1. Macam – Macam Penalaran
(Deduktif)
Kelompok V
Anggota :
Devi Puspitasari
Khalimatus Sa’diah
Marini Wahyuningsih
Nur Istiqomah
Restu Triana P
Suci Wulandari
2. KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
bimbingan-Nya yang selalu menyertai kami dalam menyelesaikan pembuatan makalah
tentang “Macam-macam Penalaran (Deduktif)“ ini. Makalah ini kami buat berdasarkan tugas
yang diberikan oleh dosen Mata Kuliah Logika Ibu Iva yang kami hormati. Tugas makalah
ini kami tunjukan untuk kami sendiri sebagai mahasiswa yang belajar memahami mengenai
penalaran.
Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan kami (penulis
& penyusun makalah) pada khususnya, kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini
masih jauh dari sempurna. Untuk itu kami menerima saran dan kritik yang bersifat
membangun demi perbaikan kearah kesempurnaan.
Jakarta, 15 September 2015
Tim Penulis
II
3. DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR II
DAFTAR ISI III
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Masalah 1
BAB II PEMBAHASAN 2
A. Pengertian Penalaran Deduktif 2
B. Bentuk-bentuk Penalaran Deduktif
1. Silogisme 3
2. Entimen 8
BAB III PENUTUP 9
Kesimpulan 9
DAFTAR PUSTAKA 10
III
4. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebelum kita mebahas dan memahami lebih jauh mengenai penalaran deduktif, timbul
pertanyaan yang mendasar yang muncul di dalam benak kita mengapa kita mempelajari
penalaran? Kita perlu memahami mengenai penalaran karena penalaran merupakan hal yang
sering kita gunakan sehari hari di dalam berkomunikasi atau berinteraksi satu dengan yang
lainya.
Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis
(antecedent) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence). Hubungan
antara premis dan konklusi disebut konsekuensi. Kemampuan menalar menyebabkan manusia
mampu mengembangkan pengetahuan yang merupakan rahasia kekuasaan-kekuasaannya.
B. Rumusan Masalah
a. Apa itu penalaran deduktif?
b. Apa saja jenis-jenis penalaran deduktif?
c. Bagaimana penalaran deduktif dengan penarikan secara langsung dan tidak
langsung?
C. Tujuan Masalah
a. Untuk mengetahui definisi dari penalaran deduktif.
b. Untuk mengetahui jenis-jenis penalaran deduktif.
c. Untuk mengetahui penalaran deduktif dengan penarikan secara langsung dan
tidak langsung.
1
5. BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Penalaran deduktif bertolak dari sebuah konklusi atau simpulan yang didapat dari satu
atau lebih pernyataan yang lebih umum, simpulan yang diperoleh tidak lebih umum dari pada
proposisi tempat menarik simpulan itu. Proposisi tempat menarik simpulan itu disebut
premis.
Deduksi yang berasal dari kata de dan ducere, yang berarti proses penyimpulan
pengetahuan khusus dari pengetahuan yang lebih umum atau universal. Perihal khusus
tersebut secara implisit terkandung dalam yang lebih umum. Maka, deduksi merupakan
proses berpikir dari pengetahuan universal ke singular atau individual.
Penalaran deduktif adalah suatu penalaran yang berpangkal pada suatu peristiwa
umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan
atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari pebentukan teori,
hipotesis, definisi operasional, instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk
memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala
tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks
penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu
gejala.
Contoh:
Premis 1 = Semua makhluk adalah ciptaan Tuhan. (U)
Premis 2 = Manusia adalah makhluk hidup. (U)
Simpulan = Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan. (K)
Dapat dilihat dari contoh diatas bahwa pernalaran ini dimulai dengan suatu premis
(pernyataan dasar) untuk menarik kesimpulan. Kesimpulannya merupakan implikasi
pernyataan dasar itu. Artinya apa yang dikemukakan di dalam kesimpulan secara tersirat
telah ada di dalam pernyataan tersebut.
Jadi sebenarnya proses deduksi ini tidak menghasilkan suatu pengetahuan yang baru,
melainkan pernyataan kesimpulan yang konsisten berdasarkan pernyataan dasarnya.
2
6. B. Bentuk-bentuk Penalaran Deduktif
1. SILOGISME
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, silogisme adalah bentuk, cara berpikir atau
menarik simpulan yang terdiri atas premis umum, premis khusus, dan simpulan. Silogisme
merupakan suatu cara penalaran yang formal. Namun, bentuk penalaran ini jarang dilakukan
dalam komunikasi sehari-hari. Yang sering dijumpai hanyalah pemakaian polanya, meskipun
secara tidak sadar.
Contoh pola silogisme yang standar:
(A) Premis mayor = Semua manusia akan mati.
(B) Premis minor = Si A adalah manusia.
(C) Simpulan = Si A akan mati.
