PPT PENDIDIKAN KELAS RANGKAP MODUL 3 KELOMPOK 3.pptx
Sejarah dan Dakwah Nabi Muhammad Saw Periode Madinah
1. Sejarah Dan Dakwah Nabi Muhammad Saw Periode Madinah
A. Pengertian Hijrah dan Tujuan Rasulullah SAW Beserta Umat Islam Berhijrah
Setidaknya ada dua macam arti hijrah yang harus diketahui oleh umat Islam. Pertama
hijrah berarti meninggalkan semua perbuatan yang dilarang dan dimurkai Allah SWT.
untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, yang diperintahkan Allah SWT dan
diridhai-Nya. Arti kedua hijrah ialah berpindah dari suatu negeri kafir (non-Islam), karena
di negeri itu umat Islam selalu mendapat tekanan, ancaman, dan kekerasan, sehingga tidak
memiliki kebebasan dalam berdakwah dan beribadah. Kemudian umat Islam di negeri
kafir itu berpindah ke negeri Islam agar memperoleh keamanan dan kebebasan dalam
berdakwah dan beribadah.
Arti kedua dari hijrah ini pernah dipraktikkan oleh Rasulullah SAW dan umat Islam,
yakni berhijrah dari Mekah ke Yastrib pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijrah,
bertepatan dengan tanggal 28 Juni 622 M.
Tujuan hijrahnya Rasulullah SAW dan umat Islam dari Mekah ke Yastrib adalah:
1. Menyelamatkan diri dan umat Islam dari tekanan, ancaman dan kekerasan kaum kafir
Quraisy. Bahkan pada waktu Rasulullah SAW meninggalkan rumahnya di Mekah
untuk berhijrah ke Yastrib (Madinah), rumah beliau sudah dikepung oleh kaum Quraisy
dengan maksud untuk membunuhnya.
2. Agar memperoleh keamanan dan kebebasan dalam berdakwah serta beribadah,
sehingga dapat meningkatkan usaha-usahanya dalam berjihad di jalan Allah SWT,
untuk menegakkan dan meninggikan agama-Nya (Islam).
Rencana hijrah Rasulullah diawali karena adanya perjanjian antara Nabi Muhammad
SAW. dengan orang-orang Yatsrib yaitu suku Aus dan Khazraj saat di Mekkah yang
terdengar sampai ke kaum Quraisy hingga Kaum Quraisy pun merencanakan untuk
membunuh Nabi Muhammad SAW.
Pembunuhan itu direncanakan melibatkan semua suku. Setiap suku diwakili oleh
seorang pemudanya yang terkuat. Rencana pembunuhan itu terdengar oleh Nabi SAW.,
sehingga Ia merencanakan hijrah bersama sahabatnya, Abu Bakar. Abu Bakar diminta
mempersiapkan segala hal yang diperlukan dalam perjalanan, termasuk 2 ekor unta.
Sementara Ali bin Abi Thalib diminta untuk menggantikan Nabi SAW. menempati tempat
tidurnya agar kaum Quraisy mengira bahwa Nabi SAW masih tidur.
Pada malam hari yang direncanakan, di tengah malam buta Nabi SAW. keluar dari
rumahnya tanpa diketahui oleh para pengepung dari kalangan kaum Quraisy. Nabi SAW.
2. menemui Abu Bakar yang telah siap menunggu. Mereka berdua keluar dari Mekah menuju
sebuah Gua Tsur, kira-kira 3 mil sebelah selatan Kota Mekah. Mereka bersembunyi di gua
itu selama 3 hari 3 malam menunggu keadaan aman.
Pada malam ke-4, setelah usaha orang Quraisy mulai menurun karena mengira Nabi
SAW sudah sampai di Yatsrib, keluarlah Nabi SAW dan Abu Bakar dari
persembunyiannya. Pada waktu itu Abdullah bin Uraiqit yang diperintahkan oleh Abu
Bakar pun tiba dengan membawa 2 ekor unta yang memang telah dipersiapkan
sebelumnya. Berangkatlah Nabi SAW. bersama Abu Bakar menuju Yatsrib menyusuri
pantai Laut Merah, suatu jalan yang tidak pernah ditempuh orang.
