Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Dokumen tersebut mendeskripsikan sejarah, budaya, dan objek wisata di Jorong Sungai Guntung Nagari Pasia Laweh, khususnya mengenai gambaran morfologi, penduduk, mata pencarian, dan rumah gadang tradisional Minangkabau di daerah tersebut.
1. SOSIAL DAN BUDAYA JORONG SUNGAI GUNTUNG NAGARI
PASIA LAWEH KECAMATAN PALUPUH
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu
Tugas Terstruktur Dalam Mata Kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar
Endang Lastri
IC
Dosen Pembimbing
Dr. Silfia Hanani, M. Si
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SJECH M. DJAMIL DJAMBEK
BUKITTINGGI
2. SOSIAL DAN BUDAYA JORONG SUNGAI GUNTUNG NAGARI
PASIA LAWEH KECAMATAN PALUPUH
A. Sejarah Jorong Sungai Guntung
Menurut rangkaian sejarah yang bersumber dari cerita orang yang tertua Nagari
dan buku-buku yang berisikan Tambo asal usul Nagari dalam wilayah Minangkabau,
dimana Nenek Moyang Nagari Pasia Laweh berasal dari Kenagarian Kamang Mudiak
Agam. Yang pertama kali turun adalah Awa gelar Dt, Rajo Nagari seorang Penghulu
Pucuak basuku koto, disertai sejumlah karib kirabat beliau yang diperkirakan datang
sekitar tahun 1842, persisnya 5 tahun sejak berakhirnya perang Paderi di sebuah
perbukitan Limau Abung Sungai Guntung.
Karena kekurangan sumber Air, maka beliau meneruskan perjalanan melalui
Rimbo Pakan Selasa dan Bateh Kambuih yang akhirnya menetap disebuah pemukiman
baru bernama Koto Banau, artinya penghuni kampung tersebut kebanyakan basuku Koto
dan hutannya banyak ditumbuhi pohon enau. Berawal dari perkembangan inilah Sang
Datuk mulai menata kehidupan bakorong – bakampuang. Baadat – Bagaamo dan
bermusyawarah mencari kata mufakat di lingkungan kaum dan kirabatnya.
Seiringan berjalannya kehidupan dari masa kemasa, sesuai dengan kewenangan
Belanda selaku penguasa tunggal waktu itu yang memperlakukan sistem pemerintahan
Nagari yang dikenal dengan Priode PASCA PLAKAT PANJANG KOLONIAL, dimana
Belanda saat itu berhak menetapkan dan menunjuk seseorang untuk diangkat sebagai
penghulu kepala atau kepala Laras yang pada prinsipnya bertugas sebagai penghubung
nagari-nagari yang telah terbentuk untuk kepentingan Belanda semata. Dan waktu itu
ditetapkanlah Dt. Rajo Nagari sebagai Angku Lareh pertama yang pemerintahannya
berpusat disebuah Pasia nan laweh tempat berdirinya bangunan Mesjid Nurul Falah
Jorong Pasia Laweh sekarang yang akhirnya nama Pasia Laweh tersebut dikukuhkan
sebagai nama sebuah Nagari yang sampai sekarang tetap utuh adanya di Kabupaten Agam
Propinsi Sumatera Barat.
3. Sesuai dengan kondisi Datuak Rajo Nagari pertama di Nagari yang semakin tua.
Maka jabatan beliau digatikan oleh anak pertama dari pasangannya dengan SITI
FATIMAH suku Tanjuang kampuang tangah Pasia Laweh yang bernama KILEK gelar
DT. BAGINDO sekitar tahun 1869, mengingat waktu itu belum ada satupun kemenakan
beliau yang memenuhi syarat sebagai Angku Lareh. Sedangkan untuk jabatan Kapalo
Nagari pertama di Pasia Laweh adalah GANJIA DT. BAGINDO kemenakan Kilek Angku
Bagindo anak dari GUNUN yang menjabat sekitar tahun 1876 sampai dengan tahun 1891
( 15 ) tahun begitulah seterus nya sampai sekarang. Dimana Nagari Pasia Laweh tetap
berdiri kokoh yang meliputi 7 jorong yakni Jorong Pasia Laweh, Palupuh, Angge,
Palimbatan, Sungai Guntung, Aur Kuniang, Lurah Dalam. Yang terdiri dari 7 pasukuan
yaitu: Koto, Jambak, Caniago, Tanjuang, Pili, Malayu dan Sikumbang. Dengan jumlah
niniak mamak yang dikenal dengan sebutan Niniak Mamak Nan 100 Dikato yang pada
saat sekarang ini jumlah niniak mamak sudah mencapai sebanyak 113 orang Niniak
Mamak.
