Dokumen tersebut membahas penatalaksanaan hipertensi dan diabetes melitus tipe 2 di fasilitas kesehatan tingkat pertama. Terdapat penjelasan mengenai pengukuran tekanan darah, klasifikasi hipertensi, penatalaksanaan hipertensi melalui modifikasi gaya hidup dan terapi obat, serta pengawasan pasien hipertensi. Juga dibahas diagnosis dan penatalaksanaan diabetes melitus tipe 2 melalui edukasi, terapi nutrisi, latihan, dan ter
3. Perlu diperhatikan saat mengukur TD Pasien:
1. Harus tenang, tidak dalam keadaan cemas/gelisah/kesakitan
2. Dianjurkan istirahat 5 menit sebelum pemeriksaan.
3. Tidak mengkonsumsi kafein/merokok, ataupun melakukan
aktivitas olah raga minimal 30 menit sebelum pemeriksaan.
4. Tidak menggunakan obat-obatan yang mengandung
stimulan adrenergik seperti fenilefrin atau pseudoefedrin
(misalnya obat flu, obat tetes mata).
5. Pasien tidak sedang menahan BAK/BAB.
6. Tidak mengenakan pakaian ketat terutama di bagian lengan.
7. Pemeriksaan dilakukan di ruangan yang tenang dan nyaman.
8. Dalam keadaan diam, tidak berbicara saat pemeriksan
7. Tabel Kategori Risiko PKV dalam 10 tahun (SCORE system)
Risiko sangat tinggi Individu dengan hal berikut ini:
PKV terdokumentasi, baik secara klinis atau secara
meyakinkan tampak pada pencitraan.
• PKV klinis meliputi infark miokard akut, sindroma
koroner akut, revaskularisasi koroner atau arteri lain,
stroke, TIA, aneurisma aorta dan penyakit pembuluh
darah perifer.
• Secara meyakinkan tampak pada pencitraan
meliputi plak signifikan (stenosis ≥50%) pada
angiografi atau ultrasonografi. Tidak termasuk
didalamnya penebalan intima-media thickness
(IMT) arteri karotis.
• Diabetes melitus (DM) dengan kerusakan organ
target, misalnya proteinuria atau disertai faktor
risiko mayor misalnya hipertensi derajat 3 atau
hiperkolesterolemia.
• Pe nya k i t g i n j a l k ro n i k b e ra t ( e L F G < 3 0
mL/min/1.73m2 )
• Kalkukasi SCORE 10 tahun ≥10%.
8. Risiko tinggi Individu dengan hal berikut:
• Peningkatan nyata dari salah satu faktor risiko, terutama
kadar kolesterol-total (>310 mg/dL) misalnya pada
hiperkolesterolemia familial, hipertensi derajat 3 (TD
≥180/110 mmHg).
• Pada individu dengan DM umumnya (kecuali pada
individu muda dengan DM tipe 1 dan tanpa faktor risiko
mayor lain termasuk risiko sedang).
Hipertrofi ventrikel kiri hipertensif.
Penyakit ginjal kronik sedang (eLFG 30-59 mL/min/1.73m2 ).
Kalkukasi SCORE 10 tahun 5-10%.
Risiko sedang Individu dengan:
• Kalkulasi SCORE 10 tahun ≥1% hingga<5%
• Hipertensi derajat 2
• Individu berusia setengah-baya umumnya termasuk
kategori ini
Risiko rendah Individu dengan:
• Kalkulasi SCORE 10 tahun <1%
9. PENATALAKSANAAN HIPERTENSI
INTERVENSI/MODIFIKASI POLA (GAYA) HIDUP
• Pembatasan konsumsi garam dan alkohol
• Perubahan pola makan (peningkatan konsumsi sayuran
dan buah)
• Penurunan BB dan menjaga BB ideal
• Olahraga/aktivitas fisik teratur
• Menghindari/berhenti merokok
10. TERAPI OBAT
• Strategi pengobatan menggunakan terapi obat
kombinasi pada sebagian besar pasien, untuk
mencapai tekanan darah sesuai target.
