat 60 pram-13
  • 61. 6. Nipagin ( metil paraben ) : 0.15% Dilarutkan dengan pemanasan  Untuk obat tetes mata dan cream Biasanya dikombinasi dengan Nipasol 7. Nipasol ( propil paraben ) : 0.05%  Sifat dan guna seperti Nipagin 61 pram-13 Catatan untuk 6 & 7: •Aktif pd pH 4 – 5 •Tahan pemanasan •Efektif terhadap kapang dan bakteri gram + Bila dikombinasi
  • 62. 8. Benzilalkohol : 0.5 - 3 %  Mempunyai daya anestetika lokal lemah  Bila teroksidasi -> benzaldehida 9. Asam sorbat  Identifikasi zat pengawet -> FI Ed IV 2.Zat penglarut , zat pembawa atau zat pengemulsi.  Gliserin, sorbitan monopalmitat, polisorbat dan propilen glikol. 62 pram-13 1. Pengawet (antimikroba)
  • 63. 3. Zat pendapar (dapar) Fungsi larutan dapar pada sediaan parentral sebagai :  Meningkatkan stabilitas obat  Mengurangi rasa nyeri dan iritasi  Meningkatkan aktivitas biologis Contoh : Asam Asetat Asam Sitrat Kalium fosfat Natrium hydrogen fosfat Natrium karbonat Natrium asetat 63 pram-13
  • 64. 4. Zat pembuat bukl atau pemodifikasi tonisitas  Gliserin  laktosa  natrium klorida  natrium sulfat dan sorbitol 5. Zat Pensuspensi Metilselulosa PEG gelatin CMC Na 6. Zat pembentuk khelat  Dinatrium edetat  kalsium dinatrium edetat  tetranatrium edetat 64 pram-13
  • 65. 7. Antioksidan Guna antioksidan : 1.Mencegah teroksidasinya zat aktif, agar tidak terjadi penguraian kimia dan perubahan khasiat farmakologi. 2.Kebanyakan antioksidan menyediakan elektron atau H+ yang akan bereaksi dengan radikal bebas untuk menghentikan reaksi berantai 3. Prekuisit adalah antioksidan dioksidasi lebih dulu dari pada zat aktif Jenis antioksidan : A.Larut dalam air :  Na2S2O5  NaHSO3, Na2SO3 (0,1%)  Na-Formaldehid sulfoksilat 0,1%  tioureum  Vitamin C 65 pram-13
  • 66. 7. Antioksidan Jenis antioksidan : B.Larut dalam minyak : Propil-, alkil- dan dodesil gallat (0.1%)  BHA (0.02%)  NDGA (0.01%)  tokoferol (0.01 – 0.1%) NB : Penetapan kadar zat berkhasiat tidak terganggu oleh antioksidan 66 pram-13