Dokumen tersebut merangkum laporan situasi setelah Gerakan 30 September 1965 di Indonesia. Pasukan Angkatan Darat berhasil mengamankan beberapa lokasi kunci di Jakarta tanpa terjadi bentrokan. Mereka juga menemukan jenazah perwira yang dikubur di Lubang Buaya dan kemudian dimakamkan dengan hormat. Di Jawa Tengah, pasukan Angkatan Darat berhasil menumpas dukungan PKI terhadap G30S dan menangkap ratusan kader PKI
2. Penetralisasian para pasukan yang ada di sekitar Medan
Merdeka yang digunakan oleh pemberontak.
Pasukan Batalyon 530/Brawijaya minus 1 kompi,
berhasil diamankan dari keterlibatan dalam
pemberontakan, dan berhasil di tarik ke markas Kostrad
di Medan Merdeka Timur.
Pukul 19.15 pasukan RPKAD telah berhasil menduduki
gedung RRI Pusat dan gedung Telekomunikasi serta
mengamankan seluruh Medan Merdeka tanpa terjadinya
bentrokan senjata.
3. Batalyon 328 Kujang/Siliwangi
Lapangan Banteng
untuk pengamanan
Markas Kodam V/Jaya dan sekitarnya
Batalyon I Kavaleri BNI Unit I dan Percetakan
Uang Kebayoran
Jakarta Aman
4. Adanya usaha perebutan kekuasaan oleh yang
menamakan dirinya Gerakan Tiga Puluh September.
Presiden dan Menko/KASAB dalam keadaan aman dan
sehat.
Dinyatakan bahwa antara Angkatan Darat, Angkatan
Laut, dan Kepolisian telah terdapat saling pengertian
untuk bekerja sama serta terdapat kebulatan tekad untuk
menumpas G-30-S.
pimpinan Angkatan Darat untuk sementara waktu berada
langsung dalam tangan Presiden/Panglima Tertinggi
ABRI, dan untuk melaksanakan tugas sehari-hari
ditunjuk untuk sementara Mayor Jenderal Pranoto
Reksosamodra, Asisten III/Men/Pangad.
5. • Di luar daerah Halim, Mayor Jenderal Soeharto menyatakan
bahwa untuk sementara ia memegang pimpinan Angkatan
Darat.
• Langkah berikutnya adalah membebaskan Pangkalan Udara
Halim. Kepada Presiden Soekarno telah disampaikan pesan
melalui kurir khusus supaya meninggalkan daerah tersebut.
• Setelah meninggalkan Halim menuju Istana Bogor,
diperintahkan supaya pasukan RPKAD, Batalyon 328
Kujang/Siliwangi, dan Batalyon 1 Kavaleri bergerak menuju
sasaran. Bantuan kekuatan sebanyak tiga kompi tempur
Kavaleri Pengintai dari Bandung dipimpin langsung oleh
Komandan Kesenjataan Kavaleri (Dansenkav) Kolonel
Subiantoro telah tiba di Cijantung, langsung diikut sertakan
dalam gerakan untuk menutup jalan simpang tiga daerah
Cililitan, Kramatjati dan simpang tiga Lanuma Halim, Lubang
Buaya. Tanpa menemui kesulitan, pada pukul 06.10 tanggal 2
Oktober 1965, Pangkalan Udara Halim telah dikuasai.
6. Presiden Soekarno
memanggil semua
Panglima Angkatan
ke Istana Bogor.
Terjadi bentrokan senjata
yang tidak terlalu besar
dari pasukan Batalyon 454,
ketika gerakan
pembersihan dilanjutkan
ke kampung Lubang
Buaya yang sebelumnya
dijadikan tempat latihan
kemiliteran Pemuda
Rakyat dan Gerwani
7. 3 Oktober, ditemukannya tempat jenazah para perwira
Angkatan Darat yang dikuburkan dalam sebuah lubang
sumur tua. Penggalian dan usaha dalam pengangkatan
jenazah pada saat itu ditunda, karena hari sudah gelap
dan mengalami kesulitan tekhnis karena lubang sumur
bergaris tengah kurang dari 1 meter kedalaman 12
meter.
