adanya Undang-undang No 18 Tahun 2003 Tentang advokat bagian dari penegak hukum maka penegak hukum lainnya dapat bersinergi dengan advokat untuk menegak kan hukum dan keadilan ditengah lapisan masyarakat dan tidak membeda-bedakan posisi jaksa sebagai penuntut umum dan advokat sebagai penasehat hukum terpidana berat sebelah. Bantuan hukum yang diberikan oleh advokat tidak membeda-bedakan etnis, agama, kepercayaan miskin dan kaya dan lain sebagainya untuk memberi bantuan hukum setiap saat.
BENTUK NEGARA ,BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHAN
Peranan advokat kaitanya pemberian bantuan hukum dalam penegakan hukum pidana
1. PERANAN ADVOKAT KAITANNYA PEMBERIAN BANTUAN HUKUM
DALAM PENEGAKAN HUKUM PIDANA
Yahyanto1
A. PENDAHULUAN
Akhir-akhir ini proses penegakan hukum sebagai suatu wacana dalam masyarakat
kembali menjadi topik yang sangat hangat dibicarakan. Berbagai komentar dan pendapat baik
yang berbentuk pandangan ataupun penilaian dari berbagai kalangan masyarakat selalu
menghiasi media massa yang ada di negeri ini. Beberapa hal yang selalu menjadi topik utama
sehubungan dengan proses penegakan hukum tersebut adalah masalah tidak memuaskan atau
bahkan bisa dikatakan buruknya kinerja sistem dan pelayanan peradilan yang dilakukan oleh
aparat penegak hukum, yang disebabkan oleh karena kurangnya pengetahuan dan kemampuan,
atau bahkan kurangnya ketulusan dari mereka yang terlibat dalam sistem peradilan, baik hakim,
kejaksaan, advokat maupun masyarakat pencari keadilan.2
Sekitar tahun 1997 ada seorang ibu yang melempar sepatu ke muka Hakim di
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, ada penonton siding yang mengibas-ngibas uang dalam
perkara retribusi pajak di Pengadilan Negeri Surabaya,ada juga pengacara yang menuding-
nuding ke muka Hakim dan tindakan Walk out selama persidangan, terakhir 2006 ada seorang
terdakwa yang melempar sandal ke muka jaksa, itulah kondisi Pengadilan Negeri kita, lalu apa
yang hendak kita harapkan yang katanya pengadilan adalah tempatnya mencari keadilan.3
Bagaimanapun caruk-maruknya pengadilan di Indonesia, namun tetaplah itu
merupakan akar dari sebuah negara hukum, ia berfungsi sebagai penopang bagi tegaknya dan
suburnya sebuah negara hukum. Bisa dibayangkan jika tanpa akar ini (Pengadilan), bagaimana
jadinya sebuah negara, ia akan hancur, luluh lantah, banyak kejahatan yang tidak teradili.
Advokat sebagai salah satu sub-sistem peradilan itu sudah dengan sendirinya termasuk
yang terkena imbasnya. Kecenderungan untuk melihat masalah penegakan hukum semata-mata
1 Dosen Fakultas Hukum Universitas Sembilanbelas November Kolaka, Sulawesi Tenggara
2 Komisi Hukum Nasional, Administrasi Peradilan,Hal. 1
3 Yesmil Anwar dan Adang, Sistem Peradilan Pidana,Widya Padjadjaran, 2009, Hal. 1
2. hanya karena ada segelintir perilaku oknum yang menyimpang. Oleh karena itu, dewasa ini
banyak ikhtiar yang dilakukan hanya untuk memperbaiki perilaku oknum ini, seperti dalam
bentuk himbauan, instruksi, surat edaran, bahkan ancaman dari masing-masing instansi penegak
hukum terhadap “sesamanya”. Akan tetapi sekalipun begitu, kenyataannya perilaku
menyimpang itu tetap tidak pernah berkurang apalagi berhenti. Salah satu penegak hukum
adalah advokat yang mempunyai peranan besar dalam memperbaiki sistem peradilan, hanya
dalam prakteknya advokat masih di pandang sebelah mata peranannya oleh intansi penegak
hukum lain, peranan advokat dalam memberikan bantuan hukum dalam proses peradilan pidana
adalah suatu prinsip untuk menegak kan negara hukum. Untuk itu makalah ini mengangkat
permasalahan bagaimana peran advokat dalam memberikan bantuan hukum dalam kaitannya
penegakan hukum pidana?
