2. KELUHAN UTAMA
⚫ Keluhan utama yang umum → nyeri, pusing,
keluhan fungsi sensorik dan motorik, serta
penurunan tingkat kesadaran
⚫ Jika mengalami masalah tersebut ;
Onset, durasi
Karakteristik
Proses
Faktor pencetus
Faktor yang mengurangi
4. Keluhan utama → PUSING
⚫ Gambaran “Pusing” (kepala ringan, ruangan berputar)
⚫ Terkait perubahan postur (penurunan TD ortostatik,
vertigo posisional)
⚫ Gerakan kepala yang menimbulkan pusing
⚫ Masalah penglihatan
⚫ Masalah telinga (penurunan pendengaran, telinga
berdenging, tinnitus)
⚫ Pusing membaik atau memburuk → menutup mata
⚫ Fiksasi visual apakah membantu
⚫ Penyebab pusing yang lain → disritmia jantung,
anxietas, penurunan kadar GD, infeksi telinga
5. Keluhan utama → KELUHAN SENSORIK
⚫ Yang umum → kemampuan melihat, mengecap,
membaui, & merasa (nyeri, mata rasa, kedutan)
⚫ Sensasi dan kualitasnya (seperti tertembak, ditikam,
tajam, tumpl) dan derajatnya
⚫ Tempat abnormalitas sensorik dan distribusinya →
telapak tangan, punggung tangan, ekstremitas
⚫ Gali → onset, frekuensi, dan durasi keluhan sensori
⚫ Faktor mencetuskan → berjalan, gerakan leher,
mengunyah, paparan dingin
⚫ Mengurangi keluhan sensorik → istirahat, perubahan
posisi, obat
6. Keluhan utama → KELUHAN MOTORIK
⚫ Keluhan motorik ;
Kelemahan
Masalah dengan koordinasi → keseimbangan,
canggung, gangguan cara berjalan
Gerakan involunter → tremor, tik
⚫ Gali → tempat, onset, frekuensi, dan durasi keluhan
motoriik
⚫ Faktor mencetuskan mengurangi keluhan sensorik →
istirahat, perubahan posisi, obat
7. Keluhan utama → KEHILANGAN
KESADARAN/GGN STATUS MENTAL
⚫ Merupakan suatu masalah neurologis yang umum
Pingsan
Pusing
Kejang
Gangguan afek/mood
Orientasi (orang, tempat, waktu
Gangguan memori jangka panjang atau pendek
⚫ Perubahan kemampuan untuk berbicara, membaca,
memahami bahasa
⚫ Onset (berangsur-angsur atau mendadak); durasi
(menetap atau sementara)
8. RIWAYAT KESEHATAN :
Riwayat kesehatan sebelumnya
⚫ Penyakit pada masa kanak-kanak dan imunisasi →
rubela, infeksi sitomegalovirus,herpes simpleks,
influenza, meningitis
⚫ Riwayat tumbuh kembang → disfungsi neurologis
pada usia awal, perkembangan
⚫ Riwayat perinatal → toksemia maternal, defek
tbung saraf, paparan virus in utero (rubella),
alkohol, temabakau, atau obat lain; kelahiran
cukup bulan (prematur → oksigenasi); persalinan
dengan penyulit (hipoksia, forcep dan vakum
menyebabkan kerusakan neurologis)
9. Riwayat kesehatan sebelumnya
Riwayat penyakit utama berhubungan dengan
perubahan neurologis → HIV, Tuberkolosis, anemia
pernisiosa, kanker, infeksi, herpes zoster, hipertensi
Riwayat gangguan vaskuler → penyakit katup jantung,
fibrilasi atrial (TIAs dan stroke); hipertensi (risiko
perdarahan intrakranial)
Riwayat penyakit hati dan ginjal → pengaruh
metabolik sistemik → fungsi mental
Riwayat cedera
Riwayat rawat inap → sistem neurologis
10. Riwayat pembedahan
⚫ Pembedahan terutama terkait dengan masalah
neurologis ;
– Gangguan spinal
– Neuropati perifer
– Bedah kranial
⚫ Komplikasi pembedahan → potensi
menyebabkan kerusakan saraf dan jaringan
⚫ Riwayat anestesi epidural atau spinal, serta
komplikasinya
11. Riwayat Alergi dan Medikasi
⚫ Alergi makanan dan obat
⚫ Pengobatan yang sedang dan telah dikonsumsi ;
– Aspirin dan antkoagulan lain
– Antikonvulsan
– Pil kontrasepsi oral
– Stimulan SSP
– Depresan SSP → opiad, antimikroba, antireumatik, penenang, sedatif
⚫ Pengobatan memiliki efek samping → saraf simpatis maupun
parasimpatis, SSP;
– Konfusi, seasi, agitasi
– Kantuk
– Miopati
– Neuropati
12. Kebiasaan Makan
⚫ Defisiensi vitamin B12 → keruasakan SSP
(polineuritis, kelemahan)
⚫ Defisiensi vitamin B Kompleks, B1, B2, B3, B5,
B6 → menyebabkan kerusakan saraf tepi
⚫ Suplementasi asam folat pada wanita usia
subur
⚫ Pola asupan cairan dan kafein
⚫ Pola makan dan kontrol GD (DM) → neuropati
⚫ Kehilangan BB dan polanya
13. Riwayat penyakit keluarga
⚫ Menanyakan pada keluarga sehubungan dengan
gangguan persarafan guna menentukan faktor-faktor
resiko / genetik yang ada, seperti ;
Epilepsi
Hipertensi
Stroke
Retardasi mental
Gangguan psikiatri.