B. Morfoligi
Jorong Sungai Guntung terletak 7 Km dari pusat kenagarian Pasia Laweh.
Persisnya ditengah deretan Bukit Barisan, yang mendaki dan menurun diantara lembah
hijau ditengah punggung Sumatera. Jalan ke Sarasah Guntuang cukup bagus dan mulus,
tapi memiliki beberapa tanjakan dan turunan tajam yang cukup menggigilkan telapak
kaki. Jorong Sungai Guntung merupakan dataran tinggi dan sedang dengan
ketinggian dari permukaan laut antara 500 – 850 m, yang berbatasan dengan:
Sebelah utara berbatasan dengan Jorong Pauah, Nagari Kamang Mudiak
Sebelah selatan berbatasan dengan kenagarin Pagadih
Sebelah timur berbatasan dengan bukit Barisan
Sebelah barat berbatasan dengan Jorong Pagadih Mudiak, Nagari Pagadih
Topografi Sungai Guntung berbukit dan bergelombang menghiasi lembah dengan
kemiringan hampir terjal dan terjal (15 – ), yang ditutupi oleh kawasan hutan berupa
4. kayuan dan tanaman perkebunan yang cukup subur. Sedangkan areal pemukiman lebih
cendrung berada didekat persawahan yang dikelilingi oleh tebing perbukitan.
C. Jumlah Penduduk
Menurut data yang dipeloreh dari kantor jorong Sungai Guntung terdapat 38 KK
dengan jumlah penduduk lebih kurang 821 orang,
D. Mata Pencarian Penduduk
Masyarakat Jorong Sungai Guntung bermata pencarian sebagai petani. Salah satu
hasil pertaniannya adalah ambiar yang berkomoditi ekspor.
Sekitar 145 ha kebun gambir masyarakat di Jorong Sungai Guntung Kenagarian
Pasia Laweh Kecamatan Kecamatan Palupuh sedah mulai panen. Dengan panennya
gambir bukan masyarakat saja yang merasa gembira tetapi koperindag Provinsi yang rajin
membina petani gambir itu juga merasa bangga. Potensi gambir di Kenagarian itu
membuat salah seorang Kabid Koperindag Propinsi, Drs. Gustaf sering melakukan
pembinaan. Bahkan setiap tahun memberikan bantuan berupa sarana untuk pengolahan
gambir tersebut. Gustaf mantan Koperindag Bukittinggi tidak asing bagi masyarakat
Palupuh.
Hamparan kebun gambir masyarakat Jorong Sungai Guntung terlihat semakin luas
karena Jorong Sungai Guntung yang selama ini merupakan daerah terisolasi mempunyai
potensi yang luar biasa untuk gambir. Dan sekarang Kenagarian tersebut menjadi
Kenagarian Primadona di Kabupaten Agam.
Sampai saat ini berpedoman kepada data luas tanaman jeruk telah mencapai 67 Ha,
yang dimulai semenjak tahun 2006 sampai tahun 2010, dengan jenis jeruk madu dan
dipopulerkan dengan nama jeruk Sungai Guntung. Kelompok Tani yang terlibat yaitu 5
kelompok tani Sungai Guntung yakni ; Kelompok Tani Karya Lestari, Kelompok Tani
Koto Rantang Jaya, Kelompok Tani Muaro Baru, Kelompok Tani Tunas Harapan dan
Kelompok Tani Tunas Baru.
