1. NAMA : NURHIDAYAH
NIM : 061011381419055
PENDIDIKAN KIMIA PALEMBANG
UTS TAKEHOME PENGANTAR PENDIDIKAN
SEMESTER 1 (GANJIL)
1. Dunia pendidikan mempelajari hakikat perkembangan manusia,
jelaskan mengapa ?
Hakikat Manusia
Tuhan menciptakan mahluk hidup diduinia ini atas berbagai jenis dan tingkatan. Dari
berbagai jenis dan tingkatan mahluk hidup tersebut manusia adalah mahluk yang paling
mulia dan memiliki berbagai kelebihan.
Keberadaan manusia apabila dibandingkan dengan mahluk lain(hewan), selain memiliki
insting sebagaimana yang dimiliki hewan, manusia adalah mahluk yang memiliki
beberapa kemampuan antara nafsu, berfikir, rasa keindahan, perasaan batiniah, harapan,
menciptakan dan lain-lain.sedangkan kemampuan hewan lebih bersifat insting dan
kemampuan berfikir yang rendah untuk mencari makan, mempertahankan diri dan
mempertahankan kelangsungan hidup jenisnya.lain halnya dengan manusia, selain
memiliki insting manusia juga mampu berfikir(homo sapiens), mampu mengubah dan
menciptakan segala sesuatu sesuai dengan rasa keindahan dan kebutuhan hidupnya. Lebih
dari itu manusia adalah mahluk moral dan religious.
Dari penjelasan tentang perbedaan manusia dan hewan, maka mucul beberapa pandangan
tentang hakikat manusia sebagai berikut:
1 Pandangan psikoanalitik
a) Tokoh psikoanalitik (Hansen, stefic, wanner, 1977) menyatakan bahwa manusia
[ada dasarnya digerakkan oleh dorongan-dorongan dari dalam dirinya yang bersifat
instingtif. Tingkah laku seseorang ditentukan dan dikontrol oleh kekuatan psikologis yang
sudah ada pada diri seseorang, tidak ditentukan oleh nasibnya tetapi diarahkan untuk
memenuhi kebutuhan dan insting biologisnya.
b) Sigmund freud mengemukakan bahwa struktur kepribadian seseorang terdiri dari
tiga komponen yakni: ide, ego, super ego. Masing-masing komponen tersebut merupakan
berbagai insting kebutuhan manusia yang mendasari perkembangan manusia.
2 Pandangan Humanistik
a) Pandangan Humanistik(Hansen, dkk, 1977) menolak pandangan Freud bahwa
manusia pada dasarnya tidak rasional, tidak tersosialisasikan dan tidak memiliki control
terhadapnasibnya sendiri. Tokoh Humanistik (Roger) berpendapat bahwa manusia itu
2. memiliki dorongan untuk menyerahkan dirinya sendiri kearah positif, manusia itu
rasional, tersosialisasikan, mengatur, dan mengontrol dirinya sendiri.
b) Pandangan Adler (1954), bahwa manusia tidak semata-mata digerakkan oleh
dorongan untuk memuaskan dirinya sendiri, namun digerakkan oleh rasa tanggung jawab
social serta oleh kebutuhan untuk mencapai sesuatu.
3 Pandangan Martin Buber
Mrtin Buber (1961) tidak sependapat dengan pandangan yang menyatakan bahwa
manusia berdosa dan dalam gengaman dosa. Buber berpendapat bahwa manusia
merupakan sesuatu keberadaan (eksistensi) yang berpotensi. Namun, diharapkan pada
kesemestaan atau potensi manusia itu terbatas.Keterbatasan ini bukanlah keterbatasan
yang mendasar (esensial), tetapi keterbatsan factual semata-mata. Ini berarti bahwa yang
akan akan dilakukan oleh manusia ini tidak dapat diramalkan dan manusia masih menjadi
pusat ketakterdugaan dunia.
4 Pandangan Behaviouristik
Kaum behaviouristik (Hansen, dkk, 1977) berpendapat bahwa manusia sepenuhnya
adalah mahluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh fakto-fakto yang datang dari
luar. Lingkungan adalah penentu tunggal dari tingkah laku manusia. Dengan demikian
kepribadian individu dapat dikembalikan semata-mata kepada hubungan antara individu
dengan lingkungannya, hubungan itu diatur oleh hokum-hukum belajar, seperti teori
pembiasaan (conditing) dan peniruan.
Setelah mengikuti beberpa pendapat tentang manusia diatas dapat ditarik beberapa
pengertian bahwa:
1) Manusia pada dasarnya memiliki “teanga dalam” yang mengerakkan hidupnya
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
2) Dlam diri manusia ada fungsi yang bersifat rasional dan bertanggung jawab atas
tingkah laku social dan rasional individu.
3) Manusia mampu mengarahkan dirinya ke tujuan posotif, mampu mengatur dan
mengontrol dirinya dan mampu menetukan “nasibnya” sendiri.
4) Manusia pada hakikatnya dalam proses berkembang terus tidak pernah selesai.
5) Dalam hidupnya individu melibatkan dirinya dlam usaha untuk mewujudkan
dirinya sendiri, membantu orang lain, dan membantu dunia lebih baik untuk ditempati.
6) Manusia merupakan suatu keberadaan berpotensi yang perwujudannya merupakan
ketakterdugaan, namun potensi ini terbatas.
3. 7) Manusia adalah mahluk tuhan yang mengandung kemungkinan baik dan jahat.
8) Lingkungan adalah penentuan tingkah laku manusia dan tingkah laku ini
merupakan wujud kepribadian manusia.
Hakikat Manusia Dengan Dimensi-Dimensinya
Secara filosofis hakikat manusia merupakan kesatauan dari potensi-potensi esensial yang
ada pada diri manusia, yakni: Manusia sebagai mahluk pribadi/individu, Manusia sebagai
mahluk social, manusia sebagai mahluk susila/moral. Ketiga hakikat manusia tersebut
diatas dapat dijabarkan sebagai berikut:
1) Manusia sebagai mahluk pribadi/individu (individual being)
Lysen mengartikan individu sebagai “orang seorang” sesuatu yang merupakan suatu
keutuhan yang tidak dapat dibagi-bagi (in divide). Selanjutnya individu diartikan sebgai
pribadi. Karena adanya individualitas itu setiap orang memliki kehendak, perasaan, cita-cita,
kencerungan, semangat dan daya tahan yang berbeda.
Kesangupan untuk memikul tanggung jawab sendiri merupakan cirri yang sangat esensial
dari adanya individualitas pada diri manusia. Sifat-sifat sebagaimana digambarkan diatas
secara potensial telah dimiliki sejak lahir perlu ditumbuh kembangkan melalui
pendidikan agar bisa menjadi kenyataan. Sebab tanpa di bina, memlalui pendidikan,
benih-benih individualitas yang sangat berharga itu yang memungkinkan terbentuknya
sesuatu kepribadian seseorang tidak akan terbentuk semestinya sehingga seseorang tidak
memiliki warna kepribadian yang khas sebagai milikinya. Padahal fungsi utama
pendidikan adalah membantu peserta didik untuk membentuk kepribadiannya atau
menemukan kepribadiannya sendiri. Pola pendidikan yang brsifat demokratis dipandang
cocok untuk mendorong bertumbuh dan berkembangannya potensi individualitas
sebagaimana dimaksud. Pola pendidikan yang menghambat perkembangan individualitas
(misalnya yang bersifat otoriter ) dalam hubungan ini disebut pendidikan yang patologis
2) Manusia sebagai mahluk social / dimensi social
Setiap anak dikaruniai kemungkinan untuk bergaul. Artinya, setiap orang dapat saling
berkomunikasi yang pada hakikatnya di dalamnya terkadung untuk saling memberikan
dan menerima. Adanya dimensi kesosialan pada diri manusia tampak lebih jelas pada
dorongan untuk bergaul. Dengan adanya dorongan untuk bergaul, setiap orang ingin
bertemu dengan sesamanya.
