Ini merupakan salah satu tugas menganalisis puisi yang telah dibukukan. FKIP Matematika telah berhasil memecahkan rekor MURI untuk pertama kali di Universitas Sriwijaya.
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 1 KURIKULUM MERDEKA.pdf
Analisis Puisi Matematika I (Duano Sapta Nusantara/06081181419067)
1. JIKA KITA ADALAH HASIL DARI TAMBAH (+) KURANG (-) KALI (X)
DAN BAGI (:)
Kalaulah 10 + 10 = 20, dan kita adalah angka 20
Mengapa masih mengeluh lalu memanggiltukang teluh
Menyulap 10 + 10 mudah-mudahan = berpuluh-puluh?
Kalaulah 10 – 10 = 0, dan kita adalah angka 0
Mengapa masih konyol, dan sanggup disini senggoldisana senggol
Agar gol 10 – 10 paling tidak = 10?
Kalaulah 10 x 10 = 100, dan kita adalah angka 100
Mengapa masih ketus dan harap terus-menerus
10 x 10 mudah-mudahan = beratus-ratus?
Kalaulah 10 : 10 = 1, dan kita adalah angka 1
Mengapa masih harus kelu dan terus tersedu-sedu
Mengharap 10 : 10 seharusnya > 1?
Kalaulah kita sepakat
10 + 10 = 20
10 – 10 = 0
10 x 10 = 100
10 : 10 = 1
mengapa masih ada tanda tanya???
Kalaulah kita???
A.J. MARBE
Guru SMA IBA PALEMBANG
ANALISIS PUISI
“JIKA KITA ADALAH HASIL DARI TAMBAH (+) KURANG (-) KALI
(X) DAN BAGI (:)”
A. Diksi (Pemilihan Kata)
Dalam menganalisa diksi dalam puisi, Keraf (1996:24) mengemukakan ada
tiga kesimpulan mengenai analisis diksi dalam puisi yaitu ditinjau dari segi suasana,
segi estetika, segi rima.
Analisis diksi pada puisi dari segi rima bisa dilihat sebagai berikut :
2. Pengarang lebih memilih kata “ tukang teluh” dari pada “tukang sihir”/
“dukun” hal ini untuk mencocokkan rima sebelumnya yaitu kata “mengeluh”. Begitu
juga pada bait kedua baris kedua, pengarang lebih mencocokkan kata “ konyol”
dengan senggol yang sebenarnya bisa digantikan dengan kata “sikut” atau
“menjatuhkan”.
Analisis diksi pada puisi dari segi estetika bisa dilihat sebagai berikut :
Pada bait pertama baris ketiga, pengarang memilih kata “menyulap” yang
mana jika dikaitkan secara keseluruhan pada baris ketiga membuat puisi menambah
nilai estetika ketika dipilih kata “menyulap” daripada kata “menjadikan”.
Analisis diksi pada pusi dari segi suasana bisa dilihat sebagai berikut :
Pada bait terakhir, pembaca dapat terbawa suasana dengan makna dari segi
puisi, pengarang sengaja membuat akhir puisi yang seolah-olah tergantung dengan
pemilihan kata dan penggunaan tanda tanya. Hal ini sesuai dengan makna dari puisi
3. tersebut yang memberikan suasana ketegasan dengan makna “jika sudah tau, tidak
perlu dipertanyakan kembali, ya sudahlah !”
B. Sajak
Sajak adalah persamaan bunyi atau suara atau bisanya disebut dengan rima.
Penggunaan sajak pada puisi “ Jika Aku adalah Hasil dari Tambah (+), Kurang (-),
Kali (x), dan Bagi (:) adalah sajak beraturan (sajak akhir) dimana pada setiap bait
mempunyai persamaan bunyi dan persamaan suara. Sebagai contoh, pada bait pertama
diakhiri dengan bunyi “luh” , dan pada bait kedua diakhiri dengan bunyi “ol”,
kemudian pada bait ketiga diakhiri bunyi “us” dan juga pada bait keempat, pengarang
mengakhiri dengan bunyi “u”. Sehingga, secara keseluruhan puisi ini mempunyai
persamaan bunyi pada baris pertama hingga baris akhir di setiap baitnya yang
biasanya disebut dengan sajak a-a-a-a.
C. Ketepatan Rima
Sajak atau rima adalah dua hal yang sama membahas mengenai persamaan
bunyi. Pada puisi ini, ketepatan rima sudah teratur, konsisten dan baik. Sehingga,
terdapat daya magis tersendiri yaitu berupa ritma ketika pembaca membaca puisi ini.
Contoh :
1. Mengapa masih mengeluh lalu memanggil tukang teluh
2. Mengapa masih konyol, dan sanggup disini senggol disana senggol
3. Mengapa masih ketus dan harap terus-menerus
4. Mengapa masih harus kelu dan terus tersedu-sedu
D. Konten Puisi
Secara matematis, puisi sudah menggunakan kata-kata matematika seperti
angka-angka, operasi penjumlahan, operasi pengurangan, operasi perkalian dan
operasi pembagian dan juga penggunaan tanda-tanda operasi dalam matematika.
Seperti : “10+10”, “10-10”, 10x10”, “10:10”, “=”, “>” ,”<” ,“1”. Secara makna, puisi
ini menggambarkan ketidakpuasan manusia dengan realita atau kondisi yang
dihadapinya. Ketidakpuasan itu multidimensional baik dari segi ekonomi, social,
karir, dsb. Manusia yang tidak puas itu terwakili dengan kata “kita”, kemudian
operasi-operasi matematika itu diibaratkan sebagai proses kehidupan manusia yang
tentunya mempunyai hasil apapun itu. Dan hasil itu pulalah, yang selalu
dipertanyakan kembali oleh manusia karena selalu merasa tidak puas dilihat dari
adanya tanda tanya pada setiap bait di baris ketiga.
E. Level
Pada puisi “ Jika Kita Adalah Hasil dari Tambah (+), Kurang (-), Kali (x), dan
Bagi (:), level yang sesuai jika dikaitkan dengan konten puisi ialah siswa SMA dan
Mahasiswa atau orang dewasa. Secara matematis, memang penggunaan kata
matematika yang basic yaitu aritmatika berupa operasi-operasi matematika. Namun,
4. siswa SD atau siswa SMP hanya sebatas bisa membaca namun belum bisa memahami
makna yang dalam dan tersirat dari puisi ini. Untuk itu, menurut pembaca puisi ini
lebih tepat dan cocok ditujukan kepada siswa SMA, mahasiswa atau juga orang
dewasa yang mana bisa mengetahui secara implicit makna dari sebuah puisi dikaitkan
dengan pengalaman yang sudah didapati. Karena dalam puisi ini memiliki amanat
atau pesan tersirat yang dalam tentang kehidupan manusia yang tidak pernah puas
dengan realita atau kondisi yang dihadapinya.
Nama : Duano Sapta Nusantara
Nim : 06081181419067
Prodi : Pendidikan Matematika 2014
Universitas Sriwijaya Kampus Inderalaya