⚫ Riwayat kanker pada keluarga → tumor otak primer,
lesi spinal, kanker lain
14. Riwayat psikososial & pola hidup
⚫ mengajukan pertanyaan sehubungan faktor
psikososial klien → yang berhubungan dengan
latar belakang pendidikan, tingkat penampilan
dan perubahan kepribadian.
⚫ adanya perubahan pola tidur, aktifitas
olahraga, hobi dan rekreasi, pekerjaan,
stressor yang dialami dan perhatian terhadap
kebutuhan seksual
16. TANDA VITAL
⚫ Pada cedera medula spinalis → trias klasik →
hipotensi, bradikardia, hipotermia (hilangya
fungsi sistem saraf simpatis)
⚫ Perubahan TTV → dapat menyertai tahap akhir
peningkatan TIK
⚫ Respons Cushing → peningkatan TD Sistolik,
tekanan andi meningkat, bradikardia
⚫ Frekuensi dan irama pernapasan terganggu →
peningkatan TIK di batang otak
17. STATUS MENTAL
⚫ Pemeriksaan terhadap ;
Tingkat kesadaran
Orientasi
Memori
Suasana hati dan afek
Perfoma intelektual
Pengambilan keputusan dan daya tilik diri
Bahasa dan komunikasi
18. Tingkat kesadaran
⚫ Alert : Composmentis / kesadaran penuh
– Berespon secara tepat terhadap stimulus minimal,
– tanpa stimuli individu terjaga dan sadar terhadap diri dan
lingkungan.
⚫ Lethargic
– Seperti tertidur jika tidak di stimuli, tampak seperti
enggan bicara.
– Dengan sentuhan ringan, verbal, stimulus minimal,
mungkin dapat berespon dengan cepat.
– Dengan pertanyaan kompleks akan tampak bingung.
19. Tingkat kesadaran
⚫ Obtuned
– Klien memerlukan rangsangan yang lebih besar agar
dapat memberikan respon misalnya rangsangan sakit,
respon verbal dan kalimat membingungkan.
⚫ Stuporus
– Klien dengan rangsang kuat tidak akan memberikan
rangsang verbal.
– Pergerakan tidak berarti berhubungan dengan stimulus.
⚫ Koma
– Tidak dapat memberikan respon walaupun dengan
stimulus maksimal, tanda vital mungkin tidak stabil
20. Glasgow Coma Scale (GCS) :
⚫ Didasarkan pada respon dari membuka mata (eye
open = E), respon motorik (motorik response = M), dan
respon verbal (verbal response = V).
⚫ Dimana masing-masing mempunyai “scoring” tertentu
mulai dari yang paling baik (normal) sampai yang
paling jelek. Jumlah “total scoring” paling jelek adalah
3 (tiga) sedangkan paling baik (normal) adalah 15.