Seseorang dapat mengembangkan kegemarannya, sikapnya, cita-citanya didalam
interaksi dengan sesamanya. Seseorang berkesempatan untuk belajar dari orang lain,
mengidentifikasikan sifat-sifat yang di kagumi dari orang lain untuk dimilikinya, serta
menolak sifat yang tidak di cocokinya. Hanya didalam berinteraksi dengan sesamanya,
dalam saling menerima dan member, seseorang menyadari dan menghayati
kemanusiaanya.
4. 3) Manusia sebagai mahluk susila/ dimensi kesusialaan
Susila berasaldari kata su dan sial yang berarti kepantasan yang lebih tinggi. Akan tetapi
didalam kehidupan bermasyarakat orang tidak cukup hanya berbuat yang pantas jika
didalam yang pantas atau sopan itu misalnnya terkandung kejahatan terselubung. Karean
itu maka pengertian yang lebih. Dalam bahasa ilmiah sering digunakan dua macam istilah
yang mempunyai konotasi berbeda yaitu, etiket (persoalan kepantasan dan kesopanan)
dan etika (persoalan kebaikan). Kesusilaan diartikan mencakup etika dan etiket.
Persoalan kesusilaan selalu berhubungan erat dengan nilai-nilai. Pada hakikatnya
manusia memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan susila, serta
melaksanakannya sehingga dikatakan manusia itu adalah mahluk susila.
Pengembangan Dimensi-Dimensi Hakikat Manusia
Sasaran pendidikan adalah manusia sehingga dengan sendirinya pengembangan dimensi
hakikat manusia menjadi tugas pendidikan. Meskipun pendidikan itu pada dasarnya baik
tetapi dalam pelaksanaanya mungkin saja bisa terjadi keslahan-kesalahan yang lazimnya
disebut salah didik. Sehubugan dengan itu ada dua kemungkinan yang bisa terjadi yaitu:
5 Pengembangan yang utuh
Tingkst krutuhan perkembangan dimensi hakikat manusia ditentukan oleh dua faktor,
yaitu kualitas dimensi hakikat manusia itu sendiri dan kualitas pendidikan yang
disediakan untuk memberikan pelayanan atas perkembangannya.
Selanjutnya dengan itu ada dua kemungkinan yang bisa terjadi, yaitu:
a) Dari wujud dimensinya
Keutuhan terjadi antara aspek jasmani dan rohani, antara dimensi keindividualian,
sesosialan,kesusilaan dan keberagamaan, antar aspek kognitif. Afektif dan psikomotorik.
Pengembangan aspek jasmanisah dan rohaniah dikatakan utuh jika keduanya mendapat
pelayanan secara seimbang. Pengembangan dimensi keindividualan,
kesosialan,kesusilaan dan keberagamaan dikatakan utuh jika semua dimensi tersebut
mendapatkan layanan dengan baik, tidak terjadi pengabaian terhadap salah satunya.
Pengembangan domain kognitif, afektif dan psikomotor dikatakan utuh jika tiga-tiganya
mendapat pelayanan yang berimbang.
b) Dari arah pengembangan
Keutuhan pengembangan dimensi hakikat manusia dpat diarahkan kepada pengembangan
dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan dam kebergamaan secara terpadu. Dapat
disimpulkan bahwa pengembangan dimensi hakikat manusi yang utuh diartikan sebagai
pembinaan terpadu terhadap dimensi hakikat manusia sehingga dapat tumbuh dan
5. berkembang seacra selaras. Perkrmbangan di maksud mencakup yang horizontal (yang
menciptakan keseimbangan) dan yang bersifat vertical (yang menciptakan ketinggian
martabat manusia). Dengan demikian totalitas membentuk manusia yang utuh.
6 Pengembangan yang tidak utuh
Pengembangan yang tidak utuh terhadap dimensi hakikat manusia akan terjadi didalam
proses pengembangan jika ada unsure dimensi hakikat manusia yang terabaikan untuk
ditangani, misalnya dimensi kesosialan didominasi oleh pengembangan dimensi
keindividualan ataupun domain afektif didominasi oelh pengembangan dimensi
keindividualan atupun domain afektif didominasi oleh pengembangan domain kognitif.
Demikian pula secara vertical ada domain tingkah laku terabaikan penanganannya.
Pengembangan yang tidak utuh berakibat terbentuknya kepribadian yang pincang dan
tidak mentap pengambangan semacam ini merupakan pengembangan yang patologis.
Sosok Manusia Indonesia
Sosok manusia Indonesia seutuhnya telah di rumuskan di dalam GBNH mengenai arah
pembangunan jangka panjang. Dinyatakan bahwa pembangunan nasional dilaksanakan di
dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh
masyarakat Indonesia. Hal ini berarti bahwa pembangunan itu tidak hanya mengejar
kemajuan lahirlah, sperti pangan, sandang, perumahan, kesehatan atupun kepuasaan
batiniah seperti pendidikan, rasa aman, bebas mengeluarkan pendapat yang bertanggung
jawab atau rasa keadilan, melainkan keselarasan, keserasian dan kseimbangan antara
kedua sekaligus batiniah.
Selanjutnya juga diartikan bahwa pembangunan itu merata diseluruh tanah air, bukan
hanya untuk golongan atau sebagian dari masyarakat. Salanjutnya juga di artikan sebagai
keselarasan hubugan antara manusia dan tuhannya, antara sesama manusia, antara
manusia dengan lingkungan alam sekitarnya, keserasian hubungan antara bangsa-bangsa
dan juga keselarasan antara cita-cita hidup di dunia dengan kebahagiaan diakhirat.
2. Jelaskan landasan dan asas pendidikan di Indonesia ?
Landasan Pendidikan di Indonesia
Praktek pendidikan diupayakan pendidik dalam rangka memfasilitasi peserta didik
agar mampu mewujudkan diri sesuai kodrat dan martabat kemanusiaannya. Semua
tindakan pendidik diarahkan kepada tujuan agar peserta didik mampu melaksanakan
berbagai peranan sesuai dengan statusnya, berdasarkan nilai-nilai dan norma-norma yang
diakui. Dalam pernyataan di atas tersurat dan tersirat bahwa pendidikan berfungsi untuk
memanusiakan manusia, bersifat normatif, dank arena itu mesti daapt
6. dipertanggungjawabkan. Sehubungan dengan hal diatas, praktek pendidikan tidak boleh
dilaksanakan secara sembarang, sebaliknya harus dilaksanakan secara didasari dan
terencana. Artinya, praktek pendidikan harus memiliki suatu landasan yang kokoh, jelas
dan tepat tujuannya, tepat isi kurikulumnya, dan efisien serta efektif cara-cara
pelaksanaannya.Implikasinya, dalam rangka pendidikan mesti terdapat momen berpikir
dan momen bertindak, mesti terdapat momen studi pendidikan dan momen praktek
pendidikan. Sebelum melaksanakan prakterk pendidikan, diantaranya mengenai landasan-landasannya.
