Wetland management (mangrove and peatland)
This session discusses peatland and mangrove ecosystems management, within which they are considered as essential ecosystems. This session further explores the legal aspects related to peatland and mangrove ecosystems management in Indonesia and the operationalization of the regulatory framework.
Speaker: Ir. Wiratno, M.Sc., Director General of Conservation on Natural Resources and Ecosystem, Ministry of Environment and Forestry
Event: Webinar "Menata Peta Jalan Perencanaan untuk Implementasi Program Nasional PME (Peatland and Mangrove Ecosystems)"
Date: May 15, 2020
2. Lahan Basah
”Daerah-daerah rawa, payau, lahan gambut,
dan perairan: alami atau buatan; tetap atau
sementara; dengan air yang tergenang atau
mengalir, tawar, payau atau asin; termasuk
wilayah perairan laut yang kedalamannya
tidak lebih dari enam meter pada waktu air
surut”.
( Konvensi Ramsar)
Foto: Internet
5. KERANGKA KEBIJAKAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT NASIONAL
PP No 71 Tahun 2014
tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut
PP 57 Tahun 2016
Tentang
Perubahan Atas PP No 71 Tahun 2014
Upaya sistematis dan terpadu untuk melestarikan fungsi Ekosistem
Gambut dan mencegah terjadinya kerusakan Ekosistem Gambut
Perencanaan Pemanfaatan Penegakan
Hukum
PengawasanPemeliharaanPengendalian
6. POKOK URAIAN
Perencanaan Tahapan: inventarisasi, penetapan fungsi, penyusunan dan penetapan rencana
Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (PPEG)
Hasil: Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG), peta KHG minimal 1:250.000
Poin penting: FUNGSI LINDUNG paling sedikit 30% dari seluruh luas KHG pada puncak
kubah Gambut
Pemanfaatan FUNGSI LINDUNG. Kegiatan: penelitian, ilmu pengetahuan, Pendidikan, jasa lingkungan
FUNGSI BUDIDAYA. Kegiatan: semua kegiatan sesuai rencana PPEG
Pengendalian Terdiri dari: pencegahan kerusakan Ekosistem Gambut (EG), penanggulangan kerusakan
EG, pemulihan kerusakan EG
EG FUNGSI LINDUNG dinyatakan rusak bila: terdapat drainase buatan, tereksposnya
sedimen berpirit dan/atau kwarsa, pengurangan luas dan/atau volume tutyupan lahan di
EG
EG FUNGSI BUDAYA dinyatakan rusak bila: muka air tanah lebih dari 0,4 m di bawah
permukaan Gambut, tereksposnya sedimen berpirit dan/atau kwarsa; catatan:
dikecualikan bila ketebalan Gambut kurang dari 1 m
Pemeliharaan …
7. POKOK URAIAN
Pemeliharaan Upaya: pencadangan EG, pelestarian fungsi EG sebagai pengendali dampak perubahan
iklim
Pencadangan melalui penetapan EG yang tidak dapat dikelola dalam jangka waktu
tertentu: EG dengan FUNGSI LINDUNG kurang dari 30% luas KHG pada
provinsi/kabupaten/kota, EG dengan FUNGSI BUDIDAYA 50% luasnya telah diberikan
izin usaha, EG yang ditetapkan untuk moratorium pemanfaatan
