Dokumen tersebut membahas tentang definisi sterilisasi dan jenis-jenis sediaan farmasi yang perlu disterilkan. Dibahas pula tujuan, bentuk, dan cara pemberian sediaan parenteral seperti injeksi, infus, intramuskular, intravena, dan subkutan.
2. Definisi:
Steril adalah suatu keadaan dimana suatu zat bebas dari mikroba
hidup, baik yang patogen (menimbulkan penyakit) maupun apatogen/non
patogen (tidak menimbulkan penyakit), baik dalam bentuk vegetatif (siap
untuk berkembang biak) maupun dalam bentuk spora (dalam keadaan
statis,tidak dapat berkembangbiak, tetapi melindungi diri dengan lapisan
pelindung yang kuat).
Sterilisasi adalah suatu proses untuk membuat ruangan/benda menjadi
steril. Sedangkan sanitasi adalah suatu prosesuntuk membuat
lingkungan menjadi sehat.
3. Dalam hal ini tidak berlaku relatif steril atau setengah
steril, hanya ada dua pilihan steril atau tidak steril. Sediaan
farmasi yang perlu disterilkan adalah obat suntik/injeksi, tablet
implant, tablet hipodermik dan sediaan untuk mata seperti tetes
mata/ guttae ophth, cuci mata/collyrium dan salep
mata/oculenta.
Tujuan :
Tujuan obat dibuat steril (seperti injeksi) karena berhubungan
langsung dengan darah atau cairan tubuh dan jaringan tubuh lain dimana
pertahanan terhadap zat asing tidak selengkap yang berada di saluran
cerna/gastrointestinal, misalnya hati yang dapat berfungsi untuk
menetralisir/menawarkan racun (detoksikasi=detoksifikasi).
4. Definisi:
Bentuk Obat:
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi,
suspensi atau serbuk yang harus di larutkan atau di
suspensikan lebih dahulu sebelum di gunakan secara
parenteral, suntikan dengan cara menembus, atau merobek
ke dalam atau melalui kulit atau selaput lendir. (FI. ED IV)
1. Infus
2. Injeksi (larutan, suspensi, emulsi)
5. Dalam FI.ed.IV, sediaan steril untuk kegunaan
parenteral digolongkan menjadi 5 jenis yang berbeda :
1. Sediaan berupa larutan dalam air/minyak/pelarut
organik yang lain yang digunakan untuk injeksi,
ditandai dengan nama, Injeksi................
Misalnya : Inj. Vit.C, pelarutnya aqua pro injection Inj.
Camphor oil , pelarutnya Olea neutralisata ad injection Inj.
Luminal, pelarutnya Sol Petit atau propilenglikol dan air
2. Sediaan padat kering (untuk dilarutkan) atau cairan
pekat tidak mengandung dapar, pengencer atau bahan
tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah
penambahan pelarut yang sesuai memenuhi
persyaratan injeksi, ditandai dengan nama
. Misalnya: Inj. Dihydrostreptomycin Sulfat steril
6. 3. Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang
sesuai membentuk larutan yang memenuhi
persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan
bahan pembawa yang sesuai, ditandai dengan nama , ............
Steril untuk Suspensi.
Misalnya : Inj. Procaine Penicilline G steril untuk
suspensi.
4. Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair
yang sesuai dan tidak disuntikkan secara intravena
atau ke dalam saluran spinal, ditandai dengan nama ,
Suspensi.......... Steril.
Inj. Suspensi Hydrocortisone Acetat steril
5. Sediaan berupa emulsi, mengandung satu atau lebih
dapar, pengencer atau bahan tambahan lain, ditandai
dengan nama, ............. Untuk Injeksi.
Misalnya : Inj. Penicilline Oil untuk injeksi
7. Produk parenteral didesain dan digunakan
tanpa melalui mulut serta tidak melewati
saluran cerna, sedangkan produk enteral di
desain dan digunakan melalui mulut dan
melewati proses cerna.
8. 8
pram-13
Injeksi berasal dari kata “Injectio” yg artinya memasukkan ke
dalam dan “Infusio” berarti penuangan ke dalam
Sediaan injeksi telah digunakan sejak tahun 1660 dan
berkembang dengan pesat sejak ditemukan ampul gelas
pada tahun 1852 oleh Limousin (perancis) dan Friedleader
(jerman)
Injeksi dapat dilakukan langsung ke aliran darah,
jaringan/kulit atau organ dengan cara merobek jaringan/kulit.
