1. Pijakan Keluarga Mahasiswa Garut
KELUARGA MAHASISWA GARUT
Pijakan Keluarga Mahasiswa Garut
Oleh: Abdul Rohman1
Sebelum membahas pada pijakan yang menjadi dasar pergerakan KMG, maka kita
perlu tahu apa yang menjadi visi dan misi KMG, yaitu :
Visi
Menjadi motor penggerak dalam upaya berkontribusi dalam pembangunan dengan
mengedepankan persatuan dan rasa kekeluargaan diantara mahasisawa UPI asal Garut, untuk
mencapai insan yang berilmu dan bertaqwa kepada Alloh SWT.
Misi
1. Memupuk rasa persaudaraan diantara mahasiswa UPI asal Garut
2. Memberi dorongan kepada anggota untuk menjadi motor penggerak dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara
3. Mendorong mahasiswa UPI asal garut untuk berprestasi secara akademik
4. Membina dan menciptakan kondisi lingkungan pergaulan yang religius
5. Mendorong mahasiswa untuk peduli terhadap keadaan daerah Garut.
Sumber : (Rohman, 2012)
Jargon atau Slogan KMG adalah “Sarendeuk saigel, sabobot sapihane’an, sabata
sarimbangan” yang artinya sebuah kesolidan yang terpimpin, berada dalam satu barisan atau
shaf yang terorganisir dalam rangka beribadah kepada Alloh SWT, yang bentuk real rangka
beribadah berupa program kerja yang bermanfaat khusus bagi mahasiswa itu sendiri maupun
masyarakat pada umumnya baik masyarakat Garut maupun masyarakat Global.
Mahasiswa Garut yang tergabung dalam Keluarga Mahasiswa Garut (KMG), dalam
berkerja berpijak pada prinsif; humanisme, liberalisme, emansifasi, dan transedentif.
1. Humanisme
Humanisasi artinya memanusiakan manusia, menghilangkan “kebendaan”,
ketergantungan, kekerasan dan kebencian dari manusia. Humanisme disini berdasar pada
konsep transedens(ilahiah), atau disebut humanisme teosentris bukan humanisme
antroposentris. Dengan konsep ini, manusia harus memusatkan diri pada Tuhan, tapi
tujuannya adalah untuk kepentingan manusia (kemanusiaan) sendiri. Perkembangan
peradaban manusia tidak lagi diukur dengan rasionalitas tapi transendensi. Humanisasi
diperlukan karena masyarakat sedang berada dalam tiga keadaan akut yaitu dehumanisasi
(obyektivasi teknologis, ekonomis, budaya dan negara), agresivitas (agresivitas kolektif dan
kriminalitas) dan loneliness (privatisasi, individuasi).
Yang perlu diketahui dalam prinsif ini adalah : pengenalan diri atau al-insan atau
marifatul insan. Tujuan akhir nya adalah paham akan; darimana kita?, sedang apa? dan mau
kemana?. Selain itu memahami tugas dan fungsi sebagai manusia yang akhirnya melahirkan
1
Abdul Rohman, Ketua KMG-UPI periode 2011-2012
1
2. Pijakan Keluarga Mahasiswa Garut
seorang manusia yang mampu menempatkan diri sebagai manusia dihadapan Allah
(habluminalloh), dan menmpatkan diri diantara lingkungan manusia(Habluminanas).
2. Liberasi
Liberasi dalam Kontek ini sesuai dengan prinsip sosialisme (marxisme, komunisme,
teori ketergantungan, teologi pembebasan). Hanya saja maksudnya tidak hendak menjadikan
liberasinya sebagai ideologi sebagaimana komunisme. Liberasi yang dimaksud adalah dalam
konteks ilmu, ilmu yang didasari nilai-nilai luhur transendental. Jika nilai-nilai liberatif dalam
teologi pembebasan dipahami dalam konteks ajaran teologis, maka nilai-nilai liberatif dalam
hal ini dipahami dan didudukkan dalam konteks ilmu sosial yang memiliki tanggung jawab
profetik (nubuwah/risalah) untuk membebaskan manusia dari kekejaman kemiskinan,
pemerasan kelimpahan, dominasi struktur yang menindas dan hegemoni kesadaran palsu.
Lebih jauh, jika marxisme dengan semangat liberatifnya jutru menolak agama yang
dipandangnya konservatif, sedangkan liberasi disini justru mencari sandaran semangat
liberatifnya pada nilai-nilai profetik transendental dari agama yang telah ditransformasikan
menjadi ilmu yang obyektif-faktual.
