2. SEDIAAN PARENTERAL
Definisi:
Bentuk Obat:
Sediaan steril yang digunakan tanpa melalui
mulut namun langsung ke dalam pembuluh
darah sehingga memperoleh efek yang cepat
dan langsung sampai sasaran.
1. Infus
2. Injeksi (larutan, suspensi, emulsi)
3. SEDIAAN PARENTERAL
Produk parenteral didesain dan digunakan
tanpa melalui mulut serta tidak melewati
saluran cerna, sedangkan produk enteral di
desain dan digunakan melalui mulut dan
melewati proses cerna.
4. SEDIAAN PARENTERAL
Keuntungan :
1. Respons fisiologis segera
2. Untuk obat yang tidak efektif
jika diberikan secara oral
karena obat mudah rusak
akibat sekresi lambung.
3. Pengobatan pada pasien
yang tidak sadar
4. Bila diinginkan efek lokal
5. Koreksi gangguan
kesetimbangan cairan &
elektrolit (dg diinfus)
Kerugian :
1. Pemberian obat harus dilakukan o/
personel terlatih (dokter) tidak o/
pasien.
2. Pemberian obat perlu waktu lebih
lama dr bentuk sediaan lain.
3. Pemberian obat perlu teknik aseptis.
4. Menimbulkan rasa nyeri pada lokasi
penyuntikkan
5. Sukar menghilangkan efek fisiologis
jika obat sudah berada dalam
sirkulasi sistemik.
6. Harga lebih mahal
5. SEDIAAN PARENTERAL
1. Dosis obat dalam sediaan harus sesuai dg etiket &
tidak terjadi pengurangan kualitas selama
penyimpanan
2. Penggunaan wadah yang cocok & tidak terjadi
interaksi antara obat dengan material dinding wadah.
3. Tersatukan tanpa terjadi reaksi.
4. Bebas kuman & pirogen.
5. Isotonis, isohidris dan bebas partikel melayang
Persyaratan:
6. INDIKASI UMUM PEMBERIAN OBAT
SECARA PARENTERAL
1. Untuk menjamin penyampaian obat yang
belum diketahui sifat-sifatnya ke dalam
suatu jaringan yang sakit dalam kadar
yang cukup.
Contoh :
Pemberian injeksi antibiotik gol.
aminoglikosida secara intraventrikular
sulit menembus lap. pembatas darah-otak-
selaput otak yg dilakukan pd penderita
radang selaput otak
7. INDIKASI UMUM PEMBERIAN OBAT
SECARA PARENTERAL
2. Pengendalian langsung terhadap parameter
farmakologi tertentu (kadar puncak dalam
darah, dll)
3. Menjamin dosis dan kepatuhan terhadap obat
(khusus untuk penderita rawat jalan)
4. Mendapatkan efek obat yang tidak mungkin
dicapai melalui rute lain
contoh: insulin tdk dapat diabsorpsi/rusak
oleh asam lambung jika diberikan secara oral
8. INDIKASI UMUM PEMBERIAN OBAT
SECARA PARENTERAL
5. Penderita yang
tidak sadarkan
diri / gila.
7. Mendapatkan efek lokal
yang diinginkan : anastesi
lokal pada pencabutan gigi
6. Memperbaiki dengan
cepat cairan tubuh atau
ketidak-seimbangan
elektrolit atau mensuplai
kebutuhan nutrisi.
9. MASALAH YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM
PEMBERIAN OBAT SECARA PARENTERAL
1. Sepsis, Trombosis (i.v, intraarterial),
2. Reaksi terhadap bahan asing yg tak
terlarut (iv / intra-arterial),
3. Ketidaktercampuran & reaksi karena pH
serta tonisitas ekstrim,
4. Reaksi hipersensitivitas, over dosis,
emboli udara ( iv dan intraarterial), demam
dan keracunan.
10. MASALAH YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM
PEMBERIAN OBAT SECARA PARENTERAL
Bahaya dan komplikasi khusus
:
Disebabkan oleh senyawa yang
disuntikkan, meliputi beberapa
efek samping yang sifatnya
idiosinkratik terhadap senyawa
yang diberikan
(trombositopenia, anemia,
neutropenia), imunosupresi,
aritmia, rasa nyeri.
13. INTRAMUSKULA
R
o Larutan sedapat
mungkin dibuat isotoni
o bersifat mengiritasi
jaringan subkutan
o Membutuhkan laju
absorbsi yang cepat
o Dapat diberikan dalam
volume hingga 5,0 ml
o menggunakan syringe
3 – 5 mL
o Sudut penyuntikan 90°
o Zat aktif dengan kerja
lambat serta mudah
terakumulasi dapat
menimbulkan
keracunan.
o Contoh : Injeksi kamfer,
injeksi kinin antipirin, injeksi
fenilbutazon, injeksi
amidopirin, injeksi kortison
asetat.
14. RUTE-RUTE
UTAMA -
INTRAVENA
Intravena
Injeksi langsung ke dalam
vena (pembuluh darah).
Dalam jumlah kecil tidak
mutlak harus isotoni dan
isohidri.
Dalam jumlah besar harus
isotoni dan isohidri
Tidak tepat untuk zat aktif
yang merangsang dinding
pembuluh darah.
15. INTRAVENA
Sediaan yang diberikan
umumnya berbentuk
larutan sejati dengan
pembawa air.
Penggunaan suspensi
masih dipertentangkan
dengan membatasi
ukuran partikel zat aktif
< 0,1 µm, ukuran yang
lebih besar dapat
menyebabkan emboli.
Tidak diperkenankan
penggunaan zat aktif
penyebab hemolisa
seperti plasmokhin,
saponin, nitrobenzol,
nitrit dan sulfonal.
Pemberian larutan 10 mL
atau lebih besar sekali
suntik, harus bebas
pirogen.
Contoh : injeksi kalsium
glukonat, injeksi
aminofilin, infus glukosa,
16. TUJUAN PEMBERIAN
INTRAVENA
Tujuan pemberian intravena :
a. Menjamin penyampaian dan distribusi obat dalam
keadaan syok
b. Mengembalikan segera kesetimbangan elektrolit
dan cairan tubuh
c. Efek farmakologis yang segera (darurat)
d. Pengobatan infeksi yang serius
e. Pemberian nutrisi secara kontinyu
f. Mencegah komplikasi lainnya jika diberikan
melalui rute lainnya.
g. Untuk tujuan khusus : transfusi darah,
plasmaferesis dll.
17. KOMPLIKASI
INTRA VENA
Komplikasi yang dapat terjadi karena pemberian secara
intravena :
a.Trombosis
b.Penyuntikan mikroorganisme, toksin, partikel atau
udara.
c. Ketidaktercampuran fisik atau kimia beberapa senyawa
sebelum atau pada saat penyuntikan.
d. Pemberian obat yang tidak terkontrol dan berlebihan
18. RUTE-RUTE UTAMA -
SUBKUTAN
Larutan yang disuntikkan
sebaiknya isotoni dan
isohidri dengan kerja zat
aktif lebih lambat
dibandingkan dengan
pemberian intravena dan
intramuskular.
Sudut penyuntikan 45-90°
Sub Kutan
Penyuntikan dilakukan ke dalam jaringan longgar di bawah kulit
(dermis), disuntikkan ke dalam tubuh melalui bagian yang sedikit
lemaknya.
19. SUBKUTAN Larutan yang sangat
menyimpang isotoninya
dapat menimbulkan rasa
nyeri atau nekrosis dan
absorpsi zat aktif tidak
optimal.
Obat yang diberikan
melalui rute sk : insulin,
vaksin, narkotika,
epinefrin, vit B12.
Obat yang tidak boleh
diberikan melalui rute sk
: yang bersifat asam
kuat, basa kuat, iritan,
yang dapat menimbulkan
20. FAKTOR FARMASETIK YANG
MEMPENGARUHI PEMBERIAN
OBAT SECARA PARENTERAL
1. Kelarutan obat dan volume injeksi
- Obat harus terlaut sempurna, lebih disukai dalam air, sblm dapat
diberika scr injeksi intra vena.
- Kelarutan obat dalam pembawa dan dosis yg diperlukan untuk
menghasilkan efek erapetik akan menentukan volume injeksi
yg harus diberikan.
- Rute pemberian obat scr parenteral selain iv memiliki
ketrbatasan dalam hal volume injeksi yang dapat diberikan.
21. FAKTOR FARMASETIK YANG
MEMPENGARUHI PEMBERIAN
OBAT SECARA PARENTERAL
2. Karakteristik bahan pembawa
- Pembawa air : dapat diberikan melalui
rute parenteral apa saja.
- Pembawa non air : yg dap bercampur
atau tidak dengan air biasanya
diberiakn dgn im.
- Larutan suntik dengan pelarut campur.
22. FAKTOR FARMASETIK YANG
MEMPENGARUHI PEMBERIAN
OBAT SECARA PARENTERAL
3. Ph atau osmolaritas larutan injeksi
- Larutan suntik harus di formulasi
pH dan osmolaritas yg sama dengan
cairan tubuh (isohidri dan isotoni).
- Terkait dengan masalah
stabilitas,kelarutan atau dosis
- Pada umumnya larutan parenteral
hipertonis dikontraindikasikan
untuk penyuntikan sub kutan atau
intramuskular.
23. FAKTOR FARMASETIK YANG
MEMPENGARUHI PEMBERIAN
OBAT SECARA PARENTERAL
4. Jenis bentuk sediaan obat
- suspensi : hanya im dan sc. Tidak
boleh iv atau rute parenteral selain
diatas krna obat langsung masuk ke
cairan biologis atau jaringan
sensitif(otak dan mata).
- Serbuk untuk injeksi atau dilarutkan
sempurna dalam pembawa yg
sesuai sebelum diberikan.
24. FAKTOR FARMASETIK YANG
MEMPENGARUHI PEMBERIAN
OBAT SECARA PARENTERAL
5. Komposisi bahan pembantu
- Sediaan parenteral berulang
mengandung antimikroba
sebagai pengawet, selain itu dapat
mengandung surfaktan untuk
mendpatkan kelarutan yang sesuai.
Surfaktan dapat merubah permeabilitas
membran, sehingga harus diketahui
keberadaannya ketika akan diberikan secara
subkutan atau intramuskular.
25. Pengaruh Kelarutan Obat Terhadap
Absorbsi Obat Secara Injeksi
1. Larutan Dalam Air
Penambahan bahan
makromolekul yang larut
air ke dalam larutan
dengan pelarut air dapat
memperlama waktu aksi
zat yang terkandung
2. Suspensi Dalam Air
Penyuntikan suspensi
dalam air dapat
memperlama aksi obat dan
aksi ini tergantung pada
ukuran partikelnya. Karena
pemakaian partikel
berukuran yang lebih besar
akan menyulitkan
penyuntikan dan
ASPEK BIOFARMASI SEDIAAN
INJEKSI
26. PENGARUH KELARUTAN OBAT
TERHADAP ABSORBSI OBAT
SECARA INJEKSI
3. Larutan dan Suspensi Dalam Minyak
Pelepasan zat aktif dari larutan atau suspensi dalam pembawa
minyak jauh lebih sulit dibandingkan dengan pembawa air
4. Pengendapan Zat Aktif pada Tempat Penyuntikan
Molekul tertentu yang diberikan dalam larutanair atau larutan
campuran air pelarut organik akan mengendap pada tempat
penyuntikan karena pengaruh perbedaan pH antara pembawa
dan cairan biologik. Pengendapan juga dapat memperpanjang
aksi zat aktif. Misal untuk pembiusan setempat
27. PROSES ABSORBSI DALAM
BERBAGAI BENTUK FISIK
SEDIAAN
Larutan dalam air fastest release
Suspensi dalam air
Larutan dalam minyak
Emulsi O/W
Emulsi W/O
Suspensi dalam minyak slowest release
28. LARUTAN DALAM AIR
Obat padat
dengan
partikel halus
Obat larut
dalam cairan
tubuh
Obat
diserap
disolusi
30. EMULSI
Obat larut
dalam fase
minyak
Obat larut
dalam fase air
Obat
diserap
Partisi
Difusi dan
Partisi
Difusi
pencampura
n
pengenceran
Obat larut
dalam cairan
tubuh
31. SUSPENSI DALAM MINYAK
Obat larut
dalam fase
air
Obat larut
dalam fase
minyak
Obat
diserap
Partisi
Difusi dan
Partisi
Partisi
ke
cairan
jaringan
Obat larut
dalam cairan
tubuh
33. FAKTOR- FAKTOR FISIOLOGIS
YANG MEMPENGARUHI
ABSORPSI OBAT
1. Umur
2. Berat Badan
3. Luas Permukaan Tubuh
4. Jenis Kelamin
5. Status Patologi
6. Toleransi
7. Terapi dengan Obat Yang Diberikan Bersamaan
8. Waktu Pemakaian
9. Bentuk Sediaan dan Cara Pemakaian
34. SMALL VOLUME PARENTERALS (SVP)
Definisi:
Menurut USP SVP adalah injeksi yang dikemas
menurut label pada kemasan, mengandung
100 ml atau kurang.