Pemberian obat secara parenteral mempunyai keuntungan
dan kerugian tersendiri.
SEDIAAN PARENTERAL
9. KEUNTUNGAN : KERUGIAN :
1. Respons fisiologis segera
2. Untuk obat yang tidak efektif
jika diberikan secara oral
karena obat mudah rusak
akibat sekresi lambung.
3. Pengobatan pada pasien
yang tidak sadar
4. Bila diinginkan efek lokal
5. Koreksi gangguan
kesetimbangan cairan &
elektrolit (dg diinfus)
1. Pemberian obat harus dilakukan
o/ personel terlatih (dokter) tidak
o/ pasien.
2. Pemberian obat perlu waktu
lebih lama dr bentuk sediaan
lain.
3. Pemberian obat perlu teknik
aseptis.
4. Menimbulkan rasa nyeri pada
lokasi penyuntikkan
5. Sukar menghilangkan efek
fisiologis jika obat sudah berada
dalam sirkulasi sistemik.
6. Harga lebih mahal
10. 1. Dosis obat dalam sediaan harus sesuai dg etiket &
tidak terjadi pengurangan kualitas selama
penyimpanan
2. Penggunaan wadah yang cocok & tidak terjadi
interaksi antara obat dengan material dinding
wadah.
3. Tersatukan tanpa terjadi reaksi.
4. Bebas kuman & pirogen.
5. Isotonis, isohidris dan bebas partikel melayang
Persyaratan:
11. 1. Untuk menjamin penyampaian obat yang
belum diketahui sifat-sifatnya ke dalam suatu
jaringan yang sakit dalam kadar yang cukup.
Contoh :
Pemberian injeksi antibiotik gol. aminoglikosida
secara intraventrikular sulit menembus lap.
pembatas darah-otak-selaput otak yg dilakukan
pd penderita radang selaput otak
12. 2. Pengendalian langsung terhadap parameter
farmakologi tertentu (kadar puncak dalam darah,
dll)
3. Menjamin dosis dan kepatuhan terhadap obat
(khusus untuk penderita rawat jalan)
4. Mendapatkan efek obat yang tidak mungkin dicapai
melalui rute lain
contoh: insulin tdk dapat diabsorpsi/rusak oleh
asam lambung jika diberikan secara oral
13. 5. Penderita yang
tidak sadarkan
diri / gila.
7. Mendapatkan efek lokal yang
diinginkan : anastesi lokal
pada pencabutan gigi
6. Memperbaiki dengan cepat
cairan tubuh atau ketidak-
seimbangan elektrolit atau
mensuplai kebutuhan
nutrisi.
14. 1. Sepsis, Trombosis (i.v, intraarterial),
2. Reaksi terhadap bahan asing yg tak terlarut (iv
/ intra-arterial),
3. Ketidaktercampuran & reaksi karena pH serta
tonisitas ekstrim,
4. Reaksi hipersensitivitas, over dosis, emboli
udara ( iv dan intraarterial), demam dan
keracunan.
15. Bahaya dan komplikasi khusus :
Disebabkan oleh senyawa yang
disuntikkan, meliputi beberapa
efek samping yang sifatnya
idiosinkratik terhadap senyawa
yang diberikan (trombositopenia,
anemia, neutropenia),
imunosupresi, aritmia, rasa nyeri.
16. 1. Steril, bebas dari kontaminasi mikroorganisme dalam bentuk
vegetative maupun spora, pathogen maupun non pathogen.
2. Bebas pirogen
3. Isotonis Larutan yang sangat menyimpang isotonisnya akan
menyebabkan rasa nyeri atau nekrosis dan absorpsi zat aktif
tidak optimal
4. isohidris
5. Aman secara toksikologis
6. Jernih, bebas dari partikel melayang / partikel asing
7. Kandungan bahan obat yang sesuai dengan etiket
8. Menggunakan wadah yang cocok
9. Kompatibel dengan sediaan parentral lain tanpa terjadi reaksi
16
pram-13
SYARAT SEDIAAN PARENTRAL
17. RUTE-RUTE
pemberian sediaan
parenteral
3 Rute utama
pemberian sediaan
parenteral :
1. Intramuskular
2. Intravena
3. Sub kutan.
Rute lain :
intraperitonial,
intratekal,
intradermal,
Intraspinal, dll
18. Intramuskular
Injeksi langsung ke dalam bagian otot relaksasi,
meliputi :
• Otot gluteal
• Otot deltoid
• Otot trisep
• Otot pektoral
• Vastus lateralis.