4 Oktober, pengangkatan berhasil diselesaikan oleh para
anggota RPKAD dan KKO-AL. Seluruh jenazah di bawa
ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (Rumah Sakit
Gatot Subroto) untuk dibersihkan dan kemudian
disemayamkan di Markas Besar Angkatan Darat.
8. Bertepatan Hari Ulang Tahun ABRI. Para jenazah
dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, dan
dianugerahi gelar Pahlawan Revolusi serta diberi
kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi secara anumerta.
9. Kodam VII/Diponegoro
Brigade 4 Brigade 6
Brigade 5
Batalyon-batalyon yang aktif dipergunakan oleh G-30-S/PKI yakni
Batalyon K dan M berkedudukan di Solo,
Batalyon L dan C berkedudukan di Yogya, dan Batalyon D berkedudukan di Salatiga.
10. 1 Oktober 1965 melalui RRI Semarang, Asisten I Kodam
VII/Diponegoro Kolonel Sahirman mengumumkan
dukungannya terhadap G-30-S/PKI Daerah Tingkat I
Jawa Tengah.
Mereka juga menguasai Markas Kodam VII/Diponegoro
yang kemudian dijadikan pusat gerakannya, untuk
meluaskannya ke seluruh Korem dan Brigade di dalam
lingkungan Kodam VII/Diponegoro.
11. Mendatangkan pasukan pelindung dari Solo, yakni Batalyon K
pimpinan Mayor Kadri dan dua kompi Batalyon D dari
Salatiga pimpinan Mayor Soepardi. Mereka ditempatkan di
Makodam, RRI, Telekomunikasi, dan tempat-tempat strategis
lainnya.
Dalam operasi ini ditembak mati beberapa orang yang
dianggap cukup berpengaruh seperti bekas Kolonel
Sahirman, Kolonel Maryono, Letnan Kolonel Usman,
Mayor Samadi, Mayor R.W. Sakirno, dan Kapten Sukarno.
Melakukan operasi penumpasan terhadap PKI gelap di
perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur di daerah
pegunungan Lawu dan Kendeng, dengan nama operasi KIkis,
berhasil menghancurkan kompro-kompro dan menangkap
200 orang kader PKI.
12. Diputuskan dalam siding Kabinet Dwikora 6 Oktober
1965 akan ditangani langsung oleh Presiden Soekarno.
Aksi-aksi tuntutan penyelesaian yang seadil-adilnya
terhadap pelaku G-30-S/PKI semakin meningkat.
Dipelopori oleh kesatuan aksi pemuda-pemuda,
mahasiswa dan pelajar (KAPPI, KAMI, KAPI), kemudian
muncul pula KABI (buruh), KASI (sarjana), KAWI
(wanita), KAGI (guru) dan lain-lain.
Tritura
Supersemar
13. Menuntut penyelesaian politis yang terlibat G-30-S/PKI,
dan pada tanggal 26 Oktober 1965 membulatkan barisan
dalam satu front, yaitu Front Pancasila. Gelombang
demonstrasi yang menuntut pembubaran PKI makin
bertambah meluas. Perasaan tidak puas menggugah hati
nurani para pemuda, dan tercetuslah Tri Tuntutan Hati
Nurani Rakyat alias Tri Tuntutan Rakyat (Tritura).
14. Tanggal 12 Januari 1966 dipelopori oleh KAMI dan
KAPPI, kesatuan-kesatuan aksi yang tergabung dalam
Front Pancasila mendatangi DPR-GR mengajukan tiga
buah tuntutan (Tritura), yaitu pembubaran PKI,
pembersihan cabinet dari unsur-unsur G-30-S/PKI, dan
penurunan harga/perbaikan ekonomi. Selanjutnya
masalah tuntutan terhadap pembubaran PKI,
dilaksanakan oleh Letnan Jenderal Soeharto tanggal 12
Maret 1966 sehari setelah menerima Surat Perintah 11
Maret (SP 11 Maret/Supersemar). Sejak itu dimulailah
pengkoreksian atas segela penyelewengan yang
dilakukan Orde Lama. Maka dari hal tersebut tanggal 11
Maret 1966 dianggap sebagai awal permulaan Orde
Baru