• Bila memungkinkan diberikan dalam bentuk pil
tunggal berkombinasi (single pill combination),
dengan tujuan untuk meningkatkan kepatuhan
pasien terhadap pengobatan.
• L i m a g o l o n g a n O A H u t a m a y g r u t i n
direkomendasikan ACEi, ARB, beta bloker, CCB
dan diuretik.
12. Tabel Ambang Batas TD untuk Inisiasi Obat
TD=tekanan darah; TDD=tekanan darah diastolik; TDS=tekanan
darah sistolik, PGK=penyakit ginjal kronik, PJK=penyakit jantung
koroner, TIA=transient ischemic attack
Dikutip dari 2018 ESC/ESH Hypertension Guidelines.
13. Gambar Alur Panduan Inisiasi Terapi Obat Sesuai dengan Klasifikasi Hipertensi
HMOD=hypertension-mediated organ damage; PJK=penyakit jantung koroner;
PKV=penyakit kardiovaskular; TD=tekanan darah.
*Inisiasi terapi obat pada kelompok pasien ini disarankan untuk dikonsultasikan
kepada spesialis dgn target tatalaksana disesuaikan dgn panduan penyakit spesifik
Diadaptasi dari 2018 ESC/ESH Hypertension Guidelines.
21. ALGORITMA TERAPI OBAT UNTUK HIPERTENSI
Beberapa rekomendasi utama, yaitu
(1). Inisiasi pengobatan pada sebagian besar pasien dgn kombinasi dua
obat. Bila memungkinkan dalam bentuk SPC, untuk meningkatkan
kepatuhan pasien.
(2) Kombinasi dua obat yang sering digunakan adalah RAS blocker (Renin-
angiotensin system blocker), yakni ACEi atau ARB, dengan CCB atau diuretik.
(3) Kombinasi beta bloker dengan diuretik ataupun obat golongan lain
dianjurkan bila ada indikasi spesifik, misalnya angina, pasca IMA, gagal
jantung dan untuk kontrol denyut jantung.
(4) Pertimbangkan monoterapi bagi pasien HT derajat 1 dengan risiko
rendah (TDS <150mmHg), pasien dengan tekanan darah normal-tinggi dan
berisiko sangat tinggi, pasien usia sangat lanjut (≥80 tahun) atau ringkih
22. (5) Penggunaan kombinasi tiga obat yang terdiri dari RAS blocker (ACEi atau
ARB), CCB, dan diuretik jika TD tidak terkontrol oleh kombinasi dua obat.
(6) Penambahan spironolakton untuk pengobatan hipertensi resisten,
kecuali ada kontraindikasi.
(7) Penambahan obat golongan lain pada kasus tertentu bila TD belum
terkendali dengan kombinasi obat golongan di atas.
(8) Kombinasi dua penghambat RAS tidak direkomendasikan
26. Jangan menggunakan CCB non-dihidropiridin (yaitu verapamil atau diltiazem).
MRA = mineralocorticoid receptor antagonist.
A Pertimbangkan angiotensin receptor/neprilysin inhibitor daripada ACEi atau ARB sesuai
ESC Heart Failure Guidelines.
B Diuretik yang dimaksud adalah thiazide/thiazide-like diuretic. Pertimbangkan loop
diuretic sebagai obat pilihan lain pada pasien edema.
C MRA (spironolakton atau eplerenon).
Dikutip dari ESC/ESH 2018 Hypertension Guidelines.
Strategi Pengobatan Hipertensi dan Gagal
Jantung dengan Fraksi Ejeksi Menurun
27. TINDAK LANJUT PASIEN HIPERTENSI
• Pemantauan efektivitas pengobatan, kepatuhan dalam
berobat, serta deteksi dini HMOD.