Sebab, landasan pendidikan akan menjadi titik tolak praktek pendidikan.
Landasan pendidikan akan menjadi titik tolak dalam menetapkan tujuan pendidikan,
memilih isi pendidikan, memilih cara-cara pendidikan. dst. Dengan demikian praktek
pendidikan diharapkan menjadi mantap, sesuai dengan fungsi dan sifatnya, serta betul-betul
akan dapat dipertanggungjawabkan.
3.1.1. Landasan Filosofi Pendidikan
Pendidikan merupakan topik yang senantiasa menarik untuk dikaji dan
dikembangkan, baik secara teoritis dan praktis maupun secara filosofis. Teori dan praktik
dalam dunia pendidikan mengalami perkembangan seiring dengan semakin
meningkatnya peradaban manusia. Kalau dahulu pendidikan dapat berlangsung melalui
interaksi antara manusia, di zaman modern ini pendidikan dapat berlangsung
melalui interaksi dengan teknologi. Dalam hal ini, ruang dan waktu seolah tidak lagi
menjadi pembatas dalam interaksi antara manusia termasuk dalam dunia pendidikan.
Realitas dalam abad ke-20, pendidikan seolah terjerembab dalam ketersesatan lembaga
penyelenggara pendidikan yang menggunakan pola pikir linier dan arogansi dalam
memetakan masa depan (Harefa, 2000). Pendidikan terutama diorientasikan untuk
mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang dapat digunakan dalam menjalankan
tugas professional dan tugas-tugas lain dalam kehidupan. Namun, Seiring gencarnya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dunia pendidikan pun mengalami
perkembangan yang pesat. Sebagaimana adanya, perkembangan dalam dunia pendidikan
terinspirasi melalui semakin meningkatnya kesadaran eksistensial praktisi dan pemikir
pendidikan yakni hakekat diri sebagai manusia. Pendidikan sebagai ilmu bersifat
multidimensional baik dari segi filsafat (epistemologis, aksiologis, dan ontologis)
maupun secara ilmiah. Teori yang dianut dalam sebuah praktek pendidikan sangat
penting, karena pendidikan menyangkut pembentukan generasi dan semestinya harus
dapat dipertanggungjawabkan. Proses pendidikan merupakan upaya mewujudkan nilai
bagi peserta didik dan pendidik, sehingga unsur manusia yang dididik dan memerlukan
pendidikan dapat menghayati nilai-nilai agar mampu menata perilaku serta pribadi
sebagaimana mestinya. Sebagai contoh, dalam wacana keindonesiaan pendidikan
semestinya berakar dari konteks budaya dan karakteristik masyarakat Indonesia, dan
untuk kebutuhan masyarakat Indonesia yang terus berubah. Menurut Kusuma (2007), hal
ini berarti bahwa sebaiknya pendidikan tidak dilakukan kecuali oleh orang-orang yang
mampu bertanggung jawab secara rasional, sosial dan moral. Menurut Wen (2003), di
zaman yang berbeda-beda tuntutan terhadap talenta dan spesialisasi individu juga
berbeda-berbeda. Zaman agrikulutur menuntut orang bekerja keras dan mencari nafkah
lewat kerja fisik, zaman industri menuntut standarisasi dan tidak menekankan kualitas
7. dan talenta individual, dan zaman
internet adalah zamannya untuk membebaskan kualitas-kualitas khusus individual
yang seringkali tertindas di zaman industri. Oleh karena itu, seharusnya sifat dan kualitas
pendidikanpun berubah sesuai zaman dan harus diletakkan landasan bagi pendidikan
beraspek multi. Berbicara tentang landasan filosofis pendidikan berarti berkenaan dengan
tujuan filosofis suatu praktik pendidikan sebagai sebuah ilmu. Oleh karena itu, kajian
yang dapat dilakukan untuk memahami landasan filosofis pendidikan adalah dengan
menggunakan pendekatan filsafat ilmu yang meliputi tiga bidang kajian yaitu ontologi,
epistimologi dan aksiologi. Menurut Tirtarahardja dan La Sulo (2005), landasan filosofis
bersumber dari pandangan-pandangan dalam filsafat pendidikan, menyangkut keyakinan
terhadap hakekat manusia, keyakinan tentang sumber nilai, hakekat pengetahuan, dan
tentang kehidupan yang lebih baik dijalankan.
Landasan Sosiologis
Pendidikan yang sistematis terjadi di lembaga sekolah yang dengan sengaja dibentuk oleh
masyarakat. Perhatian sosiologi pada kegiatan pendidikan semakin intensif. Dengan
meningkatkan perhatian sosiologi pada kegiatan pendidikan tersebt, maka lahirlah cabang
sosiologi pendidikan. Masyarakat indonesia adalah sebagai landasan sosiologis dalam
pendidikan. Masyarakat adalah sekelompok orang yang berinteraksi antar sesama, adanya
saling tergantung dan terikat oleh norma dan nilai yang dipatuhi bersama, menempati
suatu wilayah dan saling bersosialisasi. Masyarakat sebagai suatu kesatuan hidup
memiliki ciri utama, yaitu: 1. Ada interaksi antar bangsa 2. Pola tingkah laku warganya
diatur oleh adat istiadat, norma-norma hukum dan aturan-aturan yang khas. 3. Ada rasa
identitas kuat yang mengikat pada warganya. Masyarakat indonesia adalah masyarakat
majemuk, dan telah banyak mengalami perubahan, komunitasnya memiliki karakteristik
unik baik secara horizontal maupun vertikal. Melalui berbagai jalur pendidikan termasuk
jalur pendidikan sekolah atau formal, diupayakan untuk menumbuhkan persatuan dan
kesatuan bangsa seperti pendidikan moral pancasila atau PPKN dan sebagainya.
3.1.3. Landasan Kultural
Pendidikan tidak mungkin terpisah dari manusia, ia selalu terkait dengan manusia, dan
setiap manusia menjadi anggota masyarakat dan pendukung budaya tertentu. Kebudayaan
sebagai gagsan dan karya manusia beserta hasil budi dan karya itu selalu terkait dengan
pendidikan utamanya belajar. Kebudayaan dalam arti luas dapat terwujud:
Ideal, seperti ide, gagasan, nilai dan sebagainya
Kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat
8.
Fisik, yakni benda hasil karya (Koentjraningrat, 1975) Kebudayaan dapat dibentuk,
dilestarikan dan dikembangkan melalui pendidikan baik kebudayaan yang berwujud ideal
atau kelakuan maupun teknologi (hasil karya). Pada dasarnya ada tiga yang sifatnya
umum yang dapat diidentifikasikan dalam menurunkan kebudayaan kepada generasi
mendatang, yaitu melalui pendidikan informal (biasanya terjadi di dalam keluarga), non
formal (dalam masyarakat secara trprogram dan berkelanjutan serta berlengsung dalam
kehidupan masyarakat), dan formal (melibatkan lembaga khusus sekolah) yang dirancang
untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Transmisi kebudayaan oleh masyarakat tidak akan
memperoleh kemajuan, sehingga perlu dirancang usaha yang sistematis dalam
mengembangkan kebudayaan, dalam hal ini yang paling efektif ialah lembaga sekolah.