Tanaman jeruk tersebut telah mulai berbuah dan menghasilkan atau telah panen,
berdasarkan pendataan petani yang telah menikmati manis jeruk madu koto rantang
5. berkisar 10 – 12 orang dengan luas panen diperkirakan 15 Ha dan sampai akhir Desember
2011 ini total produksi bisa mencapai 30 ton. Dengan klasifikasi berdasarkan pandangan
visual grad A sekitar 25 % (4 – 5 ) buah/Kg, grad B sekitar 55 % ( 6 – 8 ) buah/Kg dan
grad C sekitar 20 % (8 – 11) buah /Kg.
Untuk mendukung program pengembangan tanaman Jeruk Madu di Sungai
Guntung beberapa kegiatan telah dilaksanakan oleh anggota Kelompok Tani, baik dalam
hal budidaya, dengan kegiatan budidaya tanaman yang sehat, dengan berpedoman kepada
penerapan SL PHT yakni bagaimana cara bertanam, pengendalian hama dan penyakit
dengan konsep ramah lingkungan.
Pelatihan untuk menambah wawasan dan pengetahuan petani dilaksanakan
berawal dari lahan kebun jeruk dengan sistim SL dan sampai pada pertemuan yang
bertemakan komoditi jeruk yang diadakan oleh Dinas Pertanian baik Kabupaten Maupun
Provinsi Sumatera Barat, Nara sumber juga ada dari Balai Penelitian Buah Tropika
(Balitbu tropika) Aripan Solok. Untuk sebagai bertukar pikiran petani Jeruk di Koto
Rantang diajak study banding yang didampingi oleh petugas BP4K2P Kecamatan
Palupuh keluar daerah seperti yang terkenal saat ini Jeruk Gunuang Omeh di
Kecamatan Gunung oMas Kabupaten 50 Kota.
Bila melirik lahan kebun jeruk di daerah lain yang pernah dikunjungi potensi lahan
yang ada di Sungai Gungtung tidaklah mengecewakan bahkan bisa dikatakan
kesuburannya cukup bagus. Namun kemauan dan tekad bulat untuk sebuah keberhasilan
perlu dibangkitkan dan dukungan, sehingga petani bisa mewujudkan kesejahteraannya
6. E. Pariwasata
Salah objek wisata yang terkenal di Jorong Sungai Guntung adalah Sarasah Indah
Sungai Guntung. Objek Wisata ini berupa air terjun yang berada di Jorong Sungai
Guntung, Nagari Pasia Laweh, lebih kurang 40 KM dari kota Bukittinggi. Air terjun ini
amat unik karena terdiri dari 3 tingkat. keunikan ini menjadi nilai tambah tersendiri yang
tidak banyak dimiliki air terjun lainya. Tak kalah menariknya adalah bahwa objek wisata
ini juga dikelilingi oleh pemandangan yang indah dan asri. Setiap hari libur air terjun ini
banyak dikunjungi oleh para wisatawan.
Air Terjun Sarasah Gantuang atau dikenal dengan nama Air Terjun Tiga Tingkat
terletak antara dua lembah raksasa, yang airnya terus mengalir ke tengah nagari Palupuah.
Air terjun ini terdiri dari tiga tingkatan dimana tingkat pertama paling atas sarasah ini
memiliki ketinggian terjunan air sekitar 10 m dengan sebuah telaga batu yang kerap
memancarkan kilauan pelangi jika terkena sinar matahari.
Untuk tingkat kedua dan ketiga diperkirakan masing-masing memiliki ketinggian
antara 12 hingga 14 meter, juga dengan telaga seukuran diameter lima meter. Dari kedua
air terjun itulah tersembul uap air dan embun yang mengepul seperti cendawan raksasa.
Bahkan dari tingkat itu pula selalu terdengar gemuruh hempasan air.
7. Untuk menuju ketingkat dua, masih mudah untuk ditempuh dengan jalan kaki.
Tapi untuk ketingkat terakhir, terpaksa harus merangkak dikarenakan medan terjal dan
licin.
Penduduk di sekitar kawasan air terjun mengkeramatkan sarasah ini. Mereka
percaya setiap ada musibah yang akan menimpa, air sarasah akan bergemuruh atau akan
keluar ikan bersirip emas dari dasar telaga. Karena kepercayaan itu pula penduduk tidak
berani menebang pohon dekat sarasah.