Setelah 7 hari perjalanan, Nabi SAW dan Abu Bakar tiba di Quba, sebuah desa yang
jaraknya 5 km dari Yatsrib. Di desa ini mereka beristirahat selama beberapa hari. Mereka
menginap di rumah Kalsum bin Hindun. Di halaman rumah ini Nabi SAW membangun
sebuah masjid yang kemudian terkenal sebagai Masjid Quba. Inilah masjid pertama yang
dibangun Nabi SAW sebagai pusat peribadatan.
Tak lama kemudian, Ali menggabungkan diri dengan Nabi SAW. Sementara itu
penduduk Yatsrib menunggu-nunggu kedatangannya. Menurut perhitungan mereka,
berdasarkan perhitungan yang lazim ditempuh orang, seharusnya Nabi SAW sudah tiba di
Yatsrib. Oleh sebab itu mereka pergi ke tempat-tempat yang tinggi, memandang ke arah
Quba, menantikan dan menyongsong kedatangan Nabi SAW dan rombongan.
Akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Dengan perasaan bahagia, mereka
mengelu-elukan kedatangan Nabi SAW. Mereka berbaris di sepanjang jalan dan
menyanyikan lagu Thala’ al-Badru, yang isinya:
“Telah tiba bulan purnama, dari Saniyyah al-Wadâ’i (celah-celah bukit). Kami wajib
bersyukur, selama ada orang yang menyeru kepada Ilahi, Wahai orang yang diutus kepada
kami, engkau telah membawa sesuatu yang harus kami taati. Setiap orang ingin agar Nabi
SAW. singgah dan menginap di rumahnya.”
Tetapi Nabi SAW hanya berkata, “Aku akan menginap dimana untaku berhenti.
Biarkanlah dia berjalan sekehendak hatinya.”
Ternyata unta itu berhenti di tanah milik dua anak yatim, yaitu Sahal dan Suhail, di
depan rumah milik Abu Ayyub al-Anshari. Dengan demikian Nabi SAW memilih rumah
Abu Ayyub sebagai tempat menginap sementara. Tujuh bulan lamanya Nabi SAW tinggal
di rumah Abu Ayyub, sementara kaum Muslimin bergotong-royong membangun rumah
untuknya.
3. Sejak saat itu nama kota Yatsrib diubah menjadi Madinatun Nabi (kota nabi). Orang
sering pula menyebutnya Madinatul al-Munawwarah (kota yang bercahaya), karena dari
sanalah sinar Islam memancar ke seluruh dunia.
B. Dakwah Rasulullah SAW. Periode Madinah
Setelah tiba dan diterima penduduk Yatsrib (Madinah), Nabi resmi menjadi pemimpin
penduduk kota itu. Babak baru dalam sejarah Islam pun dimulai. Berbeda dengan periode
Makkah, pada periode Madinah, Islam, merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam yang
berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad
mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala
Negara. Dengan kata lain, dalam diri Nabi terkumpul dua kekuasaan, kekuasaan spiritual
dan kekuasaan duniawi. Kedudukannya sebagai Rasul secara otomatis merupakan kepala
Negara.
Dakwah Rasulullah SAW periode Madinah berlangsung selama sepuluh tahun, yakni
dari semenjak tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijriah sampai dengan wafatnya
Rasulullah SAW, tanggal 12 Rabiul Awal tahun ke-11 hijriah.
Materi dakwah yang disampaikan Rasulullah SAW pada periode Madinah, selain
ajaran Islam yang terkandung dalam 89 surat Makiyah dan Hadis periode Mekah, juga
ajaran Islam yang terkandung dalam 25 surat Madaniyah dan hadis periode Madinah.