⚫ Score 3 - 4 : vegetatif (hanya organ otonom yg bekerja)
< 7 : koma
> 11 : moderate disability
15 : composmentis
21. RESPON SCORING
1. Membuka Mata = Eye open (E)
▪ Spontan membuka mata
▪ Terhadap suara membuka mata
▪ Terhadap nyeri membuka mata
▪ Tidak ada respon
4
3
2
1
2. Motorik = Motoric response (M)
▪ Menurut perintah
▪ Dapat melokalisir rangsangan sensorik di kulit (raba)
▪ Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak
▪ Menjauhi rangsangan nyeri (fleksi abnormal)/postur
dekortikasi
▪ Ekstensi abnormal/postur deserebrasi
▪ Tidak ada respon
6
5
4
3
2
1
3. Verbal = Verbal response (V)
▪ Berorientasi baik
▪ Bingung
▪ Kata-kata respon tidak tepat
▪ Respon suara tidak bermakna
▪ Tidak ada respon
5
4
3
2
1
22. Orientasi
⚫ Tanyakan tentang tahun, musim, tanggal,
hari dan bulan.
⚫ Tanyakan “kita ada dimana” seperti :
nama rumah sakit yang ia tempati,
negara, kota, asal daerah, dan alamat
rumah
23. Memori
⚫ Perlihatkan 3 benda yang berbeda dan
sebutkan nama benda-benda tersebut
masing-masing dalam waktu 1 detik.
⚫ Kemudian suruh orang coba untuk
mengulang nama-nama benda yang
sudah diperlihatkan
24. Suasana hati dan afek
⚫ Ekspresi wajah dapat menunjukan emosi,
seperti ;
– Cemas
– Curiga
– Depresi
⚫ Apakah afek klien sesuai situasi?
25. Perfoma intelektual
⚫ Perfoma intelektual
– Sumber pengetahuan
– Kemampuan berhitung
⚫ Minta klien mengidentifikasi orang yang
dikenal, tempat, atau peristiwa tertentu
26. Pengambilan keputusan dan daya
tilik diri
⚫ Termasuk →
– Penalaran
– Pemikiran abstrak
– Memecahkan masalah
– Persepsi terhadap situasi
⚫ Dengarkan bagaimana klien menjawab
pertanyaan
⚫ Dapat berkonsentrasi, tetap fokus, atau mudah
mengalami distraksi
27. Bahasa dan Komunikasi
⚫ Afasia motorik, → lesi di area Broca, klien tidak mampu
menyatakan pikiran dengan kata-kata, namun mengerti bahasa
verbal dan visual serta dapat melaksanakan sesuatu sesuai
perintah.
⚫ Afasia sensorik / perseptif, → lesi pada area Wernicke, ditandai
dengan hilangnya kemampuan untuk mengerti bahasa verbal dan
visual tapi memiliki kemampuan secara aktif mengucapkan kata-
kata dan menuliskannya. Apa yang diucapkan dan ditulis tidal
mempunyai arti apa-apa.
⚫ Disatria → gangguan pengucapan kata-kata secara jelas dan
tegas karena lesi pada upper motor neuron (UMN) lateral bersifat
ringan dan lesi UMN bilateral bersifat berat
28. Inspeksi
⚫ Kepala ; ukuran, bentuk, kontur dan kesimetrisan
⚫ Temuan →
– ekimosis sekitar mata atau telinga
– Ekimosis periorbital
– Ekimosis prosesus mastoideus belakang telinga
(tanda Battle)
– Cairan dari telinga (darah, CSS, atau keduanya)
– Keluar cairan serebrospinal dari lubang hidung
– Lipan kulit, lipoma, bercak berambut
29. Palpasi
⚫ Pada tulang tengkorak → nodul/massa,
menonjol atau berlekuk (abnormal)
⚫ Otot leher → massa atau area dengan rasa
nyeri
⚫ Kaku kuduk → manisfestasi iritasi meningeal
⚫ Tulang belakang → deviasi
⚫ Otot paravertebrae → massa, spasme
30. Perkusi
⚫ Perkusi lembut pada prosesus spinosus →
tanda-tanda nyeri (abnormal)
Auskultasi
⚫ Pembuluh darah leher/lain → bruit (terjadi
karena aliran turbulen dan biasanya
merupakan manifestasi penyakit
arterosklerosis)
31. SARAF KRANIAL
⚫ Saraf kranial III s.d XII (berawal dari batang
otak) → mengkaji fungsi saraf ini memberikan
informasi ttg batang otak dan jaras terkait
⚫ Tiga refleks melibatkan saraf kranial → refleks
protektif (refleks kornea, muntah & batuk)
⚫ Hilangknya respons normal →
– Kegagalan menerima stimulus (input)
– Kegagalan untuk berespons dengan tepat (output)
– Kombinasi kegagalan input & output
32. Saraf kranial I (Olfaktorius)
⚫ Persiapan :
– Pasien hrs sadar & kooperatif
– Bahan :kopi,teh,tembakau,jeruk
pepperminth,kamper,aq.rosarum
⚫ Pemeriksaan :
1. Inspeksi
⚫ Periksa kedua lubang hidung
⚫ yakinkan jalan pernafasan & mukosa baik
33. 2. Inspeksi
– Pasien diberitahu bahwa daya
penciumannya hendak diperiksa.