Tipe Produk SVP:
1. Sediaan Oftalmik
2. Injeksi (i.v ; i.m ; s.c ; dll)
35. KATEGORISASI SVP MENURUT USP
BERDASARKAN WUJUD FISIKNYA
1. Produk farmasi
contoh : suspensi dan emulsi
2. Produk biologi
contohnya: vaksin dan ekstrak biologi
3. Agen pendiagnosa
4. Ekstrak alergi
5. Produk radio farmasi
6. Produk gigi
7. Produk bioteknologi
8. Liposom dan produk lipid
36. 1. Pelarut Air
2. Pelarut non air yang dapat bercampur dengan air
3. Pelarut non air yang tidak dapat bercampur dengan air.
JENIS-JENIS PELARUT
37. Air merupakan pelarut yang paling banyak digunakan
dalam sediaan injeksi karena sifatnya yang dapat
bercampur dengan cairan fisiologis tubuh :
a. Air mempunyai harga konstanta dielektrik yang tinggi
sehingga dapat melarutkan senyawa an-organik
seperti elektrolit.
b. Air mempunyai kemampuan membentuk ikatan
hidrogen sehingga air dapat melarutkan sejumlah
senyawa organik seperti alkohol, aldehid, keton, dll.
PELARUT AIR
38. 1. Harus dibuat segar dan bebas pirogen
2. Jumlah zat padat terlarut total tidak boleh lebih dari
10 ppm.
3. pH 5,0 – 7,0
4. Tidak boleh mengandung ion-ion klorida, sulfat,
kalsium, amonium, nitrat, nitrit.
5. Batas logam berat
6. Batas bahan-bahan organik seperti tanin dan lignin
7. Batas jumlah partikel
PERSYARATAN AIR PRO INJEKSI
(USP)
39. CO2 yang bersifat asam lemah mampu menguraikan
garam natrium dari senyawa organik seperti
barbiturat dan sulfonamida kembali membentuk
asam lemahnya yang mengendap.
Fenobarbital natrium (1:3 bagian air) + CO2 + H2O
Fenobarbital (endapan) (1:1000 bagian air) +
Na2CO3
AIR PRO INJEKSI BEBAS CO2
40. Sulfadiazin natrium (1:2 bagian air) + CO2 + H2O
Sulfadiazin (endapan) (sangat sukar larut dalam air) +
Na2CO3
Aminofilin yang terdiri dari teofilin dan etilendiamin
dengan adanya CO2 dapat menyebabkan terbentuknya
teofilin (endapan) yang kelarutannya 1:120 bagian air
AIR PRO INJEKSI BEBAS CO2
41. Air pro Injeksi bebas CO2 dibuat dengan jalan
mendidihkan air pro injeksi selama 20-30 menit
setelah air mendidih, lalu dialiri gas nitrogen sambil
didinginkan.
AIR PRO INJEKSI BEBAS CO2
42. Dibuat dengan jalan mendidikan air pro injeksi selama 20-
30 menit, dihitung setelah air mendidih, jika dibutuhkan
dalam jumlah besar maka saat pendinginan dialiri gas
nitrogen.
Digunakan untuk melarutkan zat aktif yang mudah
teroksidasi seperti : apomorfin, klorfeniramin, klorpromazin,
ergometrin, ergotamin, metilergometrin, proklorperazin,
promazin, promezatin HCl, sulfadimidin, tubokurarin.
AIR PRO INJEKSI BEBAS OKSIGEN
43. Digunakan bila :
1. Zat aktif tidak larut dalam pembawa air
2. Zat aktif terurai dalam pembawa air
3. Diinginkan kerja depo dari sediaan
PELARUT NON AIR
44. 1. Tidak toksis, tidak mengiritasi dan tidak menyebabkan
sensitisasi
2. Dapat tersatukan dengan zat aktif
3. Tidak memberikan efek farmakologi yang merugikan
4. Stabil dalam kondisi di mana sediaan tersebut biasanya
digunakan
5. Viskositasnya harus sedemikian rupa sehingga dapat
disuntikkan dengan mudah.
PEMILIHAN PELARUT NON AIR
45. 6. Pelarut tersebut harus tetap cair pada rentang suhu
yang cukup lebar.
7. Mempunyai titik didih yang tinggi sehingga dapat
dilakukan sterilisasi yang menggunakan panas.
8. Dapat bercampur dengan air atau cairan tubuh.
Pada umumnya tidak ada pelarut yang dapat
memenuhi seluruh kriteria di atas, oleh karena itu
biasanya diambil jalan tengah yaitu dengan memenuhi
beberapa kriteria saja.
PEMILIHAN PELARUT NON AIR
46. Sebagai ko-solven dalam sediaan injeksi untuk
meningkatkan kelarutan suatu obat yang kurang larut
dalam air.
Meningkatkan stabilitas zat-zat tertentu yang mudah
terhidrolisis, contoh pembuatan injeksi fenobarbital dengan
pelarut yang terdiri dari campuran air, etanol dan propilen
glikol (solutio petit)
PELARUT NON AIR YANG DAPAT
BERCAMPUR DENGAN AIR
47. 1. Etanol
Banyak digunakan terutama pada injeksi glikosida
digitalis
Injeksi yang mengandung etanol bila disuntikkan
secara intramuskular akan menimbulkan rasa
nyeri; secara sub kutan akan menimbulkan nyeri
yang diikuti dengan anastesia; jika disuntikkan
pada daerah yang dekat syaraf maka dapat
mengakibatkan degenerasi syaraf dan neuritis;
secara intravena (tidak disarankan) harus hati-hati
karena pemberian yang terlalu cepat akan
PELARUT NON AIR YANG DAPAT
BERCAMPUR DENGAN AIR :
48. 2. Propilen glikol
Banyak digunakan dalam pembuatan
sediaan injeksi senyawa golongan
barbiturat, beberapa alkaloida dan
antibiotika.
Sediaan yang mengandung propilen
glikol dapat menimbulkan rasa nyeri dan
iritasi pada tempat penyuntikan, sehingga
perlu ditambahkan lokal anastetik seperti
benzil alkohol.
PELARUT NON AIR YANG DAPAT
BERCAMPUR DENGAN AIR :
49. 3. Polietilen glikol
Ko solven dalam pembuatan sediaan injeksi
adalah yang mempunyai bobot molekul rendah
(300-400) dan berbentuk cairan.
Penggunaan kosolven senyawa glikol (propilen
atau polietilen) dalam pembuatan injeksi senyawa
golongan barbiturat dapat meningkatkan
stabilitas senyawa tersebut.
PELARUT NON AIR YANG DAPAT
BERCAMPUR DENGAN AIR :
50. 4. Gliserin
Merupakan cairan yang jernih dan kental, titik
didih tinggi, dapat bercampur dengan air
maupun alkohol dan merupakan pelarut yang baik
untuk beberapa zat.
Penggunaan dalam dosis tinggi dapat
menimbulkan efek konvulsi dan gejala paralitik
karena kerja langsung gliserin terhadap susunan
syaraf pusat. Pada dosis rendah (5%) tidak
terlihat adanya efek toksik.
PELARUT NON AIR YANG DAPAT
BERCAMPUR DENGAN AIR :
51. Minyak hewan : Tidak digunakan sebagai
pembawa
Minyak mineral atau parafin cair: tidak
boleh digunakan karena tidak dapat
dimetabolisme tubuh dan dapat
menimbulkan tumor atau reaksi terhadap
jaringan
Minyak tumbuhan :
1. Mudah tengik, karena mengandung asam
lemak bebas terutama asam lemak tidak
jenuh. Untuk mengatasi ketengikan
PELARUT NON AIR YANG TIDAK
DAPAT BERCAMPUR DENGAN AIR
52. 2.Sering menimbulkan rasa nyeri sehingga perlu
penambahan benzil alkohol 5% untuk anastesi lokal.
3.Jenis minyak tumbuhan yang digunakan harus
dicantumkan dalam etiket.
4.Digunakan untuk injeksi zat aktif : Deoksikortison
asetat, dimerkaprol, nandrolon fenilpropionat,
progesteron, testosteron propionat, propiliodon,
estradiol benzoat, testosteron fenilpropionat.
5.Jenis minyak tumbuhan yang digunakan : ol.
Arachidis, ol. Gossypii, ol. Terebinthinae, Ol. Maydis,
Ol. Sesami, Ol. Olivarum neutral, Ol. Amygdalarum.
PELARUT NON AIR YANG TIDAK
DAPAT BERCAMPUR DENGAN AIR
53. Minyak Semi Sintetis : Milgyol-minyak netral
Ester asam lemak :
1. Menghasilkan larutan yang lebih encer daripada
pembawa minyak sehingga lebih mudah
disuntikkan meski kerja depo yang timbul tidak
selama pembawa minyak.
2. Kadangkala dikombinasi dengan senyawa alkohol
seperti etanol atau benzil alkohol untuk
memperbaiki kelarutan zat aktif.
3. Contohnya adalah etil oleat, isopropil miristat,
polioksilen trigliserida oleat.
PELARUT NON AIR YANG TIDAK
DAPAT BERCAMPUR DENGAN AIR
54. 1. Kosolven
• Seringkali zat lebih larut dalam campuran
pelarut daripada dalam satu pelarut saja
• Gejala itu disebut cosolvency
• Pelarut yang dlm kombinasi meningkatkan
kelarutan zat terlarut disebut cosolvent
• Mekanisme: pelarut campur mengatur
polaritas pelarut pada harga yang
diinginkan zat terlarut
CARA UNTUK MENINGKATKAN
KELARUTAN OBAT DALAM AIR
56. SURFAKTAN
Surfaktan merupakan suatu molekul yang
sekaligus memiliki gugus
hidrofilik dan gugus lipofilik
sehingga dapat mempersatukan campuran
yang terdiri dari air dan minyak.
Sifat rangkap ini yang menyebabkan
surfaktan dapat diadsorbsi pada antar
muka udara-air, minyak-air dan zat
padat-air, membentuk lapisan tunggal
dimana gugus hidrofilik berada pada fase
air dan rantai hidrokarbon ke udara,
dalam kontak dengan zat padat ataupun
terendam dalam fase minyak.
57. Penambahan surfaktan dalam larutan akan
menyebabkan turunnya tegangan permukaan
larutan.
Setelah mencapai konsentrasi tertentu,
tegangan permukaan akan konstan. Bila
surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi
ini maka surfaktan mengagregasi membentuk
misel.
senyawa organik yang kelarutan dlm air
rendah tersolubilisasi oleh misel sehingga
kelarutan naik
SURFAKTAN
58. Siklodekstrin adalah senyawa oligosakarida siklis
yang sekurang-kurangnya mengandung 6 unit D-(+)-
glukopiranosa berikatan pada ikatan glikosida α-1,4
dan mempunyai bentuk toroidal, dengan bagian
dalam bersifat hidrofobik dan bagian luar bersifat
hidrofilik.
Siklodekstrin dikenal sebagai α, β dan γ-siklodekstrin
yang masing-masing terdiri dari enam, tujuh dan
delapan glukosa dengan dimensi rongga dan
kelarutan dalam air yang berbeda.
3. CYCLDEXTRIN
59. CYCLDEXTRIN
Berdasarkan diameter dan kedalaman rongga
siklodekstrin:
α-siklodekstrin dapat membentuk kompleks
dengan senyawa yang mempunyai berat
molekul rendah atau senyawa rantai samping
alifatis
β-siklodekstrin dapat membentuk kompleks
dengan senyawa aromatik atau heterosiklis
γ-siklodekstrin dapat membentuk kompleks
dengan senyawa makromolekul dan steroid
61. 1. Struktur Molekul
Kelarutan suatu zat juga bergantung
pada struktur molekulnya seperti
perbandingan gugus polar dan
gugus non polar dari molekul.