Adapun ajaran Islam periode Madinah, umumnya ajaran Islam tentang masalah sosial
kemasyarakatan.
Mengenai objek dakwah Rasulullah SAW pada periode Madinah adalah orang-orang
yang sudah masuk Islam dari kalangan kaum Muhajirin dan Anshar. Juga orang-orang
yang belum masuk Islam seperti kaum Yahudi penduduk Madinah, para penduduk di luar
kota Madinah yang termasuk bangsa Arab dan tidak termasuk bangsa Arab.
Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT bukan hanya untuk bangsa Arab, tetapi untuk
seluruh umat manusia di dunia, Allah SWT berfirman pada QS. Al-Anbiyaa’, 21:107.
Artinya: “Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam.” (QS. Al-Anbiyaa’, 21:107)
Dakwah Rasulullah SAW yang ditujukan kepada orang-orang yang sudah masuk
Islam (umat Islam) bertujuan agar mereka mengetahui seluruh ajaran Islam baik yang
diturunkan di Mekah ataupun yang diturunkan di Madinah, kemudian mengamalkannya
dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka betul-betul menjadi umat yang bertakwa.
Selain itu, Rasulullah SAW dibantu oleh para sahabatnya melakukan usaha-usaha nyata
4. agar terwujud persaudaraan sesama umat Islam dan terbentuk masyarakat madani di
Madinah.
Mengenai dakwah yang ditujukan kepada orang-orang yang belum masuk Islam
bertujuan agar mereka bersedia menerima Islam sebagai agamanya, mempelajari ajaran-
ajarannya dan mengamalkannya, sehingga mereka menjadi umat Islam yang senantiasa
beriman dan beramal saleh, yang berbahagia di dunia serta sejahtera di akhirat.
Tujuan dakwah Rasulullah SAW yang luhur dan cara penyampaiannya yang terpuji,
menyebabkan umat manusia yang belum masuk Islam banyak yang masuk Islam dengan
kemauan dan kesadaran sendiri. Namun tidak sedikit pula orang-orang kafir yang tidak
bersedia masuk Islam, bahkan mereka berusaha menghalang-halangi orang lain masuk
Islam dan juga berusaha melenyapkan agama Islam dan umatnya dari muka bumi. Mereka
itu seperti kaum kafir Quraisy penduduk Mekah, kaum Yahudi Madinah, dan sekutu-
sekutu mereka.
Setelah ada izin dari Allah SWT untuk berperang, sebagaimana firman-Nya dalam
surah Al-Hajj ayat 39 dan Al-Baqarah ayat 190, maka kemudian Rasulullah SAW dan
para sahabatnya menyusun kekuatan untuk menghadapi peperangan dengan orang kafir
yang tidak dapat dihindarkan lagi.
Artinya: “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena
Sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa
menolong mereka itu” (Q.S. Al-Hajj, 22:39).
Artinya:“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi)
janganlah kamu melampaui batas, Karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang yang melampaui batas.” (QS. Al-Baqarah, 2:190
Peperangan-peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para pengikutnya
itu tidaklah bertujuan untuk melakukan penjajahan atau meraih harta rampasan perang,
tetapi bertujuan untuk:
Membela diri dan kehormatan umat Islam.
Menjamin kelancaran dakwah, dan memberi kesempatan kepada mereka yang hendak
menganutnya.
Untuk memelihara umat Islam agar tidak dihancurkan oleh bala tentara Persia dan
Romawi.
5. Setelah Rasulullah SAW dan para pengikutnya mampu membangun suatu negara
yang merdeka dan berdaulat, yang berpusat di Madinah, mereka berusaha menyiarkan dan
memasyhurkan agama Islam, bukan saja terhadap para penduduk Jazirah Arabia, tetapi
juga keluar Jazirah Arabia, maka bangsa Romawi dan Persia menjadi cemas dan khawatir
kekuaan mereka akan tersaingi. Oleh karena itu, bangsa Romawi dan bangsa Persia
bertekad untuk menumpas dan menghancurkan umat Islam dan agamanya. Untuk
menghadapi tekad bangsa Romawi dan Persia tersebut, Rasulullah SAW dan para
pengikutnya tidak tinggal diam sehingga terjadi peperangan antara umat Islam dan bangsa
Romawi, yaitu diantaranya perang Mut’ah, perang Tabuk, perang Badar, perang Uhud,
perang Khandaq, perjanjian Hudaibiyah, perang Hunain.
