1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Geologi Struktur merupakan studi mengenai distribusi tiga dimensi tubuh batuan
dan permukaannya yang datar ataupun terlipat, beserta susunan internalnya. Geologi
struktur mencakup bentuk permukaan yang juga dibahas pada studi geomorfologi,
metamorfisme dan geologi rekayasa. Dengan mempelajari struktur tiga dimensi batuan
dan daerah, dapat dibuat kesimpulan mengenai sejarah tektonik, lingkungan geologi
pada masa lampau dan kejadian deformasinya.
Geologi struktur sangat diperlukan dalam berbagai bidang. Umumnya geologi
struktur diperlukan untuk eksplorasi bumi dan meneliti lapisan struktur bumi serta
bagaimana struktur geologi dalam suatu batuan terbentuk, khususnya struktur dan
proses terbentuknya lipatan dan patahan. Selain itu, dengan mempelajari geologi
struktur, kita dapat mengetahui proses kejadian jebakan sumber daya geologi seperti
air, minyak bumi, gas, dan mineral lainnya. Dengan mengetahui jenis struktur yang ada,
seperti lipatan atau sesar, kita dapat mengetahui keadaan bentuk muka bumi dengan
lebih baik.
Adanya praktikum lapang geologi struktur ini untuk mengetahui bentuk dan
struktur geologi khususnya struktur patahan dan lipatan dipermukaan bumi secara
nyata, proses terbentuk dan faktor-faktor yang memengaruhinya sehingga mahasiswa
tidak hanya membayangkan bagaimana proses terbentuknya patahan dan lipatan
dipermukaan bumi, adanya singkapan dan karakteristik suatu batuan, serta proses
terjadinya di alam bebas. Tetapi dapat melihat langsung fenomena pembentukan
patahan, lipatan, batuan, dan lain sebagainya secara nyata. Faktanya teori yang
diperoleh di perkuliahan tidak sama dengan karakteristik bentuk permukaan bumi
maupun karakteristik di alam secara nyata, sehingga perlu adanya pemahaman
dilapangan mengenai faktor-faktor perbedaan yang terjadi di alam dengan teori yang
diajarkan.
2. 2
1.2. Maksud dan Tujuan
Berikut adalah maksud beserta tujuan diadakannya fieldtrip geologi struktur ini :
1.2.1. Maksud
Maksud diselenggarakannya fieldtrip geologi struktur kali ini adalah sebagai suatu
kegiatan untuk meningkatakan pemahaman mahasiswa tentang ilmu geologi struktur
dan sekaligus menjadi pelengkap dalam pendalaman ilmu geologi struktur.
1.2.2. Tujuan
Berikut adalah beberapa tujuan dari dilaksanakannya fieldtrip geologi struktur
kali ini:
1. Mengetahui jenis-jenis struktur geologi pada daerah penelitian.
2. Menganalisa data-data yang didapatkan pada daerah penelitian
3. Mengostruksi/mendesign struktur geologi pada daerah penelitian
1.3. Letak, Waktu, dan Kesampain Daerah
Daerah penelitian bertempat di daerah Mallawa, Kabupaten Maros, Sulawesi
Selatan. Kegiatan ini berlangsung pada tanggal 03 Desember 2016. Alat transportasi
yang digunakan untuk mengunjungi daerah penelitian adalah Bus Teknik Unhas dengan
jarak tempuh sejauh kurang lebih 111 km dan waktu tempuh kurang lebih 2 jam 45
menit dimana perjalanan dimulai dari pukul 08.00 WITA dari Fakultas Teknik Gowa
Unhas.
Gambar 1.1 Lokasi Penelitian
3. 3
1.4. Metode dan Tahapan Penelitian
1.4.1. Metode Penelitian
Pemetaan geologi ini dilakukan dengan metode penelitian geologi permukaan.
Metode ini meliputi kegiatan orientasi lapangan dan pengambilan data lapangan pada
lintasan terbuka. Adapun metode pengambilan data yang dilakukan yaitu pengambilan
data permukaan ini dilakukan secara langsung dilapangan dengan menggunakan alat
bantu dan pengambilan data tanpa menggunakan alat bantu.
1.4.2. Tahapan Penelitian
Untuk mencapai target yang maksmimal dalam kegiatan penelitian dan
penyusunan laporan akhir lapangan maka dilakukan beberapa tahapan sistematis dan
terencana yang terdiri atas:
1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan meliputi kegiatan pendahuluan sebelum melakukan pengambilan
data lapangan dan pemetaan detail.