19. INTRAMUSKULAR
o Zat aktif dengan kerja lambat
serta mudah terakumulasi dapat
menimbulkan keracunan.
o Contoh : Injeksi kamfer, injeksi
kinin antipirin, injeksi
fenilbutazon, injeksi
amidopirin, injeksi kortison
asetat.
o Larutan sedapat
mungkin dibuat isotoni
o bersifat mengiritasi
jaringan subkutan
o Membutuhkan laju
absorbsi yang cepat
o Dapat diberikan dalam
volume hingga 5,0 ml
o menggunakan syringe 3
– 5 mL
o Sudut penyuntikan 90°
20. 3. Intramuscular (i.m)
Disuntikkan ke dalam jaringan otot,umumnya pantat otot dan paha
Bioavailabilitas mencapai 80 – 100%
Biasanya 1 – 3 ml, jika lebih besar maka diberikan beberapa kali
Volume 2 – 20 ml dapat disuntikkan ke dalam otot dada
Kecapatan absorpsi antara i.v dan s.c
Sebaiknya isotonis dan isohidris
Onset tergantung besar kecilnya partikel
Dapat berupa larutan, emulsi, atau suspensi
Contoh sediaan : Injeksi penisilin G3 3.000 unit ; Injeksi vitamin B komplek
20
pram-13
21. Sediaan yang
diberikan umumnya
berbentuk larutan
sejati dengan
pembawa air.
Penggunaan suspensi
masih
dipertentangkan
dengan membatasi
ukuran partikel zat
aktif < 0,1 µm, ukuran
yang lebih besar dapat
menyebabkan emboli.
Tidak diperkenankan
penggunaan zat aktif
penyebab hemolisa
seperti plasmokhin,
saponin, nitrobenzol,
nitrit dan sulfonal.
Pemberian larutan 10
mL atau lebih besar
sekali suntik, harus
bebas pirogen.
Contoh : injeksi kalsium
glukonat, injeksi
aminofilin, infus
glukosa, infus Ringer.
22. RUTE-RUTE UTAMA -
INTRAvena
Intravena
Injeksi langsung ke
dalam vena (pembuluh
darah).
Dalam jumlah kecil
tidak mutlak harus
isotoni dan isohidri.
Dalam jumlah besar
harus isotoni dan
isohidri
Tidak tepat untuk zat
aktif yang merangsang
dinding pembuluh
darah.
23. Tujuan pemberian intravena :
a. Menjamin penyampaian dan distribusi obat dalam
keadaan syok
b. Mengembalikan segera kesetimbangan elektrolit dan
cairan tubuh
c. Efek farmakologis yang segera (darurat)
d. Pengobatan infeksi yang serius
e. Pemberian nutrisi secara kontinyu
f. Mencegah komplikasi lainnya jika diberikan melalui
rute lainnya.
g. Untuk tujuan khusus : transfusi darah, plasmaferesis
dll.
24. Komplikasi yang dapat terjadi karena pemberian secara
intravena :
a. Trombosis
b. Penyuntikan mikroorganisme, toksin, partikel atau udara.
c. Ketidaktercampuran fisik atau kimia beberapa senyawa
sebelum atau pada saat penyuntikan.
d. Pemberian obat yang tidak terkontrol dan berlebihan
25. Intravena (i.v)
Disuntikkan ke dalam pembuluh darah
Volume kecil ( < 5 ml ) sebaiknya isotonis dan isohidris
Volume besar (infus) harus isotonis dan isohidris
Tidak ada fase absorpsi, obat langsung masuk ke dalam vena,
onset of action segera
Obat bekerja paling efisien dan bioavailabilitas 100%.
Obat harus berada dalam larutan air, jika dalam bentuk emulsi maka
partikel minyak tidak boleh lebih besar dari partikel eritrosit
25
pram-13
CARA PEMBERIAN SEDIAAN PARENTRAL
26. Intravena (i.v)
Tidak boleh ada partikel
Dosis tunggal 10 ml atau lebih harus bebas pirogen.
