Rangkuman dokumen tersebut adalah: (1) Dokumen tersebut membahas tentang urgensi keberadaan organisasi masyarakat (ormas) dalam masyarakat Indonesia; (2) Secara historis, ormas telah berperan dalam membangun nasionalisme dan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia; (3) Undang-undang yang mengatur ormas saat ini dinilai perlu direvisi untuk menyesuaikan dengan otonomi daerah dan dinamika masyarakat yang berke
2. URGENSI KEBERADAAN ORMAS
Pemenuhan kebutuhan sosial
Sarana berserikat, berkumpul
dan
kebebasan
berpendapat.
Partisipasi masyarakat
Pengoganisasian masyarakat
Pengkaderan dan memperkuat identitas kebangsaan
Penyalur aspirasi
Pemberdayaan masyarakat (profesi/non profesi)
Penyediaan jasa dan pelayanan
Pelembagaan kontrol masyarakat
3. ORMAS DALAM LINTASAN
SEJARAH
Kesadaran berserikat dan berkumpul telah tumbuh
sejak sebelum kemerdekaan.
Lahir berbagai Organisasi seperti Budi Utomo (1908);
Syarikat Dagang Islam (1911); Muhammdiyah (1912);
Jong Java, jong Celebes, jong Ambon dll (1918);
Nahdlatul Ulama (1926); Indonesia Muda (1931); dll
Menumbuhkan benih-benih nasionalisme
Memperkuat persatuan dan kesatuan
Mampu memberdayakan masyarakat
Sarana perjuangan kemerdekaan
Tonggak kebangkitan nasional
4. PENGATURAN ORMAS DALAM HUKUM
POSITIF
Diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 1985 tentang
Organisasi Kemasyarakatan; dan PP Nomor 18 Tahun
1985 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1985 tentang Keormasan.
Masuk dalam Paket Undang-Undang Politik;
Terdapat peraturan perundang-undangan lain yang
terkait seperti Staatsblad 1870-64 tentang Perkumpulan,
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
jo. UU Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan UU
Nomor 16 tahun 2001 ttg Yayasan, Undang-undang
Nomor 40/2009 tentang Kepemudaan dll.
5. IDENTIFIKASI KELEMAHAN UU
ORMAS (UU 5/1985)
Paradigma penyusunannya masih dengan pola pikir
sentralistis.
Tidak sesuai lagi dengan model pemerintahan
desentralistis
Terdapat sejumlah kekosongan hukum dalam pengaturan
Ormas.
Tidak mampu menciptakan tertib hukum secara optimal.
Tidak harmonis dengan undang-undang lain;
Struktur dan teknis penyusunan belum mengacu pada
tehnis penyusunan undang-undang yang berlaku (UU
Nomor 10 Tahun 2004).
6. ARAH PERUBAHAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Memperkuat jaminan hak berserikat dan berkumpul
bagi warga negara.
Penguatan sumber kader dan integrasi bangsa.
Penguatan partisipasi masyarakat.
Pemberdayaan dan Penguatan Ormas.
Transparansi dan akuntabiitas Ormas.
Membangun relasi intra/antar/ Ormas yang sehat.
Kemandirian dan profesionalisme.
Penyediaan mekanisme Penyelesaian konflik
kelembagaan.
Menciptakan tertib hukum dalam bidang Ormas.
7. DASAR PERTIMBANGAN PERUBAHAN UU
ORMAS
Filosofis: Hak berserikat dan berkumpul dalam rangka partisipasi
masyarakat dalam mewujudkan tujuan berbangsa dan bernegara
Sosiologis: Ormas telah memberikan sumbangan yang besar dalam
melahirkan negara kesatuan dan upaya pencapaian kemerdekaan.
Selain itu, dinamika mayarakat mengakibatkan pertumbuhan dan
relasi antarOrmas semakin kompleks.
Yuridis: undang-undang yang berlaku sebagai turunan Pasal 28
UUD 1945 tidak sesuai lagi kebutuhan hukum dalam masyarakat.
Berdasarkan Keputusan DPR Nomor /DPR RI/I/2010-2011 tentang
Program Legislasi Nasional Rancangan Undang-Undang Prioritas
Tahun 2011, Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi
Kemasyarakatan terdaftar dalam nomor urut 29 (duapuluh
sembilan) dengan Naskah Akademik dan Rancangan UndangUndangnya disiapkan oleh Badan Legislasi.
8. DASAR HUKUM
Pasal 28, Pasal 28C ayat (2), dan Pasal
28E ayat (3) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
9. POKOK PIKIRAN RUU ORGANISASI
MASYARAKAT
I.
KETENTUAN UMUM
Memuat pengertian/definisi yang digunakan dalam
Rancangan Undang-Undang ini, seperti definisi
tentang
Organisasi
Masyarakat,
Organisasi
Masyarakat Asing, AD, ART, Pemerintah,
Pemerintah Daerah, Menteri.