2. Tahap Penelitian Lapangan
Setelah tahap persiapan telah dilakukan maka, kegiatan selanjutnya yaitu tahap
penelitian lapangan. Tahap penelitian ini juga dibagi ke dalam beberapa metode
pengambilan data yaitu:
1. Pengambilan data dengan cara pencatatan data lapangan. Pengambilan data
dengan cara pencatatan ini yaitu semua data yang dijumpai di lapangan direkam
dengan tulisan dalam buku catatan lapangan, baik data yang dilihat secara
langsung ataupun data yang diperoleh dengan pengukuran.
2. Pengambilan data lapangan dengan alat. Pengambilan data dengan alat ini
meliputi kegiatan pengambilan rekaman gambar singkapan, batuan, kondisi
morfologi dengan menggunakan kamera. Pengukuran data lapangan
menggunakan kompas untuk pengukuran arah kedudukan batuan, pengambilan
contoh batuan dengan menggunakan palu geologi.
3. Tahap Pengolahan Data Lapangan
Tahap pengolahan data ini meliputi tahapan setelah pengambilan data lapangan
dilakukan dimana meliputi pengolahan data struktur meliputi pengolahan data kekar,
kedudukan batuan, data geomorfologi meliputi pengolahan data kelerengan, tipe
genetik sungai, jenis pola aliran, data stratigrafi yang meliputi perhitungan ketebalan
satuan, pembuatan penampang stratigrafi terukur dll.
4. 4
4. Tahap Analisa Data
Setelah tahap pengolahan data dilakukan maka tahap selanjutnya yaitu analisa data
baik data hasil pengolahan dan data analisa lab. Pada tahap inimulai dilakukan
intepretasi terhadap data yang telah diolah, melakukan rekontruksi dan penarikan
kesimpulan berdasarkan data data yang diperoleh.
5. Tahap penyusunan Laporan
Setelah dilakukan pengolahan data, analisa data, interpretasi data dan penarikan
kesimpulan terhadap aspek geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi, sejarah geologi
dan potensi bahan galian, maka dilanjutkan dengan penulisan laporan peneltian yaitu
dimana semua data data yang telah diolah dituangkan dalam bentuk tulisan ilmiah.
1.5. Alat dan Bahan
Alat adalah benda yang digunakan untuk mengerjakan sesuatu yang fungsinya
untuk mempermudah pekerjaan. Sedangkan, bahan adalah benda yang digunakan untuk
dianalisis menggunakan alat yang disiapkan.
1.5.1 Alat
1. Kompas Geologi
Kompas geologi memiliki banyak kegunaan, diantaranya digunakan untuk
mengukur kedudukan suatu unsur struktur geologi, mengukur strike/dip dari
kemiringan lapisan batuan, dan tentunya sebagai penunjuk arah. Arah yang dimaksud
disini adalah arah dari titik tempat pengukuran ketempat yang dibidik atau yang dituju.
Gambar 1 .2 Kompas
5. 5
2. Palu Geologi
Alat yang sangat penting saat melakukan praktek lapangan, baik untuk sampling
maupun untuk membuat fresh surface dari batuan.
3. Meteran
Meteran berfungsi untuk mengukur jarak antar rekahan.
4. Lup
Lup digunakan untuk mengamati suatu mineral atau fosil kecil (mengamati
batuan) dan perbesaran lup yang digunakan adalah sepuluh.
Gambar 1 .3 PaluGeologi
Gambar 1. 4 Meteran
6. 6
Gambar 1.5 Lup
5. Clipboard
Clipboard digunakan sebagai alas ketika menulis.
6. Kamera
Kamera digunakan untuk mendokumentasikan singkapan batuan.
7. Kantong Sampel
Gambar 1 .6 Clipboard
Gambar 1 .7 Kamera
7. 7
Gambar 1.8 Kantong Sampel
1.5.2 Bahan
1. Kertas HVS
Kertas HVS digunakan untuk mencatat data-data yang diperoleh
dilapangan.
2. Batu
Batu digunakan sebagai objek penelitian dilapangan.
1.6. Peneliti Terdahulu
Peneliti-peneliti terdahulu yang hasil penelitiannya digunakan sebagai bahan
acuan antara lain:
Untuk menyimpansampel batuandi lapangan.
Gambar 1 .9 KertasHVS
8. 8
1. Andi Aladin (2009), melakukan penelitian tentang Penentuan Rasio Umum
Optimum Campuran (CPO) Batubara dalam desulfurisasi dan deashing secara
flotasi system kontinyu di Kecamatan Mallawa, Kabupaten Maros.
2 Palloan dan Zyslshal (2009), melakukan penelitian tentang Morfologi dan struktur
geologi kawasan karst Kabupaten Maros.