Semakin panjang rantai non polar
dari alkohol alifatis, semakin kecil
kelarutannya dalam air.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KELARUTAN OBAT
62. 2. Gaya Tarik Antarmolekul
Ada 3 jenis gaya tarik dalam larutan, yaitu
gaya tarik antar zat terlarut (A-A), zat terlarut-
zat pelarut (A-B), dan antar zat pelarut (B-B).
Selain itu, terdapat prinsip Like Dissolved
Like, dimana senyawa polar akan larut dalam
senyawa polar, dan senyawa nonpolar larut
dalam senyawa nonpolar.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KELARUTAN OBAT
63. 3. Pengaruh Suhu
Endotermik T naik Kelarutan naik
Eksoterm T naik Kelarutan turun
Contoh Kasus
Natrium sulfat bentuk hidrat
(endotermik), bentuk anhidrat (eksotermik)
kelarutannya berbeda
Natrium klorida tdk menyerap atau
melepaskan panas ??????
FAKTOR YNG MEMPENGARUHI
KELARUTAN OBAT
64. 4. Pengaruh pH
- Banyak obat bersifat asam lemah atau
basa lemah jika bereaksi dgn as. atau
basa kuat serta dlm jarak pH tertentu
berada sebagai ion yg biasanya larut dalam
air
- Asam lemah (as karboksilat, as hidroksi,
asam aromatik, fenol) larut dlm NaOH
encer, karbonat dan bikarbonat
- Basa lemah (mengandung Nitrogen basa
alkaloid) larut dalam asam encer
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KELARUTAN OBAT
66. Osmosis merupakan proses perpindahan zat
cari dari tekanan tinggi ke tekanan yang lebih
rendah melalui membran semipermeabel.
Proses ini terus berlangsung hingga
konsenstrasi kedua tempat sama. Sistem
Reverse Osmosis menggunakan pompa untuk
menghasilkan tekanan yang lebih tinggi dari
tekanan osmosis untuk "mendorong" air dari
tekanan tinggi melalui membran
semipermeabel menuju ke daerah yang
mempunyai tekanan yang lebih rendah.
REVERSE OSMOSIS
(LANJUTAN..)
67. Untuk menghasilkan Water for Injection,
Purified Water hasil dari proses Water Softener
ditampung di tangki penyimpanan. Dari Tangki
penyimpanan ini PW dilakukan enam tingkat
destilasi untuk menghasilkan Water for
Injection (WFI). Untuk menguapkan air pada
stage pertama digunakan plant steam dengan
suhu 150oC. Air dipanaskan sampai suhunya
sama dengan plant steam, uap yang dihasilkan
dikondensasikan dan masuk ke dalam kolom
kedua. Pirogen yang tertinggal di bawah kolom
pertama dan proses ini berulang sampai kolom
destilator ke 6. Proses di atas menghasilkan
Water for Injection yang disimpan dalam
2. DESTILASI
68. Ion exchange atau resin penukar ion dapat
didefinisi sebagai senyawa hidrokarbon
terpolimerisasi, yang mengandung ikatan
hubung silang (crosslinking) serta gugusan-
gugusan fungsional yang mempunyai ion-ion
yang dapat dipertukarkan.
3. IONIC EXCHANGE
69. Penggunaannya dalam analisis kimia misalnya
untuk menghilangkan ion-ion pengganggu,
memperbesar konsentrasi jumlah ion-ion
renik, proses deionisasi air atau demineralisasi
air, memisahkan ion-ion logam dalam
campuran dengan kromatografi penukar ion.
IONIC EXCHANGE
(LANJUTAN..)
70. Ada 2 macam resin penukar ion, yaitu :
a. Anion exchange resin (resin penukar anion), yaitu
resin yang mempunyai kemampuan
menyerap/menukar anion-anion yang ada dalam air.
Resin ini biasanya berupa gugus amin aktif. Misalnya
: R – NH2 (primary amine), R – R1NH (secondery
amine), R – R2
1N (tertiary amine), R – R3
1 NOH (
quartenary amine). Dalam notasi diatas R
menunjukan polimer hidrokarbon dan R1
menunjukkan gugus tertentu misalnya CH2.
IONIC EXCHANGE
(LANJUTAN..)
71. b. Cation exchange resin (resin penukar kation), yaitu
resin yang mempunyai kemampuan menyerap/
menukar kation-kation seperti Ca, Mg, Na dsb. Yang
ada dalam air. Contoh : Hidrogen zeolith (H2Z), resin
organic yang mempunyai gugus aktif SO3H(R.SO3H),
dan sulfonated coal.
72. Water for Injection : adalah air bebas pyrogen yang
dibuat dari proses depirogenasi purified water
menggunakan water for Injection generator. Air jenis
ini dipakai sebagai pelarut obat tetes mata ataupun
sebagai air untuk sanitasi mesin- mesin untuk proses
steril. Persyaratan dari air ini adalah harus bebas
bacterial endotoxin dan harus steril.
WATER FOR INJECTION
73.
74. Untuk penyimpanan water for injection harus
didalam tanki dan dijaga pada panas lebih
dari 80ºC dan diputar dengan looping system,
secara periodik dilakukan proses sterilisasi
pada pipa- pipa yang dilalui oleh air jenis ini
dengan menggunakan clean steam (pyrogen
free steam) pada temperatur tidak kurang dari
121ºC selama tidak kurang dari 20 menit.
PENYIMPANAN
75. Portable water digunakan untuk bahan baku
pembuatan purified water (PW), Highly purified
water (HPW) dan water for injection (WFI).
Untuk pencucian awal alat-alat yang kontak
produk tetapi pembilasan akhir harus dg PW
atau WFI Untuk pendingin atau pemanas pada
HE atau DJ Tank dll.
Mutunya harus selalu memenuhi syarat
PORTABLE WATER
76. Dilakukan pemeriksaan kimia maupun mikrobiologi
Sumbernya : Well water, surface water
Dipengaruhi oleh musim, shg validasi water system
harus melewati semua musim (minimal 1 tahun)
Ditetapkan alert limit (batas waspada) dan action limit
(batas ambil tindakan)
Misalnya Action limit mikrobiologi ditetapkn 500
cfu/ml, maka jika hasil pemeriksaan 500 cfu/ml
harus segera diambil tindakan sesuai SOP (misalnya
disanitasi)
PORTABLE WATER
77. HPW dimaksudkan untuk digunakan dalam
penyusunan produk medis dimana air
berkualitas biologis tinggi diperlukan kecuali
WPI diperlukan. (BP 2003)
Diproduksi dengan cara : double passed RO
dikombinasikan dengan ultrafiltrasi atau
deionisasi.
Spesifikasi HPW
HIGH PURITY WATER
78. Pemerian : jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan
tidak berasa.
Nitrat : max 0.2 ppm
Aluminium : 10 ug/L (untuk dialysis solution)
Heavy metal : max 0.1 ppm
Endotoksin : kurang dari 0.25 IU/ml
Conductivity : 1.1 uS/cm pada 20 C
Action limit : 10 CFU/100 ml dengan membran
filtration minimum sampel 200 ml
HIGH PURITY WATER
79. Water For Injections merupakan air yang digunakan
untuk produksi sediaan injeksi. Dengan demikian,
syaratnya sangat ketat. Water for Injection bukanlah
air steril dan bukan final dosage form. WFI
merupakan produk ruah intermediet (intermediate
bulk product).
WATER FOR INJECTION
80. International pharmacopoeia dan European
Pharmacopoeia mengharuskan Destilasi
sebagai tahap final purifikasi. (Bebas pyrogen,
bebas endotoxin, bebas microba, bebas
kandungan kimia, dan bebas partikel, serta
menggunakan destilasi sebagai tahap akhir
pemurnian
Di dalam pharmacopoeial WPU, Water For
Injection merupakan kualitas paling tinggi dari
jenis air – air lainnya untuk industri farmasi.
Cara/teknik pemurnian termasuk bagian dari
spesifikasi dari WFI.
WATER FOR INJECTION
81. Diproduksi dengan cara destilasi dari PW
Spesifikasi WFI :
Pemerian : jernih, tidak berwarna, tidak berbau
tidak berrasa
Nitrat maksimum 0.2 ppm
Aluminium maksimum 10 ug/l (untuk dialysis
solution)
Logam berat maksimum 0.1 ppm
WATER FOR INJECTION
82. Conductivity : maks 1.1 us/cm pada 20 C
Conductivity : 1.1 uS/cm pada 20 C
Action limit : 10 CFU/100 ml dengan membran
filtration
minimum sampel 200 ml
WATER FOR INJECTION
83. Bacteriostatic WFI (USP)
Adalah air steril untuk obat suntik yg mengandung satu atau
lebih zat antimikroba yg sesuai
Dikemas dalam alat suntik atau vial-vial dengan volum
maksimal 30 ml
Digunakan sebagai pembawa steril untuk obat suntik dengan
volume kecil
Jika volum pelarut yang dibutuhkan lebih dari 5 ml, maka
digunakan steril WFI, bukan bakteriostatik WFI
Bakteriostatik yang ditambahkan harus tidak bereaksi dengan
bahan obat
BACTERIOSTATIC WFI (USP)
84. Berbagai uji mutu terhadap air untuk sediaan parenteral, yaitu
uji pirogen atau uji endotoxin.
Uji pirogenitas :
Dengan mengukur peningkatan suhu tubuh kelinci percobaan
yang disuntikan dengan sediaan uji pirogenitas secara
intravena
85. CARA MENYEDIAKAN UAP AIR BERSIH
PADA UNIT PRODUKSI STERIL
Air Pro Injeksi
Dibuat dengan jalan didihkan air selama 30 menit
dihitung dari setelah air mendidih di atas api lalu
didinginkan (Rep. Tek Fa. Steril)
Air pro Injeksi Bebas CO2
Dibuat dengan jalan mendidihkan air pro injeksi
selama 20-30 menit setelah air mendidih, lalu dialiri
gas nitrogen sambil didinginkan.
86. CARA MENYEDIAKAN UAP AIR BERSIH
PADA UNIT PRODUKSI STERIL
Air pro Injeksi Bebas Oksigen
Dibuat dengan jalan mendidihkan air pro
injeksi selama 20-30 menit, dihitung setelah
air mendidih, jika dibutuhkan dalam jumlah
besar maka saat pendinginan dialiri gas
nitrogen.
87. PRINSIP PENGGUNAAN
ELEKTROLIT & ADJUVANT DLAM
FORMULASI PARENTERAL
• Tonisitas adalah Tonisitas,
:menurut farmasi fisik ; tonisitas
larutan dapat ditentukan dengan
menggunakan salah satu yaitu
hemolisis, pengaruh berbagai
larutan di periksa berdasarkan
timbulnya efek ketika
disuspensikan dengan darah.
88. PRINSIP PENGGUNAAN
ELEKTROLIT & ADJUVANT DLAM
FORMULASI PARENTERAL
• Osmotisitas, adalah istilah yang di gunakan
untuk membandingkan osmolaritas dari solusi
dengan osmolaritas solusi lain
• Osmolalitas konsentrasi suatu larutan (dalam 1
kilogram) ditinjau dari jumlah ion larutannya,
sinyatakan dengan satuan Osmol/kg.
• Osmolaritas : konsentrasi suatu larutan (dalam
1 liter) ditinjau dari jumlah partikelnya,
dinyatakan dengan satuan osmol/L.
89. EFEK FISIOLOGIS LARUTAN
Jika suatu larutan konsentrasinya sama
besar dengan konsentrasi dalam sel darah
merah sehingga tidak terjadi pertukaran
cairan di antara keduanya, maka larutan
tersebut dikatakan isotoni (ekivalen dengan
0,9% NaCl)
1.
Isotonis
90. EFEK FISIOLOGIS LARUTAN
Turunnya titik beku kecil, tekanan
osmosisnya lebih rendah dari serum darah
menyebabkan air akan melintasi membran
sel darah merah yang semipermeabel
memperbesar volume sel darah merah dan
menyebabkan peningkatan tekanan dalam
sel.
Tekanan yang lebih besar menyebabkan
pecahnya sel-sel darah merah. Peristiwa
demikian dikenal dengan Hemolisa.
2.
