Dokumen tersebut membahas proses mass wasting yang merupakan perpindahan massa batuan atau tanah akibat pengaruh gaya berat, serta empat klasifikasi utama mass wasting menurut Sharp (1938) yaitu aliran pelan, aliran cepat, longsor lahan, dan amblesan atau subsidensi."
1. SOILS and Earth Systems
Roni Marudut Situmorang
Specialist Teacher of ESO
2. Mass Wasting
Mass wasting adalah perpindahan massa batuan atau
tanah karena pengaruh gaya berat. Prosesnya sama
seperti erosi, ada pelepasan massa batuan dan
pemindahan batuan yang terkikis.
3. Mass wasting dapat terjadi akibat
beberapa faktor, yaitu :
1. Kemiringan lereng
2. Pengaruh gravitasi
3. Pengaruh air
4. Sharpe (1938) mengemukakan
empat klas besar mass wasting,
yaitu :
A. Aliran pelan (Rayapan)
B. Aliran cepat
C. Longsor lahan (landslide)
D. Amblesan atau subsidensi
5. Aliran pelan
Aliran pelan meliputi berbagai rayapan. Rayapan adalah gerakan
tanah dan puing batuan yang menuruni lereng secara pelan,
biasanya sulit untuk diamati kecuali dengan pengamatan yang
cermat. Aliran pelan, meliputi :
Rayapan tanah (soil creep), yaitu gerakan tanah menuruni
lereng. Proses ini ditandai dengan pembengkokan lapisan
batuan, tiang telpon, pagar, monumen menjadi miring, dan
dinding bangunan retak.
Rayapan talus, yaitu gerakan puing batuan hasil pelapukan
pada lereng curam yang menuruni lereng.
Rayapan batuan (rock creep), yaitu gerakan blok-blok batuan
secara individual menuruni lereng.
Rayapan batuan-gletsyer (rock-glacier creep), yaitu gerakan
lidah-lidah batuan yang tercampak menuruni lereng.
Solifluksi (solifluction), yaitu aliran pelan massa puing batuan
yang kenyang air dan tidak terkurung di dalam saluran tertentu,
mengalir menuruni lereng.
6.
7. Aliran cepat
Aliran tanah (earthflow), yaitu gerakan tanah
berlempung atau berlumpur yang kenyang air
menuruni teras atau lereng perbukitan yang
kemiringannya kecil.
Aliran lumpur (mudflow), yaitu gerakan puing-puing
batuan yang kenyang air menuruni saluran tertentu
secara pelan hingga sangat cepat. Aliran lumpur juga
dapat terjadi pada gunung api yang baru meletus.
Prosesnya dipengaruhi oleh hujan yang membawa abu
dan debu vulkanik sisa letusan.
Guguran puing, yaitu puing-puing batuan yang
meluncur di dalam saluran sempit menuruni lereng
curam.
8.
9. Longsor lahan (landslide)
Meliputi berbagai jenis gerakan yang dapat diamati dengan
mudah, dan biasanya berupa massa puing batuan.
Luncur (slump), yaitu penggelinciran ke bawah dari satu atau
beberapa unit puing batuan, dan biasanya disertai suatu
putaran ke belakang terhadap lereng atas di tempat gerakan
terjadi.
Longsor puing, yaitu pengguliran atau peluncuran puing
batuan yang tidak terpadatkan, bergerak dengan cepat dan
tanpa putaran ke belakang.
Jatuh puing, yaitu puing batuan yang jatuh hampir bebas dari
suatu permukaan yang vertikal atau menggantung.
Longsor batu, yaitu massa batuan yang secara individual
meluncur atau jatuh menuruni permukaan perlapisan atau
sesaran.
Jatuh batu, yaitu blok-blok batuan yang jatuh secara bebas dari
setiap lereng curam.
10.
11. Amblesan atau subsidensi
Amblesan atau subsidensi, yaitu pergeseran
tempat kearah bawah tanpa permukaan bebas
maupun pergeseran horizontal. Hal ini umumnya
terjadi karena adanya perpindahan material secara
pelan-pelan di bawah massa yang ambles.
16. PROFIL TANAH: satu sisi dari pedon, menunjukkan semua
horison, 2-D
DIUNDUH DARI: www.d.umn.edu/~pfarrell/Soils/powerpoints/profile.ppt ……. 10/2/2013
PROFIL TANAH = Penampang melintang vertikal dari suatu tanah.