Kebudayaan nasional sebagai landasan pendidikan nasional adalah bahwa masyarakat
indonesia sebagai pendudkung kebudayaan masyarakat mejemuk, maka kebudayaan
indonesia lebih tepat disebut dengan kebudayaan nusantara yang beragam. Keragaman
sosial budaya tersebut terwujud dalam keragaman adat istiadat, tata cara, dan tata krama
pergaulan, kesenian, bahasa, dan sastra daerah di suatu daerah tertentu sejak sebelum dan
sesudah kemerdekaan.
Landasan Psikologis
Psikologi telah menyediakan sejumlah informasi tentang pribadi manusia pada umumnya.
Serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi. Setiap individu memiliki bakat,
kemampuan, minat, kekuatan, demikian pula tempo dan irama perkembangan yang
berbeda antara seorang dengan yang lainnya. Individu yang satu dengan yang lainnya,
perbedaan ini terjadi karena adanya perbedaan berbagai aspek kejiwaan antara individu
itu sendiri, baik yang berhubungan dengan bakat, intelek, maupun perbedaan pengalaman
dan tingkat perkembangan serta cita-cita, aspirasi dan kepribadian secara keseluruhan.
Manusia dilahirkan dengan memiliki sejumlah potensi dan kemampuan yang harusa
dikembangkan, kebutuhan yang harus dipenuhi sesuai dengan kemampuan mereka
menerimanya. Secara umum manusia membutuhkan berbagai macam kebutuhan, yaitu: 1.
Kebutuhan psikologis 2. Kebutuhan rasa aman 3. Kebutuhan akan cinta dan pengakuan 4.
Kebutuhan harga diri 5. Kebutuhan untuk aktualisasi diri 6. Kebutuhan untuk mengetahui
dan memahami Alexander mengemukakan ada tida faktor uta yang bekerja dalam
menentukan pola kepribadian, yaitu: 1. Bakat/hereditas individu 2. Pengalaman awal di
keluarga 3. Peristiwa penting dalam hidupnmya diluar lingkungan keluarga.
3.1.5. Landasan Ilmiah
Teknologi pendidikan merupakan cabang ilmu yang memiliki obyek forma
“belajar” manusia baik secara pribadi maupun secara ke
lompok yang memiliki pola pendekatan diantaranya sebagai berikut :
1. Isomeristik:
9. yaitu pendekatan yang menggabungkan berbagai unsure yang saling berkaitan dan
membentuk satu kesatuan yang lebih bermakna
2. Sistematik:
yaitu dilakukan secara teratur dan menggunakan pola tertentu dan runtut.
3. Sistemik:
Dilakukan secara menyeluruh, holistic atau komprehensif. Landasan ilmiah yang
menunjang keberadaan teknologi pendidikan beserta bidang penelitiannya ada beberapa
paham seperti berikut ini. 1. A.A Lumsidaine (1964): teknologi pendidikan merupakan
aplikasi dari ilmu dan saint dasar, yaitu: a. ilmu fisika b. rekayasa mekanik, optic, electro
dan elektronik c. teknologi komunikasi & telekomunikasi d. ilmu perilaku e. ilmu
komunikasi f. ilmu ekonomi 2. Robert Morgan (1978) berpendapat ada 3 disiplin utama
yang menjadi fondasi teknologi pendidikan a. ilmu perilaku b. ilmu komunikasi c. ilmu
manajemen 3. Donald P. Eli (1983) teknologi pendidikan meramu sejumlah disiplin dasar
dan bidang terapannya menjadi suatu prinsip, prosedurdan keterampilan. Disiplin yang
memberikan kontribusi adalah : a. basic contributing discipline: komunikasi, psikologi,
evaluasi dan menajemen b. related contributing field : psikolodi persepsi, prikologi
kognisi, psikologi social, media, system dan penilaian kebutuhan. 4. Barbara B. Seels &
Rita C. Richey (1994): akar intelektual teknologi pembelajaran berasal dari disiplin lain
meliputi: a. psikologi b. rekayasa c. komunikasi d. ilmu computer
e. bisnis f. pendidikan Secara umum perkembangan landasan ilmiah teknologi pendidikan
bersifat ekletik, yaitu berasal dari berbagai sumber dan ditinjau dari berbagai segi atau
sudut pandang.
3.1.6. Landasan Yuridis / Hukum Pendidikan di Indonesia
Landasan yuridis pendidikan Indonesia adalah seperangkat konsep peraturan perundang-undangan
yang menjadi titik tolak system pendidikan Indonesia, yang menurut Undang-
Undang Dasar 1945 meliputi, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, Ketetapan
MPR, Undang-Undang Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang, peraturan
pemerintah, Keputusan Presiden, peraturan pelaksanaan lainnya, seperti peraturan
Menteri, Instruksi Menteri, dan lain-lain. Kata landasan dalam hukum berarti melandasi
atau mendasari atau titik tolak. Sementara itu kata hukum dapat dipandang sebagai aturan
baku yang patut ditaati. Landasan hukum pendidikan dapat diartikan peraturan baku
sebagai tempat berpijak atau titik tolak dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan
pendidikan. Beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur pendidikan antara
lain : 1. Undang-Undang Dasar 1945 terutama pasal 31 2. Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah 3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional 4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen 5. PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan 6. PP Nomor 48
tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan 7. PP Nomor 74 tahun 2008 tentang Guru 8.
Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Satuan Pendidikan Dasar dan
10. Menengah. 9. Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. 10. Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006
tentang Pelaksanaaan Permendiknas Nomor 22 dan 23 Tahun 2006.
Asas Pendidikan 14
3.2.1. Asas Tut Wuri Handayani
Pertama kali dicetuskan oleh tokoh sentral pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantoro,
pada medio 1922, semboyan Tut Wuri Handayani merupakan satu dari tujuh asas
Perguruan Nasional Taman Siswa. Dalam asas Perguruan Nasional Taman Siswa,
semboyan Tut Wuri Handayani termaktub dalam butir pertama yang
berbunyi, “Setiap orang mempunyai hak untuk mengatur dirinya sendiri dengan
mengingat tertibnya per
satuan dalam peri kehidupan.”
Dari kutipan tersebut kiranya dapat ditarik kesimpulan bahwasanya tujuan dari
pembelajaran ala Taman Siswa
–
dan pendidikan di Indonesia pada umumnya
–
adalah menciptakan “kehidupan yang tertib dan damai
(Tata dan Tenteram, Orde on
Vrede)” (Tirharahardja, 1994: 119). Dalam perkembangan selanjutnya, Perguruan
Taman Siswa menggunakan asas tersebut untuk melegitimasi tekad mereka untuk
mengubah sistem pendidikan model lama
–
yang cenderung bersifat paksaan, perintah, dan hukuman
–
11. dengan “Sistem Among” kh
as ala Perguruan Taman Siswa.