Hipotonis
91. EFEK FISIOLOGIS LARUTAN
Turunnya titik beku besar, tekanan
osmosenya lebih tinggi dari serum
darah menyebabkan air keluar dari sel
darah merah melintasi membran
semipermeabel mengakibatkan
terjadinya penciutan sel-sel darah
merah, peristiwa demikian dikenal
dengan nama Plasmolisa.
3.
Hipertonis
92. PERHITUNGAN TONISITAS
Tonisitas
1. Metode penurunan titik
beku
2. Perhitungan dengan
tetapan Liso
3. Kesetaraan dengan
volume NaCl
4. Kesetaraan NaCl
W =
E = 17 Liso
BM
V = w. E. V’
𝐸 =
1,7 𝐷𝑡𝑏
𝑤
93. METODE PERHITUNGAN
• Osmolalitas
Larutan molal adalah jika 1 mol zat terlarut terdapat
dalam 1 kg zat pelarut.
Osmolalitas : molal x jumlah ion dalam larutan
• Osmolaritas
Osmolaritas : Molar x jumlah partikel yang
terdisosiasi
Osmolaritas 1 mol/L larutan natrium klorida adalah :
1 (jumlah mol) x 2 (jumlah partikel) = 2 osmol/L
Osmolaritas 1 mol/L larutan glukosa adalah 1 x
1 = 1 osmol/ L
94. MENGATUR TONISITAS LATURAN
PARENTERAL
Mengatur tonisitas laturan parenteral dengan
penambahan NaCl.
Tonisitas larutan parenteral harus isotonis atau
sedikit hipertonis. Berdasarkan perhitungan
tonisitas angka negatif menunjukan larutan
hipertonis, tapi kalau positif berarti hipotonis maka
formula harus ditambahkan sejumlah hasil
perhitungan dengan satuan % (dari perhitungan titik
beku).
95. ADJUVANT
Adjuvant adalah bahan-bahan yang
diperlukan dalam pembuatan sediaan selain
zat aktifnya, seperti bahan dasar, pewarna,
penyalut, pengawet, pemanis, pembawa yang
dapat ditambahkan ke dalam sediaan untuk
meningkatkan stabilitas, manfaat atau
penampilan maupun untuk memudahkan
pembuatan
96. CONTOH ADJUVAN DALAM SEDIAAN
PARENTERAL
1. Zat pelarut air, contohnya : Air Pro Injeksi, NaCl
pro injeksi.
2. Zat pelarut non air, contohnya : propilen glikol,
gliserin, polietilen glikol, oleum sesami.
3. Larutan buffer, contohnya dapar fosfat.
4. Zat pengawet, contohnya fenol.
5. Zat antioksidan, contohnya Natrium
metabisulfit / Natrium pirosulfit.
97. PENGGUNAAN ADJUVANT DALAM SEDIAAN
PARENTERAL
Buffer : untuk mendapatkan pH
stabilitas obat dalam sediaan
Antioksidan : untuk menghindari
terjadinya proses oksidasi oleh O2 dari
udara
Pengawet : untuk menjaga kesterilan
98. PENGGUNAAN WATER MISCIBLE SOLVENT
Jika zat aktif dari sediaan injeksi tidak
stabil dalam air, maka pengatasannya dengan
dibentuk sediaan kering steril atau dengan
sistem kosolvensi. Aqua kosolven : pelarut
pembantu tidak pernah dipakai tunggal, tetapi
campuran. Macam-macam kosolven yang bisa
digunakan : glikol, etanol/alkohol, dimetil
asetamid, dimetil formasmide, DMSO, aseton,
asam organik (asam laktat dan asam sitrat),
surfaktan (chremophor, lesitin).
99. Definisi :
Injeksi ini besar untuk digunakan dengan infuse
i.v biasanya cairan i.v dan di golongkan ke dalam
kelompok produk steril yang terdiri dari injeksi
volume tunggal yang mempunyai volume 100 ml
atau lebih, dari dalam pewadahan tidak ditambahkan
bahan-bahan, cairan intravena dikemas dalam
wadah 100-1000ml (RPS 18 th:1570).
LVP digunakan juga sebagai pembawa untuk obat
lain, dan merupakan cara untuk menyediakan nutrisi
parenteral.
DEFINISI & PRINSIP-PRINSIP FORMULASI
SEDIAAN PARANTERAL VOLUME BESAR (LVP)
100. PENGGUNAAN KLINIK LVP
• Larutan asam amino
Pemberian asam amino silakukan jika pemberian makanan
melalui oral tidak mungkin lagi, atau jika absorpsi
melalui saluran cerna tidak berfungsi baik/normal.
• Larutan karbohidrat (dekstrosa)
Dekstroksa adalah nutrisi penting dengan 1 g menghasilkan 3,4
kalori. Menurut USP, pH injeksi desktrosa 5% adalah 3,506,5.
• Lemak intravena
Untuk memberikan makanan secara i.v, lemak harus berada
dalam bentuk yang sesuai, biasanya berbentuk emulsi. Rentang
ukuran partikel lemak dalam emulsi adalah 0,1-0,5 µm,
sebanding dengan ukuran chylomicron.
101. PENGGUNAAN KLINIK LVP
• Nutrisi parenteral
Nutrisi total secara parenteral (TPN) adalah pemberian
makanan yang mengandung larutan asam amino,
desktrosa dengan konsentrasi tinggi (± 20%),
elektrolit, vitamin, dan dalam beberapa hal insulin.
• Restorasi keseimbangan elektrolit
Larutan yang paling banyak digunakan adalah injeksi
NaCl 0,9%, larutan isotonic yang mengandung 154
mEq ion Na dal Cl.
• Pengganti cairan
Dehidrasi memerlukan cairan sebagai larutan dasar.
Dalam hal ini dapat digunakan injeksi NaCl dan
dekstrosa.
102. PENGGUNAAN KLINIK LVP
• Darah dan produk darah
Darah dan produk darah hanya dapat diberikan secara i.v dan
digunakan dalam keadaan syok, pendarahan, dan
kehilangan protein darah. Pemberian darah tidak boleh
dicampur dengan obat.
• Pembawa obat
Karena sifatnya menyenangkan, potensial untuk iritasi obat
dan kebutuhan pemberian obat secara kontinu, cairan i.v
biasa digunakan sebagai pembawa untuk obat yang akan
diberikan secara i.v.
• Injeksi Ringer Laktat
Mengandung sejumlah kecil Na, kalium, kalsium klorida,
dan sejumlah kecil Na-laktat. Komposisinya hamper sama
dengan cairan ekstraseluler. Digunakan untuk pengobatan
awal: syok dan hipovolemik pada orang dewasa.
103. TIPE-TIPE LVP YANG
MELIPUTI:
• Larutan Elektrolit, : larutan yang paling banyak
digunakan adalah injeksi NaCl 0,9%, larutan
isotonic yang mengandung 154 mEq ion Na dan
Cl
• Karbohidrat : nutrisi penting dengan 1 g
menghasilkan 3,4 kalori. Menurut USP,
pH injeksi dekstrosa 5% adalah 3,5-6,5.
• TPN (total secara parenteral) : pemberian makanan
yang mengandung larutan asam amino, dekstrosa
dengan konsentrasi tinggi (± 20%), elektrolit,
vitamin, dan dalam beberapa hal insulin.
104. KONSEP FORMULASI LVP
a. Parameter fisologis
Beberapa komponen penunjang fisologis
tubuh dapat diberikan dalam bentuk sediaan
parenteral volume besar seperti kebutuhan tubuh
akan air, elektrolit, karbohidrat, asam amino,
vitamin dan mineral.
Faktor fisiologi perlu diperhatikan karena
dapat berpengaruh pada formulasi. Tekanan
osmosa atau osmolaritas merupakan faktor
fisiologi yang dimana tekanan osmosa adalah
perpindahan pelarut dan zat terlarut melalui
membran permeabel yang memisahkan 2
komponen, dinyatakan dalam osmole per
kilogram = osmolarita.
105. KONSEP FORMULASI LVP
b. Parameter fisikokima
1. Kelarutan
pada umumnya obat-obatan yang digunakan
untuk membuat sediaan parenteral volume besar
mudah larut.
2. pH
pH perlu diperhatikan mengingat pH yang tidak
tepat dapat berpenagruh pada darah. pH darah
normal 7.5-7.45.
106. KONSEP FORMULASI LVP
3. Pembawa
Umumnya digunakan pembawa air, tetapi dapat
juga dipakai emulsi lemak intravena yang diberikan
sendiri atau kombinasi dengan asam amino atau
dekstrose.
107. KONSEP FORMULASI LVP
4. Cahaya dan suhu
Cahaya dan suhu mempengaruhi
kestabilan obat. Contohnya yaitu vitamin
yang harus disimpan dalam wadah
terlindung cahaya.
5. Faktor kemasan
Bahan wadah berpengaruh terhadap
kestabilan obat parenteral volume besar
seperti gelas, plastik dan tutup karet.
108. KONSEP FORMULASI LVP
c. Stabilisasi LVP
Untuk bahan penambah seperti dapar,
antioksidan, komplekson, jarang ditambahkan
pada sediaan parenteral volume besar.
109. KONDISI PEMRORESAN YANG
MEMPENGARUHI FORMULASI LVP
a. Gangguan kardiovaskular dan plumonar dari
peningkatan dalam volume cairan sistem sirkulasi
mengikuti pemberian cepat volume cairan dalam
jumlah besar .
b. Perkembangan potensial trombophlebitis
c. Kemungkinan infeksi lokal atau sistemik dari
kontaminasi larutan atau teknik injeksi septik
d. Pembatasan cairan berair
110. PERTIMBANGAN DALAM ADMIXTURE LVP
a. jenis-jenis cairan yang dibuat harus lebih
banyak dan bahkan bahan tambahan
banyak digunakan melalui intravena
daripada melalui subkutan
b. cairan yang disuntik pada volume besar
harus relative lebih cepat
111. PERTIMBANGAN DALAM ADMIXTURE LVP
c. pembuatan cairan dapat segera dicapai
efek sistemik
d. level darah dari obat yang terus menerus
disiapkan
e. harus secara langsung karena untuk
membuka vena
pada pemberian obat rutin dan mampu
digunakan
dalam situasi darurat
112. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
DALAM SISTEM PRODUKSI LVP
Viskositas sangat berpengaruh karena jika sediaan
infus terlalu kental maka akan susah menetes,
distribusi obat dalam darah akan lambat, sehingga
ketercapaian efek terapi yang diinginkan akan lambat
pula
Viskosit
as
113. FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI DALAM
SISTEM PRODUKSI LVP
Kerapatan berpengaruh terhadap ukuran partikel
bahan obat. Dalam sediaan LVP ukuran partikel harus
kecil karena sediaan infus pemberiannya langsung
kedalam vena.
Kerapata
n
114. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
DALAM SISTEM PRODUKSI LVP
Tergangan permukaan berkaitan dengan kelarutan
dari obat atau bahan obat yang akan diproduksi.
kelarutan sangat penting untuk pengembangan
larutan yang dapat disuntikkan baik secara intravena
maupun intramuscular.
Tegangan
Permukaan
115. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
DALAM SISTEM PRODUKSI LVP
Tekanan uap berkaitan dengan suhu dan cahaya.
Suhu dan cahaya mempengaruhi kestabilan obat
sehingga dalam hal penyimpanan obat sangat
diperhatikan karakteristik dari obat atau bahan obat
yang akan disimpan
Tekanan Uap
116. BAHAN ADITIF YANG
DIPERLUKAN DALAM FORMULASI
LVP
Zat pembawa yang digunakan dalam sediaan infus
yaitu zat yang berbentuk larutan (air) atau yang biasa
digunakan dalam pembuatan sediaan steril adalah
aqua pro injeksi untuk melarutkan zat aktif dan zat
tambahan.
Pembawa
117. Pengawet dalam sediaan steril biasanya digunakan
untuk mengawetkan sediaan tersebut. Akan tetapi
untuk sediaan infus dosis tunggal kemungkinan
terjadinya kontaminasi mikroba sangat kecil dan tidak
perlu menggunakan pengawet.