Pelestarian fungsi EG sebagai pengendali dampak perubahan iklim melalui: mitigasi dan
adaptasi perubahan iklim
Pengawasan Pejabat pengawas lingkungan hidup berwenang: melakukan pemantauan, meminta
keterangan, membuat salinan dokumen, memasuki tempat tertentu, memotret,
membuat rekaman audio visual, mengambil sampel, memeriksa peralatan, memeriksa
instalasi, menghentikan pelanggaran tertentu
Sanksi Administratif Terdiri dari: teguran tertulis, paksaan Pemerintah, pembekuan izin lingkungan,
pencabutan izin lingkungan
Paksaan Pemerintah: penghentian sementara kegiatan, pemindahan sarana kegiatan,
penutupan saluran drainase, pembongkaran, penyitaan barang atau alat, pengehntain
sementara seluruh kegiatan, tindakan lain
Ketentuan Peralihan Izin usaha pemanfaatan EG pada FUNGSI LINDUNG yang sudah terbit sebelum PP ini
tetap berlaku hingga berakhir
8. CATATAN
• Peraturan mengenai mangrove dan gambut sudah memadai
• Kendala ada pada implementasinya, utamanya terkait dengan:
• Koordinasi lintas K/L
• Integrasi perencanaan
• Dukungan kebijakan pada tingkat provinsi/kabupaten/kota
• Dukungan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya dalam
pelaksanaan PPEG belum memadai
9. v UU
5
TAHUN
1990
ttg KSDA
Hayati dan
Ekosistemnya
v UU
26/2007
ttg
Tata
Ruang
v UU
32/2009
ttg
Perlindungan dan
Pengelolaan
Lingkungan Hidup
v UU
23/2014
ttg
Pemerintahan Daerah
v PP
26/2008
ttg
RTRWN
v PP
28/2011
ttg
KSA
dan
KPA,
Pasal
24
Ayat(1),
Pasal 27
dan
Pasal 28
v Peraturan Presiden RI
No.73
Tahun 2012
tentang Strategi Nasional
Pengelolaan Ekosistem
Mangrove
v Peraturan Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian (Permenko)
No.
4
Tahun 2017
tentang
Stranas Mangrove
vPeraturan
Presiden
RI
No.121
Tahun
2012
tentang
Rehabilitasai
Wilayah
Pesisir
dan
Pulau-‐Pulau Kecil
v Peraturan Presiden RI No. 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem
Gambut
v Peraturan Presiden RI No. 57 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah
No.71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut
KEBIJAKAN
PENGELOLAAN
LAHAN
BASAH
10. vPeraturan Menteri LHK No.P.14/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 tentang Tata Cara
Inventarisasi dan Penetapan Fungsi Ekosistem Gambut
vPeraturan Menteri LHK No. P.15/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 tentang Tata Cara
Pengukuran Muka Air Tanah di Titik Penataan Ekosistem Gambut
vPeraturan Menteri LHK No. P.16/ MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 tentang
Pedoman Teknis Pemulihan Fungsi Ekosistem Gambut
vPeraturan Menteri Kehutanan RI
No.
P.48/Menhut-‐II/2014
tentang Tata
Cara
Pelaksanaan Pemulihan Ekosistem Pada Kawasan Suaka Alam dan Kawasan
Pelestarian Alam
vPeraturan Direktur Jenderal KSDAE
No.P.13/KSDAE-‐Set/2015
tentang Pedoman
Pemantauan dan Penilaian Keberhasilan Pelaksanaan Pemulihan Ekosistem