When exposed, various layers of soil should be apparent.
Each layer of soil may be different from the rest in a physical or chemical way.
The differences are developed from the interaction of such soil-forming factors
as:
1. Bahan Induk Tanah
2. Topografi - Slope
3. Vegetasi alamiah
4. Waktu-lamanya Pelapukan
5. Iklim.
Suatu profil tanah biasanya dideskripsikan hingga ke dalaman 3 - 5 feet.
18. HORISON UTAMA = MASTER HORIZONS
O
A
E
B
C
R
Horison “O”. Ini adalah lapisan organik yang terdiri atas sisa-sisa tumbuhan dan binatang yang
telah mengalami pelapukan secara partial. Horison ini biasanya terdapat pada tanah-tanah yang
belum terganggu, seperti tanah-tanah hutan.
Horison “A”. Ini sering disebut sebagai “topsoil” dan merupakan lapisan permukaan tempat
akumulasi bahan organik. Dengan perjalanan waktu, horison ini dapat kehilangan liat, besi dan
bahan-bahan lain karena pencucian, disebut Horison ELuviasi. Horison A menyediakan
lingkungan tumbuh yang bagus bagi akar tanaman, mikroba dan organisme lainnya.
“E” horizon. This is the zone of greatest eluviation. Because the clay, chemicals, and organic
matter are very leached, the color of the E horizon is very light. It usually occurs in sandy
forest soils with high amounts of rainfall.
“B” horizon. This horizon is referred to as the subsoil. It is often called the “zone of
accumulation” since chemicals leached from the A and E horizons accumulate here. This
accumulation is called illuviation. The B horizon will have less organic matter and more clay
than the A horizon. Together, the A, E, and B horizons are known as the solum. This is where
most of the plant roots grow.
“C” horizon. This horizon is referred to as the substratum. It lacks the properties of the A and
B horizons since it is influenced less by the soil forming processes. It is usually the parent
material of the soil.
Horison “R”. Ini adalah batuan yang mendasari (di bagian bawah) profil tanah, misalnya batu
kapur (limestone), sandstone, atau granit. Posisinya di bawah horison C.
19. Horison O terdiri atas seresah tumbuhan
dan bahan organik mlainnya yang terletak
di permukaan tganah.
Diuntuh dari: step.nn.k12.va.us/science/ES/Earth_Science_PowerPoint/Soils.ppt
HORISON O : LAPISAN ORGANIK
HORISON O :
Horison ini didominasi oleh bahan organik segar dan bahan
organik yang mengalami dkeomposisi partial, seperti
dedaunan, needles, ranting, moss dan lichens, yang
terakumulasi di permukaan tanah; berada di permukaan
tanah mineral atau tanah organik.
Horison O tidak jenuh air dalam periode waktu yang lama.
Fraksi mineral dalam horison ini sangat sedikit, biasanya
kurang dari separuh beratnya.
An O layer may be at the surface of a mineral soil or at
any depth beneath the surface where it is buried.
A horizon formed by illuviation of organic material into
mineral subsoil is not an O horizon, although some
horizons formed in this manner contain much organic
matter.
Sumber: Guidelines for soil description. Fourth edition. FOOD AND
AGRICULTURE ORGANIZATION OF THE UNITED NATIONS. Rome, 2006
20. Lapisan ini biasanya longgar dan remah dengan
kandungan bahan organik yang beragam.
Diuntuh dari: step.nn.k12.va.us/science/ES/Earth_Science_PowerPoint/Soils.ppt
HORISON-A : TOPSOIL
HORISON A :
From Soil Taxonomy:
Mineral horizons which have formed at the surface or
below an O horizon; they exhibit obliteration of all or much
of the original rock structure and show one or both of the
following:
(1) An accumulation of humified organic matter intimately
mixed with the mineral fraction and not dominated by
properties characteristic of E or B horizons (defined
below), or
(2) Properties resulting from cultivation, pasturing, or
similar kinds of disturbance.
Sumber: http://nesoil.com/properties/horizons/sld004.htm
21. Lapisan tanah ini biasanya sangat
produktif.
Lapisan tanah ini harus di
konservasi !
Diuntuh dari: step.nn.k12.va.us/science/ES/Earth_Science_PowerPoint/Soils.ppt
HORISON-A : TOPSOIL
22. Subsoil biasanya warnanya lebih terang,
lebih rapat dan miskin bahan organik.