Pengawet
BAHAN ADITIF YANG
DIPERLUKAN DALAM FORMULASI
LVP
118. Tonisitas sediaan = % NaCl sudah
termasukdidalam batas toleransi normal tubuh
yaitu 0,7 – 1,5 %. Maka iritasi tubuh dan
konsekuensi hipotonis atau lisis sel-sel
jaringan tubuh tidak terjadi. NaCl digunakan
sebagai larutan pengisotonis agar sediaan infus
setara dengan 0,9% larutan NaCl, dimana
larutan tersebut mempunyai tekanan osmosis
yang sama dengan cairan tubuh.
Pengisotonis
BAHAN ADITIF YANG
DIPERLUKAN DALAM FORMULASI
LVP
119. SEDIAAN OPTHALMIC
Mata merupakan organ yang paling peka dari
manusia. Oleh karena itu sediaan obat mata
mensyaratkan kualitas yang lebih tajam.
Yang dimaksud sebagai obat mata adalah tetes
mata, salap mata, pencuci mata dan beberapa
bentuk pemakaian yang khusus serta inserte
sebagai bentuk depo, yang ditentukan untuk
digunakan pada mata utuh atau terluka.
121. ANATOMI MATA
Bola mata terdiri atas 3 lapisan yaitu
Sclera, membentuk kantung konjungtiva
Korodia
Retina
Segmen anterior mata :
Kamera anterior
Kamera posterior
122. SYARAT SEDIAAN OPTHALMIC
• Steril
• Isotonis dengan air mata
• Bila mungkin isohidri
• Tetes mata berupa larutan harus jernih
• Bebas partikel asing
• Basis salep mata tidak boleh iritan
124. SYARAT SEDIAAN OPTHALMIC
Pemakaian sediaan ophthalmic yang
terkontaminasi mikroorganisme dapat
terjadi rangsangan berat yang dapat
menyebabkan hilangnya daya penglihatan atau
tetap terlukanya mata sehingga sebaiknya
dilakukan sterilisasi akhir (sterilisasi uap) atau
menyaring larutan dengan filter pembebas
bakteri.
Steril
125. SYARAT SEDIAAN OPTHALMIC
Sediaan sebaiknya dibuat mendekati isotonis
agar dapat diterima tanpa rasa nyeri dan tidak
dapat menyebabkan keluarnya air mata, yang
dapat mencuci keluar bahan obatnya. Untuk
membuat larutan mendekati isotonis, dapat
digunakan medium isotonis atau sedikit
hipotonis, umumnya digunakan natrium-
klorida (0,7-0,9%) atau asam borat (1,5-1,9%)
steril.
Isotonis
126. SYARAT SEDIAAN OPTHALMIC
Persyaratan ini dimaksudkan untuk
menghindari rangsangan akibat bahan padat.
Sebagai material penyaring digunakan leburan
gelas, misalnya Jenaer Fritten dengan ukuran
pori G 3 – G 5.
Kejernihan
127. SYARAT SEDIAAN OPTHALMIC
Dengan pengecualian sediaan yang digunakan pada mata
luka atau untuk tujuan pembedahan, dan dapat dibuat
sebagai obat bertakaran tunggal. Pengawet yang sering
digunakan adalah thiomersal (0.002%), garam fenil
merkuri (0,002%), garam alkonium dan garam
benzalkonium (0,002-0,01%), dalam kombinasinya
dengan natrium edetat (0,1%), klorheksidin (0,005-
0,01%), klorbutanol (0,5%), dan benzilalkohol (0,5-1%).
Pengawetan
128. SYARAT SEDIAAN OPTHALMIC
Mirip seperti darah. Cairan mata menunjukan
kapasitas dapar tertentu. Yang sedikit lebih rendah
oleh karena system yang terdapat pada darah seperti
asam karbonat, plasma, protein amfoter dan fosfat
primer – sekunder, juga dimilikinya kecuali system –
hemoglobin – oksi hemoglobin.
Harga pHnya juga seperti darah 7,4 akan tetapi
hilangnya karbondioksida dapat meningkatkannya
smapai harga pH 8 – 9.
Pendaparan
129. VISKOSITAS DAN AKTIVITAS
PERMUKAAN
Melalui peningkatan viskositas dapat dicapai
distribusi bahan aktif yang lebih baik didalam cairan
dan waktu kontak yang lebih panjang. Lagi pula
sediaan tersebut memiliki sifat lunak dan licin
sehingga dapat mengurangi rasa nyeri. Oleh Karena
itu sediaan ini sering dipakai pada pengobatan
keratokonjunktifitis. Sebagai peningkat viskositas
digunakan metal selulosa dan polivinilpiroridon
(PVP).
Viskositas dan
Aktivitas
Permukaan
131. OBAT MIDRIATIKUM
Adalah obat yang digunakan untuk membesarkan pupil
mata dan untuk siklopegia (melemahkan otot siliari),
sehingga memungkinkan mata untuk fokus pada obyek
yang dekat.
Obat midriatikum menggunakan tekanan pada efeknya
dengan memblokade inervasi dari pupil spingter dan
otot siliari.
Obat untuk midriatikum bisa dari golongan obat
simpatomimetik dan antimuskarinik, sedangkan obat
untuk siklopegia hanya obat dari golongan
antimuskarinik.
Obat midriatikum-siklopegia :
132. OBAT MIOTIKUM
Obat miotikum adalah obat yang menyebabkan
miosis (kontriksi dari pupil mata).
Bekerja dengan cara membuka system saluran di
dalam mata, dimana system saluran tidak efektif
karena kontraksi atau kejang pada otot di dalam
mata yang dikenal dengan otot siliari.
Contoh obat :
Betaxolol (penghambat beta adregenik).
Pilokarpin (reseptor agonis muskarinik).
133. OBAT ANTI RADANG MATA
Obat mata golongan kortikosteroid digunakan untuk
radang / alergi mata atau mata bengkak yang bisa
disebabkan oleh alergi itu sendiri atau oleh virus.
Menghilangkan gejalanya saja.
Contoh obat :
Betamethasone dihydrogenphosphat dinatrium tetes
mata dosis 1 mg/mL atau 0,1 %.
Fluorometholone tetes mata mengandung 0,1 %.
134. OBAT ANTISEPTIK &
ANTIINFEKSI
Indikasi : Infeksi oleh mikroba, Luka / ulkus
kornea mata, Masuknya benda asing ke
dalam kornea mata
Inert (tidak menimbulkan efek pada mata atau
tidak bereaksi dengan zat aktifnya)
Zat aktifnya merupakan antibiotik/ antiseptik
atau antivirus
Jenis zat aktifnya :
Sulfacetamid Na, Ciprofloxacin HCl,
Tobramycin, Chloramphenicol, dll.
135. OBAT ANTI GLAUKOMA
Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan
di dalam bola mata meningkat, sehingga terjadi
kerusakan pada saat optikus dan menyebabkan
penurunan fungsi penglihatan.
Terdapat 4 jenis glaucoma :
Glaukoma sudut terbuka (pilokarpin, epinephrine,
dll)
Glaukoma sudut tertutup (acetazolamide)
Glaukoma kongenitalis (Brinzolamid, timolol
maleat, latonoprast)
Glaukoma sekunder (kortikosteroid dan obat
pelebar pupil)
136. OBAT MATA LAIN
1. Obat mata katarak dan paska operasi katarak
Na Pirenoksin tetes mata, kadar 750 dalam 15 ml
cairan atay 0,05 mg/ml.
Na Diklofenak tetes mata dengan kadar 1mg/ml.
2. Obat mata konjungtivitas
Pemirolast kalium tetes mata 0,1%.
Lodoxamide tetes mata 0,1%.
Natrium cromoglycate tetes mata 2%.
137. PROSES ADSORPSI PADA
MATA
• Obat harus menembus bagian dalam mata, baik
struktur hidrofil maupun lipofil.
• Epitel kornea dan endotel kornea berfungsi sebagai
pembatas lipofil, sedangkan zat hidrofil dapat
berdifusi melalui stroma.
• Dengan demikian kondisi penembusan akan sangat
menguntungkan untuk obat yang dapat
menunjukan sifat lipofil dan hidrofil bersama-
sama.
• Ini terjadi pada asam lemat dan basa lemah yang
sebagian dalam bentuk tak terionisasi, sehingga
bersifat larut lemak dan bagian yang
terionisasi sehingga bersifat larut dalam air.
138. PERTIMBANGAN PROSES PEMBUATAN
SEDIAAN OPTHALMIC
1. Kejernihan
Larutan mata adalah dengan definisi bebas adari
partikel asing dan jernih secara normal diperoleh
dengan filtrasi, pentingnya peralatan filtrasi dan
tercuci baik sehingga bahan-bahan partikulat tidak
dikontribusikan untuk larutan dengan desain
peralatan untuk menghilangkannya. pengerjaan
penampilan dalam lingkungan bersih.
2. Stabilitas
Stabilitas obat dalam larutan, seperti produk
tergantung pada sifat kimia bahan obat, pH produk,
metode penyimpanan (khususnya penggunaan suhu),
zat tambahan larutan dan tipe pengemasan
139. PERTIMBANGAN PROSES
PEMBUATAN SEDIAAN OPTHALAMIC
3. Buffer dan pH
Idealnya, sediaan mata sebaiknya pada pH yang
ekuivalen dengan cairan mata yaitu 7,4. Dalam
prakteknya, ini jarang dicapai. mayoritas bahan aktif
dalam optalmologi adalah garam basa lemah dan paling
stabil pada pH asam. ini umumnya dapat dibuat dalam
suspensi kortikosteroid tidak larut suspensi biasanya
paling stabil pada pH asam.
4. Tonisitas
USP mengizinkan penggunaan bahan pengkhelat
viskositas untu memperpanjang lama kontak dalam mata
dan untuk absorpsi obat dan aktivitasnya. Bahan-bahan
140. PERTIMBANGAN PROSES PEMBUATAN
SEDIAAN OPTHALAMIC
5. Additives/Tambahan
Penggunaan bahan tambahan dalam larutan
mata diperbolehkan, namun demikian pemilihan
dalam jumlah tertentu. Antioksidan, khususnya
Natrium Bisulfat atau metabisulfat, digunakan
dengan konsentrasi sampai 0,3%, khususnya dalam
larutan yang mengandung garam epinefrin
141. KOMPONEN NON-
TERAPEUTIK DALAM SEDIAAN
OPTHALMIC
1. Pengawet Anti Mikroba
Pengawet diperbolehkan untuk menjaga sterilitas produk setelah
kemasan dibuka dan selama pengunaan oleh pasien. Pemilihan zat
pengawet juga dibatasi dalam hal stabilitas fisika dan kimia,
kompatibilitas dan masalah keamanannya.
1. Benzalkonium klorida biasanya dikombinasi dengan EDTA
2. Timerosal
3. Klorobutanol
4. Metil dan propil paraben
5. Venil etil alkohol
6. Polikuat
142. KOMPONEN NON-
TERAPEUTIK DALAM SEDIAAN
OPTHALMIC
2. Pembuffer
Stabilitas kimia dan kenyamanan mata untuk
produk-produk obat mata cair bergantung pada
nilai pH produk secara umum.
3. Peningkat viskositas
Beberapa produk obat mata topikal mengandung
bahan peningkat viskositas untuk meningkatkan
waktu retensi, mengurangi laju pengeluaran dan
meningkatkan bioavaibilitas mata.
143. KOMPONEN NON-
TERAPEUTIK SEDIAAN
OPTHALMIC
4. Bahan pengatur osmolaritas
Tonisitas (osmolaritas) penting pada produk obat mata cair untuk
meminimalkan potensi ketidaknyamanan selama penetesan ke
dalam mata.
Untuk larutan Non Elektrolit:
mOsm/liter = konsentrasi dalam gram/liter x 1000
berat molekul dalam gr
Untuk larutan Elektrolit kuat:
mOsm/liter = konsentrasi dlm g/liter x jumlah ion yg terbentuk x
1000
berat molekul dalam gr
144. KOMPONEN NON-
TERAPEUTIK SEDIAAN
OPTHALMIC
Hubungan osmolaritas dengan tonisitas
Osmolaritas (m osmole/liter) Tonisitas
Ø 350 Hipertonis
329 – 350 Sedikit hipertonis
270 – 328 Isotonis
250 – 269 Sedikit hipotonis
0 – 249 Hipotonis
145. KOMPONEN NON-
TERAPEUTIK SEDIAAN
OPTHALMIC
Dasar salep yang dipilih :
Tidak mengiritasi mata
Bahan obat berdifusi ke seluruh mata
Titik leburnya mendekati suhu tubuh
Bahan yang digunakan harus halus
bahan dasar yang mudah dicuci dengan air
Mempertahankan aktivitas obat dalam jangka
waktu tertentu pada kondisi penyimpanan
yang tepat
146. KOMPONEN NON-
TERAPEUTIK SEDIAAN
OPTHALMIC
Basis salep yang dipilih :
• Cairan petrolatum (minyak mineral)
• Campuran dari petrolatum
• Zat yang bercampur dengan air (Lanolin)
• Mengandung vaselin
• Dasar absorpsi atau dasar salep larut air
147. STERILITAS DAN STERILISASI
sterilitas : infertilitas yang bersifat
permanen. Bisa juga mengacu pada
kondisi bebas kuman (steril)
Bioburden: jumlah mikroorganisme
kontaminan yang di ketahui atau di
hitung pada objek atau material tertentu
sebelum memasuki proses sterilisasi.