10. II. ASAS, CIRI, DAN SIFAT
Bab ini memuat tentang asas yang mendasari
pendirian Ormas, yaitu Pancasila atau asas lain
yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan
UUD Tahun 1945. Kemudian Ormas dapat
mencantumkan ciri tertentu dari Ormas yang
tidak bertentangan dengan Peraturan perundangundangan. Selanjutnya juga ditegaskan tentang
sifat Ormas yang independen, mandiri, nirlaba,
bukan lembaga pemerintah, dan tidak berafiliasi
pada partai politik.
11. III. TUJUAN DAN FUNGSI
Tujuan didirikannya Organisasi Masyarakat: untuk
meningkatkan
keberdayaan
masyarakat,
mengembangkan kehidupan yang demokratis dan
harmoni,
meningkatkan partisipasi masyarakat
dalam pembangunan nasional, menjaga kelestarian
nilai budaya, sumber daya alam, dan lingkungan
hidup, serta keutuhan sistem sosial kemasyarakatan.
Fungsi Organisasi Masyarakat di antaranya sebagai
wadah berkumpul dan menyalurkan aspirasi
masyarakat, melakukan pendidikan politik, serta
melakukan upaya penguatan masyarakat sipil.
12. IV. BENTUK ORGANISASI MASYARAKAT
Bentuk Ormas dibedakan berdasarkan Ormas
yang menghimpun organisasi-organisasi lain
yang sejenis (federasi) atau Ormas tunggal,
Ormas berdasarkan ruang lingkup kegiatan dan
wilayah kerjanya, dan Ormas berdasarkan
status berbadan hukum atau tidak berbadan
hukum, memiliki massa atau tidak, dan
terstruktur di tingkat nasional ke bawah atau
tidak.
13. V. PENDIRIAN ORGANISASI MASYARAKAT
Bab ini mengatur tentang syarat dan ketentuan
dalam pendirian Ormas sesuai dengan jenis dan
bentuknya. Kemudian mengenai tata cara dan
prosedur pendirian yang meliputi: ketentuan
pendaftaran,
perijinan,
kewenangan
pejabat/lembaga yang memberi ijin, dan limitasi
waktu yang dibutuhkan untuk pendaftaran atau
perijinan. Di samping itu diatur keharusan bahwa
Ormas didirikan atas dasar kesamaan tujuan dan
kepentingan Ormas sendiri dan tidak terkait atau
menjadi underbouw partai politik.
14. VI. HAK DAN
KEWAJIBAN
Bab ini mengatur tentang hak Ormas untuk
mengurus organisasi secara berdaulat, mandiri, dan
terbuka; memperoleh bantuan pemerintah untuk
meningkatkan fungsi dan tujuan organisasi;
mempertahankan hak hidup sesuai tujuan organisasi
dan peraturan perundang-undangan; dan melakukan
kerjasama dengan Ormas lain, pemerintah, swasta,
dan Omas Asing.
Kewajiban Organisasi Masyarakat di antaranya:
melakukan kegiatan organisasi sesuai tujuan Ormas;
memelihara kearifan lokal dan memberikan
kemanfaatan bagi masyarakat; menjaga keutuhan
NKRI, mendukung tercapainya tujuan pembangunan
nasional; dan melakukan pengelolaan keuangan
secara transparan dan akuntabel.
15. VII. ORGANISASI DAN
KEDUDUKAN
Bab ini mengatur tentang struktur atau hierarkhi
Ormas dan tempat kedudukannya dari tingkat
pusat yang berkedudukan di ibukota negara,
tingkat provinsi yang berkedudukan di ibukota
provinsi,
tingkat
kabupaten/kota
yang
berkedudukan di ibukota kabupaten/kota, di
tingkat
kecamatan,
hingga
di
tingkat
desa/kelurahan.
Diadiatur pula agar Ormas memiliki kantor atau
sekretariat organisasi.
16. VIII. KEANGGOTAAN
Bab ini mengatur tentang syarat sebagai anggota
Ormas; sifat keanggotaan yang sukarela, terbuka,
setara, dan partisipatif; serta diatur juga mengenai
mekanisme perekrutan dan pemberhentian
anggota.
Selanjutnya diatur hak dan kewajiban setiap
anggota Ormas.
17. IX. KEPENGURUSAN DAN KEPUTUSAN ORGANISASI
Bab ini mengatur tentang bentuk, susunan, dan
komposisi kepengurusan Ormas dari tingkat pusat
sampai tingkat desa/kelurahan; mekanisme pemilihan
atau pergantian kepengurusan dan periodesasinya;
mekanisme permusyawaratan dan pengambilan
keputusan dalam organisasi.