Diuntuh dari: step.nn.k12.va.us/science/ES/Earth_Science_PowerPoint/Soils.ppt
HORISON-B : SUBSOIL
HORISON B :
B horizons: are commonly referred to as the subsoil. They are a
zone of accumulation where rain water percolating through the soil
has leached material from above and it has precipitated within the B
horizons or the material may have weathered in place. Well drained
soils typically have the brightest color development within the B
horizons.
Kriteria Lapangan:
1. Horison bahwa-permukaan yang terbentuk di bawah horison O,
A dan/atau E dan di atas horison C.
2. In well drained soils, the B horizon is typically a yellowish brown
to strong brown color and is commonly referred to as the subsoil.
3. B - horizons have material (usually iron but also humus, clay,
carbonates, etc.) which has moved into it (Illuviation) they also
have structure development in some pedons.
4. Within New England, B horizons typically extend to a depth of 2
to 3 feet below the surface.
5. Horison A dan B bersama-sama disebut “solum” tanah.
Sumber: http://nesoil.com/properties/horizons/sld007.htm
23. Lapisan ini hampir tidak mengandung bahan
organik, dan terdiri atas batuan induk yang
terlapuk secara parsial.
Diuntuh dari: step.nn.k12.va.us/science/ES/Earth_Science_PowerPoint/Soils.ppt
HORISON-C : TRANSISI
HORISON C :
From Soil Taxonomy:
Horizons or layers, excluding hard bedrock, that are little
affected by pedogenic processes and lack the properties
of O, A, E, or B horizons. Most are mineral layers. The
material of C layers may be either like or unlike the
material from which the solum has presumably formed.
Horison C mungkin telah mengalami
modifikasi, tetapi tidak ada tanda-tanda bukti
proses pedogenesis.
Sumber: http://nesoil.com/properties/horizons/sld009.htm
24. Batuan induk berada di bawah
horison C, berupa batuan yang
belum mengalami pelapukan.
Diuntuh dari: step.nn.k12.va.us/science/ES/Earth_Science_PowerPoint/Soils.ppt
BATUAN INDUK
Parent Material
The original state of the soil. The
relatively unaltered lower material
in soils is often similar to the
material in which the horizons
above have formed.
25. HORIZON TRANSISI
Zone transisi di antara horison-horison utama
AB : A B ; A dominan
BA: A B ; B dominan
AC: A C ; A dominan
EB: E B ; E dominan
Dll …………….
35. Cacing tanah tidak makan vegetasi
hidup tetapi makan bahan organik
mati sisa-sisa hewan atau tanaman.
Bahan organik yang dimakan
kemudian dikeluarkan berupa
agregat-agregat banyak
mengandung unsur hara yang
berguna bagi tanaman.
Cacing memperbaiki tata udara
tanah sehingga infiltrasi air menjadi
lebih baik dan lebih mudah
ditembus akar tanaman.
Kebanyakan cacing hidup di
kedalaman kurang dari 2m.cacing
suka hidup pada tanah-tanah
lembab.
36.
37.
38.
39. Tanah regosol, tanah muda belum mengalami diferensiasi
horizon. Tanah ini bertekstur pasir, berbukit tunggal,
konsistensi lepas-lepas, pH umumnya netral, kesuburan sedang
dan berasal dari bahan induk material vulkanik piroklastis atau
pasir atau pantai. Penyebarannya didaerah lereng vulkanik
muda, di darah beting pantai dan gumuk gumuk pasir pantai.
Persebaran : meliputi pulau Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara
REGOSOL
40. Tanah litosol merupakan tanah yang baru
mengalami perkembangan dan merupakan
tanah yang masih muda. Terbentuk dari
adanya perubahan iklim, topografi dan
adanya vulkanisme.
Karakteristik
Untuk mengembangkan tanah ini harus
dilakukan dengan cara menanam pohon
supaya mendapatkan mineral dan unsur
hara yang cukup. tekstur tanah litosol
bermacam-macam ada yang lembut,
bebatuan bahkan berpasir.
Persebaran
Biasanya terdapat pada daerah yang
memiliki tingkat kecuraman tinggi
seperti di bukit tinggi, nusa tenggara
barat, Jawa tengah, Jawa Barat dan
Sulawesi.