Secara singkat silogisme dapat dituliskan:
Jika A=B dan B=C maka A=C
Silogisme terdiri dari:
a. Silogisme Kategorial
b. Silogisme Hipotesis
c. Silogisme Disjungtif
Sebelum mengulas satu per satu bentuk, perlu diketahui beberapa istilah berikut:
Proposisi : kalimat logika yang merupakan pernyataan tentang hubungan antara dua atau
beberapa hal yang dapat dinilai benar atau salah.
Term : adalah suatu kata atau kelompok kata yang menempati fungsi subjek (S) atau predikat
(P).
Term minor : adalah subjek pada simpulan.
Term menengah : menghubungkan term mayor dengan term minor dan tidak boleh terdapat
pada simpulan.
a. Silogisme Kategorial
Adalah silogisme yang semua proposisinya merupakan katagorik. Proposisi yang
mendukung silogisme disebut dengan premis yang kemudian dapat dibedakan dengan premis
mayor (premis yang termnya menjadi predikat), dan premis minor (premis yang termnya
menjadi subjek). Yang menghubungkan diantara kedua premis tersebut adalah term penengah
(middle term).
Adapun menurut KBBI simpulan berdasarkan silogisme kategorial adalah keputusan yg sama
sekali tanpa berdasarkan syarat.
3
7. Contoh:
Premis mayor = Semua makhluk hidup membutuhkan oksigen.
(Middle term) (Predikat)
Premis minor = Manusia adalah makhluk hidup.
(Subjek) (Middle term)
Simpulan = Manusia membutuhkan oksigen.
(Subjek) (Predikat)
Hukum-hukum silogisme kategorial behubungan dengan proposisi:
1. Apabila salah satu premis partikular, maka kesimpulannya harus partikular juga.
Contoh:
Semua yang halal dimakan menyehatkan.
Sebagian makanan tidak menyehatkan.
Sebagian makanan tidak halal dimakan.
Jadi, bentuk silogisme ini menarik simpulan yang terbatas untuk sebagian lingkungan dari
suatu subjek.
2. Apabila salah satu premis negative, maka kesimpulannya harus negatif juga.
Contoh:
Semua korupsi tidak disenangi.
Sebagian pejabat melakukan korupsi.
Sebagian pejabat tidak disenangi.
3. Dari dua premis yang sama-sama particular tidak sah diambil kesimpulan.
Contoh:
Beberapa orang kaya kikir.
Beberapa pedagang adalah kaya.
Beberapa pedagang adalah kikir
4. Dua premis yang sama-sama negatif tidak sah diambil kesimpulan karena tidak ada mata
rantai yang menghubungkan kedua proposisi premisnya. Kesimpulan dapat diambil bila
sedikitnya salah satu premisnya positif.
Contoh:
Kerbau bukan bunga mawar
Kucing bukan bunga mawar
(Tidak ada kesimpulan)
4
8. Hukum-hukum silogisme kategorial behubungan dengan term:
1. Setidaknya satu term menengah harus tertebar (mencakup). Kalau dari dua premis, term
penengahnya tidak tertebar akan menghasilkan kesimpulan yang salah.
Contoh:
Semua ikan berdarah dingin.
Binatang ini berdarah dingin.
Binatang ini adalah ikan.
2. Term predikat dalam kesimpulan harus konsisten dengan term predikat yang ada pada
premisnya. Bila tidak, kesimpulan menjadi salah.
Contoh:
Kerbau adalah binatang.
Kambing bukan kerbau.
Kambing bukan binatang.
3. Term penengah harus bermakna sama, baik dalam premis mayor maupun premis minor.
Bila term penengah bermakna ganda, kesimpulan akan menjadi lain.
Contoh:
Bulan itu bersinar di langit.
Januari adalah bulan.
Januari bersinar di langit.
4. Silogisme harus terdiri dari tiga term, yaitu term subyek, term predikat dan term penengah.
Apabila hanya terdiri dari sebuah term dan dua buah term atau melebihi dari tiga term, maka
tidak bisa diambil kesimpulan.
b. Silogisme Hipotesis
Silogisme hipotetis adalah argumen yang premis mayornya berupa proposisi
hipotetik, sedangkan premis minornya adalah proposisi katagorik.
Adapun menurut KBBI silogisme hipotesis merupakan penarikan simpulan atau keputusan yg
kebenarannya berdasarkan syarat tertentu.
5
9. Macam-macam tipe silogisme hipotesis:
1. Premis minornya mengakui bagian premis.
Contoh:
Jika hujan, saya naik becak.
Sekarang hujan.
Jadi saya naik becak.
2. Premis minornya mengakui bagian konsekuennya.
Contoh:
Bila hujan, bumi akan basah.
Sekarang bumi telah basah.
Jadi hujan telah turun.
3. Premis minornya mengingkari premis.
Contoh:
Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka kegelisahan akan timbul.
Politik pemerintahan tidak dilaksanakan dengan paksa.
Jadi kegelisahan tidak akan timbul.