– Tutup mata pasien.
– Pasien mengidenfikasi apa yang
tercium olehnya bila suatu zat di
dekatkan pada lubang hidungnya.
⚫ Interpretasi :
– Normal Hiperosmia
– Anosmia Parosmia
– Hiposmia Kakosmia
– Halusinasi olfactorik baik
35. Pemeriksaan dan interpretasi tajam
penglihatan
⚫ Persiapan : Yakinkan tdk ada ggn visus ok penyakit mata.
Tabel Snellen
– Pasien berdiri 6 m dari kartu snellen.
– Mata kiri ditutup dengan tangan kiri
dan visus mata kanan diperiksa.
– Dengan mata kanannya membaca
huruf-huruf dalam tabel snellen.
– Begitu jg sebaliknya u/ mata kiri.
⚫ Interpretasi
– Visus normal : 6/6
x → jarak penderita dg snellen
y jarak,dimana org normal dpt melihat
tulisan dlm snellen
36. Jari-jari tangan
⚫ Visus pasien menurun →< 6/6,visus diperiksa
dengan menghitung jari-jari.
⚫ Pasien memberitahukan berapa jari pemeriksa
yang diperlihatkan kepadanya.
⚫ Jika sejauh 6 m,tidak dilihat, jarak diperpendek
sampai dapat dilihat.
⚫ Interpretasi
– Normal:menghitung jari tangan jarak 6 m,
– jika hanya dpt menghitung jari-jari tangan dr jarak 5
m→ visus: 5/6
37. Pemeriksaan & Interpretasi
pengenalan warna
⚫ Pemeriksaan
– Menggunakan kartu test istihara dan stiling / benang
wol berwarna.
– Pasien membaca angka berwarna dlm kartu istihara
atau stiling
– Mengambil wol yang berwarna sesuai perintah.
⚫ Interpretasi
– Normal
– Buta Warna
38. Pemeriksaan & Interpretasi
medan pengelihatan
⚫ Tanpa alat → Test konfrontasi.
⚫ Persiapan :
– Pasien harus kooperatif.
– Pasien diberi penjelasan test yang akan dilakukan.
⚫ Interpretasi
– Normal
– Menyempit
39. Pemeriksaan Funduskopi
⚫ Pemeriksa memegang oftalmaskop dengan
tangan kanan.
⚫ Tangan kiri pemeriksa memfiksasi dahi ps/.
⚫ Pemeriksa menyandarkan dahinya pd darsum
manus tangan kiri yang memegang dahi ps/.
⚫ Mata kanan ps/ diperiksa dg mata kanan
pemeriksa,begitu sebaliknya.
⚫ Pemeriksa menilai retina & papil nervi optisi
40. Interpretasi Funduskopi
1. Gambaran retina, Normal :
– Latar belakang :merah keoranye-oranyean
– Papil nervi optisi : lebih muda
– Pembuluh darah berpangkal pd pusat papil memancarkan
cabang-cabangnya ke seluruh retina
– Arteri berwarna jernih & vena berwarna merah tua.