3. Nurmiaty dan Sumbangan Baja (2012), melakukan penelitian tentang kestabilan
lereng perlapisan batuan di daerah Kabupaten Maros.
4. Pagindhu Yudha Ginting (2013), melakukan penelitian tentang identifikasi
petrografis batugamping daerah Bulu-bulu sebagai reservoir hidrokarbon di
Kecamatan Mallawa.
5. Ahmad Rosyadi, Mahfud, dan Andi Aladin (2005), melakukan penelitian
tentang karakterisasi, desulfurisasi, dan deashing batubara asal Sulawesi
secara flotasi di Kabupaten Maros
6. Rab Sukamto (1982), meneliti dan membuat peta geologi lembar Pangkajenne
dan Soppeng bagian barat, serta tektonik pulau Sulawesi dengan acuan kompleks
tektonik Mallusetasi.
7. J.D Obradovich (1975), meneliti tentang geokronologi vulkanisme lengan selatan
pulau Sulawesi.
8. Warren Hamilton (1979), meneliti tentang perkembangan tektonik Sulawesi.
9. Theo Van Leuwen (1989), meneliti tentang tektonik Sulawesi selatan dengan
acuan daerah Barru
9. 9
BAB II
GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
2.1. Geomorfologi Regional.
Di daerah pada Peta Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat terdapat
dua baris pegunungan yang memanjang hampir sejajar pada arah utarabaratlaut dan
terpisahkan oleh lembah Sungai Walanae. Pegunungan yang barat menempati hampir
setengah luas daerah, melebar di bagian selatan (50 km) dan menyempit di bagian utara
(22 km). Puncak tertingginya 1694 m, sedangkan ketinggian rata-ratanya 1500 m.
Pembentuknya sebagian besar batuan gunungapi. Di lereng barat dan di beberapa
tempat di lereng timur terdapat topografi kars, pencerminan adanya batugamping. Di
antara topografi kars di lereng barat terdapat daerah perbukitan yang dibentuk oleh
batuan Pra-Tersier. Pegunungan ini di baratdaya dibatasi oleh dataran Pangkajene-
Maros yang luas sebagai lanjutan dari daratan di selatannya.
Pegunungan yang di timur relatif lebih sempit dan rendah, dengan puncaknya
rata-rata setinggi 700 meter, dan yang tertinggi 787 m. juga pegunungan ini sebagian
besar berbatuan gunungapi. Bagian selatannya selebar 20 km dan lebih tinggi, tetapi ke
utara menyempit dan merendah, dan akhirnya menunjam ke bawah batas antara
lembah Walanae dan dataran Bone. Bagian utara pegunungan ini bertopografi kars yang
permukaannya sebagian berkerucut. Batasnya di timurlaut adalah dataran bone yang
sangat luas, yang menempati hampir sepertiga bagian timur. (Sukamto, 1982).
Daerah Mallawa yang merupakan daerah penelitian masih termasuk dalam
wilayah lembah Walanae bagian barat, tepatnya dikaki pegunungan Bulupakung. Lokasi
pengambilan sampel sendiri berada pada ketinggian 232 mdpl yang menempati daerah
berelief berbukit bergelombang miring.
3.2. Stratigrafi Regional
Lokasi penelitian terletak pada Daerah Mallawa Kabupaten Maros, Sulawesi
Selatan. Batubara pada daerah penelitian secara regional termasuk pada Formasi
Malawa yang merupakan formasi batuan yang bersusunan batupasir, konglomerat,
batulanau, batulempung, dan napal, dengan sisipan lapisan atau lensa batubara dan
10. 10
batulempung, batupasirnya sebagian besar batupasir kuarsa, adapula yang arkosa,
grewake, dan tufaan, umumnya berwarna kelabu muda dan coklat muda, pada
umumnya bersifat rapuh, kurang padat; konglomeratnya sebagian kompak,
batulempung, batugamping dan napalnya umumnya mengandung moluska yang belum
diperiksa, dan berwarna kelabu muda sampai kelabu tua; batubara berupa lensa setebal
beberapa sentimeter dan berupa lapisan sampai 1,5 m. (Sukamto,1982).
Berdasarkan fosil yang dijumpai pada daerah ini, diperkirakan umur dari formasi
ini adalah Eosen (D.E. Wolcott, USGS, 1973., dalam Sukamto 1982) dengan lingkungan
pengendapan paralis sampai laut dangkal. Tebal formasi ini tidak kurang 400 m,
tertindih selaras oleh batugamping Formasi Tonasa (Temt), dan menindih tak selaras
batuan sedimen Formasi Balangbaru (Kb) dan batuan gunungapi terpropilitkan (Tpv).