Sistem Among berkeyakinan bahwa guru adalah “pamong.” Sesuai dengan
semboyan Tut Wuri Handayani di atas, maka pamong atau guru di sini lebih cenderung
menjadi navigator peserta d
idik yang “diberi kesempatan untuk berjalan
sendiri, dan tidak terus menerus dicampuri, diperintah atau dipak
sa” (Tirtarahardja,
1994: 120). Jika menilik Sistem Pendidikan Nasional Indonesia, seperti apa yang
tercantum dalam Undang-undang Nomer 23 Tahun 2003, maka konsep Tut Wuri
Handayani termanifestasi ke dalam sistem KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan). Peran guru dalam sistem KTSP lebih cenderung sebagai pemberi dorongan
karena adanya
pergeseran paradigma pengajaran dan pembelajaran, dari “teache
r oriente
d” kepada “student oriented.”
Dalam KTSP, guru bukan lagi
sekedar “
penceramah
” melainkan pemberi
dorongan, pengawas, dan pengarah kinerja para peserta didik. Dengan sistem kurikulum
yang terbaru ini, para pendidik (guru) diharapkan mampu melejitkan semangat atau
motivasi peserta didiknya. Hal ini lantaran proses pengajaran dan pembelajaran hanya
akan berjalan lancar, efektif dan efisien manakala ada 15
semangat yang kuat dari para peserta didikuntuk mengembangkan dirinya melalui
pendidikan. Maka bukan tidak mungkin, jika KTSP juga merupakan wujud manifestasi
dari asas pendidikan Indonesia
12. “Kemandirian dalam Belajar.”
3.2.2. Asas Kemandirian dalam Belajar
Keberadaan Asas Kemandirian dalam Belajar memang satu jalur dengan apa yang
menjadi agenda besar dari Asas Tut Wuri Handayani, yakni memberikan para
peserta didik kesempatan untuk “berjalan sendiri.” Inti dari istilah “berjalan sendiri”
tentunya sama dengan konsep dari “mandiri” yang dalam Asas Kemandirian dalam
Belajar bermakna “menghindari campur tanga
n guru namun (guru juga harus) selalu siap untuk ulur tangan apabila diperluka
n” (Tirtarahardja, 1994: 123).
Kurikulum KTSP tentunya sangat membantu dalam agenda mewujudkan Asas
Kemandirian dalam Belajar. Prof. Dr. Umar Tirtarahardja (1994) lebih lanjut
mengemukakan bahwa dalam Asas Kemandirian dalam Belajar, guru tidak hanya sebagai
pemberi dorongan, namun juga fasilitator, penyampai informasi, dan organisator
(Tirtarahardja, 1994: 123). Oleh karena itu, wujud manifestasi Asas Kemandirian dalam
Belajar bukan hanya dalam berbentuk kurikulum KTSP, namun juga dalam bentuk ko-kurikuler
dan ekstra kurikuler
–
sedang dalam lingkup perguruan tinggi terwujud dalam kegiatan tatap muka dan
kegiatan terstruktur dan mandiri.
Dalam bukunya “Contextual Teaching and Learning” Elanie B. Johnson (2009)
berpendapat bahwa dalam Pembelajaran Mandiri, seorang guru yang berfaham
“Pembalajaran dan Pengajaran Kontekstual” dituntut untuk mampu menjadi mentor dan
guru „privat ‟ (Johnson, 2009: 177). Sebagai mentor, guru yang hendak
mewujudkan kemandirian peserta didik diharapkan mampu memberikan pengalaman
yang membantu kepada siswa mandiri untuk menemukan cara menghubungkan sekolah
dengan pengalaman dan pengetahuan mereka
sebelumnya. Sebagai seorang guru „privat,‟ seorang guru biasany
a akan memantau siswa dalam belajar dan sesekali menyela proses belajar mereka untuk
membenarkan, menuntun, dan member instruksi mendalam (Johnson, 2009). Lebih lanjut
Johnson mengungkapkan bahwa kelak jika proses belajar mandiri berjalan dengan baik,
13. maka para peserta didikakan mampu membuat pilihan-pilihan
positif tentang bagaimana mereka akan mengatasi kegelisahan dan kekacauandalam
kehidupan sehari-hari (Johnson, 2009: 179). Dengan kata lain, proses belajar mandiri atau
Asas Kemandirian dalam Belajar akan mampu menggiring manusia
untuk tetap “Belajar sepanjang Hayatnya.”
3.2.3. Asas Belajar sepanjang Hayat
Mungkin inilah agenda besar pendidikan di Indonesia, yakni manusia Indonesia yang
belajar sepanjang hayat. Konsep belajar sepanjang hayat sendiri telah didefinisikan
dengan sangat baik oleh UNESCO Institute for Education, lembaga di bawah naungan
PBB yang terkonsentrasi dengan urusan pendidikan. Menurut Cropley (1970: 2-3, Sulo
Lipu La Sulo, 1990: 25-26, dalam Tirtarahardja, 1994: 121), belajar sepanjang hayat
merupakan pendidikan yang harus :
meliputi seluruh hidup setiap individu
mengarah kepada pembentukan, pembaharuan, peningkatan, dan penyempurnaan secara
sistematis
tujuan akhirnya adalah mengembangkan penyadaran diri setiap individu ;
mengakui kontribusi dari semua pengaruh pendidikan yang mungkin terjadi. Jika
diterapkan dalam sistem pendidikan yang berlaku saat ini, maka pendekatan yang sangat
mungkin digunakan untuk mencapai tujuan ini adalah melalui
pendekatan “Pembalajaran dan Pengajaran Kontekstual.” Sedang dalam konteks
pendidikan di Indonesia, konsep “Pembelajaran dan Pengajaran Kontekstual” sedikit
banyak telah termanifestasi ke dalam sistem Kurikulim Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Selain KTSP
yang notabene merupakan bagian dari pendidikan formal, maka Asas Belajar sepanjang
Hayat juga termanifestasi dalam program pendidikan non-formal, seperti program
pemberantasa buta aksara untuk warga Indonesia yang telah berusia lanjut, dan juga
program pendidikan informal, seperti hubungan sosial dalam masyarakat dan
keluargatentunya.
14. 3. Jelaskan komponen pendidikan ?
PENGERTIAN KOMPONEN PENDIDIKAN
Komponen adalah bagian dari suatu sistem yang memiliki peran dalam
keseluruhan berlangsungnya suatu proses untuk mencapai tujuan sistem. Komponen
pendidikan berarti bagian-bagian dari sistem proses pendidikan, yang menentukan
berhasil dan tidaknya atau ada dan tidaknya proses pendidikan. Bahkan dapat diaktan
bahwa untuk berlangsungnya proses kerja pendidikan diperlukan keberadaan
komponen-komponen tersebut.