LITOSOL
41. ANDOSOL
Tanah vulkanis adalah tanah yang
berasal dari pelapukan batu-batuan
vulkanis baik dari lava yang telah
membeku maupun dari abu
vulkanis yang telah membeku.
Daerah pembekuan lava tidak
begitu luas bila dibanding dengan
daerah abu vulkanis. Contoh tanah
vulkanis adalah tanah tufa yang
terbentuk dari abu gunung api yang
besifat sangat subur. Tanah tufa
terdapat di Lampung, Palembang
dan Sumatra barat. Ada beberapa
daerah yang terisi abu vulkanis
karena lertusan gunung berapi
misalnya, Bandung, Garut dan
sekitar danau toba. Persebaran :
Sumatera, Jawa, Bali, Lombok,
Halmahera, Nusa Tenggara Barat,
dan Sulawes
42. Tanah kapur adalah tanah
yang berasal dari batuan kapur
dan umumnya terdapat
didaerah pegunungan kapur
berumur tua. Tanah jenis ini
bersifat tidak subur tetapi
masih dapat ditanami pohon
jati, seperti daerah hutan jati
di pegunungan Kendeng, Blora,
Jawa tengah, dan di
pegunungan Sewu, gunung
kidul, Yogakarta.
TANAH KAPUR
43. Tanah grumusol terbentuk dari pelapukan batuan kapur dan tuffa
vulkanik. Kandungan organic di dalamnya rendah karena dari
batuan kapur jadi dapat disimpulkan tanah ini tidak subur dan
tidak cocok untuk ditanami tanaman.
Karakteristik
Tekstur tanahnya kering dan mudah pecah terutama saat musim
kemarau dan memiliki warna hitam. Ph yang dimiliki netral
hingga alkalis. Tanah ini biasanya berada di permukaan yang
tidak lebih dari 300 meter dari permukaan laut dan memiliki
bentuk topografi datar hingga bergelombang. Perubahan suhu
pada daerah yang terdapat tanah grumusol sangat nyata ketika
panas dan hujan.
Persebaran
Persebarannya di Indonesia seperti di Jawa Tengah (Demak,
Jepara, Pati, Rembang), Jawa Timur (Ngawi, Madiun) dan Nusa
Tenggara Timur. Karena teksturnya yang kering maka akan bagus
jika ditanami vegetasi kuat seperti kayu jati.
GRUMUSOL
44. Tanah renzina atau tanah mollisol
adalah tanah yang bahan induknya
berupa batuan basalt, batu kapur,
dan granit. Ciri-ciri tanah renzina
antara lain harus kering, berwarna
cokelat, merah, dan hitam, serta
mengandung bahan organik.
Tanah renzina pada umumnya
banyak dijumpai di daerah yang
beriklim kering di Indonesia bagian
timur, namun di tempat lain juga
dapat di jumpai meskipun tidak
banyak. Tanah renzina banyak di
mamfaatkan untuk menanam
tanaman semusim, misalnya
jagung, kedelai, dan kacang tanah.
Persebaran tanah renzina yang
paling luas
TANAH RENZINA
45. Tanah rendzina berasal daripelapukan batuan kapur dengan
curah hujan yang tinggi. Tanah memiliki kandungan Ca dan Mg
yang cukup tinggi, bersifat basa, berwarna hitam, serta hanya
mengandung sedikit unsur hara. Rendzia banyak terdapat di
Maluku, papua, Aceh, Sulawesi Selatan, Lampung dan
pegunungan kapur di selatan Pulau Jawa. Rendzina digunakan
untuk budidaya tanaman keras semusim dan juga tanaman
palawija.
TANAH RENZINA
46. TANAH ALLUVIAL
Tanah aluvial adalah tanah
yang berasal dari endapan
lumpur yang dibawa aliran
sungai. Tanah jenis ini
bersifat subur sehingga baik
untuk pertanian. Dataran
aluvial yang terluas terdapat
di Sumatra bagian timur,
Jawa bagian utara,
Kalimantan bagian selatan
dan tegah, dan Papua bagian
selatan.