Terletak di Jorong Sungai Guntuang, Kanagarian Pasia Laweh, Kecamatan
Palupuh, Kabupaten Agam, Propinsi Sumatera Barat. Berjarak sekitar 7 km dari pusat
Nagari Pasia Laweh, menuju Nagari Pagadih, Palupuh. Persisnya ditengah deretan Bukit
Barisan, yang mendaki dan menurun diantara lembah hijau ditengah punggung Sumatera.
Jalan ke Sarasah Guntuang cukup bagus dan mulus, tapi memiliki beberapa tanjakan dan
turunan tajam yang cukup menggigilkan telapak kaki
F. RUMAH GADANG
Rumah Gadang Minangkabau merupakan rumah tradisional hasil kebudayaan suatu
suku bangsa yang hidup di daerah Bukit Barisan di sepanjang pantai barat Pulau Sumatera
bagian tengah. Sebagaimana halnya rumah di daerah katulistiwa, rumah gadang dibangun di
atas tiang (panggung), mempunyai kolong yang tinggi. Atapnya yang lancip merupakan
arsitektur yang khas yang membedakannya dengan bangunan suku bangsa lain di daerah garis
katulistiwa itu.
Sebagai suatu kreatifitas kebudayaan suku bangsa, ia dinyatakan dengan rasa bangga,
dengan bahasa yang liris, serta metafora yang indah dan kaya. Juga ia diucapkan dengan gaya
yang beralun pada pidato dalam situasi yang tepat. Bunyinya ialah sebagai berikut :
Rumah gadang sambilan ruang, salanja kudo balari, sapakiak budak
maimbau, sajariah kubin malayang.
Gonjongnyo rabuang mambasuik, antiang-antiangnyo disemba alang.
Parabuangnyo si ula gerang, batatah timah putiah, barasuak tareh limpato,
Cucurannyo alang babega, saga tasusun bak bada mudiak.
8. Parannyo si ula gerang batata aia ameh, salo-manyalo aia perak. Jariaunyo
puyuah balari, indah sungguah dipandang mato, tagamba dalam sanubari. Dindiang
ari dilanja paneh.
Tiang panjang si maharajo lelo, tiang pangiriang mantari dalapan, tiang
dalapan, tiang tapi panagua jamu, tiang dalam puti bakabuang. Ukiran tonggak jadi
ukuran, batatah aia ameh, disapuah jo tanah kawi, kamilau mato mamandang. Dama
tirih bintang kemarau.
Batu tala pakan camin talayang. Cibuak mariau baru sudah. Pananjua parian
bapantua. Halaman kasiak tabantang, pasia lumek bagai ditintiang. Pakarangan
bapaga hiduik, pudiang ameh paga lua, pudiang perak paga dalam, batang
kamuniang pautan kudo, Lasuangnyo batu balariak, alunyo linpato bulek, limau
manih sandarannyo.
Gadih manumbuak jolong gadang, ayam mancangkua jolong turun, lah
kanyang baru disiuahkan, Jo panggalan sirantiah dolai, ujuangnyo dibari bajambua
suto. Ado pulo bakolam ikan, aianyo bagai mato kuciang, lumpua tido lumuikpun tido,
ikan sapek babayangan, ikan gariang jinak-jinak, ikan puyu barandai ameh.
Rangkiangnyo tujuah sajaja, di tangah si tinjau lauik, panjapuik dagang lalu,
paninjau pancalang masuak, di kanan si bayau bayau, lumbuang makan patang pagi,
di kiri si tangguang lapa, tampek si miskin salang tenggang, panolong urang
kampuang di musim lapa gantuang tungku, lumbuang kaciak salo nanyalo, tampek
manyimpan padi abuan.
Arsitektur
Masyarakat Minangkabau sebagai suku bangsa yang nenganut falsafah “alam
takambang jadi guru”, mereka menyelaraskan kehidupan pada susunan alam yang harmonis
tetapi juga dinamis, sehingga kehidupannya menganut teori dialektis, yang mereka sebut
“bakarano bakajadian” (bersebab dan berakibat) yang menimbulkan berbagai pertentangan
dan keseimbangan. Buah karyanya yang menumental seperti rumah gadang itu pun
mengandung rumusan falsafah itu.