– Reflek sinar hanya tampak pd arteri
– Vena berukuran lebih besar & tampak berkelak-kelok
dibandingkan arteri
– Tampak pulsasi pada pangkal vena besar (di papil) dan
penekanan bola mata → pulsasi lebih jelas
41. 2.Gambaran Nervi Optisi, Normal :
– bentuk lonjong, warna jingga muda, bagian
temporal sedikit pucat, batas tegas, bagian nasal
agak kabur, fisiologik cupping, vena:arteri 3 : 2
Gambaran Nervi Optisi, Abnormal :
– Papil edema : papil hiperemis, batas papil kabur,
cupping menghilang
– Papil Atropi Primer : papil pucat, batas tegas,
cupping (+)
– Papil Atropi Sekunder: papil pucat,batas tidak tegas
cupping (-)
42. Saraf Kranial III, IV & VI (Okulomotorius,
Troklearis, Abdusens)
⚫ Pemeriksaan nervi III,IV,VI:
1.Inspeksi saat istirahat :
– Kedudukan bola mata
– Observasi celah kelopak mata
2.Inspeksi saat bergerak :
– Observasi gerakan mata sesuai perintah
3.Pemeriksaan fungsi & reaksi pupil
43. 1.Inspeksi saat istirahat
a.Kedudukan bola mata
Pemeriksaan
– Kedudukan mata kiri dan kanan semetris/tidak
– Strabismus, deviasio conjugee, krisis akulogirik
– Eksoptalmus / endoftalmus
Interpretasi
– Normal : Kedudukan bola mata simetris
– Kelainan : Stabismus, deviatio conjugee, krisis,
okulogirik, eksoptalmus /endoftalmus
44. B.Observasi celah kelopak mata
Pemeriksaan :
– Penderita memandang lurus kedepan
– Perhatikan kedudukan kelopak mata thd pupil & iris.
Interpretasi
– Normal : simetris kanan-kiri
– Kelainan : Celah kelopak mata menyempit →
Ptosis, Enoftalmus & blefarospasmus
– Kelainan : Celah kelopak mata melebar →
Eksoftalmus & proptosis
45. 2. Pemeriksaan gerakan bola mata
⚫ Penilaian gerakan monokular
⚫ Penilaian gerakan kedua bola mata atas
perintah
⚫ Penilaian gerakan bola mata mengikuti
obyek bergerak
⚫ Pemeriksaan gerakan konjungata
reflektorik (doll’s eye movement)
46. Interpretasi gerakan bola mata
Normal :
– Gerakan konjungata
– Gerakan diskonjungat/
– gerakan konversion
– Dolls eye movement (+)
Kelainan :
– Tanda parinaud (+) → (paralisis lirikan ketas)
– Stabismus
– Gerakan okulogirik
– Diplopia
– Gangguan gerakan bola mata kesamping
– Gangguan gerakan bola mata adduksi, kebawah
47. 3.Pemeriksaan & Interpretasi
Pupil-Reaksi pupil
Pemeriksaan :
⚫ Observasi bentuk, ukuran pupil & posisi pupil
⚫ Perbandingan pupil kanan dan kiri
⚫ Pemeriksaan reflek pupil
48. Interpretasi
Normal :
– Bentuk pupil : bulat reguler
– Ukuran pupil : 2 mm – 5 mm
– Posisi pupil : ditengah-tengah
– Isokor
– Reflek cahaya langsung (+)
– Reflek cahaya konsensuil (+)
– Reflek akomodasi/konvergensi (+)
Kelainan :
– Pintpoin pupil
– Bentuk ireguler
– Anisokor dengan kelainan reflek cahaya
49. Saraf Kranial V (Trigeminus)
Pemeriksaan:
1. Fungsi motorik N. Trigeminus
– Pasien menggigit giginya sekuat-kuatnya,
– palpasi m.maseter & temporalis
– Pasien membuka mulutnya, perhatikan deviasi
rahang bawah (m.pterigoideus lateralis)
– Tongue spatel digigit bergantian, bandingkan
bekas gigitan( M.Pterigoideus Medialis)
50. Normal:
– Kontraksi m.masseter & m.temporalis simetris
– Rahang bawah berada ditengah tengah
– Kekuatan gigitan kayu tong spatel, sama dalam
pada gigitan kanan dan kiri
Kelainan :
– Kontraksi m.masseter & m.temporalis kanan dan
kiri (-) / melemah.
– Deviasi rahang bawah saat membuka mulut ke
sisi m.pterigoideus lateralis yg lumpuh.
– Bekas gigitan pada sisi m.pterigoideus medialis
yang lumpuh lebih dangkal.
51. 2.Fungsi Sensorik N.Trigeminus
Interpretasi :
⚫ Normal : gangguan sensibilitas(-)
⚫ Kelainan :
– Analgesi : tidak merasakan rangsang nyeri
– Termanestesi : tidak merasakan rangsangan
suhu
– Anestesi : tidak merasakan rangsangan raba
52. Saraf Kranial VII (Fasialis)
Pemeriksaan:
1. Pemeriksaan & Interpretasi fungsi motorik
a. Observasi otot wajah dlm keadaan istirahat
55. 3. Pemeriksaan fungsi parasimpatis
Pemeriksaan :
– Inspeksi lakrimasi & sekresi kelenjar ludah
– Gunakan kertas lakmus u/ memeriksa sekresi gl.