Daratan Pada Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam
vRatifikasi Konvensi Ramsar oleh Pemerintah RI
melalui Keppres No.48
Tahun 1991
tentang Pengesahan Convention
on
Wetlands
of
International
Importance
Especially
as
Waterfowl
Habitat
KEBIJAKAN
PENGELOLAAN
LAHAN
BASAH
11. luaslahanbasahdunia
diperkirakanmencapai±12
jutakm2 ataulebihdari6%
dariluastotal
permukaanbumi
(Sumber:
Martha
Rojas
Urrego,
SekjenKonvensiRamsar)
Indonesia
merupakansalah
satunegara
kepulauanyang
memilikiekosistemlahanbasahterluas
di
Asia
setelahChina,
yaitusekitar±40,5
jutaHa
(Sumber:
StrategiNasional
LahanBasah,
2004)
LUAS
LAHAN
BASAH
12. LUASAN
LAHAN
BASAH
DI
INDONESIA
No. Type
Luas
Semula
Sisa Dilindungi
1. Rawa Gambut 16.266.000 13.203.000 1.882.000
2. Rawa Air Tawar 11.544.000 5.185.500 984.250
3. Mangrove 9.248.038 5.326.870 3.720.187
4. Terumbu Karang 5.102.000 5.102.000 t.a. data
5. Padang Lamun 3.000.000 3.000.000 t.a. data
6. Vegetasi Pantai 180.000 78.000 33.000
7. Dataran
berlumpur/berpasir
t.a. data t.a. data t.a. data
8. Danau 774.894 308.000 73.800
9. Muara t.a. data t.a. data t.a. data
10. Sungai t.a. data t.a. data t.a. data
11. Kolam Air Tawar 155.216 80.995 -
12. Sawah 8.393.290 7.787.339 -
13. Tambak Udang 304.623 435.000 -
14. Tambak Garam t.a. data t.a. data t.a. data
Luas Total 54.968.061 40.506.704 6.693.237
Ket : t.a. data = data tidak tersedia, Sumber data : Stranas dan Aksi lahan Basah , 2004
13. MANGROVE
DISTRIBUTION
IN
INDONESIA
2018
(Source
:
Dit.IPSDH,
DitjenPKTL,
Dit.KTA,
DitjenPDASHL,
BIG)
No PULAU DALAM
KAWASAN
(Ha) LUAR
KAWASAN
(Ha) JUMLAH
KRITIS TIDAK
KRITIS KRITIS TIDAK
KRITIS
1 Sumatera 294.854,50 235.980,67 82.727,24 52.867,52 666.438,94
2 Jawa 8.003,87 21.642,12 72.319,78 31.425,18 133.390,95
3 Sulawesi 38.917,60 89.749,55 425,66 924,55 130.017,36
4 Kalimantan 42.869,28 357.561,14 37.192,40 298.283,33 735.906,16
5 Maluku 10.097,46 154.950,93 4.368,90 52.143,03 221.560,31
6 Bali 136,10 765,69 169,91 946,14 2.017,84
7 NTB 1.635,51 4.425,36 2.018,35 2.551,58 10.630,80
8 NTT 1.750,94 3.818,09 5.052,32 11.526,04 22.147,39
9 Papua 574.515,42 565.586,26 16.367,80 478.236,44 1.634.705,92
Jumlah 972.780,68 1.434.479,81 220.642,37 928.912,81 3.556.815,67
Mangrove
Kritis :
1.193.423,05
Mangrove
Baik :
2.363.392,62
666,438.94
133,390.95130,017.36
735,906.16
221,560.31
2,017.84
10,630.80
22,147.39
1,634,705.92
Sumatera
Jawa
Sulawesi
Kalimantan
Maluku
Bali
NTB
NTT
Papua
14. PROGRAM KEGIATAN DITJEN KSDAE
YANG MENDUKUNG PENGELOLAAN LAHAN BASAH
Pada Kawasan Konservasi
• Pemulihan Ekosistem Lahan Basah (mangrove dan gambut) di dalam Kawasan Konservasi.
• Pembinaan Desa di Daerah Penyangga Kawasan Konservasi.
• Pemberian akses pemanfaatan hasil hutan bukan kayu kepada masyarakat lokal pada
zona/blok tradisional KPA.