(Sukamto,1982).
Berdasarkan hasil penelitian lokal terhadap lokasi penelitian diketahui, bahwa
umur dari batulempung yang tersingkap disekitar lokasi penelitian (Mallawa) adalah
Eosen Tengah dengan lingkungan pengendapan transisi-laut dangkal (Harahap, 2009),
yang berdasarkan kesamaan ciri fisik di lapangan dan letak geografis yang relatif dekat
maka batulempung pada daerah penelitian memiliki kesamaan ciri dengan Formasi
Mallawa, yang terendapkan di lingkungan paralis-laut dangkal dan berumur Eosen.
2.3. Struktur Geologi Regional
Pada Kala Eosen Awal, daerah di barat berupa tepi daratan yang dicirikan oleh
endapan darat serta batubara di dalam Formasi Mallawa, sedangkan di daerah Timur,
berupa cekungan laut dangkal tempat pengendapan batuan klastika bersisipan karbonat
Formasi Salo Kalupang. Pengendapan Formasi Mallawa kemungkinan hanya
berlangsung selama awal Eosen, sedangkan Formasi Salo Kalupang berlangsung sampai
Oligosen Akhir.
Proses tektonik di bagian barat ini berlangsung sampai Miosen Awal, sedangkan
di bagian timur kegiatan gunungapi sudah mulai lagi selama Miosen
Awal, yang diwakili oleh Batuan Gunungapi Kalamiseng dan Soppeng (Tmkv dan Tmsv).
Akhir kegiatan gunungapi Miosen Awal itu diikuti oleh tektonik yang menyebabkan
terjadinya permulaan terban Walanae yang kemudian menjadi cekungan tempat
pembentukan Formasi Walanae. Menurunnya Terban Walanae dibatasi oleh dua sistem
11. 11
sesar normal, yaitu sesar Walanae yang seluruhnya nampak hingga sekarang di sebelah
timur, dan sesar Soppeng yang hanya tersingkap tidak menerus di sebelah barat.
Sesar utama yang berarah utara-baratlaut terjadi sejak Miosen Tengah, dan
tumbuh sampai setelah Pliosen. Perlipatan besar yang berarah hampir sejajar dengan
sesar utama diperkirakan terbentuk sehubungan dengan adanya tekanan mendatar
berarah kira-kira timur-barat sebelum akhir Pliosen. Tekanan ini mengakibatkan pula
adanya sesar sungkup lokal yang menyebabkan batuan praKapur Akhir di daerah
Bantimala ke atas batuan Tersier. Perlipatan dan penyesaran yang relatif lebih kecil di
bagian Lembah Walanae dan di bagian barat pegunungan barat, yang berarah baratlaut-
tenggara dan merencong, kemungkinan besar terjadi oleh gerakan mendatar ke kanan
sepanjang sesar besar.
12. 12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Struktur Geologi
Struktur geologi adalah suatu struktur atau kondisi geologi yang ada di suatu
daerah sebagai akibat dari terjadinya perubahan-perubahan pada batuan oleh proses
tektonik atau proses lainnya. Dengan terjadinya proses tektonik, maka batuan (batuan
beku, batuan sedimen, dan batuan metamorf) maupun kerak bumi akan berubah
susunannya dari keadaannya semula. Bentuk-bentuk permukaan bumi yang tampak
saat ini tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi melalui berbagai proses pembentukan
permukaan bumi yang memaka waktu lama. Perubahan permukaan bumi disebabkan
oleh tenaga geologi yang terdiri atas tenaga endogen (tenaga yang berasal dari dalam
bumi) dan tenaga eksogen (tenaga yang berasal dari luar bumi).
Tenaga endogen sering pula disebut sebagai tenaga tektonik. Tenaga endogen
terdiri atas proses diatropisme (proses struktural yang mengakibatkan terjadinya lipatan
dan patahan) dan vulkanisme (gejala alam yang berhubungan dengan kegiatan gunung
api). Salah satu proses pembentukan bumi yang berasal dari tenaga didalam bumi yakni
proses diatropisme. Diatropisme merupakan proses strutural yang menyebabkan adanya
proses lipatan dan patahan (Ruhimat, dkk.2006).
Pengenalan geologi struktur secara tidak langsung dapat dilakukan melalui cara
sebagai berikut:
1. Pemetaan geologi dengan mengukur strike dan dip
2. Interprestasi peta topografi, yaitu dari kenampakan gejala struktur sungai,
pelurusan morfologi dan garis kontur juga pola garis kontur.