• Setelah inisiasi pengobatan hipertensi, tekanan darah
seharusnya turun dalam 1-2 minggu dan target tercapai
dalam 3 bulan. Jika tekanan darah sudah mencapai
target, frekuensi kunjungan dapat dikurangi hingga 3-6
bulan sekali.
• Jika tekanan darah ditemukan meningkat pada saat
kontrol, perlu diidentifikasi penyebabnya.
28. • Kenaikan tekanan darah dapat disebabkan antara lain
oleh ketidakpatuhan dalam berobat, konsumsi garam
berlebih, atau konsumsi zat dan obat-obatan yang
dapat meningkatkan tekanan darah atau mengurangi
efek obat antihipertensi (alkohol, OAINS)
• Menurunkan dosis obat-obat antihipertensi biasanya
dapat dilakukan hanya pada pasien yang sudah
melaksanakan modifikasi gaya hidup dengan baik.
• Penurunan dosis obat dilakukan secara bertahap
dengan pemantauan tekanan darah rutin untuk
menentukan dosis efektif terkecil.
29. INDIKASI MERUJUK KE FASILITAS KESEHATAN
TINGKAT LANJUT (FKTL)
• Pengelolaan hipertensi umumnya dilakukan di
fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP).
• Indikasi merujuk ke FKTL, antara lain:
- Pasien dengan kecurigaan HT sekunder
- Pasien muda (<40 thn) dengan HT derajat 2 keatas
- Pasien dgn HT mendadak dgn riwayat TD normal
- Pasien hipertensi resisten
- Kondisi klinis lain dimana dokter perujuk merasa
evaluasi spesialistik diperlukan
31. Permasalahan tentang DM di FKTP
• SDM Dokter:
– DM important health problem
– Bisa mendiagnosis DM?
– Bisa menterapi DM?
• Ketersediaan obat
• Tipe/style pasien
• Akses penderita ke pusat layanan
• Keterbatasan sarana/prasarana
32. Peran Dokter Umum :
• Ujung tombak di FKTP menjadi sangat penting
• Kasus DM sederhana tanpa penyulit tuntas oleh dokter
umum di FKTP
• DM dengan kadar glukosa darah yang sulit dikendalikan, DM
dgn penyulit rujuk ke FKTL
• Pasien dapat dikirim kembali kepada dokter di FKTP setelah
penanganan di rumah sakit rujukan.
33. DEFINISI
DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-
duanya.
34. Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2
Diagnosis
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan
seperti:
• Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
• Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.
37. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
Tujuan penatalaksanaan meliputi :
• Tujuan jangka pendek : menghilangkan keluhan DM,
memperbaiki kualitas hidup & mengurangi komplikasi akut.
• Tujuan jangka panjang : mencegah dan menghambat
progresivitas penyulit mikroangiopati dan makroangiopati.
• Tujuan akhir turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
39. 1. Edukasi
Materi edukasi terdiri dari:
- Materi edukasi tingkat awal di FKTP
- Materi edukasi tingkat lanjutan di FKTL
40. Materi edukasi tingkat awal di FKTP
1. Tentang perjalanan penyakit DM.
2. Perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara
berkelanjutan.
3. Penyulit DM dan risikonya.
4. Intervensi non-farmakologis dan farmakologis serta target
pengobatan.
41. 5. Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik,
dan obat antihiperglikemia oral atau insulin serta
obat-obatan lain.
6. Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman
hasil glukosa darah atau urin mandiri (hanya jika
pemantauan glukosa darah mandiri tidak
tersedia).
7. Mengenal gejala dan penanganan awal
hipoglikemia.
8. Pentingnya latihan jasmani yang teratur.
9. Pentingnya perawatan kaki.
42. 2. Terapi Nutrisi Medis (TNM)
• Keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim:
– dokter
– ahli gizi
– petugas kesehatan yang lain
– pasien dan keluarganya
43. A. Komposisi Makanan yang dianjurkan:
§ Karbohidrat
• Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan
energi. Terutama karbohidrat yang berserat tinggi.