C. Strategi Dakwah Nabi Muhammad SAW. Periode Madinah
Pokok-pokok pikiran yang dijadikan strategi dakwah Rasulullah SAW periode
Madinah adalah:
1. Berdakwah dimulai dari diri sendiri, maksudnya sebelum mengajak orang lain
meyakini kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya, maka terlebih dahulu orang
yang berdakwah itu harus meyakini kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya.
2. Cara (metode) melaksanakan dakwah sesuai dengan petunjuk Allah SWT dalam Surah
An-Nahl ayat 125.
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu
Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah
yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl, 16: 125)
Berdakwah itu hukumnya wajib bagi Rasulullah SAW dan umatnya sesuai dengan
petunjuk Allah SWT dalam Surah Ali Imran, 3: 104.
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar;
merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran, 3: 104)
Berdakwah dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah SWT semata, bukan dengan
untuk memperoleh popularitas dan keuntungan yang bersifat materi. Umat Islam dalam
melaksanakan tugas dakwahnya, selain harus menerapkan pokok-pokok pikiran yang
dijadikan sebagai strategi dakwah Rasulullah SAW, juga hendaknya meneladani strategi
Rasulullah SAW dalam membentuk masyarakat Islam atau masyarakat madani di
Madinah.
6. Masyarakat Islam atau masyarakat madani adalah masyarakat yang menerapkan ajaran
Islam pada seluruh aspek kehidupan, sehingga terwujud kehidupan bermasyarakat yang
baldatun tayyibatun wa rabbun ghafur, yakni masyarakat yang baik, aman, tenteram,
damai, adil, dan makmur di bawah naungan ridha Allah SWT dan ampunan-Nya.
Usaha-usaha Rasulullah SAW dalam mewujudkan masyarakat Islam seperti tersebut
adalah:
Membangun Masjid
Masjid yang pertama kali dibangun oleh Rasulullah SAW di Madinah ialah
Masjid Quba, yang berjarak ± 5 km, sebelah barat daya Madinah. Masjid Quba
dibangun pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijrah (20 September 622 M).
Setelah Rasulullah SAW menetap di Madinah, pada setiap hari Sabtu, beliau
mengunjungi Masjid Quba untuk salat berjamaah dan menyampaikan dakwah Islam.
Masjid kedua yang dibangun oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya adalah Masjid
Nabawi di Madinah. Masjid ini dibangun secara gotong-royong oleh kaum Muhajirin
dan Ansar, yang peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan
peletakan batu kedua, ketiga, keempat dan kelima dilaksanakan oleh para sahabat
terkemuka yakni: Abu Bakar r.a., Umar bin Khatab r.a., Utsman bin Affan r.a. dan Ali
bin Abu Thalib r.a.
Mengenai fungsi atau peranan masjid pada masa Rasulullah SAW adalah sebagai
berikut:
1. Masjid sebagai sarana pembinaan umat Islam di bidang akidah, ibadah, dan akhlak.
2. Masjid merupakan sarana ibadah, khususnya shalat lima waktu, shalat Jumat, shalat
Tarawih, shalat Idul Fitri dan Idul Adha.
3. Masjid merupakan tempat belajar dan mengajar tentang agama Islam yang
bersumber kepada Al-Qur’an dan Hadis.
4. Masjid sebagai tempat pertemuan untuk menjalin hubungan persaudaraan sesama
Muslim (ukhuwah Islamiah) demi terwujudnya persatuan.