Contoh : injeksi ampicillin 500 mg, 1 gram
Dosis tunggal > 15 ml tidak boleh mengandung bakterisida
Kesalahan pemberian obat sulit diperbaiki
Zat aktif tidak boleh merangsang sehingga menyebabkan hemolisa
Larutan hipertonis disuntikkan secara lambat agar tidak
mempengaruhi darah
Adanya partikel dapat menyebabkan emboli
26
pram-13
CARA PEMBERIAN SEDIAAN PARENTRAL
27. Larutan yang
disuntikkan sebaiknya
isotoni dan isohidri
dengan kerja zat aktif
lebih lambat
dibandingkan dengan
pemberian intravena
dan intramuskular.
Sudut penyuntikan 45-
90°
Sub Kutan
Penyuntikan dilakukan ke dalam jaringan longgar di bawah kulit
(dermis), disuntikkan ke dalam tubuh melalui bagian yang sedikit
lemaknya.
28. Larutan yang sangat
menyimpang isotoninya
dapat menimbulkan rasa
nyeri atau nekrosis dan
absorpsi zat aktif tidak
optimal.
Obat yang diberikan
melalui rute sk : insulin,
vaksin, narkotika, epinefrin,
vit B12.
Obat yang tidak boleh
diberikan melalui rute sk :
yang bersifat asam kuat,
basa kuat, iritan, yang dapat
menimbulkan rasa sakit,
inflamasi, nekrosis jaringan.
29. Subcutan (s.c)
Disuntikkan kedalam jaringan di bawah kulit
Volume yang disuntikkan max.2 ml
Sebaiknya isotonis dan isohidris
Larutan yang sangat menyimpang isotonisnya akan menyebabkan rasa nyeri
atau nekrosis dan absorpsi zat aktif tidak optimal
Onset of action obat berupa larutan dalam air lebih cepat daripada
bentuk suspensi.
Determinasi kecepatan absorbs adalah total luas permukaan tempat
terjadinya penyerapan.
Zat aktif bekerja lebih lambat dari pada pemberian secara i.v.
29
pram-13
CARA PEMBERIAN SEDIAAN PARENTRAL
30. Subcutan (s.c)
Absorpsi obat dapat diperlambat dengan penambahan adrenalin ( 1 :
100.000 ) yg menyebabkan konstriksi pembuluh darah lokal shg difusi
obat tertahan atau diperlambat.
Contoh : Injeksi Lodokain adrenalin untuk cabut gigi
sebaliknya absorpsi obat dapat dipercepat dengan penambahan
hyaluronidase yaitu suatu enzim yg memecah mukopolisakarida dari
matrik jaringan shg dpt mempercepat penyebaran obat.
Jika terjadi infeksi maka akan lebih berbahaya dari pada penyuntikan
karena mikroba akan tertahan pada jaringan dan membentuk abses.
Pemberian dalam jumlah besar dikenal dengan Hipodermolise
Contoh : Injeksi Neutral Insulin.
30
pram-13
CARA PEMBERIAN SEDIAAN PARENTRAL
31. Intraspinal dan intrathecal
Disuntikkan ke dalam sumsum tulang belakang ± 10 ml
Harus isotonis dan isohidris
Tidak boleh mengandung bakterisida
Jika sebagai anastesi dapat berupa larutan hipertonis
Harus benar-benar steril
Contoh sediaan untuk anastesi : injeksi Xylocain 0,5% 2ml
31
pram-13
CARA PEMBERIAN SEDIAAN PARENTRAL
32. 5. Intracardial
Disuntikkan langsung ke dalam otot jantung
Tidak boleh mengandung baktersida
Harus isotonis dan isohidris
6. Intraarticular
Disuntikkan langsung ke dalam sendi
Harus isotonis dan isohidris
Contoh sediaan : Injeksi Kenacort A 10mg amp 2 ml
7.Intradermal
Disuntikkan ke dalam kulit
Sebaiknya isotonis dan isohidris
Volume yang disuntikkan kecil, antara 0.1 sampai 0.2 ml
Biasa dipakai diagnostic Mantoux tes atau test alergi
Contoh sediaan : test alergi antibiotic 1 ml
32
pram-13
33. 8. Intra Peritoneal
Disuntikkan secara kontinyu ke dalam rongga perut ( CAPD
:Continuous Ambulatory Peritonial Dialysis )
Tujuan: mengeluarkan bahan beracun dari tubuh dan meningkatkan
fungsi ekskresi ginjal
Harus hipertonis
Diberikan dalam volume besar(1 atau 2 liter)
Zat aktif diabsorbsi secara langsung
Infeksi mudah terjadi karena pemakaian berulang dan
penanganan yang tidak steril.