• Menetapkan 7 kawasan konservasi sebagai Ramsar Site
Pada Kawasan Ekosistem Esensial
• Peningkatan efektifitas pengelolaan KEE lahan basah melalui deliniasi KEE, penyusunan
rencana aksi, pembentukan kelembagaan pengelola, peningkatan usaha ekonomi produktif
masyarakat Desa di sekitar KEE
• Penyusunan Dokumen Penataan Pengelolaan Ekosistem Mangrove (6 Ekoregion : Jawa, Bali
Nusra, Maluku, Kalimantan dan Sumatera) dan 6 dokumen penataan pengelolaan ekosistem
Karts
• Pengusulan KEE sebagai Ramsar Site
15. Kawasan Konservasi Indonesia
CA
4,25 Juta Ha
214 Unit
SM
4,98 Juta Ha
79 Unit
TN
16,23 Juta Ha
54 Unit
TWA
0,83 Juta Ha
131 Unit
Tahura
0,37 Juta Ha
34 Unit
TB
0,17 Juta Ha
11 Unit
KSA/KPA
0,31 Juta Ha
29 Unit
554
Unit
27,14
Juta
Ha
16. • Luas
KEE
sampai tahun 2019
seluas 1.016.523,029
Ha
• Luas
KEE
Mangrove
sampai tahun 2019
seluas 23.212,518
Ha
17. INDIKASI LUASAN
KAWASAN EKOSISTEM
ESENSIAL MANGROVE
DI BEBERAPA
EKOREGION 398.849,87 Ha
597.266,27 Ha
101.900,45 Ha
213.623,73 Ha
10.031,16 Ha
Total Indikasi
KEE Mangrove
di 5 Ekoregion
1.421.343, 68
Ha
99.672,2 Ha
12 KEE Mangrove :
Jaring Halus
Pulau Rupat
Pantai cemara
Desa Mojo
Teluk Pang pang
Torosiaje
Lombok barat
Lampung timur
Kebumen
Rembang
Kao, Halmahera Utara
Lepar Pongok
23.212,52 Ha
18. Potensi mangrove dalam mendukung ndc dan AICHI target
untuk dikelola melalui pengembangan KEE
EKOSISTEM MANGROVE = 3,3 Juta Ha
EKOSISTEM MANGROVE Diluar KSA-KPA-
TAMAN BURU = 2,6 JutaHA
Mangrove Primer : 1.508.060,27 Ha
Mangrove Sekunder : 1.419.142,84 Ha
Total 2.927.203,11
20. Foto
:
Efan
Ekanada
TN Betung Kerihun – Danau Sentarum
TN.
Tanjung Puting
N0. NAMA PENETAPAN LUAS
(Ha)
1. TN
Betung Kerihun –
Danau Sentarum
30
Agustus 1994 127.393,4
2. TN
Berbak -‐ Sembilang 8
April
1992
dan
6
Maret 2011 365.596
3. TN
Wasur 16
Maret 2006 413.810
4. SM
Pulau Rambut 11
November
2011 90
5. TN
Tanjung Puting 11
Desember 2013 408.286
6. TN
Rawa Aopa 6
Maret 2011 105.194
LUAS
TOTAL 1.420.369,4
TN Berbak
- Sembilang
Foto: Unesco
TN Rawa Aopa
Watumohai
Foto
:
Kokoh
TN Wasur
SM Pulau Rambut
21. • Luas
KEE
sampai tahun 2019
seluas 1.016.523,029
Ha
• Luas
KEE
Mangrove
sampai tahun 2019
seluas 23.212,518
Ha
22. KAWASAN
EKOSISTEM
ESENSIAL
(KEE)
Kawasan kawasan bernilai ekosistem keanekaragaman hayati penting yang
berada di luar Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam, dan Taman
Buru yang secara ekologis menunjang kelangsungan kehidupan melalui upaya
konservasi keanekaragaman hayati untuk kesejahteraan masyarakat dan
mutu kehidupan manusia yang ditetapkansebagai kawasan yang dilindungi.
Tipe KEE
dan
capain Forum
Kolaburasi KEE
hingga 2019
Tipologi Jumlah Forum
Kolaburasi hingga 2019
Lahan Basah 3
Mangrove 11
Karst
4
Taman
Kehati 29
Koridor Hidupan Liar
8
Area
Bernilai Konservasi tinggi 6
23. STATUS
KAWASAN
EKOSISTEM
ESENSIAL
LAHAN
BASAH
MANGROVE
No KEE Luas
(Ha)
SK
Penetapan
1 Mangrove
Jaring
Halus,
Kabupaten
Langkat,
Sumut 77.300
SK
Bupati
Langkat
No.
522.51-‐01/K/2014
tanggal
13
Januari
2014
tentang
Forum
Kolaborasi
2 Mangrove
Teluk
Pangpang,
Jatim 3,174.580
SK
Bupati
Banyuwangi
No.
188/1338/KEP/429.011/2011
tanggal
12
Desember
2011
tentang
Forum
Kolaborasi
3 Mangrove
Desa
Mojo,
Kab.
Pemalang,
Prov.
Jawa
Tengah 14.500
SK
Gubernur
Jawa
Tengah
No.