KOMPONEN PENDIDIKAN
Komponen-komponen yang memungkinkan terjadinya proses pendidikan atau
terlaksananya proses mendidik, komponen-komponen itu yakni:
1) Tujuan Pendidikan
2) Peserta Didik
3) Pendidik
4) Interaksi Edukatif Pendidik dan Anak Didik
5) Isi Pendidikan
6) Lingkungan pendidikan
1) TujuanPendidikan
Tingkah laku manusia, secara sadar maupun tidak sadar tentu berarah pada
15. tujuan. Demikian juga halnya tingkah laku manusia yang bersifat dan bernilai
pendidikan. Keharusan terdapatnya tujuan pada tindakan pendidikan didasari
oleh sifat ilmu pendidikan yang normatif dan praktis. Sebagai ilmu
pengetahuan normatif , ilmu pendidikan merumuskan kaidah-kaidah; norma-norma
dan atau ukuran tingkah laku perbuatan yang sebenarnya dilaksanakan
oleh manusia.
Sebagai ilmu pengetahuan praktis, tugas pendidikan dan atau pendidik
maupun guru ialah menanamkam sistem-sistem norma tingkah-laku
perbuatan yang didasarkan kepada dasar-dasar filsafat yang dijunjung oleh
lembaga pendidikan dan pendidik dalam suatu masyarakat (Syaifulah,1981).
Langeveld mengemukakan bahwa pandangan hidup manusia menjiwai
tingkah laku perbuatan mendidik. Tujuan umum atau tujuan mutakhir
pendidikan tergantung pada nilai-nilai atau pandangan hidup tertentu.
Pandangan hidup yang menjiwai tingkah laku manusia akan menjiwai tingkah
laku pendidikan dan sekaligus akan menentukan tujuan pendidikan manusia.
Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur,
pantas, benar, dan indah untuk kehidupan. Pendidikan memiliki dua fungsi
yaitu memberikan arah kepada segenap kegiatan pendidikan dan merupakan
sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan.
Langeveld mengemukakan jenis-jenis tujuan pendidikan terdiri dari tujuan
umum, tujuan tak lengkap, tujuan sementara, tujuan kebetulan dan tujuan
perantara. Pembagian jenis-jenis tujuan tersebut merupakan tinjauan dari luas
dan sempit tujuan yang ingin dicapai.
Urutan hirarkhis tujuan pendidikan dapat dilihat dalam kurikulum pendidikan
yang terjabar mulai dari :
1) Cita-cita nasional/tujuan nasional (Pembukaan UUD 1945),
16. 2) Tujuan Pembangunan Nasional (dalam Sistem Pendidikan Nasional),
3) Tujuan Institusional (pada tiap tingkat pendidikan/sekolah),
4) Tujuan kurikuler (Pada tiap-tiap bidang studi/mata pelajran atau
kuliah), dan
5) Tujuan instruksional yang dibagi menjadi dua yaitu tujuan instruksional
umum dan tujuan instruksional khusus.
Dengandemikian tampak keterkaitan antara tujuan instruksional yang dicapai
guru dalam pembelajaran dikelas, untuk mencapai tujuan pendidikan nasional
yang bersumber dari falsafah hidup yang berlandaskan pada Pancasila dan
UUD 1945.
2) Peserta Didik
Perkembangan konsep pendidikan yang tidak hanya terbatas pada usia
sekolah saja memberikan konsekuensi pada pengertian peserta didik. Kalau
dulu orang mengasumsikan peserta didik terdiri dari anak-anak pada usia
sekolah, maka sekarang peserta didik dimungkinkan termasuk juga
didalamnya orang dewasa. Mendasarkan pada pemikiran tersebut di atas
maka pembahasan peserta didik seharusnya bermuara pada dua hal tersebut di
atas.
Persoalan yang berhubungan dengan peserta didik terkait dengan sifat atau
sikap anak didik dikemukakan oleh Langeveld sebagai berikut:
Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil, oleh sebab itu anak
memiliki sifat kodrat kekanak-kanakan yang berbeda dengan sifat hakikat
kedewasaan. Anak memiliki sikap menggantungkan diri, membutuhkan
pertolongan dan bimbingan baik jasmaniah maupun rohaniah. Sifat hakikat
manusia dalam pendidikan ia mengemukakan anak didik harus diakui sebagai
17. makhluk individu dualitas, sosialitas dan moralitas. Manusia sebagai mahluk
yang harus dididik dan mendidik.
Sehubungan dengan persoalan anak didik disekolah Amstrong 1981
mengemukakan beberapa persoalan anak didik yang harus dipertimbangkan
dalam pendidikan.
Persoalan tersebut mencakup apakah latar belakang budaya masyarakat
peserta didik ? bagaimanakah tingkat kemampuan anak didik ? hambatan-hambatan
apakah yang dirasakan oleh anak didik disekolah ? dan
bagaimanakah penguasaan bahasa anak di sekolah ? Berdasarkan persoalan
tersebut perlu diciptakan pendidikan yang memperhatikan perbedaan
individual, perhatian khusus pada anak yang memiliki kelainan, dan
penanaman sikap dan tangggung jawab pada anak didik.
3) Pendidik
Pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
pendidikan dengan sasaran peserta didik. Maka muncullah beberapa
individu yang tergolong pada pendidik. Guru sebagai pendidik dalam
lembaga sekolah, orang tua sebagai pendidik dalam lingkungan keluarga,
dan pimpinan masyarakat baik formal maupun informal sebagai pendidik
dilingkungan masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut diatas Syaifullah
(1982) mendasarkan pada konsep pendidikan sebagai gejala kebudayaan,
yang termasuk kategori pendidik adalah:
a) Orang dewasa
18. Orang dewasa sebagai pendidik dilandasi oleh sifat umum kepribadian
orang dewasa, sebagaimana dikemukakan oleh Syaifullah adalah
sebagai berikut :
1) manusia yang memiliki pandangan hidup prinsip hidup yang
pasti dan tetap
2) manusia yang telah memiliki tujuan hidup atau cita-cita hidup
tertentu, termasuk cita-cita untuk mendidik
3) manusia yang cakap mengambil keputusan batin sendiri atau
perbuatannya sendiri dan yang akan dipertanggungjawabkan
sendiri.
4) manusia yang telah cakap menjadi anggota masyarakat secara
konstruktif dan aktif penuh inisiatif
5) manusia yang telah mencapai umur kronologis paling rendah 18
tahun
6) manusia berbudi luhur dan berbadan sehat
7) manusia yang berani dan cakap hidup berkeluarga
8) manusia yang berkepribadian yang utuh dan bulat.
b) Orang tua
Kedudukan orang tua sebagai pendidik, merupakan pendidik yang
kodrati dalam lingkungan keluarga. Artinya orang tua sebagai pedidik
utama dan yang pertama dan berlandaskan pada hubungan cinta-kasih
bagi keluarga atau anak yang lahir di lingkungan keluarga mereka.
19. Secara umum dapat dikatakan bahwa semua orang tua adalah
pendidik, namun tidak semua orang tua mampu melaksanakan
pendidikan dengan baik. sehingga kemampuan untuk menjadi orang
tua sama sekali tidak sejajar dengan kemampuan untuk mendidik.
c) Guru/pendidik
Guru sebagai pendidik di sekolah yang secara lagsung maupun tidak
langsung mendapat tugas dari orang tua atau masyarakat untuk
melaksanakan pendidikan. Karena itu kedudukan guru sebagai
pendidik dituntut memenuhi persyaratan-persyaratan baik persyaratan
pribadi maupun persyaratan jabatan.