Lakrimasi, gl. submaxilaris & gl. Sublingualis
Interpretasi :
– Normal : Lakrimasi dan sekresi glandula
submasilaris dan sublingualis baik
– Kelainan : Hiperlakrimasi dan Hiposekresi
gl.submaxilaris dan sublingualis
56. Saraf Kranial VIII (Kokhlearis dan N.
Vestibularis)
A. Kokhelaris ( Akustikus)
1.Suara Bisik
57. 2.Uji garputala
a. Rinne
⚫ Interpretasi :
⚫ Rinne (+)
⚫ Rinne (-)
b. Schwabach
− Getarkan garputala,tempelkan pd proc.mastoideus penderita
− Jika suara garputala tdk di dengar lg oleh
penderita,pindahkan ke proc.mastoideus pemeriksa.
Interpretasi :
– Schwabach normal
– Schwabach memendek
58. 3. Weber
⚫ Pemeriksaan :
– Getarkan garputala dan tempatkan diatas calvaria
penderita.
– Tanyakan kpd penderita ke telinga mana suara
garputala terdengar lebih keras.
⚫ Interpretasi :
59. 4. Bing
⚫ Pemeriksaan :
– Getarkan garputala dan tempatkan pd calvaria
penderita.
– Sumbatlah salah satu lubang telinga penderita.
– Tanyakan kearah telinga mana terdengar suara
garputala lebih keras.
⚫ Interpretasi :
– Bing + : lateralisasi ke telinga yg disumbat
– Bing - : tidak ada lateralisasi
60. Saraf Kranial IX dan X
(Glosofaringeus & Vagus)
1. Pemeriksaan Fungsi Motorik
a. INSPEKSI LENGKUNG LANGIT-LANGIT
⚫ Minta penderita membuka mulut & suruh ucapkan
“Ah,Ah”
⚫ Perhatikan lengkung langit-langit dan posisi uvula
61. ⚫ Interpretasi :
– Normal : Simetris lengkung langit-langit
– Kelainan : Lengkung langit-langit yg sehat bergerak
keatas
– Lengkung langit-langit yg lumpu tertinggal.
b. Pemeriksaan fungsi menelan
– Minta penderita minum air
– Perhatikan mampu minum air atau air masuk ke
hidung
⚫ Interpretasi:
– Normal : mampu minum air dg baik.
– Kelainan : air akan masuk ke hidung pd lesi n.IX
bilateral
62. c. Pemeriksaan Fonasi suara
– Minta penderita mengucapkan “ a.a.a.a.a.”
⚫ Interpretasi :
– Normal
– Ggn fonasi suara “sangau”
2. Pemeriksaan fungsi parasimpatis
– Inspeksi sekresi kelenjar ludah
⚫ Interpretasi :
– Normal
– Kelainan : sekresi kelenjar ludah tidak ada
63. 3. Pemeriksaan Fungsi Sensorik
a. Refleks muntah
– Sentuh bagian atas faring/palatum molle
⚫ Interpretasi :
⚫ Replek muntah +/ -
64. b. Pemeriksaan Fungsi pengecapan
– Minta pasien menjulurkan lidahnya.
– Bersihkan lidah penderita pd 1/3 bagian
belakang.
– Berilah rangsangan pengecapan pd lidah
1/3 belakang.
⚫ Interpretasi :
– Ageusia Hipoageusia
– Parageusia Hemiageusia
65. Saraf Kranial XI (Aksesorius)
1. Pemeriksaan Fungsi M.Sterno Kleidomastodius
– Pasien memutar kepala ke sisi yg sehat.
– Pemeriksa meraba M.sterno kleidomastoideus sisi
kontralateral.