• Dianjurkan makan tiga kali sehari dan bila perlu dapat
diberikan makanan selingan seperti buah atau makanan
lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
44. Lemak
Asupan lemak dianjurkan sekitar 20- 25% kebutuhan kalori.
Protein
Kebutuhan protein 10 – 20% total asupan energi
45. 3. Latihan Jasmani
• Dilakukan secara teratur
• 3-5 kali/minggu, @30-45 menit
• Bersifat aerobik dgn intensitas sedang (50-70% denyut jantung
maksimal) spt: jalan cepat, sepeda santai, jogging, dan berenang.
46. • 4. Terapi Farmakologis
1. Obat Oral Anti Diabetik (OAD)
• Berdasarkan cara kerjanya, OAD dibagi menjadi 5 golongan:
• 1.1. Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)
• A. Sulfonilurea
1. Meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas.
2. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan
peningkatan berat badan.
3. Hati-hati pada pasien dengan risiko tinggi
hipoglikemia (orang tua, gangguan faal hati, dan
ginjal).
47. B. Glinid
1. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid
(derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat
fenilalanin).
2. Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian
secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.
3. Efek samping hipoglikemia.
4. Sudah tidak tersedia di Indonesia
48. 1.2. Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin (sensitizer)
A. Metformin
1. Pilihan pertama (back bone) pada DMT2
2. Efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di
jaringan perifer.
3. Efek samping gangguan saluran pencernaan/dispepsia.
4. Pada gangguan fungsi ginjal (eLFG 30 – 60 ml/mnt/1,73
m2 turunkan dosis
5. Tidak boleh diberikan pada: eLFG < 30 ml/mnt/1,73 m2
dan pasien cenderung hipoksemia (misal: penyakit
serebrovaskular, sepsis, syok, PPOK, CHF cf III-IV)
49. B. Tiazolidindion (TZD).
1. Menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan
jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga
meningkatkan ambilan glukosa di jaringan perifer.
2. Meningkatkan retensi cairan tubuh sehing ga
dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung
( N Y H A FC I I I - I V ) ka re n a d a p at m e m p e r b e rat
edema/retensi cairan.
3. Hati-hati pada gangguan faal hati, dan bila diberikan perlu
pemantauan faal hati secara berkala.
4. Obat yang masuk dalam golongan ini adalah Pioglitazone.
50. 1.3. Penghambat Absorpsi Glukosa di saluran pencernaan:
• Penghambat Alfa Glukosidase (acarbose)
1. Bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dlm usus
halus menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan.
2. Tidak digunakan pada keadaan: GFR ≤30ml/min/1,73 m2 ,
gangguan faal hati yang berat, irritable bowel syndrome.
3. Efek samping: bloating (penumpukan gas dalam usus)
sehingga sering menimbulkan flatus.
4. Guna mengurangi efek samping pada awalnya diberikan
dengan dosis kecil.
51. 1.4. Penghambat DPP-4 (DPP-4 Inhibitor)
1. Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja
enzim DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1)
tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif.
2. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi insulin dan
menekan sekresi glukagon bergantung kadar glukosa
darah (glucose dependent).
3. Contoh obat golongan ini adalah Sitagliptin, saxagliptin,
vildagliptin dan Linagliptin.
52. 1.5. Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Cotransporter 2)
1. Menghambat penyerapan kembali glukosa di tubuli
proksimal ginjal dengan cara menghambat kinerja
transporter glukosa SGLT-2.
2. Obat yang termasuk golongan ini antara lain: Canagliflozin,
Empagliflozin, Dapagliflozin, Ipragliflozin.
54. §INSULIN
§Sasaran pertama terapi mengendalikan glukosa darah
basal (puasa).
§Insulin untuk mencapai sasaran glukosa darah basal adalah
insulin basal dimulai 10 unit/hari atau 0,1-0,2 U/kgbb/hari
§Penyesuaian dosis insulin basal untuk pasien rawat jalan
dapat dilakukan dengan menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari
bila sasaran terapi belum tercapai bisa di FKTP
55. §Apabila sasaran glukosa darah basal (puasa) telah tercapai,
sedangkan HbA1c belum mencapai target, maka dilakukan
pengendalian glukosa darah prandial.
§Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa
darah prandial adalah insulin kerja cepat (rapid acting) yang
disuntikan 5-10 menit sebelum makan atau insulin kerja
pendek (short acting) yang disuntikkan 30 menit sebelum
makan.
56. Dosis Intensifikasi Insulin
• Hitung Insulin Harian Total (IHT) = 0,5 unit x BB (kg)
• Insulin Prandial Total (IPT) :
– 60% dari IHT
– Dosis sarapan = 1/3 IPT
– Dosis mkn siang = 1/3 IPT
– Dosis mkn malam = 1/3 IPT
• Insulin Basal Total (IBT) = 40 % dari IHT
57. Algoritma pengelolaan DM tipe 2
• Pemilihan obat maupun menentukan target
pengobatan selalu mempertimbangkan
individualisasi dan pendekatan yg berpusat pada
pasien (patient centered approach).
• Pertimbangan itu meliputi komorbiditas
kardiovaskular dan renal, risiko hipoglikemia,
peningkatan BB, biaya, ketersediaan, dan pilihan
pasien.
58. HEALTHY LIFESTYLE MODIFICATION
PATIENT CENTERED APPROACH
GOAL THERAPY : HbA1c <7%
Metformin
SU/GN
AG-I
DPP-4i
SGLT-2i
TZD
GLP-1 RA
MONOTHERAPY
If not at
goal in 3
months,
proceed
to DUAL
THERA
PY
SU/GN
AG-I
DPP-4i
SGLT-2i
TZD
Basal
Insulin
GLP-1 RA
If not at
goal in
3
months,
proceed
to
TRIPLE
THERA
PY
(combin
ation of
3 drugs)
Metformin
or
other
first
line
drug
DUAL THERAPY
(combinatiodifferentn
of 2 drugs with
mechanism)
DUAL
THERAP
Y
TRIPLE
THERAP
Y
INSULIN
±
Other
Agents
OR
SYMPTOMS
ADD OR INTENSIFY
INSULIN
SU/GN
AG-I
DPP-4i
SGLT-2i
TZD
Basal Insulin
GLP-1 RA
If not at
goal in 3
months,
proceed
to ADD
OR
INTENSI
FY
Insulin
Therapy
Metformin
or
other
first
line
drug
TRIPLE THERAPY
(combination of 3 drugs with
different mechanism)
Entry HbA1c
<7.5%
Entry HbA1c
>7.5%-9%
Entry HbA1c
>9%
NO YES
Second
line
drugs
PERKENI 2021 guideline for T2D patient
PERKENI Guidelines 21
59. Monitoring
Pada praktek sehari-hari, hasil pengobatan DMT2 harus dipantau
secara terencana dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan
jasmani, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan yang dapat
dilakukan adalah:
a. Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah.
a. GDP
b. GD2JPP
60. b. Pemeriksaan HbA1C
• Merupakan cara yang digunakan untuk menilai efek
perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya.
• Untuk melihat hasil terapi dan rencana perubahan terapi,
HbA1c diperiksa setiap 3 bulan , atau tiap bulan pada keadaan
HbA1c yang sangat tinggi (> 10%).
• Pada pasien yang telah mencapai sasaran terapi disertai
kendali glikemik yang stabil, HbA1C diperiksa paling sedikit 2
kali dalam 1 tahun.
62. Peran Dokter Umum :
• Ujung tombak di FKTP menjadi sangat penting
• Kasus DM sederhana tanpa penyulit tuntas oleh dokter
umum di FKTP
• DM dengan kadar glukosa darah yang sulit dikendalikan, DM
dgn penyulit rujuk ke FKTL
• Pasien dapat dikirim kembali kepada dokter di FKTP setelah
penanganan di rumah sakit rujukan.