9. Bentuk dasarnya, rumah gadang itu persegi empat yang tidak simetris yang
mengembang ke atas. Atapnya melengkung tajam seperti bentuk tanduk kerbau, sedangkan
lengkung badan rumah Iandai seperti badan kapal.
Bentuk badan rumah gadang yang segi empat yang membesar ke atas (trapesium
terbalik) sisinya melengkung kedalam atau rendah di bagian tengah, secara estetika
merupakan komposisi yang dinamis. Jika dilihat pula dari sebelah sisi bangunan
(penampang), maka segi empat yang membesar ke atas ditutup oleh bentuk segi tiga yang
juga sisi segi tiga itu melengkung ke arah dalam, semuanya membentuk suatu keseimbangan
estetika yang sesuai dengan ajaran hidup mereka.
Sebagai suku bangsa yang menganut falsafah alam, garis dan bentuk rumah
gadangnya kelihatan serasi dengan bentuk alam Bukit Barisan yang bagian puncaknya
bergaris lengkung yang meninggi pada bagian tengahnya serta garis lerengnya melengkung
dan mengembang ke bawah dengan bentuk bersegi tiga pula. Jadi, garis alam Bukit Barisan
dan garis rumah gadang merupakan garis-garis yang berlawanan, tetapi merupakan komposisi
yang harmonis jika dilihat secara estetika. Jika dilihat dan segi fungsinya, garis-garis rumah
gadang menunjukkan penyesuaian dengan alam tropis.
Atapnya yang lancip berguna untuk membebaskan endapan air pada ijuk yang
berlapis-lapis itu, sehingga air hujan yang betapa pun sifat curahannya akan meluncur cepat
pada atapnya. Bangun rumah yang membesar ke atas, yang mereka sebut silek,
membebaskannya dan terpaan tampias. Kolongnya yang tinggi memberikan hawa yang segar,
terutama pada musim panas. Di samping itu rumah gadang dibangun berjajaran menurut arah
mata angin dari utara ke selatan guna membebaskannya dari panas matahari serta terpaan
angin.
Jika dilihat secara keseluruhan, arsitektur rumah gadang itu dibangun menurut syarat-
syarat estetika dan fungsi yang sesuai dengan kodrat atau yang mengandung nilai-nilai
kesatuan, kelarasan, keseimbangan, dan kesetangkupan dalam keutuhannya yang padu.
10. Ragam Rumah Gadang
Rumah gadang mempunyai nama yang beraneka ragam menurut bentuk, ukuran, serta
gaya kelarasan dan gaya luhak. Menurut bentuknya, ia lazim pula disebut rumah adat, rumah
gonjong atau rumah bagonjong (rumah bergonjong), karena bentuk atapnya yang bergonjong
runcing menjulang.
Jika menurut ukurannya, ia tergantung pada jumlah lanjarnya. Lanjar ialah ruas dari
depan ke belakang. Sedangkan ruangan yang berjajar dari kiri ke kanan disebut ruang. Rumah
yang berlanjar dua dinamakan lipek pandan (lipat pandan). Umumnya lipek pandan memakai
dua gonjong. Rumah yang berlanjar tiga disebut balah bubuang (belah bubung). Atapnya
bergonjong empat. Sedangkan yang berlanjar empat disebut gajah maharam (gajah terbenam).
Lazimnya gajah maharam memakai gonjong enam atau lebih.
Menurut gaya kelarasan, rumah gadang aliran Koto Piliang disebut sitinjau lauik.
Kedua ujung rumah diberi beranjung, yakni sebuah ruangan kecil yang lantainya lebih tinggi.
Karena beranjung itu, ia disebut juga rumah baanjuang (rumah barpanggung). Sedangkan
rumah dan aliran Bodi Caniago lazimnya disebut rumah gadang. Bangunannya tidak
beranjung atau berserambi sebagai mana rumah dan aliran Koto Piliang, seperti halnya yang
terdapat di Luhak Agam dan Luhak Lima Puluh Koto.