18. X. ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN
RUMAH TANGGA
Ormas harus memiliki AD/ART yang memuat
sekurang-kurangnya tentang: pendiri dan tanggal
Ormas didirikan, asas, visi misi, nama dan lambang
organisasi, tujuan dan fungsi, tempat kedudukan,
kepengurusan, mekanisme permusyawaratan, dan
keuangan, pengawasan internal dan mekanisme
penyelesaian konflik lembaga.
Kemudian diatur juga tentang tata cara perubahan
dan pengesahan AD/ART. AD/ART menjadi
peraturan Organisasi yang mengikat dan berlaku
efektif.
19. XI. KEUANGAN
Bab ini mengatur tentang sumber keuangan
Ormas, baik yang berasal dari iuran anggota,
sumbangan yang sah menurut peraturan
perundang-undangan, bantuan dari pemerintah
(APBN) atau pemerintah daerah (APBD), dan
bantuan lain dari lembaga asing (luar negeri).
Selanjutnya, diatur tentang mekanisme
pengelolaan keuangan organisasi dan tanggung
jawab pelaporan keuangan organisasi yang
transparan dan akuntabel.
20. XII. PEMBERDAYAAN ORGANISASI
MASYARAKAT
Bab ini mengatur tentang peranan pemerintah dan
pemerintah daerah memberikan bantuan materiil
maupun teknis kepada Ormas; melibatkan Ormas
dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan;
mengembangkan
komunikasi
terbuka
dan
berkesinambungan; serta memnagun data base
Ormas.
Di samping itu untuk mendorong kemandirian dan
diatur tentang dimungkikan Ormas mendirikan
Badan Usaha untuk kelangsunagn dan mencapai
tujuan organisasi.
21. XIII. ORGANISASI MASYARAKAT ASING
Bab ini mengatur tentang dimungkinkannya
keterlibatan
organisasi
masyarakat
asing
melakukan kegiatan di Indonesia, ketentuan atau
larangan yang harus dipatuhi, seperti: dilarang
melakukan spionase, merongrong kedaulatan dan
kesatuan NKRI, berkantor di dalam kantor
lembaga negara, mencampuri kebijakan Negara.
Dalam pelaksanaan kegiatan
diatur pula
mengenai
mekanisme
keterlibatan
dan
kerjasamanya dengan Ormas lokal maupun
pemerintah/pemerintah daerah.
22. XIV. PENGAWASAN
Untuk menjaga kredibilitas dan pencapaian visi dan
misinya setiap Ormas didorong memiliki mekanisme
pengawasan internal yang kuat dan efektif.
Dalam rangka pengawasan, dimungkikan masyarakat
dapat mengajukan keberatan apabila terdapat Ormas
yang mengganggu ketertiban dengan mengajukan kepada
pemerintah/pemerintah daerah.
Pemerintah/Pemerintah daerah membentuk Tim untuk
memverfikasi dan mencari penyelesain derngan
pendekatan persuasi, mediasi, rekonsiliasi atau arbritase;
pemerintah atau pemerintah daerah dapat mengajukan
permohonan ke pengadilan (Mahkamah Konstitusi)
dalam rangka pembekuan atau pembubaran Ormas.
23. XV. LARANGAN
Bab ini mengatur hal-hal yang tidak boleh
dilakukan oleh Ormas maupun organisasi
masyarakat asing. Larangan antara lain melakukan
kegiatan yang bertentangan dengan Pancasila dan
UUD Tahun 1945, menganggu ketertiban umum
dan keutuhan NKRI, memaksakan kehendak,
menodai keyakinan agama, dan melakukan
kekerasan atas kelompok lain, serta melakukan
kegiatan yang melanggar peraturan perundangundangan.
24. XVI. PENYELESAIAN SENGKETA ORGANISASI
Bab ini mengatur tentang penyelesaian sengketa
organisasi yang harus diselesaikan dengan
musyawarah untuk mufakat. Apabila penyelesaian
secara mufakat tidak tercapai, diupayakan
penyelesaian melalui mediasi atau arbitrase.
Selanjutnya, jika penyelesaian secara mediasi atau
arbitrase tidak tercapai ditempuh upaya hukum
melalui pengadilan.
25. XVII. SANKSI
Bab ini mengatur tentang sanksi administrasi
yang dapat berupa teguran, denda/ganti
kerugian, dan pembekuan atau pembubaran
terhadap Ormas yang melanggar, serta ketentuan
pidana terhadap setiap orang yang melakukan
kekerasan dan menganggu ketertiban umum.
Demikian juga sanksi kepada pejabat yang
menyalagunakan
kekuasaannya
sehingga
mengganggu masyarakat dalam mewujudkan hak
kemerdekaan berserikat dan berkumpul.
26. XVIII. KETENTUAN PENUTUP
Bab ini mengatur tentang pencabutan peraturan
perundang-undangan yang ada sebelumnya dan
pemberlakuan Undang-undang ini.