Biasa dilakukan sebagai cuci darah dengan cara CAPD
Contoh sediaan : Infus Dianeal 1.5% atau 2.5% 2 liter
33
pram-13
CARA PEMBERIAN SEDIAAN PARENTRAL
34. 1. Kelarutan obat dan volume injeksi
- Obat harus terlaut sempurna, lebih disukai dalam air, sblm dapat
diberika scr injeksi intra vena.
- Kelarutan obat dalam pembawa dan dosis yg diperlukan untuk
menghasilkan efek erapetik akan menentukan volume injeksi
yg harus diberikan.
- Rute pemberian obat scr parenteral selain iv memiliki
ketrbatasan dalam hal volume injeksi yang dapat diberikan.
35. 2. Karakteristik bahan pembawa
- Pembawa air : dapat diberikan melalui rute
parenteral apa saja.
- Pembawa non air : yg dap bercampur atau
tidak dengan air biasanya diberiakn dgn im.
- Larutan suntik dengan pelarut campur.
36. 3. Ph atau osmolaritas larutan injeksi
- Larutan suntik harus di formulasi pH dan
osmolaritas yg sama dengan cairan tubuh
(isohidri dan isotoni).
- Terkait dengan masalah stabilitas,kelarutan
atau dosis
- Pada umumnya larutan parenteral hipertonis
dikontraindikasikan untuk penyuntikan sub
kutan atau intramuskular.
37. 4. Jenis bentuk sediaan obat
- suspensi : hanya im dan sc. Tidak boleh iv atau
rute parenteral selain diatas krna obat
langsung masuk ke cairan biologis atau
jaringan sensitif(otak dan mata).
- Serbuk untuk injeksi atau dilarutkan sempurna
dalam pembawa yg sesuai sebelum
diberikan.
38. 5. Komposisi bahan pembantu
- Sediaan parenteral berulang
mengandung antimikroba
sebagai pengawet, selain itu dapat
mengandung surfaktan untuk
mendpatkan kelarutan yang sesuai.
Surfaktan dapat merubah permeabilitas
membran, sehingga harus diketahui
keberadaannya ketika akan diberikan
secara subkutan atau intramuskular.
39. 1. Larutan Dalam Air
Penambahan bahan
makromolekul yang
larut air ke dalam
larutan dengan pelarut
air dapat memperlama
waktu aksi zat yang
terkandung
2. Suspensi Dalam Air
Penyuntikan suspensi dalam
air dapat memperlama aksi
obat dan aksi ini tergantung
pada ukuran partikelnya.
Karena pemakaian partikel
berukuran yang lebih besar
akan menyulitkan
penyuntikan dan
menimbulkan rasa sakit
ASPEK BIOFARMASI
SEDIAAN INJEKSI
40. 3. Larutan dan Suspensi Dalam Minyak
Pelepasan zat aktif dari larutan atau suspensi dalam pembawa
minyak jauh lebih sulit dibandingkan dengan pembawa air
4. Pengendapan Zat Aktif pada Tempat Penyuntikan
Molekul tertentu yang diberikan dalam larutanair atau larutan
campuran air pelarut organik akan mengendap pada tempat
penyuntikan karena pengaruh perbedaan pH antara pembawa
dan cairan biologik. Pengendapan juga dapat memperpanjang
aksi zat aktif. Misal untuk pembiusan setempat
41. Larutan dalam air fastest release
Suspensi dalam air
Larutan dalam minyak
Emulsi O/W
Emulsi W/O
Suspensi dalam minyak slowest
release
44. Obat larut
dalam fase
minyak
Obat larut dalam
fase air
Obat diserap
Partisi
Difusi dan
Partisi
Difusi
pencampuran
pengenceran
Obat larut dalam
cairan tubuh
45. Obat larut
dalam fase air
Obat larut dalam
fase minyak
Obat diserap
Partisi
Difusi dan
Partisi
Partisi
ke
cairan
jaringan
Obat larut dalam
cairan tubuh
46.