47. Tanah organosol adalah tanah
yang terbentuk dari bahan induk
organik, seperti gambut dan
rumput rawa, pada iklim basah
dengan curah hujan lebih dari
2.500 mm/tahun. Sebagian besar
tanah jenis ini masih tertutup
hutan rawa gambut dan rumput
rawa. Di Indonesia tanah
organosol terdapat didaerah
pasang surut pesisir timur
Sumatra, pantai Kalimantan
bagian barat dan selatan, serta
pantai Papua bagian barat dan
selatan. Tanah organosol yang
terdapat di Jawa, pantai barat
Sumatra, dan pantai timur
Kalimantan merupakn tanah
organosol yang kaya akan unsur
hara.
TANAH ORGANOSOL
48. Tanah humus (bunga tanah)
adalah tanah yang terbentuk
dari tumbuh-tumbuhan yang
telah membusuk. Tanah yang
mengandung humus bersifat
sangat subur dan umumnya
berwarna hitam. Wilayah
persebaran meliputi kawasan
hutan Indonesia.
TANAH HUMUS
49. Terjadi dari batuan induk, batuan pejal,
dan batuan beku akibat erosi
Mempunyai tekstur atau bentuk tanah yang
sangat padat
Mempunyai kandungan organik yang
sangat rendah
Tidak mempuyai kandungan mineral.
Peka terhadap erosi
Mempunyai sifat sangat sulit menyerap air
Biasanya dimanfaatkan untuk infrastuktur
bangunan
Mempunyai suhu yang tinggi
Biasanya terletak di lapisan tanah bagian
bawah
tanah padas merupakan salah satu jenis
tanah yang tidak dimanfaatkan dalam bidang
pertanian seperti kebanyakan tanah lainnya.
Namun tanah padas ini dimanfaatkan dalam
bidang lain yang sama- sama bermanfaat
bagi manusia.
TANAH PADAS
50. Tanah padas bukanlah merupakan suatu jenis tanah yang
terbilang khusus ada di wilayah daerah tertentu. Tanah padas
ini dapat dengan mudah kita temui di hampir seluruh wilayah
Indonesia. Tanah padas dapat kita jumpai di daerah- daerah
dataran tinggi secara merata di Indonesia.
TANAH PADAS
51. Tanah podsolik merah kuning
adalah tanah yang terbentuk
dari pelapukan batuan yang
mengandung kuarsa pada iklim
basah dengan curah hujan
2.500-3.500 mm/tahun. Sifat
tanah podsolik adalah peka
terhadap erosi. Jenis tanah ini
bayak terdapat di Jawa,
Sumatra, Kalimantan, Sulawesi,
Papua, dan Nusa Tenggara. Di
tempat-tempat tersebut tanah
jenis ini, digunakan untuk
perladangan dan perkebunan.
TANAH PODSOLIK
52. Tanah laterit adalah tanah
yang benyak mengandung
zat besi dan aluminium.
Tanah jenis ini tergolong
tanah tua sehingga sudah
tidak subur lagi. Tanah
laterit berwarna merah
muda sehingga disebut juga
tanah merah. Wilayah
persebarannya meliputi
Jakarta, Banten,
Kalimantan Barat, dan
Pacitan.
TANAH LATERIT
53. Terbentuk dari pelapukan batuan sedimen
dan metamorf.
Karakteristik
Ciri-ciri dari tanah latosol adalah
warnanya yang merah hingga kuning,
teksturnya lempung dan memiliki solum
horizon. Persebaran tanah litosol ini
berada di daerah yang memiliki curah
hujan tinggi dan kelembapan yang tinggi
pula serta pada ketinggian berkisar pada
300-1000 meter dari permukaan laut.
Tanah latosol tidak terlalu subur karena
mengandung zat besi dan alumunium.
Persebaran
Persebaran tanah latosol di daerah
Sulawesi, lampung, Kalimantan timur dan
barat, Bali dan Papua.
TANAH LATOSOL
54. Secara garis besar, pembagian kesuburan tanah dapat
dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu :
Tanah muda, tanah ini banyak mengandung zat makan, udara,
dan air. Tanah muda banyak dijumpai dilereng gunung dan
daerah aliran sungai serta berwarna abu-abu.
Tanah tua, tanah ini masih cukup memiliki makanan tetapi
tidak sesubur tanah muda karena sering diapakai pertanian.
Tanah mati, tanah ini terjadi akibat erosi yang terus menerus
sehingga tanah tidak dapat memperbaiki dirinya sendiri.
KLASIFIKASI TANAH BERDASARKAN
KESUBURAN