⚫ Interpretasi :
– Normal : ada kontraksi otot
– Kelainan : tidak ada kontkaksi otot
66. Saraf Kranial XII (Hipoglosus)
⚫ Pemeriksaan:
– Inspeksi lidah saat istirahat
– Inspeksi lidah saat dijulurkan
– Pemeriksaan artikulasi kata “ ular loreng lari, lurus
dilorong”
⚫ Interpretasi :
– Normal : tidak ada deviasi
– Kelainan : ada deviasi +
67. 2. Pemeriksaan Fungsi M.Trapezius
– Saat Istirahat
– Saat bahu digerakkan
⚫ Interpretasi :
– Normal : simetris
– Kelainan :
⚫ Asimetris
⚫ kelemahan pd bahu yg sakit
68. SISTEM MOTORIK
⚫ Massa/ukuran Otot → inspeksi semua
kelompok bilateral → simeteris, hipertrofi, atrofi
⚫ Kekuaan Otot → kekuatan otot pada skala 5
untuk setiap ekstremitas
0 = tidak ada kontraksi sama sekali.
1 = gerakan kontraksi.
2 =kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau
melawan tahanan atau gravitasi.
3 = cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
4 = cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5 = kekuatan kontraksi yang penuh
69. ⚫ Tonus Otot
– Tonus otot menurun (hipotonik) → otot menjadi
lunak, lembek atau flaksid
– Tonus otot meningkat (hipertonik) → otot menjadi
resisten dengan gerakan, rigid, atau spastik
– Abnormalitas postur fleksi atau ekstensi
⚫ Koordinasi Otot
– Pemeriksaan gerakan bergantian secara cepat
– Manuver titik ke titik
– Mempertahankan keseimbangan badan dan posisi
kepala
⚫ Kelainan koordinasi → mengindikasikan lesi serebelum
atau kolumna vertebralis
70. Karakteristik disfungsi serebelum yang
khas yaitu :
⚫ Ataksia
⚫ Tremor intensional (tremor saat mendekati
objek)
⚫ Nistagmus
⚫ Dismetria okular (ketidakmampuan melitik
mata pada objek)
⚫ Disdiadokokinesis (menahan satu impuls
motorik dan menggantikan pada sisi yang
berlawanan)
71. ⚫ Gaya berjalan dan sikap tubuh
– Dengan meminta pasien → berdiri tegak, berjalan,
dan berjalan tandem
⚫ Gerakan
– Fasikulasi → reaksi involunter pada saat sedang
istirahat (motorik halus)
– Gerakan motorik kasar → akinesis, atetosis,
balismus, bradikinesia, distonia, mioklonus,
spasme, tiks, tromor
– Nyeri, kontraktur sendi, tahanan otot
– Ketidakmampuan melakukan gerakan yang
diperintahkan walaupun tidak terdapat kelemahan
atau paralisis → apraksia
72. Pemerikasaan motorik pasien yang tidak sadar →
dengan stimulus nyeri dan respon motorik GCS
⚫ Respons terhadap stimulus nyeri
– Lokalisasi → meraih sumber stimulus dan mencoba
mendorong pemeriksa
– Fleksi menarik diri → bergerak tanpa tujuan dan dapat
menunjukkan gerakan yang minimal, menyeringai,
mengerinyit.
– Fleksi abnormal (postur dekortikasi) → fleksi, adduksi, dan
rotasi dalam pergelangan tangan dan lengan pada dada dan
ekstensi tungkai secara rigid
– Eksternal abnorma (postur deserebrasi) → ekstensi dan
pronasi lengan saat tungkai ekstensi rigid
– Tanpa respons → tidak respons terhadap nyeri
73. FUNGSI SENSORIK
⚫ Pemeriksaan rabaan, nyeri, getar, posisi dan
diskriminasi
⚫ Sensasi superfisial
– Nyeri superfisial → stimulus ujung tajam dan tumpul
– Rabaan ringan → kapas
– Rasa suhu → air hangat dan air dingin
⚫ Sensasi mekanis
– Sensasi getar → garpu tala
– Posisi (propriosepsi) → pakai jari pasien
74. ⚫ Diskriminasi
– Stereognosis (ketajaman bentuk dan
konfigurasi objek yang terasa) → tiga benda
kecil (familier)
– Grafestesia (pengenalan bentuk dan
konfigurasi simbol tertulis) → goreskan
huruf/angka tertentu pada telapak tangan
pasien dgn ujung tumpul pena
– Stimulus dua titik simultan (diskriminasi dua
titik) secara simultan → tusuk kulit dengan
dua ujung jarum dengan jarak bervariasi
75. Abnormalitas sensasi
⚫ Disestesia → terlokasi baik, sensasi iritasi seperti
hangat, dingin, gatal, menggelitik, merayap,
menusuk, dan rasa geli
⚫ Parestesia → distorsi stimulus sensorik (raba
halus dapat dirasakan sebagai sensasi nyeri atau
terbakar)
⚫ Anastesia → hilangnya sensasi raba
⚫ Hipoestesia → pengurangan sensasi raba
⚫ Hiperestesia → persepsi berlebih yang
abnormal/patologis terhadap raba
76. Abnormalitas sensasi
⚫ Analgesia → hilangnya sensasi nyeri
⚫ Hiperalgesia → pengurangan sensasi nyeri
⚫ Hiperalgesia → peningkatan sensasi nyeri
⚫ Agrafestesis → ketidakmampuan