3. Photo udara
4. Pemboran
5. Geofisika, berdasarkan sifat–sifat yang dimiliki oleh batuan, yaitu dengan
metode:
a. Grafity
b. Geoelektrik
c. Seismik
d. Magnetic
13. 13
3.2. Jenis-Jenis Struktur Geologi
Struktur geologi mempunyai beberapa unsur, diantaranya antara lain lipatan,
patahan, kekar, sesar dan ketidakselarasan.
3.2.1 Lipatan
Tenaga endogen berupa tekanan sering terjadi di dalam struktur lapisan-lapisan
batuan pembentuk kulit bumi. apabila tekanan terhadap lapisan batuan ini arahnya
mendatar dan bertumbukan, permukaan bumi akan melipat sehingga lipatan terjadi
karena adanya tekanan horizontal yang berlawanan pada suatu lapisan batuan. Tekanan
tersebut biasanya lemah tetapi berlangsung terus menerus dalam jangka waktu yang
lama. Akibatnya, lapisan batuan menjadi melengkung membentuk suatu lipatan.
(Sugiharyanto, 2007).
Berdasarkan ketegakan posisi sumbu dan bentuk pelipatannya, jens lipatan
dibedakan atas lipatan tegak, lipatan miring, lipatan menggantung, lipatan monoklin,
lipatan rebah yang berubah menjadi sesar sungkup, dan lipatan isoklin.
Gambar 3.1. jenis-jenis lipatan
a. Lipatan tegak
Lipatan tegak yakni lipatan yang mempunyai antiklinal dan
sinklinal dengan letak yang simetrik. Terdapat sumbu lipatan
disampingnya. Lipatan jenis ini terjadi sebagai akibat adanya dua tenaga
yang bertemu degan kekuatan yang seimbang.
b. Lipatan miring
Lipatan miring adalah lipatan yang mempunyai antiklinal agak
miring. Lipatan ini dapat terjadi karena tekanan horizontal dari salah satu
sisi lebih besar dari sisi lainnya.
c. Lipatan menggantung.
Lipatan menggantung yakni lipatan yang mempunyai antiklinal
dan sinklinal yang miring dan lebih miring dibandingkan dengan lipatan
14. 14
miring. Lipatan ini terjadi sebagai akibat dari adanya tekanan horizontal
dari salah satu sisi lebih besar dari sisi lainnya.
d. Lipatan rebah
Lipatan rebah adalah lipatan yang terjadi sebagai akibat dari
adanya tekanan kuat yang mendorong bagian dasar lipatan, sehingga
antiklinalnya rebah. Lipatan ini dapat terjadi akibat adanya gaya
horizontal dari satu arah. Lipatan rebah dapat menjadi patahan atau
sesar sungkup apabila gaya yang bekerja pada lapisan tersebut sangat
kuat dan terus menerus hingga melewati batas elastisitas lapisan batuan
tersebut hingga patah. (Utoyo, 2007)
Gambar 3.2. jenis lipatan. (a). lipatan tegak, (b). lipatan miring, (c). Lipatan
menggantung, (d). Lipatan isoklinal.
Lipatan adalah hasil perubahan bentuk atau volume dari suatu bahan yang
ditunjukkan sebagai lengkungan atau kumpulan dari lengkungan pada unsur garis atau
bidang didalam bahan tersebut. Pada umumnya unsur yang terlibat di dalam lipatan
adalah struktur bidang, misalnya bidang perlapisan atau foliasi. Lipatan merupakan
gejala yang penting, yang mencerminkan sifat dari deformasi terutama, gambaran
geometrinya berhubungan dengan aspek perubahan bentuk (distorsi) dan perputaran
(rotasi). Lipatan terbentuk bilamana unsur yang telah ada sebelumnya berubah menjadi
bentuk bidang lengkung atau garis lengkung.
Berdasarkan bentuk lengkungannya lipatan dapat dibagi dua, yaitu lipatan sinklin
adalah bentuk lipatan yang cekung ke arah atas, sedangkan lipatan antiklin adalah
lipatan yang cembung ke arah atas.
3.2.2. Patahan
Selain menyebabkan bentuk struktural lipatan, proses diatropisme dapat pula
mengakibatkan struktur lapisan-lapisan batuan retak-retak dan patah. Lapisan batuan
yang patah ini mengalami amblesan membentuk lembah patahan dan ada pula yang
15. 15
terangkat membentuk puncak patahan. Puncak patahan dinamakan horst, sedangkan
lembah patahan dinamakan graben (Ruhimat, dkk.2006).