148. Sterilisasi Kering (Fisika)
Metode kering
Metode Uap
Metode basah
Sterilisasi Basah (Fisika dan kimia)
Metode Fisika : Radiasi dan elektron
Metode Kimia : Eto, ozon
METODE STERILISASI
154. senyawa yang tidak tahan terhadap
panas
senyawa yang tidak tahan terhadap
uap
Menggunakan gas etilen oksida atau
propilen oksida
Perlu perlengkapan khusus
Pengawasan intens
STERILISASI GAS
155. Sifat :
Mudah terbakar jika tercampur udara
Penggunaan:
Diencerkan dengan gas inert (CO2
atau hidrokarbon terflourinasi)
Lama Kerja : 4 – 16 jam
Mekanisme kerja :
Mengganggu metabolisme sel
bakteri
ETILEN OKSIDA
156. Sebagai zat pensteril pemakaian khusus
:
Sterilisasi peralatan operasi dan
kedokteran
Alat-alat seperti kateter
Alat suntik disposible
Mensterilkan berbagai enzim tertentu
Mensterilkan antibiotik dan obat
tertentu
ETILEN OKSIDA
157. Syarat :
Tidak timbul reaksi kimia
Tiak merusak senyawa obat
ETILEN OKSIDA
158. Alat sterilisasi gabungan disusun
mirip autoklaf
Diperlukan pengawasan khusus
Waktu
Temperatur
Kadar gas
kelembapan
PERLENGKAPAN STERILISASI
GAS
159. Menggunakan sinar gamma dan sinar-sinar
katoda
Memerlukan peralatan khusus
Mekanisme :
Ikut terlibat dalam perubahan kimiawi
Membantu mikroorganisme membentuk
senyawa kimia baru yang dapat merusak
sel
Merusak nukloprotein inti dan kerusakan
menetap
STERILISASI RADIASI
160. Proses sterilisasi dengan memaparkan
produk pada sinar gamma atau
elektron berenergi tinggi, baik dalam
kemasan tunggal atau curah selama
waktu tertentu sehingga tercapai
faktor keamanan /SAL 10-6
DEFINISI STERILISASI
RADIASI
161. Radiasi sinar alpha (partikel)
Radiasi sinar beta/electron (partikel)
Radiasi sinar gamma (gelombang
elektromagnetik)
Sinar X (gelombang elektromagnetik)
JENIS RADIASI
162. Electron dan electron beam
Gamma rays dari Co-60 atau Cs-137
X-Rays dari X-Rays machine
SUMBER RADIASI
163. Penghilangan mikroba dengan
absorbsi menggunakan mekanisme
penyaringan
Digunakan :
Larutan tidak tahan panas
Menyaring sediaan larutan yang
dibuat segar dan harus steril
Perlu dimonitoring dengan ketat
STERILISASI FILTRASI
164. Penyaring Berkeffeld dan Mandler
Penyaring Pasteur-Chamberland,
Doulton dan Selas
Penyaring Seitz dan Swinney
Gelas Bucher sejenis corong
ALAT-ALAT STERILISASI
PENYARINGAN
165. High Intensity Light
Lampu discharge
intensitas tinggi
(lampu HID) adalah jenis
lampu gas
discharge listrik yang
menghasilkan cahaya
melalui busur listrik antara
elektroda tungsten
ditempatkan di dalam
tabung busur menyatu
alumina kuarsa atau
METODE STERILISASI BARU
166. Tabung ini diisi dengan gas dan garam
logam.
Gas memfasilitasi awal busur itu. Setelah
busur dimulai, memanaskan dan menguapkan
garam logam membentuk plasma, yang
sangat meningkatkan intensitas cahaya yang
dihasilkan oleh busur dan mengurangi
konsumsi daya. Lampu discharge intensitas
tinggi adalah jenis lampu bus
HIGH INTENSITY
LIGHT
167. Berbagai jenis kimia yang digunakan
dalam tabung busur lampu HID,
tergantung pada karakteristik yang
diinginkan dari intensitas cahaya,
temperatur warna berkorelasi,
rendering indeks warna (CRI), efisiensi
energi, dan umur.
HIGH INTENSITY
LIGHT
169. Beberapa lampu HID menggunakan
zat radioaktif seperti kripton-85 dan
thorium.
Krypton-85 adalah gas dan
ditemukan dicampur dengan argon
yang dalam tabung busur lampu
VARIETAS LAMPU
HID
170. Isotop ini menghasilkan radiasi
pengion. Hal ini karena sifat ionisasi
tertentu yang digunakan dalam
lampu. Mereka menghasilkan alpha
dan beta radiasi yang tinggi di dalam
menyebabkan ionisasi lampu tapi
tanpa bisa melarikan diri dari lampu.
VARIETAS LAMPU
HID
172. Low Temperature Plasma
Sterilisasi plasma Suhu rendah merupakan
perwakilan dari semua jenis Sterilisasi Suhu
Rendah seperti Ethylene Oxide atau
Formaldehida.
METODE STERILISASI BARU
173. Suhu lebih rendah dari 60 ℃ dan waktu
siklus di bawah 1 jam, yang mencegah
panas dan kerusakan kelembaban
peralatan medis canggih.
LOW TEMPERATURE
PLASMA
174. LOW TEMPERATURE PLASMA
Alat sterilisasi berteknologi plasma yang biasa
digunakan adalah ECR Plasma (Electron
Cyclotron Resonance Plasma).
Alat ini memanfaatkan prinsip gaya Lorentz
dengan adanya pergerakan sirkular electron-
elektron bebas sehingga membangkitkan
medan magnet seragam yang statis.
176. KINETIKA INAKTIVASI
MIKROORGANISME
Mikroorganisme : mikroorganisme
diinaktivasi bila terjadi reaksi
intraseluler dimana terjadi gangguan
metabolism yang tidak reversible. Pada
suhu tinggi dan dengan keberadaan
kelembaban seperti sterilisasi uap,
input energy dari menginaktivasi
mikroorganisme melalui cara
denaturasi protein intraseluler.
178. n=3, satu tidak steril dari seribu produk
Umumnya untuk produk yang tidak akan
kontak dengan cairan tubuh (mis:alat
laboratorium)
n=6, satu tidak steril dalam sejuta produk
Untuk produk yang akan menyentuh cairan
tubuh ataau ditanamkan pada tubuh (mis :
jarum suntik, allograft, prostese)
SAL DINYATAKAN DALAM 10-N
179. Studi untuk menentukan jumlah dan ketahanan panas
mikroorganisme dalam produk
Nilai-D adalah waktu dalam menit yang dibutuhkan untuk
mengurangi populiasi mikroba sejumlah 90% atau 1 log
siklus (1/10 bagian yang hidup) pada suhu tertentu
STUDI D-VALUE
180. STUDI D-VALUE
Dimana :
N= populasi mikroba
N0= jumlah awal
Nu= jumlah populasi yang bertahan hidup
T0= waktu ekpose awal
Tu = waktu yang di perlukan untuk membinasakan 90 % dari
populasi awal
181. STUDI Z-VALUE
Z-value : Kenaikan suhu yang dibutuhkan untuk
menurunkan harga D menjadi sepersepuluhnya, Z
value menunjukan perbedaan waktu yang diperlukan
bagi setiap suhu yang digunakan untuk menurunkan
jumlah mikroba menjadi 1/10nya.
Dimana :
D0= nilai D suhu awal T0
Dx= nilai D dari suhu Tx
182. STUDI F0-VALUE
F0-value : sebagai waktu sterilisasi ekuivalen
(dalam menit) objek yang doekspose terhadap
lingkungan jenuh uap air pada suhu 121oC dan
merupakan nilai keseluruhan yang berasal dari
formula tertentu sebagai berikut :
183. STUDI F0-VALUE
Dimana :
L = kecepatan kematian 10
t = variable waktu
T0 =waktu proses awal
Tt = waktu proses akhir
T(t) = variable suhu yang tergantung pada waktu/0C
Z = perbedaan suhu yang menyebabkan 10 kali
perubahan dalam kecepatan kematian
184. PENDEKATAN OVERKILL
Pendekatan Overkill : metode sterilisasi
menggunakan pemanasan dengan uap
panas pada suhu 121 derajat celcius selama
15 menit yang mampu memberikan
minimal reduksi setingkat log 12 dari
mikroorganisme yang memiliki nilai D
minimal 1 menit. Metode overkill untuk
bahan yang tahan panas seperti zat
anorganik
185. Pendekatan Bioburden : dimana pemanasan akhir
yang digunakan tidak lagi harus mencapai 121°C,
sehingga produk-produk yang dihasilkan dengan
metoda ini selain dijamin steril, bebas pirogen,
bebas partikel namun kandungaannya tetap stabil
serta tidak terurai yang diakibatkan pemanasan
yang terlampau tinggi.
Dapat dilihat dari pencapaian tingkat sterilisasi
yang diminta yakni 10 pangkat 6.
PENDEKATAN
BIOBURDEN
186. Alat alat yang akan digunakan untuk proses
sterilisasi harus divalidasi terlebih dahulu
dengan menggunakan indikator yang telah
distandarisasi sehingga alat layak dipakai.
Dalam proses validasi dan monitoring harus
dapat menjamin bahwa alat berjalan dengan
baik.
187. PENENTUAN LAMA SIKLUS
STERILISASI
1. Berdasarkan pendekatan overkill
Penentuan siklus pada metoda overkill bertujuan untuk
memastikan tingkat sterility assurance. Ini diperoleh dengan
menentukan pengurangan mikroorganisme setidaknya 12-
log yang memiliki D-value satu menit pada 121oC (D121=1).
Organisme yang tahan dengan pemanasan basah akan
memiliki nilai D121 > 0,1-1 menit. Sementara organisme
yang kurang tahan akan dihancurkan lebih banyak dan tingkat
lebih tinggi.
D-value dari organisme dan target minimal dari pengurangan
12-log digunakan untuk menghitung periode waktu sterilisasi
189. PENENTUAN LAMA SIKLUS
STERILISASI
2. Berdasarkan pendekatan bioburden reduction
Sementara sterilisasi bioburden dipilih jika bahan yang
disterilkan labil terhadap pemanasan tinggi. Siklus
bioburden dilakukan dengan studi untuk menentukan
jumlah dan ketahanan panas mikroorganisme dalam
produk.
D-value diperoleh dengan menggunakan sporeforming
environmental atau isolat produk. Jika ketahanan panas
organisme bioburden telah diketahui, maka siklus bisa
diperoleh. Isolat bioburden yang paling tahan akan
digunakan sebagai indikator biologis,
190. PEMASTIAN/PENJAMINAN
STERILITAS
Penentuan bioburden : di lakukan terhadap tiap
tiap bets produk, baik yang diproses dengan
sterilisasi akhir maupun secara aseptis. Bila
parameter sterilisasi overkill ditetapkan untuk
produk dengan sterilisasi akhir, pemantauan
bioburden boleh hanya secara berkala
dengan interval menurut jadwal yang
sesuai.
191. PEMASTIAN/PENJAMINAN
STERILITAS
Prinsip-prinsip pemantauan lingkungan produksi steril
• Sertifikasi dan validasi proses aseptic dan fasilitas, dapat
dicapai dengan penentuan efisien sisistem penyaringan,
dengan menggunakan prosedur pemantauan lingkungan
secara mikrobiologi, dan membuat media biakan steril
sebagai produk simulasi.
• Pemantauan fasilitas aseptic harus meliputi pemeriksaan
penyaringan udara lingkungan secara berkala terhadap
partikulat dan mikroba lingkungan, dan dapat meliputi
proses pembuatan media biakan steril secara berkala.