mengidentifikasi simbol yang digoreskan pada
telapak tangan saat mata ditutup
⚫ Astereognesis → kehilangan sensasi
deskriminasi tiga dimensi
77. REFLEKS
⚫ Refleks superfisial (kutaneus) →
– dengan rangsangan pada kulit atau membran
mukosa
– Pada abdomen, telapak kaki, kornea, faringeal,
kremasterika, anal
⚫ Refleks tendon dalam (regangan otot) →
– refleks karena kontraksi otot, dihasilkan dari
pukulan tajam pada tendon otot dengan ayunan
palu refleks (tiba-tiba dan pendek)
– Pada bisep, trisep, brakhioradialis, patela, achiles
78. Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan
pada tendon menggunakan refleks hammer.
Skala untuk peringkat refleks yaitu :
0 = tidak ada respon
1 = hypoactive/penurunan respon,
kelemahan ( + )
2 = normal ( ++ )
3 = lebih cepat dari rata-rata,
tidak perlu dianggap abnormal ( +++ )
4 = hyperaktif, dengan klonus ( ++++)
79. ⚫ Refleks patella
– Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi
kurang lebih 300. Tendon patella (ditengah-tengah patella dan
tuberositas tibiae) dipukul dengan refleks hammer.
–
– Respon berupa kontraksi otot quadriceps femoris yaitu ekstensi
dari lutut.
⚫ Refleks biceps
– Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 , supinasi
dan lengan bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa).
Jari pemeriksa ditempatkan pada tendon m. biceps (diatas
lipatan siku), kemudian dipukul dengan refleks hammer.
– Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila
terjadi fleksi sebagian dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif
maka akan terjadi penyebaran gerakan fleksi pada lengan dan
jari-jari atau sendi bahu.
80. ⚫ Refleks triceps
– Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900 ,tendon
triceps diketok dengan refleks hammer (tendon triceps
berada pada jarak 1-2 cm diatas olekranon).
– Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps,
sedikit meningkat bila ekstensi ringan dan hyperaktif bila
ekstensi siku tersebut menyebar keatas sampai otot-otot
bahu atau mungkin ada klonus yang sementara.
⚫ Refleks achilles
– Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan
pemeriksaan refleks ini kaki yang diperiksa bisa
diletakkan / disilangkan diatas tungkai bawah
kontralateral.
– Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon
normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.
81. ⚫ Refleks abdominal
– Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan
dibawah umbilikus. Kalau digores seperti itu,
umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah
yang digores
⚫ Refleks Babinski
– Merupakan refleks yang paling penting . Ia hanya
dijumpai pada penyakit traktus kortikospinal. Untuk
melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral
telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking dan
kemudian melintasi bagian jantung kaki.
– Respon Babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan
dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar. Respon yang
normal adalah fleksi plantar semua jari kaki
82.
83.
84. Pemeriksaan khusus sistem persarafan
⚫ Kaku kuduk
– Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan,
sehingga dagu tidak dapat menempel pada dada →
kaku kuduk positif (+).
⚫ Tanda Brudzinski I
– Letakkan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien
dan tangan lain didada klien untuk mencegah badan tidak
terangkat.
– Kemudian kepala klien difleksikan kedada secara pasif.
→ Brudzinski I positif (+) bila kedua tungkai bawah akan
fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut.
85. ⚫ Tanda Brudzinski II
– Tanda Brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada
sendi panggul secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai
lainnya pada sendi panggul dan lutut.
⚫ Tanda Kernig
– Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai
bawah pada sendi lutut. Normal, bila tungkai bawah
membentuk sudut 1350 terhadap tungkai atas.
– Kernig + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit
terhadap hambatan.
⚫ Test Laseque
– Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan
menimbulkan nyeri sepanjang m. ischiadicus.