Bidikan liberasi ada pada realitas empiris, sehingga liberasi sangat peka dengan
persoalan penindasan atau dominasi struktural. Fenomena kemiskinan yang lahir dari
ketimpangan ekonomi adalah bagian penting dari proyek liberasi. Liberasi menempatkan diri
bukan pada lapangan moralitas kemanusiaan abstrak, tapi pada realitas kemanusiaan empiris,
bersifat kongkrit. Karena sikap menghindar dari yang kongkrit menuju abstrak adalah salah
satu ciri berpikir berdasarkan mitos.
Ada empat sasaran liberasi, yaitu sistem pengetahuan, sistem sosial, sistem ekonomi dan
sistem politik yang membelenggu manusia sehingga tidak dapat mengaktualisasikan dirinya
sebagai makhluk yang merdeka dan mulia. (Ilmu Sosial Profetik, 2012)
3. Emansipasi
Emansipasi artinya pelepasan, persamaan, pembebasan dan penyejajaran atau
pembebasan dari perbudakan. Selaras dengan humanisme dan liberasi yang berdasar pada
pola transedensi.
4. Transendensi
Transedensi merupakan dasar dari dua unsurnya yang lain. Transendensi hendak
menjadikan nilai-nilai transendental (keimanan) sebagai bagian penting dari proses
membangun peradaban. Transendensi menempatkan agama (nilai-nilai Islam) pada
kedudukan yang sangat sentral.
Ekses-ekses negatif yang ditimbulkan oleh modernisasi mendorong terjadinya gairah
untuk menangkap kembali alternatif-alternatif yang ditawarkan oleh agama untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan kemanusiaan. Manusia produk renaissance adalah
manusia antroposentris yang merasa menjadi pusat dunia, cukup dengan dirinya sendiri.
Melalui proyek rasionalisasi, manusia memproklamirkan dirinya sebagai penguasa diri dan
alam raya. Rasio mengajari cara berpikir bukan cara hidup. Rasio menciptakan alat-alat
bukan kesadaran. Rasio mengajari manusia untuk menguasai hidup, bukan memaknainya.
Akhirnya manusia menjalani kehidupannya tanpa makna.
2
3. Pijakan Keluarga Mahasiswa Garut
Di sinilah transendensi dapat berperan penting dalam memberikan makna yang akan
mengarahkan tujuan hidup manusia. Islam dapat membawakan kepada dunia yang sekarat,
bukan karena kurang alat atau teknik, akan tetapi karena kekurangan maksud, arti dari
masyarakat yang ingin merealisir rencana Tuhan. Nilai-nilai transendental ketuhanan inilah
yang akan membimbing manusia menuju nilai-nilai luhur kemanusiaan.
Transendensi adalah dasar dari humanisasi dan liberasi. Transendensi memberi arah
kemana dan untuk tujuan apa humanisasi dan liberasi itu dilakukan. Transendensi di samping
berfungsi sebagai dasar nilai bagi praksis humanisasi dan liberasi, juga berfungsi sebagai
kritik. Dengan kritik transendensi, kemajuan teknik dapat diarahkan untuk mengabdi pada
perkembangan manusia dan kemanusiaan, bukan pada kehancurannya. Melalui kritik
transendensi, masyarakat akan dibebaskan dari kesadaran materialistik-di mana posisi
ekonomi seseorang menentukan kesadarannya-menuju kesadaran transendental. Transendensi
akan menjadi tolok ukur kemajuan dan kemunduran manusia.
“Sosiologi profetik berpendirian bahwa sumber pengetahuan itu ada tiga, yaitu realitas empiris, rasio
dan wahyu”.
Ouput yang diharapkan melahirkan calon pemimpin yang mampu menggerakkan,
mempengaruhi, mengelola, dan membawa berita gembira kepada semua orang. Seorang
pemimpin yang bisa memberi tauladan (contoh), inspirator, motivator dan pembangkit
semangat bagi para pengikutnya untuk tergerak hatinya, pikirannya dan perbuatannya untuk
meraih harapan, cita-cita, tujuan hidup yang terbaik dan mulia yang diridhoi Alloh SWT.
Maka diharapkan melahirkan kader yang memiliki karakter kepemimpinan sebagai berikut:
1. Memiliki karakter shidiq (jujur). Kepemimpinan yang mengedepankan integritas
moral (akhlak), satunya kata dan perbuatan, kejujuran, sikap dan perilaku etis. Sifat
jujur merupakan nilai-nilai transedental yang mencintai dan mengacu kepada
kebenaran yang datangnya dari Allah SWT (Shiddiq) dalam berpikir, bersikap, dan
bertindak. Perilaku pemimpin yang "shiddiq" (shadiqun) selalu mendasarkan pada
kebenaran dari keyakinannya, jujur dan tulus, adil, serta menghormati kebenaran yang
diyakini pihak lain yang mungkin berbeda dengan keyakinannya, bukan merasa diri
atau pihaknya paling benar.