Patahan adalah proses perubahan posisi batuan akibat bekerjanya tenaga
endogen yang menekan struktur batuan keras sehingga antara struktur batuan satu dan
lainnya menjadi patah dan terpisah. Biasanya patahan terjadi karena adanya gaya
endogen yang bergerak dengan cepat dan mengenai struktur batuan yang kurang
elastis. Pada umumnya patahan dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk. Jenis jenis
patahan yakni sebagai berikut :
1) Patahan turun (normal fault)
Patahan yang arah lempeng batuannya mengalami penurunan yang mengikuti
arah gaya berat.
2) Patahan naik (reverse fault)
Patahan naik adalah patahan yang arah lempeng batuannya bergerak naik
berlawanan dengan arah gaya berat.
3) Patahan geser (strike slip fault)
Patahan geser adalah patahan yang arah lempeng batuannya mengalami
pergeseran dan arahnya berlawanan dengan lempeng batuan lainnya (bergerak
horizontal). Patahan ini disebabkan karena adanya 2 gaya yang berbeda dan berlawanan
arah. (Sugiharyanto,2007).
Gambar 3.3. (a). patahan turun, (b). Patahan naik,(c). Patahan geser
Berbagai tipe patahan dapat menyebabkan beragamnya bentuk muka bumi,
seperti graben, horst, dan fault scarp. Lapisan tanah yang lebih rendah dari sisi kiri dan
kanan akibat terjadinya patahan disebut graben. Sedaangkan lapisan tanah yang lebih
tinggi dari sekelilingnya dan terjadi sebagai akibat dari adanya patahan disebut horst.
Fault scarp merupakan diding terjal yang dihasilkan oleh adanya patahan dengan
patahan yang salah satu blok bergerak ke atas. Sedangkan patahan kompleks terjadi
16. 16
akibat bekerjanya tenaga endogen sehingga menghasilkan retakan, patahan naik,
patahan turun, dan patahan geser. Patahan kompleks dapat menyebabkan terjadinya
pegunungan blok. (Noor, 2009).
Gambar 3.4. horst dan graben.
3.2.3. Kekar
Kekar dapat meningkatkan porositas batuan sehingga kandungan fluida di
dalamnya menjadi bertambah. Karena itu, keberadaan kekar sangat diperlukan pada
pembentukan batuan reservoir minyak bumi atau air tanah pada sumur dalam atau
dangkal.
Keberadaan kekar juga sangat membantu sekali untuk mempermudah
penambangan batu untuk bahan bangunan. Dengan adanya kekar pada batuan beku
yang masif maka batuan menjadi lebih mudah di belah-belah sehingga para pekerja
penambang batu beku dapat melakukan pengambilan batu dengan lebih mudah.
Aplikasi struktur geologi dalam tahap eksplorasi sangat bermanfaat untuk
menemukan adanya sumber daya alam yang tersembunyi di dalam perut bumi ini. Dari
struktur lipatan, rekahan, dan patahan dapat ditemukan adanya sumber daya alam yang
dapat bermanfaat untuk keperluan hidup sehari-hari
Dalam dunia pertambangan struktur geologi sangat berpengaruh dalam usaha
pertambangan khususnya dalam tahap eksplorasi dan usaha perencanaan tambang.
3.2.4. Sesar
Sama halnya dengan antiklin, pergeseran pada bidang sesar juga dapat
menghasilkan adanya perangkap minyak bumi. Jebakan minyak bumi, banyak ditemukan
berasosiasi dengan sesar. Agar minyak dapat terperangkap, maka harus ada batuan
yang bertindak sebagai seal seperti batulempung.
17. 17
Daerah mineralisasi yang merupakan jebakan mineral yang bernilai ekonomis
kebanyakan penempati zona sesar, sehingga pencarian jebakan mineral dilakukan di
sepanjang zona sesar. Letak mata air tidak jarang ditemukan pada daerah zona sesar,
sehingga pencarian sumber-sumber mata air tanah perlu pula dilakukan pada daerah
zona sesar.
Zona sesar adalah merupakan zona di kulit bumi yang batuannya hancur,
sehingga batuannya tidak kompak, mudah mengalami geseran/gerakan kalau terjadi
gempa bumi yang kuat. Lokasi pembangunan bendungan untuk waduk hendaknya tidak
direkomendasikan melalui zona sesar tersebut.
Jebakan patahan merupakan patahan yang terhenti pada lapisan batuan.