5. Menjadikan masjid sebagai sarana kegiatan sosial. Misalnya sebagai tempat
penampungan zakat, infak, dan sedekah dan menyalurkannya kepada yang berhak
menerimanya, terutama para fakir miskin dan anak-anak yatim terlantar.
7. 6. Menjadikan halaman masjid dengan memasang tenda, sebagai tempat pengobatan
para penderita sakit, terutama para pejuang Islam yang menderita luka akibat perang
melawan orang-orang kafir.
Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan Ansar
Muhajirin adalah para sahabat Rasulullah SAW penduduk Mekah yang berhijrah
ke Madinah. Ansar adalah para sahabat Rasulullah SAW penduduk asli Madinah yang
memberikan pertolongan kepada kaum Muhajirin.
Rasulullah SAW bermusyawarah dengan Abu Bakar r.a. dan Umar bin Khatab
tentang mempersaudarakan antara Muhajirin dan Ansar, sehingga terwujud persatuan
yang tangguh. Hasil musyawarah memutuskan agar setiap orang Muhajirin mencari dan
mengangkat seorang dari kalangan Ansar menjadi saudaranya senasab (seketurunan),
dengan niat ikhlas karena Allah SWT. Demikian juga sebaliknya orang Ansar.
Rasulullah SAW memberi contoh dengan mengajak Ali bin Abi Thalib sebagai
saudaranya. Apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dicontoh oleh seluruh sahabat
misalnya:
a. Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Rasulullah SAW, pahlawan Islam yang
pemberani bersaudara dengan Zaid bin Haritsah, mantan hamba sahaya, yang
kemudian dijadikan anak angkat Rasulullah SAW.
b. Abu Bakar ash-Shiddiq, bersaudara dengan Kharizah bin Zaid.
c. Umar bin Khattab bersaudara denga Itban bin Malik al-Khazraji (Ansar).
d. Abdurrahman bin Auf bersaudara dengan Sa’ad bin Rabi (Ansar).
Demikianlah seterusnya setiap orang Muhajirin dan orang Ansar, termasuk
Muhajirin setelah hijrahnya Rasulullah SAW, dipersaudarakan secara sepasang-
sepasang, layaknya seperti saudara senasab. Persaudaraan secara sepasang–sepasang
seperti tersebut, ternyata membuahkan hasil sesama Muhajirin dan Ansar terjalin
hubungan persaudaraan yang lebih baik. Mereka saling mencintai, saling menyayangi,
hormat-menghormati, dan tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.
Kaum Ansar dengan ikhlas memberikan pertolongan kepada kaum Muhajirin
berupa tempat tinggal, sandang-pangan, dan lain-lain yang diperlukan. Namun kaum
8. Muhajirin tidak diam berpangku tangan, mereka berusaha sekuat tenaga untuk mencari
nafkah agar dapat hidup mandiri. Misalnya, Abdurrahman bin Auf menjadi pedagang,
Abu Bakar, Umar bin Khattab dan Ali bin Abu Thalib menjadi petani kurma.
Kaum Muhajirin yang belum mempunyai tempat tinggal dan mata pencaharian
oleh Rasulullah SAW ditempatkan di bagian Masjid Nabawi yang beratap yang disebut
Suffa dan mereka dinamakan Ahlus Suffa (penghuni Suffa). Kebutuhan-kebutuhan
mereka dicukupi oleh kaum Muhajirin dan kaum Ansar secara bergotong-royong.
Kegiatan Ahlus Suffa itu antara lain mempelajari dan menghafal Al-Qur’an dan Hadis,
kemudian diajarkannya kepada yang lain. Sedangkan apabila terjadi perang antara
kaum Muslimin dengan kaum kafir, mereka ikut berperang.