4. Premis minornya mengingkari bagian konsekuennya.
Contoh:
Bila mahasiswa turun ke jalanan, pihak penguasa akan gelisah
Pihak penguasa tidak gelisah.
Jadi mahasiswa tidak turun ke jalanan.
c. Silogisme Disjungtif
Adalah silogisme yang premis mayornya keputusan disjungtif sedangkan premis
minornya kategorik yang mengakui atau mengingkari salah satu alternatif yang disebut oleh
premis mayor.
Adapun menurut KBBI silogisme disjungtif ini merupakan penarikan simpulan atau
keputusan berdasarkan beberapa kemungkinan kebenaran pernyataan, tetapi hanya salah satu
pernyataan yg benar.
Silogisme ini terdiri dari dua macam: silogisme disjungtif dalam arti sempit dan silogisme
disjungtif dalam arti luas.
Silogisme disjungtif dalam arti sempit mayornya mempunyai alternatif kontradiktif.
Contoh:
la lulus atau tidak lulus.
Ternyata ia lulus.
la bukan tidak lulus.
6
10. Silogisme disjungtif dalam arti luas premis mayomya mempunyai alternatif bukan
kontradiktif.
Contoh:
Hasan berada di rumah atau di pasar.
Ternyata tidak di rumah.
Jadi Hasan berada di pasar.
Silogisme disjungtif dalam arti sempit maupun arti luas mempunyai dua tipe yaitu:
1) Premis minornya mengingkari salah satu alternatif, konklusinya adalah mengakui alternatif
yang lain.
Contoh:
Ia berada di luar atau di dalam.
Ternyata tidak berada di luar.
Jadi ia berada di dalam.
2) Premis minor mengakui salah satu alternatif, kesimpulannya adalah mengingkari alternatif
yang lain.
Contoh:
Budi di masjid atau di sekolah.
la berada di masjid.
Jadi ia tidak berada di sekolah.
Hukum-hukum Silogisme Disjungtif:
1. Silogisme disjungtif dalam arti sempit, konklusi yang dihasilkan selalu benar, apabila
prosedur penyimpulannya valid.
Contoh:
Hasan berbaju putih atau tidak putih.
Ternyata berbaju putih.
Jadi ia bukan tidak berbaju putih.
Atau:
Hasan berbaju putih atau tidak putih.
Ternyata ia tidak berbaju putih.
Jadi ia berbaju non-putih.
2. Silogisme disjungtif dalam arti luas.
a.) Bila premis minor mengakui salah satu alternatif konklusinya sah (benar).
Contoh:
Budi menjadi guru atau pelaut.
la adalah guru.
Jadi Budi bukan pelaut.
7
11. b.) Bila premis minor mengingkari salah satu alternatif konklusinya tidak sah (salah).
Contoh:
Penjahat itu lari ke Solo atau ke Yogya.
Ternyata tidak lari ke Yogya.
Jadi ia lari ke Solo. (Bisa jadi ia lari ke kota lain).
2. ENTIMEN
Praktek nyata berbahasa dengan pola silogisme memang jarang dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari, baik tulisan maupun lisan. Namun entimen (yang pada dasarnya
adalah pola silogisme) sering dijumpai pemakaiannya. Di dalam entimen salah satu
premisnya dihilangkan atau tidak diucapkan karena sudah sama-sama diketahui.
Contoh:
Menipu adalah dosa karena merugikan orang lain.
Kalimat di atas dapat dipenggal menjadi 2 bagian:
- Menipu adalah dosa. >> Kesimpulan
- Karena (menipu) merugikan orang lain. >> Premis Minor, karena bersifat khusus.
Dalam kalimat di atas, premis yang dihilangkan adalah premis mayor. Untuk melengkapinya
kita harus ingat bahwa premis mayor selalu bersifat lebih umum, jadi tidak mungkin
subjeknva "menipu". Kita dapat menalar kembali dan menemukan premis mayornya:
Perbuatan yang merugikan orang lain adalah dosa.
Untuk mengubah entimem menjadi silogisme, mula-mula kita cari dulu simpulannya. Kata-
kata yang menandakan simpulan ialah kata-kata seperti: jadi, maka, karena itu, dengan
demikian, dan sebagainya. Kalau sudah, kita temukan apa premis yang dihilangkan.
8
12. BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Jadi, apa yang dimaksud dengan penalaran adalah suatu corak atau cara seseorang
menggunakan nalarnya dalam menarik kesimpulan sebelum akhirnya orang tersebut
berpendapat dan dikemukakannya kepada orang lain.
Dimana penalaran dibagi dua macam yaitu penalaran induktif dan deduktif. Kedua
jenis penalaran tersebut mempunyai maksud dan silogisme yang berbeda. penalaran deduktif
adalah proses penyimpulan pengetahuan khusus dari pengetahuan yang lebih umum atau
universal. Sedangkan penalaran induktif adalah proses berpikir untuk menarik kesimpulan
berupa prinsip atau sikap yang berlaku umum berdasarkan atas fakta-fakta yang bersifat
khusus.
9