Berikut itu adalah hasil lapangan saya terhadap fenomena kerusakan lingkungan, salah satunya ialah pengerukan bukit yang terjadi di Peukan Bada, Aceh Besar.
Tugas ini guna memenuhi mata kuliah Kependudukan dan Lingkungan Hidup.
Sebenarnya kerusakan lingkungan yang terjadi itu semua diakibatkan oleh ulah tangan manusia sendiri yang tidak bertanggung jawab sebagai khalifah di bumi. Pengerukan bukit bisa menyebabkan ekosistem di pegunungan rusak, mengganggu aktivitas dan mengancam keselamatan jiwa manusia.
Oleh karena itu Pemerintah memegang peranan penting dalam mencegah dan memperbaiki kerusakan lingkungan yang terjadi.
2. • Tema : Kerusakan Lingkungan
• Judul : Pengerukan Bukit
• Lokasi : Glee Genteng, Kec. Peukan Bada, Aceh Besar
• Waktu Pengambilan Foto : Minggu, 4 Mei 2015 pukul
13:15
2
3. • Sebenarnya kegiatan pengerukan bukit sudah lama banyak
dilakukan di Provinsi Aceh. Pada zaman dahulu perbukitan
di Peukan Bada tumbuh subur, dengan ditandai banyak
pohon yang lebat. Masyarakat pada waktu itu pun
menanam pohon kelapa, cengkeh, dan buah pala.
• Seiring dengan berjalannya waktu, produksi cengkeh dan
pala tidak terlalu besar, harga turun dan keuntungan
sedikit.
• Dengan situasi saat itu membuat penduduk setempat
melihat peluang usaha pengambilan batu di perbukitan.
Masyarakat menilai pengambilan batu memiliki nilai jual
yang lebih mahal daripada menanam cengkeh dll.,
sehingga mereka beralih mengambil batu.
3
4. • Namun tindakan yang mereka lakukan itu tidak disadari dapat
merusak lingkungan secara perlahan-lahan. Akibatnya mungkin
tidak dirasakan sekarang, tetapi dalam jangka panjang nanti.
• Kenyataannya yang terjadi malah sekarang harga cengkeh
cenderung mahal. Namun untuk menaman cengkeh kembali
tidak bisa dilakukan cepat karena membutuhkan waktu yang
lama sedangkan lahan yang tersedia untuk menanam pun sudah
tandus akibat pengerukan bukit.
• Di situasi lain, ketika setelah tsunami melanda Aceh tahun
2004, terjadi pengerukan bukit secara besar-besaran dimana
material yang diambil digunakan untuk mempelancar
pembangunan tahap rehab rekonstruksi Aceh pasca tsunami
terutama di daerah yang terkena tsunami.
4
5. • Misalnya mengambil batu-batu besar beserta tanah
yang nanti dijual dan digunakan untuk penimbunan
jalan, tanah rawa, dan batu besar sebagai pemecah
ombak di pantai.
• Permasalahannya adalah perbukitan tergolong ke
dalam SDA yang bersifat barang publik, dengan
demikian semua pihak dapat mengakses untuk
mengambil sumber daya yang terkandung didalamnya
sehingga dapat menyebabkan ketidakseimbangan
ekosistem lingkungan atau ekosistem menjadi rusak.
Dimana daerah yang dulunya hijau, kini berubah jadi
gersang.
• Hal itu dapat bisa kita lihat dengan banyaknya lereng
bukit yang terkikis.
5
9. • Apalagi jika pengerukan terus dilakukan tanpa kendali maka akan
menimbulkan beberapa dampak negatif, sbb :
a. Menimbulkan bencana alam tanah longsor dan banjir
bandang.
Pengerukan bukit mengakibatkan daya serap air oleh pepohonan
semakin berkurang. Apalagi diperparah saat hujan turun terlalu deras,
pepohonan yang ada tidak sanggup lagi menyerap air, sehingga terjadi
banjir bandang dan tanah perlahan-lahan akan longsor.
b. Terjadinya krisis air bersih khusus musim kemarau karena
semakin menipisnya sumber air di sumur penduduk.
Selain itu juga saat terik matahari, debu dan abu dari material yang
diangkut oleh truk-truk yang tidak ada penutupnya akan bertebangan,
sehingga membuat polusi udara kemudian mengganggu kesehatan
warga.
c. Penggalian bukit yang umumnya dikerjakan dengan
menggunakan alat berat (oleh mesin penggali, backhoe dan
excavator) berpotensi merusak lingkungan.
9
10. d. Pengerukan bukit dapat mengancam keselamatan warga
setempat yang bermukim di kaki bukit. Tidak hanya itu
keselamatan pengguna jalan yang melintasi bukit pun
juga terancam.
Hal itu bisa dilihat dari proyek pengerukan bukit yang dilakukan
persis di sisi badan jalan dengan jarak sekitar 1-2 meter, dengan
kondisi lereng bukit yang terjal di atas badan jalan. Tumpukan
batu-batu besar tersusun secara bebas tanpa penghalang di atas
bukit yang sangat berdekatan dengan bahu jalan dimana batu-
batu itu sewaktu-waktu bisa ambruk atau jatuh.
e. Munculnya fenomena jual beli gunung/bukit secara bebas
yang sangat marak terjadi.
Banyak orang yang setelah menjual gunung/bukitnya dengan
harga sekian, kemudian berencana untuk membeli gunung/bukit
lainnya. Karena menurut mereka, orderan untuk bahan “urugan”
sangat diminati.
10
14. • Bahkan tidak jauh dari pemukiman penduduk di kaki bukit pun
banyak sampah yang berserakan dipinggir jalan. Sampah itu
semakin memperparah kondisi lingkungan jika terjadi
longsor/banjir.
• Bencana longsor/banjir seperti ini akan terus terulang kalau
tidak segera ditanggulangi atau dicegah. Untuk itu diperlukan
perhatian besar dari Pemerintah untuk meminimalisir kerusakan
lereng.
• Solusi bagi semua pihak yang terkait terutama Pemerintah guna
memperbaiki kerusakan lingkungan akibat pengerukan :
a. Pemerintah menindaklanjuti pihak-pihak yang melakukan
pengerukan ilegal.
b. Melakukan penghijauan kembali lereng-lereng bukit yang
tandus dengan menanam jenis tanaman yang mampu
menyerap air dalam jumlah banyak.
14
15. Kesimpulan
• Bencana longsor dan banjir bandang yang terjadi di daerah
perbukitan nyatanya banyak ditimbulkan dari tangan manusia
sendiri, yang melakukan pengerukan terus-menerus, jual beli
gunung secara liar dan membuang sampah tidak pada
tempatnya. Itu semua menyebabkan ekosistem di pegunungan
rusak, mengganggu aktivitas dan mengancam keselamatan jiwa
manusia.
• Oleh karena itu Pemerintah memegang peranan penting dalam
mencegah dan memperbaiki kerusakan lingkungan yang terjadi.
15