47. 1. Umur
2. Berat Badan
3. Luas Permukaan Tubuh
4. Jenis Kelamin
5. Status Patologi
6. Toleransi
7. Terapi dengan Obat Yang Diberikan
Bersamaan
8. Waktu Pemakaian
9. Bentuk Sediaan dan Cara Pemakaian
48. Definisi:
Menurut USP SVP adalah injeksi yang dikemas
menurut label pada kemasan, mengandung 100 ml
atau kurang.
Tipe Produk SVP:
1. Sediaan Oftalmik
2. Injeksi (i.v ; i.m ; s.c ; dll)
49. 1. Produk farmasi
contoh : suspensi dan emulsi
2. Produk biologi
contohnya: vaksin dan ekstrak biologi
3. Agen pendiagnosa
4. Ekstrak alergi
5. Produk radio farmasi
6. Produk gigi
7. Produk bioteknologi
8. Liposom dan produk lipid
51. 51
pram-13
Bahan Obat ( Zat berkhasiat )
Bahan Pelarut dan Pembawa
Bahan Tambahan ( Eksipien )
52. Sifat: mempunyai khasiat farmakologi tertentu.
Uji mutu: FI IV, FI III, F’KOPE LAIN, PEDOMAN KHUSUS
DAN CERTIVICATE OF ANALYSIS.
Uraian uji mutu FI IV
Pemerian
Kelarutan
Identifikasi
Jarak lebur
Susut Pengeringan
Sisa Pemijaran
Wadah dan Penyimpanan
52
pram-13
Bahan Obat ( Zat
berkhasiat )
53. 1. Pelarut dan pembawa air
Air yang dapat digunakan untuk produksi
sediaan parenteral, yaitu air yang melalui
pembuatan dengan cara destilasi, penukar ion, dan
reverse osmosis.
2. Pelarut dan pembawa yang dapat bercampur
dengan air
Etanol, PEG cair, propilen glikol, Sol.petit
53
pram-13
Bahan Pelarut dan Pembawa
54. 3. Pelarut dan pembawa bukan air
A.Minyak.
Umumnya digunakan Olea Pro Injectiones yang harus
dipenuhi :
1) Memenuhi syarat Olea Pingula
2) Harus jernih pada suhu 10 0C
3) Tldak berbau asing atau tengik
4) Bilangan asam 0,2 sampai 0,9
5) Bilangan iodium 79 sampai 128
6) Bilangan penyabunan 185 sampai 200
7) Harus bebas minyak mineral
54
pram-13
Bahan Pelarut dan Pembawa
55. 3. Pelarut dan pembawa bukan air
A.Minyak.
B. Bukan Minyak.
Etil oleat, isopropil miristat, benxyl benzoat
55
Obat Suntik Minyak Kegunaan
Injeksi
deoksikortikosteroid
Wijen Steroidadrenokortika
l
Injeksi dimerkaprol Kacang tanah Antidotum
Injeksi estradiol sipionat Biiji kapuk Estrogen
Injeksi estron Jarak Sifilis
Injeksi kamfer Wijen Sifilis
Injeksi prokain penisilin Zaitun Antibiotik
pram-13
Bahan Pelarut dan Pembawa
56. Zat yang ditambahkan sebagai bahan aditif atau bahan
pembantu ke suatu produk untuk menambah
kestabilannya perlu untuk hampir semua produk.
Umumnya zat aditif yang ditambahkan harus:
Tidak toksik dalam jumlah yang diberikan pada pasien
Tidak boleh mengganggu kemanjuran terapetis
maupun pengujian senyawa terapetis aktif
Harus ada dan aktif bila diperlukan selama waktu
dapat digunakannya produk tersebut.
56
pram-13
Bahan Tambahan ( Eksipien )
57. Tujuan penambahan Eksipien pada sediaan parenteral adalah sebagai berikut:
1. Menjaga kelarutan obat
2. Menjaga stabilitas fisika dan kimia bahan obat
3. Menjaga sterilitas larutan untuk sediaan dosis ganda
4. Mengurangi rasa nyeri dan iritasi pada saat penyuntikan
57
pram-13
Bahan Tambahan ( Eksipien )
58. Pengawet dapat digunakan pada :
Aseptik tanpa sterilisasi akhir
Dosis ganda
Sterilisasi uap mengalir
Pengawet tidak boleh digunakan pada :
Jika volume injeksi lebih dari 15 ml (i.v) sekali suntik.