Persyaratan pribadi didasarkan pada ketentuan yang terkait dengan
nilai dari tingkah laku yang dianut, kemampuan intelektual, sikap dan
emosional. Persyaratan jabatan (profesi) terkait dengan pengetahuan
yang dimiliki baik yang berhubungan dengan pesan yang ingin
disampaikan maupun cara penyampainannya, dan memiliki filsafat
pendidikan yang dapat dipertanggungjawabkan.
d) Pemimpin kemasyarakatan, dan pemimpin keagamaan
Selain orang dewasa, orang tua dan guru, pemimpin masyarakat dan
pemimpin keagamaan merupakan pendidik juga. Peran pemimpin
masyarakat menjadi pendidik didasarkan pada aktifitas pemimpin
dalam mengadakan pembinaan atau bimbingan kepada anggota yang
dipimpin. Pemimpin keagamaan sebagai pendidik, tampak pada
aktifitas pembinaan atau pengembangan sifat kerohanian manusia,
yang didasarkan pada nilai-nilai keagamaan.
20. 4) Interaksi Edukatif Pendidik dan Anak Didik
Proses pendidikan bisa terjadi apabila terdapat interaksi antara
komponen-komponen pendidikan. Terutama interaksi antara pendidik dan
anak didik. Interaksi pendidik dengan anak didik bertujuan untuk
mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan. Tindakan yang dilakukan
pendidik dalam interaksi tersebut mungkin berupa tindakan berdasarkan
kewibawaan, tindakan berupa alat pendidikan, dan metode pendidikan
Pendidikan berdasarkan kewibawaan dapat dicontohkan dalam
peristiwa pengajaran dimana seorang guru sedang memberikan
pengajaran, diantara beberapa murid membuat suatu yang menyebabkan
terganggunya jalan pengajaran. Kemudian guru tersebut memberikan
peringatan atau menegur, maka beliau ini telah melaksanakan tindakan
berdasarkan kewibawaan. Dengan demikian tindakan berdasarkan
kewibawaan yaitu bersumber dari orang dewasa sebagai pendidik, untuk
mencapai tujuan pendidikan (tujuan kesusilaan, sosial dan lain-lain)
(Syaifullah, 1982).
Alat pendidikan dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang
dilakukan ataupun diadakan oleh pendidik yang bertujuan untuk
melaksanakan tugas mendidik Penggunaan alat pendidikan itu bukan
hanya soal teknis, melainkan mempunyai sangkut paut yang erat sekali
21. dengan pribadi yang menggunakan alat tersebut. Pendidik yang
menggunakan alat itu hendaknya dapat menyesuaikan diri dengan tujuan
yang teerkandung dalam alat itu. Penggunaan dan pelaksanaan alat itu
hendaknya betul-betul timbul atau terbit dari pribadi yang menggunakan
alat itu (pendidik).Adapun alat pendidikan itu seperti nasihat, teguran,
hukuman, ganjaran, dan perintah.
Dalam interaksi pendidikan tidak terlepas metode atau bagaimana
pendidikan dilaksanakan. Terdapat beberapa metode yang dilakukan dalam
mendidik yaitu metode diktatoral metode liberal dan metode demokratis
(Suwarno, 1981). Metode diktatoral bersumber dari teori empiris yang
menyatakan bahwa perkembagan manusia semata-mata ditentukan oleh
faktor diluar manusia, sehingga pendidikan bersifat maha kuasa. Sikap ini
menimbulkan sikap diktator dan otoriter, pendidik yang menentukan
segalanya.
Metode liberal bersumber dari pendirian Naturalisme yang
berpendapat bahwa perkembangan manusia itu sebagian besar ditentukan
oleh kekuatan dari dalam yang secara wajar atau kodrat ada pada diri
manusia. Pandangan ini menimbulkan sikap bahwa pendidik jangan terlalu
banyak ikut campur terhadap perkembangan anak. Biarkanlah anak
berkembang sesuai dengan kodratnya secara bebas atau liberal.
Metode demokratis bersumber dari teori konvergensi yang
mengatakan bahwa perkembangan manusia itu tergantung pada faktor dari
dalam dan dari luar. Di dalam perkembangan anak kita tidak boleh bersifat
menguasai anak, tetapi harus bersifat membimbing perkembangan anak.
Di sini tampak bahwa pendidik dan anak didik sama-sama penting dalam
proses pendidikan untuk mencapai tujuan. Ki Hadjar Dewantoro
melahirkan asas pendidikan yang sesuai dengan metode demokratis, yaitu
Tut Wuri Handayani, ing madyo mangun karsa, ing ngarsa asung tulada
artinya pendidik itu kadang-kadang mengikuti dari belakang, kadang-
22. kadang harus ditengah-tengah berdampingan dengan anak dan kadang-kadang
harus didepan untuk memberi contoh atau tauladan.
5) Isi Pendidikan
Isi pendidikan memiliki kaitan yang erat dengan tujuan pendidikan.
Untuk mencapai tujuan pendidikan perlu disampaikan kepada peserta
didik isi/bahan pelajaran yang digunakan sebagai pedoman
penyelengaraan kegiatan pembelajaran yang biasanya disebut kurikulum
dalam pendidikan formal. Macam-macam isi pendidikan tersebut terdiri
dari pendidikan agama., pendidikan moril, pendidikan estetis, pendidikan
sosial, pendidikan intelektual, pendidikan keterampilan dan pendidikan
jasmani.
6) Lingkungan Pendidikan
Lingkunganpendidikanmerupakan suatu tempat di mana suatu
pendidikan dilaksanakan.
Lingkungan pendidikan meliputi segala segi kehidupan atau kebudayaan.
Lingkungan pendidikan dapat dikelompokkan berdasarkan lingkungan
kebudayaan yang terdiri dari lingkungan kurtural ideologis, lingkungan
sosial politis, lingkungan sosial anthropologis, lingkungan sosial ekonomi,
dan lingkungan iklim geographis.
HUBUNGAN TIMBAL BALIK ANTAR KOMPONEN PENDIDIKAN
Keseluruhan komponen-komponen Pendidikan diatas merupakan satu kesatuan yang
saling berkaitan dalam proses pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Input
23. mentah (raw input), yaitu peserta didik, Input alat (instrumental input) seperti: kurikulum,
pendidik, input lingkungan (environmental input) seperti: keadaan cuaca, situasi
keamanan masyarakat dll. yang secara langsung maupun tidak langsung dapat
mempengaruhi proses pendidikan. Sehingga dalam pencapaian tujuan pendidikan secara
optimal dapat ditempuh melalui proses berkomunikasi yang intensif.
4. Jelaskan lingkungan yang bagaimana yang mendukung pelaksanaan
K 13 ?
Kegiatan Pendahuluan pada Proses Pembelajaran Kurikulum 2013
Kegiatan pendahuluan yang harus dilakukan oleh guru berdasarkan amanat Kurikulum
2013 adalah:
1. Kegiatan yang mula-mula harus dilakukan oleh guru pada kegiatan pendahuluan di
dalam sebuah proses pembelajaran adalah mempersiapkan siswa baik psikis maupun fisik
agar dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik.