522.52/32
Tahun
2019
tanggal
26
Agustus
2019
tentang
Forum
Kolaborasi
4 Mangrove
Gorontalo 1,278.960
SK
Gubernur
Gorontalo
No.
322/21/X/2017
tanggal
10
oktober
2017
tentang
Forum
Kolaborasi
5 Mangrove
Kab
Lombok
Barat 90.000
SK
Bupati
Lombok
Barat
No.
795/14/DLH/2017
tanggal
11
Desember
2017
tentang
Forum
Kolaborasi
6 Mangrove
Pantai
Cemara,
Kab.
Tanjung
Jabung
Timur,
Jambi 2,284.118
SK
Gubernur
Jambi
No.
398/KEP.GUB/DISHUT-‐3-‐3/2019
tanggal
18
Maret
2019
tentang
Forum
Kolaborasi
7 Mangrove
Lambu,
Kabupaten
Bima,
NTB 91.800
SK
Bupati
Bima
No.
188.45/551/07.1
TAHUN
2019
tanggal
22
Juli
2019
tentang
Forum
pelestari
mangrove
8 Mangrove
Lampung
Timur
574.330
SK
Bupati
Lampung
Timur
No.
B.360/08-‐SK/2019
tanggal
27
Agustus
2019
tentang
Forum
kolaborasi
9 Mangrove
Kebumen,
Jawa
Tengah 15.000
SK
Gubernur
Jawa
Tengah
No.
552.52/32
TAHUN
2019
tanggal
26
Agustus
2016
tentang
forum
kolaboras
10 Mangrove
Rembang,
Jawa
Tengah 44.000
SK
Gubernur
Jawa
Tengah
No.
552.52/32
TAHUN
2019
tanggal
26
Agustus
2016
tentang
forum
kolaborasi
11 Mangrove
Kao,
Halmahera
Utara,
Maluku
Utara 295.00
SK
Bupati
Halmahera
Utara
No.031/267/HU/2019
tanggal
25
september
2019
tentang
forum
kolaborasi
12
Mangrove
Lepar
Pongok,
Bangka
Selatan,
Kepulauan
Bangka
Belitung
15,272.930
SK
Gubernur
Bangka
Belitung
No.188.44/949/DISHUT/2019
tanggal
25
Oktober
2019
tentang
forum
kolaborasi
Total
Luas 23,212.518
25. Ekosistem
Lahan Basah
JENIS KEE
Wilayah genangan atau penyimpanan air, yang
memiliki karakteristik daratan dan perairan
(ekosistem sungai, rawa, gambut, danau,
mangrove, karst, perairan dangkal)
Koridor
Hidupan Liar
Areal atau jalur baik alami maupun buatan
yang menghubungkan dua atau lebih
habitat yang berada di dalam dan di luar
Kawasan Hutan.
Taman Keanekaragaman
Hayati
Kawasan pencadangan sumberdaya alam
hayati lokal di luar kawasan hutan yang
mempunyai fungsi konservasi in-situ dan
eks-situ, khususnya bagi tumbuhan.
Areal Bernilai
Konservasi Tinggi
Areal yang memiliki nilai penting bagi
konservasi keanekaragaman hayati dan
ekosistem, jasa lingkungan, fungsi sosial,
dan fungsi budaya bagi masyarakat
26. KRITERIA KEE
EKOSISTEM
LAHAN BASAH
Burung
Air/Migran
Ekosistem
Unik
Satwa
Dilindungi
Sumber
Air
Jasa
Lingkungan
KORIDOR SATWA
LIAR
Vegetasi
Penghubung
Koridor
Satwa liar
x
Konflik
Satwa-Manusia
AREAL BERNILAI
KONSERVASI
TINGGI Kehati
Tinggi
Bentang
Alam
Ekosistem
Khas
Jasa
Lingkungan
Nilai
Sosial
Nilai
Budaya
Stok
Karbon
TAMAN
KEHATI
Flora
lokal/endemik
27. PELIBATAN
MASYARAKAT
SECARA
AKTIF
DALAM
PENGELOLAAN
KEE
MANGROVE
PEMANFAATAN
YANG
LESTARI
PENGELOLAAN
BERBASIS
FUNGSI
(PENGAWETAN,
PERLINDUNGAN
DAN
PEMANFAATAN)
PADA
KAWASAN
EKOSISTEM
ESENSIAL
MULTISTAKE
HOLDER
PARTICIPATION
KAWASAN
EKOSISTEM
ESENSIAL
MANGROVE
28.