192. VALIDASI PROSES
STERILISASI
adalah bagian dari instrumen mesin sterilisasi
yang mengukur suhu, tekanan, dan parameter
yang lain apakah alat bekerja dengan baik.
Keterbatasan dari indikator ini adalah hanya
memberi informasi secara cepat tentang fungsi
alat sterilisasi. Informasi dapat salah bila
tidak dilakukan kalibrasi.
1. Indikator
Fisik
193. VALIDASI PROSES
STERILISASI
Indikator kimia diproduksi dalam berbagai
bentuk (strip, tape, kartu dan vial ). Dan peka
terhadap satu atau lebih parameter. Kelebihan
dari indikator ini adalah memberikan informasi
secara spesifik pada setiap kemasan.
1. Indikator
Kimia
194. VALIDASI PROSES
STERILISASI
adalah sediaan berisi populasimiokroorganisme spesifik
dalam bentuk spora.
Spora bersifat resisten terhadap beberapaparameter yang
terkontrol dan terukur dalamsuatu proses tertentu.
Prinsip kerja indikator biologi adalah mensterilkanspora
hidup mikroorganisme yang non-patogenikdan sangat
resisten dalam jumlah tertentu
1. Indikator
Biologi
195. UJI STERILITAS
(PERBEDAAN LINGKUNGAN
BAKTERI)
Aerob
Bakteri aerob adalah bakteri yang hidupnya memerlukan oksigen
bebas. Bakteri yang hidup secara aerob dapat memecah gula menjadi
air, CO2 , dan energi. Bakteri aerob secara obligatadalah bakteri yang
mutlak memerlukan oksigen bebas dalam hidupnya, misalnya,
bakteri Nitrosomonas.
Anaerob
Bakteri anaerobadalah bakteri yang dapat hidup tanpa oksigen
bebas, misalnya, bakteri asam susu, bakteri Lactobacillus bulgaricus,
dan Clostridium tetani. Akan tetapi, jika bakteri tersebut dapat hidup
tanpa kebutuhan oksigen secara mutlak atau dapat hidup tanpa
adanya oksigen, bakteri itu disebut bakteri anaerob fakultatif.
196. UJI STERILITAS
1. Uji inokulasi kedalam media sediaan uji
Pengujian langsung dari sampel dalam
media pertumbuhan.
2. Metode penyaringan membrane
Filtrasi cairan melalui membran steril. Filter
ditanam dalam media dengan masa inkubasi
7-14 hari
197. UJI DAN METODE
PENGHILANGAN PIROGEN
Pirogen
Sekumpulan zat yang mampu menimbulkan
demam. Dapat berupa lipid yang mengandung P ,
protein, polisakarida ataupun N yang terdiri dari
kuman yang hancur.
Sifat-sifat pirogen diantanranya:
Larut dalam air dantidak larut dalam pelarut – pelarut
organik
Bersifat termostabil terutama dalam larutan
Tidak menguap, tetapi destilasi biasa tidak
menyingkirkan pirogen
198. UJI DAN METODE
PENGHILANGAN PIROGEN
Endotoksin
Toksin pada gram negatif berupa
lipopolisakarida (LPS) pada membran luar dari
dinding sel yang pada keadaan tertentu bersifat
toksik pada inang dotoksin dan eksotoksin.
199. SIFAT-SIFAT PIROGEN
Thermostabil, sehingga hanya dapat dihilangkan dengan
pemanasan pada suhu 650ºC selama 1 menit, 250ºC selama
15 menit atau 180ºC selama 4 jam;
Larut dalam air. Sehingga tidak bisa memakai penyaring
bakteri;
200. UJI PIROGEN
Rabbit test
pengukuran kenaikan suhu kelinci setelah
penyuntikan larutan uji secara intravena. dengan
penyuntikan ≤ 10 ml/Kg bobot badan dalam jangka
waktu ≤ 10 menit.
LAL test
Metode spesifik untuk bakteri enterotoksin/ pirogen
yang signifikan berada di pabrik farmasetikal dan
peralatan medis. Berdasarkan mekanisme
penggumpalan darah dari kepiting( Limulus
polypemus)
201. Penghilangan pirogen
a. Membilas dengan API steril
b. Destilasi
c. Ultrafiltrasi
d. Osmosa balik
e. Karbon aktif
f. Daya tarik elektrostatik
g. Daya tarik hidrofobik
202. METODE PENGHILANGAN
PIROGEN DARI SEDIAAN STERIL
Cara destilasi
Cara pemanasan
Cara penyerapan
Cara depyrogenasi
Dengan penukar ion
Dengan gamma
radiasi
Getaran ultrasonic
204. BAHAYA, SUMBER-SUMBER, CARA
MENDETEKSI PARTIKEL SEDIAAN
PARENTERAL
Kontaminasi partikel seperti partikel tak larut dalam
sediaan injeksi dapat menghambat aliran darah.
Sumber-sumber Kontaminasi partikel berasal dari Air,
bahan kimia, pakaian personil, alat – alat, lingkungan,
pengemasan (gelas, plastik)
205. JELASKAN CARA MENDETEKSI
KEBERADAAN PARTIKEL DI
DALAM SEDIAAN PARENTERAL
Pengamatan Visible Manual Methods
Prosedur :
1. Kemasan dari larutan parenteral harus bebas dari label dan stirer.
2. Pegang kemasan pada bagian atas secara hati-hati, putar bagian
pinggang kemasan dengan gerakan memutar yang perlahan. Jika
gerakan memutar terlalu cepat akan terbentuk gelembung pada bagian
permukaan. Gelembung ini dapat menjadi bias antara partikulat
pengotor atau gelembung.
3. Pegang kemasan secara horizontal sekitar 4inci dibawah sumber
cahaya yang berlawanan arah dengan background hitam-putih. Cahaya
harus dijauhkan dari inspector, dan tangan harus berada dibawah
sumber lampu agar tidak terlalu silau.
4. Jika tidak ada partikel yang terlihat, balik kemasan secara perlahan
dan amati ada/tidaknya partikel berat yang tidak tersuspensi dengan
gerakan memutar.
5. Observasi setidaknya dilakukan selama 5 detik untuk setiap bagian
hitam dan putih
6. Tolak setiap kemasan yang memiliki partikel visible selama poses
inspeksi.
206. TIPE-TIPE FILTER
Screen Filter
filter menggunakan layar kaku atau fleksibel untuk memisahkan pasir dan partikel halus
lainnya dari air.
Depth filter
filter berbagai filter yang menggunakan porous media filtrasi untuk mempertahankan
partikel di seluruh media, bukan yang hanya di permukaan medium.
Cake filter
Bahan padat /setengah padat terkonsentrasi yang dipisahkan dari cairan dan tetap pada
filter setelah penyaringan tekanan.
Membrane Filter
Film polimer dengan peringkat pori tertentu, penghalang fisik dan menangkap partikel
seperti pada permukaan membran
207. JENIS WADAH
1. Wadah dosis tunggal
wadah yang kedap udara yang mempertahankan jumlah
obat steril untuk pemberian parenteral sebagai dosis
tunggal dan yang bila dibuka tidak dapat ditutup rapat
kembali yang dengan jaminan tetap steril. Contoh: ampul.
2. Wadah dosis ganda
wadah kedap udara yang memungkinkan pengambilan
isinya perbagian berturut-turut tanpa terjadi perubahan
kekuatan, kaulitas atau kemurnian bagian yang tertinggal.
Contoh vial atau botol serum
208. Wadah Gelas
tersusun dari pasir (silica yang hampir murni), soda abu
(natrium karbonat), batu kapur (kalsium karbonat),
dan cullet (pecahan gelas yang dicampur
dengan batch pembuatan dan berfungsi sebagai bahan
penyatu untuk seluruh campuran).
Sebagai kemasan dalam farmasi, memiliki mutu
perlindungan yang unggul, ekonomis, dan wadah tersedia
dalam berbagai ukuran dan bentuk
209. LANJUTAN…
Kelebihan
Inert
kedap udara
dibuat dari bahan yang relatif murah
tidak mudah terbakar, bentuknya tetap
mudah diisi
mudah ditutup
dapat dikemas menggunakan packaging line
mudah disterilisasi
mudah dibersihkan
dapat digunakan kembali
Kelemahan
lebih rapuh (mudah pecah)
lebih berat untuk pengiriman.
Kemasan untuk konsumen yang terbuat dari gelas bukan merupakan wadah yang paling tidak higienis karena wadah akan sering dibuka
berulang – ulang oleh konsumen, dimana tangannya tidak selalu bersih.
210. TIPE-TIPE GELAS UNTUK
SEDIAAN PARENTERAL
1. Tipe I – borosilicate glass
Pada proses pembuatan sebagian besar alkali dan kation
tanah diganti oleh boron dan atau alumunium serta zink.
Mempunyai daya tahan kimiawi yang sangat baik
sehingga tidak mempengaruhi preparat parenteral yang
sangat peka, lebih baik daripada gelas natrium karbonat.
Umumnya digunakan untuk sediaan parenteral
2. Tipe II – treated soda lime glass
gelas soda kapur silikat yang sudah mengalami
pengerjaan permukaan pada bagian yang berhubungan
dengan isinya dan mempengaruhi preparat farmasi yang
dikemas. Pada sediaan parenteral bersifat asam dan
netral.
211. LANJUTAN...
3. Tipe III – regular soda lime glass
gelas soda kapur silikat, memiliki daya tahan kimiawi
yang cukup tidak mempengaruhi preparat farmasi yang
dikemas. Biasanya tidak digunakan untuk sediaan
parenteral, kecuali jika data uji stabilitas yang sesuai
menunjukkan bahwa kaca Tipe III memenuhi untuk
sediaan parenteral yang dikemas di dalamnya
4. Tipe NP – general purpose soda lime
gelas soda kapur silikat yang digunakan untuk produk
non parenteral yang dimaksud untuk pemakaian
penggunaan oral dan topical.
212. UJI PADA GELAS, MELIPUTI:
powdered glass
Uji untuk mengetahui kandungan basa dalam
gelas(oksida natrium, kalium, kalsium, aluminium)
dengan di larutkan ke dalam air murni dibawah kondisi
suhu tinggi dengan metode asam basa. Biasanya
digunakan pada konnten yang telah terkena sulfur
dioksida.
water attack test
Di gunakan pada gelas yang telah terpapar sulfur di
oksida dalam kondisi kelembaban tertentu menggunakan
metode titrasi asam basa
213. LANJUTAN...
Pencucian
Seluruh alat-alat dan wadah gelas dicuci dengan sabun cuci dan
disikat.
Dibilas dengan air kran yang mengalir sampai bersih.
Ditiriskan alat atau wadah sampai alat-alat tersebut mengering
Sterilisasi
Dengan Pemanasan Basah autoklav pada suhu 121°C salama 15
menit.
Depirogenasi
Meliputi kombinasi pengeringan, oksidasi dan pembakaran. Di
keringkan dan di panaskan 250°C selama 45 menit dalam oven
dan laminar air flow.
214. KATEGORI PLASTIK
1. Termoset
stabil pada pemanasan dan tidak dapat dilelehkan dan
tidak dapat dibentuk ulang. untuk
membuat penutup wadah gelas atau logam.
2. Ter moplastik
plastik yang dapat dibentuk ulang dengan proses
pemanasan. Polimer termoplastik digunakan dalam
pembuatan berbagai jenis wadahsediaan farmasi.
215. KEUNTUNGAN DAN
KERUGIAN PLASTIK
Keuntungan
Fleksibel dan tidak mudah rusak/pecah
Lebih ringan
Dapat disegel dengan pemanasan
Mudah dicetak menjadi berbagai bentuk
Murah
Kerugian
Kurang inert
Beberapa mengalami keretakan dan distorsi jika kontak dengan beberapa senyawa kimia
Beberapa sangat sensitif terhadap panas
Kurang impermeabel terhadap gasdan uap seperti gelas
Dapat memiliki muatan listrik yang akan menarik partikel
Zat tambahan pada plastik mudahdilepaskan ke produk yang dikemas
Senyawa-senyawa seperti zat aktif dan pengawet dari produk yang dikemas dapat tertarik
216. ZAT-ZAT ADITIF PADA BAHAN
WADAH PLASTIK
1. Antioksidan
Contoh: fosfat dan tioester.