Suntikan ke tulang belakang ( intratekal ) meningitis aseptik
Suntikan ke jantung ( intrakardial ) dan mata ( intraokular )
Syarat Pengawet :
1) Memenuhi syarat farmakope
2) Efektif sebagai bakteiostatika dan bekterisida
3) Tersatukan dengan zat berkhasiat
4) Larut baik dalam pembawa yg dipakai
5) Tidak mengganggu penetapan kadar zat berkhasiat
58
pram-13
59. 1. Zat pengawet untuk minyak
Benzylalkohol 2%; kloreton 4%; nipagin/nipasol 0,15%:0,05%;
fenol 0,5% ; kresol 0,3%; klorkresol 0,1%.
2. Zat Pengawet untuk air.
1. Fenol
Perhatikan: fenol + gliserin ; fenol + twen 80 ->daya bakteri
fenol dalam suasana basa -> tidak ada daya antibakteri
2. Ortho-kresol : 0.3% - 0.5%
3. Klor-kresol (4-kloro-m-kresol) : 0.2%
Aktif dalam suasana basa
59
pram-13
1. Pengawet (antimikroba)
60. 4. Kloraton (klorbutanol) : 0.2%
Tidak tahan suhu sterilisasi -> terurai
Tidak boleh dalam suasana basa
Kloraton dilarutkan dengan pemanasan pada suhu 600C
5. Fenil mercuri nitrat : 0,001 - 0,002%
Tahan pemanasan
OTT dengan halida, asam, logam berat, reduktor.
Ada juga fenol merkuri borat/asetat
60
pram-13
61. 6. Nipagin ( metil paraben ) : 0.15%
Dilarutkan dengan pemanasan
Untuk obat tetes mata dan cream
Biasanya dikombinasi dengan Nipasol
7. Nipasol ( propil paraben ) : 0.05%
Sifat dan guna seperti Nipagin
61
pram-13
Catatan untuk 6 & 7:
•Aktif pd pH 4 – 5
•Tahan pemanasan
•Efektif terhadap kapang dan bakteri gram +
Bila dikombinasi
62. 8. Benzilalkohol : 0.5 - 3 %
Mempunyai daya anestetika lokal lemah
Bila teroksidasi -> benzaldehida
9. Asam sorbat
Identifikasi zat pengawet -> FI Ed IV
2.Zat penglarut , zat pembawa atau zat pengemulsi.
Gliserin, sorbitan monopalmitat, polisorbat dan propilen glikol.
62
pram-13
1. Pengawet (antimikroba)
63. 3. Zat pendapar (dapar)
Fungsi larutan dapar pada sediaan parentral sebagai :
Meningkatkan stabilitas obat
Mengurangi rasa nyeri dan iritasi
Meningkatkan aktivitas biologis
Contoh :
Asam Asetat
Asam Sitrat
Kalium fosfat
Natrium hydrogen fosfat
Natrium karbonat
Natrium asetat
63
pram-13
64. 4. Zat pembuat bukl atau pemodifikasi tonisitas
Gliserin
laktosa
natrium klorida
natrium sulfat dan sorbitol
5. Zat Pensuspensi
Metilselulosa
PEG
gelatin
CMC Na
6. Zat pembentuk khelat
Dinatrium edetat
kalsium dinatrium edetat
tetranatrium edetat
64
pram-13
65. 7. Antioksidan
Guna antioksidan :
1.Mencegah teroksidasinya zat aktif, agar tidak terjadi penguraian kimia dan perubahan
khasiat farmakologi.
2.Kebanyakan antioksidan menyediakan elektron atau H+ yang akan bereaksi dengan
radikal bebas untuk menghentikan reaksi berantai
3. Prekuisit adalah antioksidan dioksidasi lebih dulu dari pada zat aktif
Jenis antioksidan :
A.Larut dalam air :
Na2S2O5
NaHSO3, Na2SO3 (0,1%)
Na-Formaldehid sulfoksilat 0,1%
tioureum
Vitamin C
65
pram-13
66. 7. Antioksidan
Jenis antioksidan :
B.Larut dalam minyak :
Propil-, alkil- dan dodesil gallat (0.1%)
BHA (0.02%)
NDGA (0.01%)
tokoferol (0.01 – 0.1%)
NB : Penetapan kadar zat berkhasiat tidak terganggu oleh antioksidan
66
pram-13