Perjanjian dengan masyarakat Yahudi Madinah
Pada waktu Rasulullah SAW menetap di Madinah, penduduknya terdiri dari tiga
golongan, yaitu umat Islam, umat Yahudi (Bani Qainuqa, Bani Nazir dan Bani
Quraizah) dan orang-orang Arab yang belum masuk Islam. Agar stabilitas masyarakat
dapat diwujudkan, Nabi Muhammad SAW mengadakan ikatan perjanjian dengan
mereka. Sebuah piagam yang menjamin kebebasan beragama orang-orang Yahudi
sebagai suatu komunitas dikeluarkan. Setiap golongan masyarakat memiliki hak
tertentu dalam bidang politik dan keagamaan. Kemerdekaan beragama dijamin dan
seluruh anggota masyarakat berkewajiban mempertahankan keamanan negeri itu dari
serangan luar.
Piagam ini mestilah dipatuhi oleh semua penduduk Madinah yang muslim atau
bukan Muslim. Strategi ini telah menjadikan Madinah sebagai model Negara Islam
yang adil, membangun serta digrandungi oleh musuh-musuh Islam. Piagam ini dikenal
dengan sebutan Piagam Madinah.
Menurut Ibnu Hisyam, Rasulullah SAW membuat perjanjian dengan penduduk
Madinah non-Islam dan tertuang dalam Piagam Madinah. Piagam Madinah itu antara
lain berisi:
1. Setiap golongan dari ketiga golongan penduduk Madinah memiliki hak pribadi,
keagamaan dan politik. Sehubungan dengan itu setiap golongan penduduk Madinah
berhak menjatuhkan hukuman kepada orang yang membuat kerusakan dan memberi
keamanan kepada orang yang mematuhi peraturan.
9. 2. Setiap individu penduduk Madinah mendapat jaminan kebebasan beragama.
3. Seluruh penduduk kota Madinah yang terdiri dari kaum Muslimin, kaum Yahudi dan
orang-orang Arab yang belum masuk Islam sesama mereka hendaknya saling
membantu dalam bidang moril dan materiil. Apabila Madinah diserang musuh, maka
seluruh penduduk Madinah harus bantu-membantu dalam mempertahankan kota
Madinah.
4. Rasulullah SAW adalah pemimpin seluruh penduduk Madinah. Segala perkara dan
perselisihan besar yang terjadi di Madinah harus diajukan kepada Rasulullah SAW
untuk diadili sebagaimana mestinya.
Pembangunan pranata sosial dan pemerintahan.
Pada saat Nabi Muhammad SAW tiba di Madinah, masyarakatnya terbagi
menjadi berbagai kelompok besar, yaitu kelompok Muhajirin dan kelompok Anshar,
Yahudi, Nasrani, dan penyembah berhala. Pada awalnya, mereka semua menerima
kedatangan Nabi dan umat Islam. Namun setelah masyarakat muslim berkembang
menjadi besar dan berkuasa, mereka mulai menaruh rasa dendam dan tidak suka.
Untuk mengatasi berbagai persoalan tersebut, Nabi saw mencoba menata sistem
sosial agar mereka dapat hidup damai dan tenteram. Untuk kalangan umat Islam, Nabi
saw telah mempersaudarakan antara Muhajirin dan Anshar. Sementara untuk kalangan
non muslim, mereka diikat dengan peraturan yang dirancang Nabi dan umat Islam yang
tertuang di dalam Piagam Madinah.
Pada masa Rasulullah, penduduk Madinah mayoritas sudah beragam Islam,
sehingga masyarakat Islam sudah terbentuk, maka adanya pemerintahan Islam
merupakan keharusan. Rasulullah SAW selain sebagai seorang Nabi dan Rasul, juga
tampil sebagai seorang Kepala Negara (khalifah).
Sebagai Kepala Negara, Rasulullah SAW telah meletakkan dasar bagi setiap
sistem politik Islam, yakni musyawarah. Melalui musyawarah, umat Islam dapat
mengangkat wakil-wakil rakyat dan kepala pemerintahan, serta membuat peraturan-
peraturan yang harus ditaati oleh seluruh rakyatnya. Dengan syarat, peraturan-peraturan
itu tidak menyimpang dari tuntutan Al-Qur’an dan Hadis.