Jebakan ini terjadi bersama dalam sebuah formasidalam bagian patahan yang bergerak,
kemudian gerakan pada formasi ini berhenti dan pada saat yang bersamaan minyak
bumi mengalami migrasi dan terjebak pada daerah patahan tersebut, lalu sering kali
pada formasi yang impermeabel yang pada satu sisinya berhadapan dengan pergerakan
patahan yang bersifat sarang dan formasiyang permeabel pada sisi yang lain. Kemudian,
minyak bumi bermigrasi pada formasi yang sarang dan permeabel. Minyak dan gas disini
sudah terperangkap karena lapisan tidak dapat ditembus pada daerah jebakan patahan
ini.
Gambar 3.5 Jebakan Patahan dan Jebakan Struktural
3.2.5. Ketidakselarasan
Dalam stratigrafi ada suatu fenomena yang disebut dengan ketidakselarasan
(unconformity). Ketidakselarasan berhubungan dengan sedimentasi antara satu lapisan
batuan dengan batuan lain. Dalam proses sedimentasi, jika sedimentasi normal maka
alur perlapisan batuan akan terlihat normal dan tidak ada perbedaan yang mencolok
tiap lapisan. Akan tetapi kadangkala terdapat kasus dimana sedimentasi hilang pada
18. 18
satu waktu sehingga terjadi ketidakselarasan (unconformity) antara lapisan atas dan
bawah. Ketidakselarasan terdiri atas non-conformity, angular, unconformity,
disconformity, dan paraconformity.
3.3. Analisis/Rekontruksi Struktur Geologi
Analisa struktur geologi dapat dilakukan dengan beberapa tahapan dan cara,
dimulai dengan deskripsi geometri, analisa kinematika, yaitu mempelajari sifat gerak
dan perubahan yang terjadi pada batuan, sampai pada analisa dinamikanya, yaitu
mempelajari pengaruh gaya atau tegasan yang menyebabkan terjadinya deformasipada
batuan. Analisa struktur dapat secara langsung yaitu pengamatan pada singkapan.
Selain analisa yang sifatnya diskriptif geometri, juga kenematikanya, misalnya kekar,
seretan sesar, gores-garis, stilolit, bidang belahan dan sebagainya. Hasil analisa ini
sangat bermanfaat untuk secara langsung dapat memastikan tentang jenis struktur dan
menginterpretasikan sifat gaya atau tegasan yang bekerja pada pembentukan struktur
tersebut. Faktor penyebab sukarnya mencari data dilapangan adalah keadaan singkapan
(soil tebal, vegetasi lebat) dan jangkauan pengamatan yang terbatas. Oleh karena itu
pengamatan bentang alam dan interpretasi foto udara seringkali membantu dalam
analisa struktur.
Penyajian data hasil pengukuran dilapangan dengan metoda statistik. Ada dua
metoda pengelompokan didasarkan banyaknya parameter yang diketahui harga
statistiknya. Metoda statistik dengan satu parameter. Yaitu diagram yang terdiri dari
satu unsur pengukuran, misalnya jurus kekar, arah liniasi struktur sedimen/fragmen
breksi sesar, arah kelurusan gawir sesar dan sebagainya. Jenis diagram metoda ini
meliputi Diagram kipas, roset dan histogram.
Pengamatan tak langsung yaitu melalui peta, citra, penampang, pemboran,
seismik yang kemudian menerapkan konsep/teori yang berlaku untuk sampai pada
interpretasi.
1. Diagram Kipas Tujuannya adalah untuk mengetahui arah kelurusan
umum dari unsur struktur. Sejumlah data table (Pembagian interval
arah, Notasi, Jumlah dan Prosentase) untuk
2. Diagram Rose Diagram ini di sajikan dalam bentuk 1 lingkaran penuh,
penggambarannya sama dengan diagram kipas.
19. 19
3. Histogram Dari tabulasi diagram kipas diperoleh jumlah %tase, sehingga
dalam histogram sumbu horizontal diplotkan arah dari barat ke timur
dengan patokan arah utara ditengah.
3.3.1. Diagram Kontur
Data yang dipakai adalah jurus dan besar kemiringan. Dasar yang dipakai adalah
proyeksi kutub suatu bidang. Diagram kontur dibuat untuk mendapatkan distribusi dan
kerapatan dari hasil pengukuran dalam suatu area lingkaran proyeksi. Data pengukuran
lapangan digambarkan dalam proyeksi kutub, kerapatannya dihitung dengan jaring
penghitung (Kalsbeek Net) setiap jumlah titik dalam bentuk segi enam (enam buah
segitiga), lingkaran. Tahap berikutnya membuat kontur yangsesuai dengan harga
kerapatannya. Jaring yang digunakan untuk proyeksi kutub selain menggunakan
Schmidt net juga dapat menggunakan Polar equal area net.