2. Stabilizer
Contoh: garam asam lemak, oksida anorganik, organometalik.
3. Lubricant
Contoh , logam stearat, lemak paraffin, silicon, fatty alcohol.
4. Plasticizer
Contoh: dialkil phtalat, polimer dengan BM kecil.
5. Filler (Bahan Pengisi)
polimer memperbaiki fleksibilitas
6. Colorant (Bahan Pewarna)
untuk memberikan warna pada plastik
218. KARET TUTUP PADA WADAH
SEDIAAN STERIL
Karakteristik:
Bahan: campuran kompleks polimer dasar (elastomer), pengisi,
akselerator ,vulcanizing agent (bahan vulkanisir) dan pigmen.
Sifat:
Permukaan harus licin dan tidak berlubang
Menutup rongga-rongga kecil pada permukaan
Kekerasan dan elastisitasnya harus mencukupi
Mudah ditembus oleh jarum syringe hipodermik dan menutup
rapat kembali dengan cepat
Tak mengalami perubahan sifat akibat proses sterilisasi
Impermeabel terhadap udara dan lembab
219. JENIS KARET YANG DI PAKAI:
Karet alami atau mentah
Berasal dari lateks(getah)Hevea brasiliensis
Karet sintetis
Memiliki sifat lebih resisten terhadap temperatur tinggi
dan waktu, serta lebih mahal dibandingkan karet alami
220. BAHAN TAMBAHAN PADA
TUTUP KARET
Vulcanizing agent
Akselerator
Aktivator
Antioksidan-antiozon
Plasticizer- lubrikan
Pengisi
Pigmen
221. PRINSIP PENGENDALIAN
R. ASEPTIK PRODUKSI
STERIL.
Bebas mikroorganisme aktif (udara yang ada di dalam
ruangan disaring dengan HEPA filter agar mendapatkan
udara yang bebas mikroorganisme dan partikel)
Ada batasan kontaminasi dengan partikel
Tekanan positif(udara di dalam mengalir ke luar )
Minimal terbagi atas tiga area, yaitu area kotor (black
area), intermediate area (grey area), dan area bersih
(white area).
222. METODE VENTILASI UDARA
YANG MENGHASILKAN UDARA
BERSIH
AHU(Air Handling Unit)
seperangkat alat yang dapat mengontrol suhu,
kelembaban, tekanan udara, tingkat kebersihan (jumlah
partikel/mikroba), pola aliran udara, jumlah pergantian
udara dll.Bagian alat dari AHU diantaranya:
Dumper,Ducting.,Filter,Static Pressure Fan (blower) dan
Cooling coil.
223. 223
Pada prInsipnya Air Handling System terdiri dari :
1. Blower / fan : Meniupkan udara ke ruangan-ruangan melalui ducting.
2. Filter : Menyaring udara yang dikeluarkan blower / fan
3. Ducting : Menyalurkan udara dari blower ke ruangan –
( berfungsi seperti pipa air atau selang air ).
4. Damper : Mengatur besarnya tekanan yang akan masuk kedalam
ruangan-ruangan
5. Diffuser : Adalah ujung dari ducting yang membawa udara masuk
kedalam ruangan (supply grill) atau ujung dari ducting yang
membawa udara keluar ruangan (return grill)
Air Handling System dengan perlengkapan seperti diatas hanya menghasilkan udara
dengan kualitas tertentu tetapi tidak mendinginkan ruangan.
KOMPONEN AIR HANDLING SYSTEM
( Tanpa pendinginan )
224. 224
KOMPONEN AIR HANDLING SYSTEM
BLOWER / FAN FILTER
DUCTING DAMPER DIFFUSER
INLET
GRILL
OUTLET
GRILL
( Tanpa pendinginan )
226. 226
KOMPONEN AIR HANDLING SYSTEM
Posisi Pemasangan
_________________________________
PRE FILTER
( Diluar )
PRE FILTER
( Didalam housing )
MEDIUM-FILTER
( Didalam housing )
BLOWER
/ FAN
228. 228
KOMPONEN AIR HANDLING SYSTEM
_________________________________
DIFFUSER
Inlet grill
DIFFUSER
return grill
PERHATIAN :
Diskusi tentang posisi
yang baik untuk inlet
grill dan return grill
Posisi Pemasangan
229. 229
HVAC ( HEATING VENTILATION AND AIR
CONDITIONING)
Adalah bahan yang digunakan untuk menyaring udara dalam Air Handling System
dengan tujuan untuk menghasilkan udara yang lebih bersih setelah melaluinya.
Dalam HVAC dikenal 3 jenis filter yang biasa terpasang dalam pabrik farmasi :
1. Filter kasar atau coarse filter atau lazimnya disebut “pre filter.
Filter ini mempunyai efisiensi 30% - 40%
2. Filter menengah atau medium filter.
Filter ini mempunyai efisiensi 85% - 95%
3. Filter halus atau HEPA ( High Efficiency Particulate Air )
Filter ini mempunyai efisiensi 99,997%
Satu jenis yang lain filter ultra halus , belum lazim digunakan, tidak dibicarakan
Pre-filter dan medium filter terpasang dalam rumah filter (bahasa populer : housing)
sedangkan filter HEPA terpasang dalam ruangan.
230. 230
PRE FILTER
2 dari 3 lolos
MED- FILTER
1 dari 16 lolos
HEPA FILTER
Praktis tak ada
yg lolos
30% - 40%
85% - 95%
(> 95%)
99,997%
F I L T E R
Arti Efisiensi
______________________
Kemampuan filter untuk menahan dan membersihkan udara yang melaluinya
KESIMPULAN : PERSENTASE EFISIENSI MENUNJUKKAN KERAPATAN
231. 231
1. PARTIKEL
2. KELAS 100
3 KELAS 10.000
( White )
4. KELAS ≤ 100.000
( Grey )
5. KELAS > 100.000
( Black )
SYARAT BAGI PARTIKEL
a. Ukuran ≤ 0.5 μ.
Partikel dengan ukuran ≥ 0,5 μ dalam ruang
pengolahan non steril , dibatasi jumlahnya.
b. Tidak patogen
c. Jumlah partikel dihitung saat pabrik belum
beroperasi
d. Jumlah partikel dihitung memakai “particle
counter”
H V A C
Kualitas Udara Yang Dihasilkan
______________________
232. 232
1. PARTIKEL
2. KELAS 100
3 KELAS 10.000
( White )
4. KELAS ≤ 100.000
( Grey )
5. KELAS > 100.000
( Black )
1. ARTI
a. Udara mengandung partikel ≤100 / feet3.
b. Udara dihasilkan dari filter HEPA yang terpasang
pada seluruh langit-langit (plafond) atau satu
sisi dinding yang meniupkan udara kedalam
ruangan.
c. Filter akhir yang terdapat pada seluruh area tsb
adalah filter HEPA dengan efisiensi 99.997 %.
d. Terminal HEPA filter adalah plafond atau dinding.
2. LOKASI
a. Dalam ruangan atau bench Laminar Air Flow (LAF)
b. Dalam ruangan atau kamar yang seluruh langit-2
(plafond) nya atau 1 sisi dinding terdiri dari filter
HEPA.
3. DISYARATKAN BAGI
a. Ruang dalam (Bench) Laminar Air Flow (LAF)
b. Aktivitas pengisian ( filling ) sediaan steril.
H V A C
Kualitas Udara Yang Dihasilkan
______________________
233. 233
1. PARTIKEL
2. KELAS 100
3 KELAS 10.000
( White )
4. KELAS ≤ 100.000
( Grey )
5. KELAS > 100.000
( Black )
Satu bagian dinding
mensupply atau me-
masok udara melalui
filter HEPA.
( Bagaimana dengan
ruangan ? )
Laminar Air Flow (LAF)
Inlet air - LAF Inlet air & Outlet - LAF
Hubungan antara HVAC dan LAF
Kualitas Udara Yang Dihasilkan
______________________
234. 234
1. PARTIKEL
2. KELAS 100
3 KELAS 10.000
( White )
4. KELAS ≤ 100.000
( Grey )
5. KELAS > 100.000
( Black )
1. ARTI
a. Udara mengandung partikel max 10.000 / feet3.
b. Udara dihasilkan dari filter HEPA yang terpasang
pada terminal tertentu yang meniupkan udara
kedalam ruangan.
c. Filter akhir yang terdapat pada terminal tertentu
tsb adalah filter HEPA dengan efisiensi 99.997 %.
d. Inlet air grill adalah filter HEPA.
2. LOKASI
a. Dalam ruang pengolahan sediaan steril
b. Dalam ruang LAF – lab. mikrobiologi
3. DISYARATKAN BAGI
Ruang pengolahan sediaan steril.
F I L T E R
Kualitas Udara Yang Dihasilkan
______________________
235. 235
1. PARTIKEL
2. KELAS 100
3 KELAS 10.000
( White )
4. KELAS ≤ 100.000
( White )
5. KELAS > 100.000
( Black )
Inlet Air Grill
adalah filter
HEPA
F I L T E R
Kualitas Udara Yang Dihasilkan
______________________
236. 236
1. PARTIKEL
2. KELAS 100
3 KELAS 10.000
( White )
4. KELAS ≤ 100.000
( Grey )
5. KELAS > 100.000
( Black )
1. ARTI
a. Udara mengandung partikel ≤100.000/feet3.
b. Udara dihasilkan dari filter MEDIUM yang
terpasang pada blower / fan untuk menyaring
udara yang akan ditiupkan melalui ducting
kedalam ruangan.
2. LOKASI
a. Dalam ruang pengolahan sediaan non steril
b. Dalam ruang sampling
3. DISYARATKAN BAGI
Ruang pengolahan sediaan non sterilsteril.
F I L T E R
Kualitas Udara Yang Dihasilkan
______________________
237. 237
1. PARTIKEL
2. KELAS 100
3 KELAS 10.000
( White )
4. KELAS ≤ 100.000
( Grey )
5. KELAS > 100.000
( Black )
F I L T E R
Kualitas Udara Yang Dihasilkan
______________________
238. 238
1. PARTIKEL
2. KELAS 100
3 KELAS 10.000
( White )
4. KELAS ≤ 100.000
( Grey )
5. KELAS > 100.000
( Black )
1. ARTI
a. Udara mengandung partikel > 100.000/feet3.
b. Udara dihasilkan dari filter kasar atau pre
filter yang terpasang pada blower / fan untuk
menyaring udara yang akan ditiupkan melalui
atau tanpa ducting kedalam ruangan.
2. LOKASI
Dalam ruang non pengolahan.
3. DISYARATKAN BAGI
Ruang non pengolahan.
F I L T E R
Kualitas Udara Yang Dihasilkan
______________________
239. 239
1. PARTIKEL
2. KELAS 100
3 KELAS 10.000
( White )
4. KELAS ≤ 100.000
( Grey )
5. KELAS > 100.000
( Black )
F I L T E R
Kualitas Udara Yang Dihasilkan
______________________
240. LANJUTAN...
LAF(Laminair airflow)
Tempat bekerja secara aseptic, untuk tes sterilitas,
aseptic dispensing, dan i.v. mixture (pencampuran obat
suntik). Tekanan yang ada di dalam ruangan laminair
airflow dibuat menjadi tekanan negatif.
241. LETAK DAN DESAIN
CLEANING ROOM
Cleaning room di kaktegorikan ke dalam
dua kelas :
• Ruang Kelas I (White area)
• Ruang Kelas II (Grey area)
Ruang kelas I berada di ruang kelas II
namun terdapat LAF di dalamnya
242. JELASKAN PERSONEL
SEBAGAI SUMBER
KONTAMINASI.
Operator atau petugas merupakan
media paling baik dalam pertumbuhan
mikroorganisme,Petugas produksi steril
harus bebas dari kotoran dan
mikroorganisme dengan mengganti
baju, dan menggunakan antiseptik
untuk menyeterilkan badan.
243. ANALISIS RESIKO
LINGKUNGAN
Proses prediksi kemungkinan dampak negatif yang terjadi
terhadap lingkungan sebagai akibat dari kegiatan
tertentu.
Tahapan ARI:
1. Tentukan batasan studi /analisis
2. Tentukan area yang ingin diperdalam dan informasi
yang ingin di dapat
3. Uji dampak lingkungan berdasarkan informasi data dan
pengkategorian data yang telah dikumpulkan
4. Evaluasi informasi yang di peroleh