2. Selanjutnya guru harus mengajukan beberapa pertanyaan-pertanyaan terkait materi
pembelajaran baik materi yang telah siswa pelajari serta materi-materi yang akan mereka
pelajari dalam proses pembelajaran tersebut.
3. Setelah memberikan pertanyaan-pertanyaan, guru kemudian mengajak siswa untuk
mencermati suatu permasalahan atau tugas yang akan dikerjakan sehingga dengan
demikian mereka akan belajar tentang suatu materi, kemudian langsung dilanjutkan
dengan menguraikan tentang tujuan pembelajaran atau KD yang akan dicapai pada
pembelajaran tersebut.
4. Terkahir, dalam kegiatan pendahuluan guru harus memberikan outline cakupan materi
serta penjelasan mengenai kegiatan belajar yang akan dilakukan oleh siswa untuk
menyelesaikan permasalahan atau tugas yang diberikan.
B. Kegiatan Inti pada Proses Pembelajaran Kurikulum 2013
Pada hakikatnya, kegiatan inti adalah suatu proses pembelajaran agar tujuan yang
ingin dicapai dapat diraih. Kegiatan ini mestinya dilakukan oleh guru dengan cara-cara
yang bersifat interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa agar
dengan cara yang aktif menjadi seorang pencari informasi, serta dapat memberikan
kesempatan yang memadai bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan
bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis siswa.
24. Metode yang digunakan dalam kegiatan inti harus bersesuaian dengan karakteristik siswa
dan mata pelajaran. Kegiatan inti mencakup proses-proses berikut: (1) melakukan
observasi; (2) bertanya; (3) mengumpulkan informasi; (4) mengasosiasikan informasi-informasi
yang telah diperoleh; (5) dan mengkomunikasikan hasilnya. Pada proses
pembelajaran yang terkait dengan KD yang bersifat prosedur untuk melakukan sesuatu,
guru memfasilitasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat melakukan pengamatan
terhadap pemodelan/demonstrasi yang diberikan guru atau ahli, siswa menirukannya,
selanjutnya guru melakukan pengecekan dan pemberian umpan balik, dan latihan lanjutan
kepada siswa.
Di tiap kegiatan pembelajaran seharunya guru memperhatikan kompetensi yang terkait
dengan sikap seperti jujur, teliti, kerja sama, toleransi, disiplin, taat aturan, menghargai
pendapat orang lain sebagaimana yang telah dicantumkan pada silabus dan RPP (Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran). Cara-cara yang dilakukan berkaitan dengan proses
pengumpulan data (informasi) diusahakan sedemikian rupa sehingga relevan dengan jenis
data yang sedang dieksplorasi, misalnya di laboratorium, studio, lapangan, perpustakaan,
museum, dan lain-lain. Sebelum menggunakan informasi atau data yang telah
dikumpulkan dan diperoleh siswa mesti tahu dan kemudian berlatih, lalu dilanjutkan
dengan menerapkannya pada berbagai situasi.
Berikut ini merupakan contoh penerapan dari kelima tahap kegiatan ini pada proses
pembelajaran
1. Melakukan observasi (melakukan pengamatan)
Dalam kegiatan melakukan pengamatan, guru membuka secara luas dan bervariasi
kesempatan siswa untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan-kegitan seperti:
melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi siswa untuk
melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca,
mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek.
2. Bertanya
Pada saat siswa berada pada kegiatan melakukan pengamatan, guru membuka
kesempatan secara luas kepada peserta didik untuk mempertanyakan mengenai apapun
yang telah mereka lihat, mereka simak, atau mereka baca. Penting bagi guru untuk
memberikan bimbingan kepada siswa agar bisa mengajukan pertanyaan. Pertanyaan yang
dimaksud di sini berkaitan dengan pertanyaan dari hasil pengamatan objek yang konkrit
sampai kepada yang abstrak baik berupa fakta, konsep, prosedur, atau pun hal lain yang
lebih abstrak. Pertanyaan dapat pula yang bersifat faktual hingga pada pertanyaan yang
bersifat hipotetik.
Berawal situasi siswa diajak untuk berlatih menggunakan pertanyaan dari guru
diusahakan agar terus meningkat kualitas tahapan ini sehingga pada akhirnya siswa
mampu mengajukan pertanyaan secara mandiri. Dari kegiatan bertanya ini akan
dihasilkan sejumlah pertanyaan. Kegiatan bertanya dimaksudkan juga agar siswa dapat
25. mengembangkan rasa ingin tahunya. Pada prinsipnya, semakin terlatih siswa untuk
bertanya maka rasa ingin tahu mereka akan semakin berkembang.
Pertanyaan-pertanyaan yang telah mereka ajukan akan dijadikan dasar untuk mencari
informasi yang lebih lanjut dan beragam dari sumber-sumber belajar yang telah
ditentukan oleh guru hingga mencari informasi ke sumber-sumber yang ditentukan oleh
siswa sendiri, dari sumber yang tunggal sampai sumber yang beragam.
3. Mengumpulkan dan mengasosiasikan informasi
Adapun langkah selanjutnya yang merupakan tindak lanjut dari kegiatan bertanya adalah
menggali dan mengumpulkan informasi dari beragam sumber dengan bermacam cara.
Dalam hal ini siswa boleh membaca buku yang lebih banyak, mengamati fenomena atau
objek dengan lebih teliti, atau bisa juga melaksanakan eksperimen. Berdasarkan kegiatan-kegiatan
inilah pada akhirnya akan dikumpulkan banyak informasi.
Informasi yang banyak ini selanjutnya akan dijadikan fondasi untuk kegiatan berikutnya
yakni memproses informasi sehingga pada akhirnya siswa akan menemukan suatu
keterkaitan antara satu informasi dengan informasi lainnya, menemukan pola dari
keterkaitan informasi dan bahkan mengambil berbagai kesimpulan dari pola yang
ditemukan.
4. Mengkomunikasikan hasil
Kegiatan terakhir dalam kegiatan inti yaitu membuat tulisan atau bercerita tentang apa-apa
saja yang telah mereka temukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan
dan menemukan pola. Hasil tersebut disampikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai
hasil belajar siswa atau kelompok siswa tersebut.
C. Kegiatan Penutup pada Proses Pembelajaran Kurikulum 2013
Pada kegiatan penutup, guru bersama-sama dengan siswa dan/atau sendiri membuat
rangkuman/simpulan pelajaran, melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan
yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram, memberikan umpan balik
terhadap proses dan hasil pembelajaran, merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam
bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau
memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar
peserta didik, dan menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
Perlu diingat, bahwa KD-KD diorganisasikan ke dalam 4 (empat) KI (Kompetensi Inti).
· KI-1 berkaitan dengan sikap diri terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
· KI-2 berkaitan dengan karakter diri dan sikap sosial.
· KI-3 berisi KD tentang pengetahuan terhadap materi ajar
· KI-4 berisi KD tentang penyajian pengetahuan.
KI-1, KI-2, dan KI-4 harus dikembangkan dan ditumbuhkan melalui proses pembelajaran
setiap materi pokok yang tercantum dalam KI-3, untuk semua mata pelajaran. KI-1 dan
26. KI-2 tidak diajarkan langsung, tetapi menggunakan proses pembelajaran yang bersifat
indirect teaching pada setiap kegiatan pembelajaran.