BODI CANIAGO SURAMBI PAPEK (RAGAM LUHAK AGAM)
11. Pada umumnya rumah gadang itu mempunyai satu tangga, yang terletak di bagian
depan. Letak tangga rumah gadang rajo babandiang dari Luhak Lima Puluah Koto di
belakang. Letak tangga rumah gadang surambi papek dari Luhak Agam di depan sebelah kiri
antara dapur dan rumah. Rumah gadang si tinjau lauik atau rumah baanjuang dan tipe Koto
Piiang mempunyai tangga di depan dan di belakang yang letaknya di tengah. Rumah gadang
yang dibangun baru melazimkan letak tangganya di depan dan di bagian tengah.
Dapur dibangun terpisah pada bagian belakang rumah yang didempet pada dinding.
Tangga rumah gadang rajo babandiang terletak antara bagian dapur dan rumah. Dapur rumah
gadang surambi papek, dibangun terpisah oleh suatu jalan untuk keluar masuk melalui tangga
rumah.
Fungsi Rumah Gadang
Rumah gadang dikatakan gadang (besar) bukan karena fisiknya yang besar, melainkan
karena fungsinya. Dalam nyanyian atau pidato dilukiskan juga fungsi rumah gadang yang
antara lain sebagai berikut:
Rumah gadang basa batuah,
Tiang banamo kato hakikaik,
Pintunyo basamo dalia kiasannya,
Banduanyo sambah-manyambah
Bajanjang naiak batanggo turun,
Dindiangnyo panutuik malu,
Biliaknyo aluang bunian.
Selain sebagai tempat kediaman keluarga, fungsi rumah gadang juga sebagai lambang
kehadiran suatu kaum serta sebagai pusat kehidupan dan kerukunan, seperti tempat
bermufakat dan melaksanakan berbagai upacara. Bahkan juga sebagai tempat merawat
anggota keluarga yang sakit.
Sebagai tempat tinggal bersama, rumah gadang mempunyai ketentuan-ketentuan
tersendiri. Setiap perempuan yang bersuami memperoleh sebuah kamar. Perempuan yang
12. termuda memperoleh kamar yang terujung. Pada gilirannya ia akan berpindah ke tengah jika
seorang gadis memperoleh suami pula. Perempuan tua dan anak-anak memperoleh tempat di
kamar dekat dapur. Sedangkan gadis remaja memperoleh kamar bersama pada ujung yang
lain. Sedangkan laki-laki tua, duda, dan bujangan tidur di surau milik kaumnya masing-
masing. Penempatan pasangan suami istri baru di kamar yang terujung, ialah agar suasana
mereka tidak terganggu kesibukan dalam rumah. Demikian pula menempatkan perempuan tua
dan anak-anak pada suatu kamar dekat dapur ialah karena keadaan fisiknya yang memerlukan
untuk turun naik rumah pada malam hari.
Sebagai tempat bermufakatan, rumah gadang merupakan bangunan pusat dari seluruh
anggota kaum dalam membicarakan masalah mereka bersama.
Sebagai tempat melaksanakan upacara, rumah gadang menjadi penting dalam
meletakkan tingkat martabat mereka pada tempat yang semestinya. Di sanalah dilakukan
penobatan penghulu. Di sanalah tempat pusat perjamuan penting untuk berbagai keperluan
dalam menghadapi orang lain dan tempat penghulu menanti tamu-tamu yang mereka hormati.
Sebagai tempat merawat keluarga, rumah gadang berperan pula sebagai rumah sakit
setiap laki-laki yang menjadi keluarga mereka. Seorang laki-laki yang diperkirakan ajalnya
akan sampai akan dibawa ke rumah gadang atau ke rumah tempat ia dilahirkan. Dan rumah
itulah ia akan dilepas ke pandam pekuburan bila ia meninggal. Hal ini akan menjadi sangat
berfaedah, apabila laki-laki itu mempunyai istri lebih dari seorang, sehingga terhindarlah
perseng ketaan antara istri-istrinya.
Umumnya rumah gadang didiami nenek, ibu, dan anak-anak perempuan. Bila rumah
itu telah sempit, rumah lain akan dibangun di sebelahnya. Andai kata rumah yang akan
dibangun itu bukan rumah gadang, maka lokasinya di tempat yang lain yang tidak sederetan
dengan rumah gadang.