29.
30. Upaya
Pemulihan
Ekosistem
Lahan
Basah
Restorasi
Hidrologi
dengan
Metode
Kanal
Bloking Rehabilitasi
Flora
Endemik
Lahan
Basah
Foto: Rizka Nanda
Restorasi hidrologi merupakan pembenahan sistem
hidrologi, termasuk membenahi kanal-kanal yang sudah
ada. Kanal yang disekat akan berfungsi seperti embung,
sehingga tidak perlu dibuat embung di lahan gambut.
Tujuannya adalah menaikkan tinggi muka air, mendekati
permukaan gambut sehingga mendorong suksesi alami
ini.
31. Revitalisasi penghidupan
masyarakat
adalah penghidupan masyarakat di
suatu KHG (Kawasan Hidrologis
Gambut) yang diarahkan pada sasaran
peningkatan ekonomi sekaligus
konservasi lahan basah.
Upaya
Pemulihan
Ekosistem
Lahan
Basah
Foto : atherinecapone
Foto: Yus Rusila Noor
32. 10
Cara
Baru
Mengelola
Kawasan
Konservasi
Masyarakat sebagai Subyek
Penghormatan pada HAM
Kerja sama
lintas Eselon I
Kerja sama lintas
Kementerian
Penghormatan Nilai
Budaya dan Adat
Kepemimpinan Multilevel
Pengambilan keputusan
berbasis sains
Pengelolaan
Berbasis Resort
Penghargaan dan
Pendampingan
Organisasi Pembelajaran
mendorong peran masyarakat sebagai subyek dalam
pengelolaan kawasan konservasi serta kawasan lindung lainnya,
termasuk ekosistem esensial.
kerja sama multistakeholder dalam mendukung pengelolaan
lahan basah serta pemberdayaan masyarakat yang tinggal di
sekitarnya
kolaborasi lintas kementerian (pemerintah
pusat, pemerintah daerah, LSM).
mengembangkan kesadaran konservasi lahan
basah, mendorong pengembangan komoditas
alternatif sebagai sumber penghasilan
masyarakat
pengembangan ekowisata lahan basah
berbasis masyarakat/kearifan lokal.
Sebagai komitmen KSDAE, kawasan yang telah ditunjuk dan
ditingkatkan menjadi status internasional (RAMSAR SITE)
untuk tahun 2020-2024, Ditjen KSDAE akan memfasilitasi
anggaran rutin untuk mendukung entitas tersebut
33. Perlindungan
Pengawetan
Pemanfaatan
Pengawasan
Pengendalian
Evaluasi
Perencanaan
Perlindungan
Sistem
Penyangga Kehidupan
Masyarakat
Pemerintah
Akademisi
Media
Badan Usaha
PP.
28
Tahun2011
UU
No.
5
tahun1990
PP
28/ 2011
UU
5/ 1990
Kolaborasi
Pentahelix
Pengawetan
Pemanfaatan
Pengawasan
Pengendalian
Evaluasi
Perencanaan
Perlindungan
34. INSTITUSI
YANG
TERLIBAT
DALAM
PENGELOLAAN
KAWASAN
EKOSISTEM
ESENSIAL
KAWASAN
EKOSISTEM
ESENSIAL
K/L
PEMDA
AKADEMISI
&
PENELITI
•PEM
PUSAT
•OPD,SKPD
PROV.
•KAB/KOTA
•BKSDA
Perg.
Tinggi,
Lembaga
Penelitian
PELAKU
BISNIS
LSM
MASYARAKAT
ADAT
MANAJEMEN
KOLABORASI/
UPTD