2. Memiliki karakter amanah. Kepemimpinan yang mengahadirkan nilai-nilai
bertanggungjawab, dapat dipercaya, dapat diandalkan, jaminan kepastian dan rasa
aman, cakap, profesional dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya. Karakter
tanggungjawab, terpercaya atau trustworthy (amanah) adalah sifat pemimpin yang
senantiasa menjaga kepercayaan (trust) yang diberikan orang lain. Karakter amanah
dapat menajamkan kepekaan bathin seorang pemimpin untuk bisa memisahkan antara
kepentingan pribadi dan kepentingan publik/organisasi.
3. Memiliki karakter tabligh. Kepemimpinan yang menggunakan kemampuan
komunikasi secara efektif, memiliki visi, inspirasi dan motivasi yang jauh ke depan.
Seorang pemimpin itu memerlukan kemampuan komunikasi dan diplomasi dengan
bahasa yang mudah dipahami, diamalkan, dan dialami orang lain (tabligh). Sosok
pemimpin (seperti karakter nabi dan rasul) bahasanya sangat berbobot, penuh visi dan
menginspirasi orang lain.
4. Memiliki karakter fathanah (cerdas). Kepemimpinan yang mempunyai kecerdasan,
baik intelektual, emosional maupun spiritual, kreativitas, peka terhadap kondisi yang
3
4. Pijakan Keluarga Mahasiswa Garut
ada dan menciptakan peluang untuk kemajuan. Sosok pemimpin itu harus cerdas,
kompeten, dan profesional (fathanah). Pemimpin yang mengacu sifat fathonah nabi
adalah pemimpin pembelajar, mampu mengambil pelajaran/hikmah dari pengalaman,
percaya diri, cermat, inovatif tetapi tepat azas, tepat sasaran, berkomitmen pada
keunggulan, bertindak dengan motivasi tinggi, serta sadar bahwa yang dijalankan
adalah untuk mewujudkan suatu cita-cita bersama yang akan dicapai dengan cara-cara
yang etis.
5. Memiliki karekter istiqamah (konsisten/teguh pendirian). Kepemimpinan yang
mengutamakan perbaikan berkelanjutan (continuous improvement (Istiqamah).
Pemimpin yang istiqamah adalah pemimpin yang taat azas (peraturan), tekun,
disiplin, pantang menyerah, bersungguh-sungguh, dan terbuka terhadap perubahan
dan pengembangan.
6. Memiliki karakter mahabbah (cinta, kasih-sayang). Kepemimpinan yang
mengutamakan ajaran cinta (mahabbah) bukan kebencian dan pemaksaan. Karakter
pemimpin profetik selalu peduli (care) terhadap moral dan kemanusiaan, mudah
memahami orang lain/berempati, suka memberi tanpa pamrih (altruistik), mencintai
semua makhluk karena Allah, dan dicintai para pengikutnya dengan loyalitas sangat
tinggi.
7. Memiliki karakter shaleh/ma'ruf (baik, arif, bijak). Kepemimpinannya adalah wujud
sebuah ketaatan kepada Allah dan mendarmabaktikan dirinya untuk kesalehan,
kearifan dan kebajikan bagi masyarakatnya. Ketaatan dan keshalehan para nabi atau
rasul berpedoman pada wahyu dan mu'jizat dari Allah. Karakter shaleh/arif dapat
melahirkan pesona kharismatik yang merupakan ilham dari ilahi, yang terpancar pada
permukaan kulit, tutur kata, pancaran mata, sikap, tindakan, dan penampilan. Seorang
pemimpin yang shaleh mempunyai kualitas kepribadian individu yang utuh sehingga
menyebabkan orang lain menaruh simpati, percaya dan menganut apa yang
diinginkannya. Pemimpin shaleh berarti pemimpin yang dirinya diakui pengikut,
karena ketaatannya kepada Allah.
Sumber : (Mujtahid, 2011)
Bibliography
Ilmu Sosial Profetik. (2012, Juni 11). Retrieved Juli 13, 2012, from Wikipedia :
http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_Sosial_Profetik
Mujtahid. (2011, November 14). Tujuh Karakteristik Kepemimpinan Profetik. Retrieved Juli
14, 2012, from Universitas Negri Maulana Malik Ibrahim malang: http://www.uin-
malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=2682:tujuh-
karakteristik-kepemimpinan-profetik&catid=35:artikel-dosen&Itemid=210
Rohman, A. (2012). Visi Misi. Retrieved Juli 13, 2012, from Keluarga Mahasiswa Garut :
http://kmgupi.blogspot.com/2012/03/visi-misi.html
4