3.3.2. Analisis Sesar
Sesar adalah struktur rekahan yang telah mengalami pergeseran. Sifat
pergeserannya dapat mendatar, miring,naik dan turun. Didalam mempelajari struktur
sesar disamping geometrinya yaitu bentuk, ukuran, arah dan polanya, yang penting juga
untuk diketahui adalah mekanismenya pergerakannya.
Gejala sesar sering kali disertai dengan gejala struktur yang lain, misalnya kekar,
lipatan, lipatan seretan, breksiasi, milonit dan sebagainya. Hill (1976), mencoba
menyimpulkan bahwa pada setiap gerak sesar terbentuk struktur penyerta akan
mempunyaipola, sehingga dengan mempelajari gejala di sekitar jalur sesar gerak relatif
dari sesar dapat ditentukan. Tjia (1971, Struktur-struktur penyerta sesar berpola dari
tension (gash) fracture (kekar tarik), shear fracture (kekar gerus), dan micro fold
membentuk selang sudut yang mempunyai batasan.
Analisa sesar secara langsung dapat dilakukan apabila data – data unsur struktur
beserta struktur penyertanya, meliputi bidang sesar, gores-garis, arah slip berdasarkan
dragdan atau ofset batuan, maka kita dapat menamakan langsung sesar ini dilapangan.
Analisis Sesar tak langsung, apabila data lapangan belum bisa memastikan
kedudukan bidang sesar, orientasi gores-garis (net slip), maka perlu bantuan proyeksi
kutub dan metode proyeksi steriografi dari data struktur penyerta (orientasi breksi sesar,
shear dan gash frakture, sumbu-sumbu mikro fold), maka kita dapat menentukan
kinematikanya. Contoh diukur sejumlah kekar shear fracture, gash fracture, dan arah
breksiasi.
20. 20
1. Plotkan proyeksi kutub ke dua jenis kekar tersebut pada sebuah kalkir
diatas polar equal area net.
2. Plot harga kerapatan dengan menghitung titik pada segienam dari
Kalsbek accounting net.
3. Buat kontur yang menghubungkan angka data yang sama
4. Hitung prosentase kerapatan, yaitu seperdata x 100 %. Harga tertinggi
dianggap kedudukan umumnya. Kemudian baca kedudukan pada jaring
Polar
5. Plot data kekar dan arah breksiasi diatas wulf net, tentukan kedudukan
net slip.
6. Tentukan jenis sesar.berdasarkan klasifikasi (Rickard, 1972).
3.3.3. Analisis Lipatan
Di dalam analisa lipatan, hubungan sudut antara garis dan bidang dapat
diselesaikan dengan deskripsi geometri. Cara yang lebih pratis adalah dengan
menggunakan jaring steriografi, terutama bila kita berhadapan dengan struktur yang
kompleks. S-pole/Л dan β diagram. Suatu hasil pengukuran kedudukan bidang-bidang
perlapisan di plot pada jaring steriografi. Hasil perpotongan dari proyeksi–proyeksi
tersebut akan mengumpul pada satu titik yang disebut Diagram Beta, yang
menunjukkan kedudukan sumbu lipatan. Apabila diplot kutubkutub dari bidangnya akan
menghasilkan kelompok titik –titik proyeksi yang penyebarannya mengikuti garis
lingkaran besar. Titik-titik proyeksi ini disebut Diagram S-Pole. Dari diagram ini akan
terbaca kedudukan sumbu lipatan dan besar penunjamannya.
Misalnya data kedudukan lapisan dari sayap lipatan, akan ditentukan kedudukan
sumbunya. Data pengukuran:
Hasil analisanya dengan diagram beta maupun
diagram S-pole relatif sama.
1. Diagram beta (β diagram) Gambar stereogram data tersebut diatas
sebagai lingkaran besar. Semua bidang akan berpotongan pada satu titik B yang disebut
dengan beta axis. Maka titik tersebut merupakan stereogram dari sumbu lipatan.
2. Diagram S-Pole Diagram ini juga disebut diagram Pi. Gambar proyeksi
kutub (pole) data diatas sebagai titik, dan melalui titik-titik tersebut dibuat lingkaran
besar (disebut Pi-circle). Maka pole dari Picircle merupakan beta-axis, jadi sebagai
sumbunya.
1. Diagram Beta: Plot bidang 1- 30NE.
21. 21
2. Diagram Pi: Plot Pole (Proyeksi Kutub) dari bidang 1 – 2, buat lingkaran
besar
3. Biseting surface
4. Sudut antara Pole 1 dan Pole 2 (29) Inter Limb
angle adalah termasuk “Tight fold”