B. Pembahasan
Istilah Sistem Peradilan adanya perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan
untuk membentuk suatu totalitas pengertian. Lebih konkrit lagi, pengertian sistem dalam
mengacu pada aspek-aspek (sudut pandang) Struktur, substansi, dan budaya hukum.4
Dimaksudkan dengan struktur hukum yaitu” kerangka atau rangkanya, bagian yang tetap
bertahan, bagian yang member semacam bentuk dan batasan terhadap keseluruhan” dari
hukum. Sebagai contoh, jumlah dan kelas pengadilan negeri, kelas I atau kelas II, kewenangan
(kompetensi) Hakim atas pemeriksaan perkara dan susunannya: hakim (karir) dan hakim ad
hoc; bagaimana procedural design dari peradilan serta bagaimana hukum acara untuk naik
banding dari pengadilan serta bagaimana hukum acara untuk naik banding dari pengadilan
negeri ke pengadilan tinggi (purna-ajudikasi). Dengan kata lain, “Struktur adalah semacam
sayatan sistem hukum”5. Kemudian, dimaksudkan dengan substansi hukum adalah “ aturan,
norma, dan pola perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu”. Misalnya bagaimana
tempat living law dalam sistem hukum yang dianut dan bagaimana pula direfleksikan dalam
putusan-putusan pengadilan. Substansi hukum juga berarti “produk” yang dihasilkan oleh orang
yang berada didalam sistem hukum itu, seperti keputusan yang dikeluarkan, aturan baru yang
disusun atau BAP penyidik dalam pemeriksaan pendahuluan.
4 Ahmad Ali, Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan,Kencana Prenada, Jakarta, 2009, Hal 204
5 Luhut M.P Pangaribuan , Bunga rampai:Potret Penegakan hukumdi Indonesia:Peradilan dan Penegakan
Hukum dalam PerspektifAdvokat , Komisi Yudisial, 2009, Hal. 329
3. Dimaksudkan dengan budaya hukum ialah “sikap manusia terhadap hukum dan sistem
hukum” seperti kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya terhadap hukum. Budaya
hukum adalah suasanan pikiran sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan,
dihindari atau disalahgunakan. Secara singkat, untuk menggambarkan ketiga unsur hukum itu
adalah dengan mengilustrasikan struktur hukum adalah suatu mesin. Bila struktur adalah mesin
maka substansi hukum adalah apa yang dihasilkan atau dikerjakan oleh mesin itu. Budaya
hukum adalah apa saja atau siapa saja yang memutuskan untuk menghidupkan dan mematikan
mesin itu serta memutuskan bagaimana mesin itu digunakan”6
Penegakan hukum mengacu pada aplikasi sistem peradilan. Dengan kata lain, sistem
peradilan in action. Tetapi suatu penegakan hukum bagaimana pun tidak akan pernah lepas dari
bagaimanakah konsep, model-model yang dianut oleh perundang-undangan itu sendiri termasuk
budaya hukum yang timbul dari proses penegakan hukum. Karena undang-undang tidak
semata-mata kaedah tetapi juga konsep, teori pemikiran dan bahkan lebih jauh lagi filsafat.
Undang-undang dijalankan aparatur ditengah-tengah masyarakat, berbeda dengan common law
dimana hukumnya tidak dituangkan dalam undang-undang tetapi dalam putusan hakim. Oleh
karena itu bagaimanakah konsep teori pemikiran dan filsafat kekuasaan kehakiman kita selain
yang sudah disebutkan dalam konstitusi juga dapat dilihat dari perjalan undang-undang
kekuasaan kehakiman yang sudah pernah ada.
Perjalanan konsep pemikiran kekuasaan kehakiman itu dapat diidentifikasi tempat
profesi advokat dalam sistem peradilan. Profesi advokat sekarang mengacu pada undang-
undang tersendiri yakni undang-undang No 18 tahun 2003 tentang advokat. Undang-undang ini
adalah yang pertama ditempatkan tersendiri. Sebelumnya, ketentuan tentang profesi advokat
berasal dari hukum kolonial dan hanya dalam salah satu bagian dalam undang-undang tentang
kekuasaan kehakiman. Bentuk pengaturan demikian diteruskan kemudian dalam pasal undang-
undang dalam Mahkamah Agung tetapi lebih menekankan pada pengawasanya. Dengan sudah
adanya “UU advokat” semua sub-sistem dalam proses penegakan hukum telah diatur dalam
undang-undang tetapi secara terpisah. Bahwa dengan dibentuknya pengaturan tersendiri maka
6 Ibid. Hal 330
4. satu sisi member kekuatan pada masing-masing sub-sistem itu tetapi disisi lain sinkronisasi
mekanisme sistem menjadi sering berjalan alot bahkan benturan karena fanatisme instansional.7
Pengertian Bantuan Hukum
Bantuan hukum dalam pengertian yang paling luas dapat diartikan sebagai upaya
untuk membantu golongan yang tidak mampu dalam bidang hukum. Menurut Adnan buyung8
upaya ini mempunyai tiga aspek pengawasan terhadap mekanisme untuk menjaga agar aturan
itu ditaati, dan aspek pendidikan masyarakat agar aturan-aturan itu dihayati.
Bantuan hukum menurut Zulaidi berasal dari istilah “Legal Asisstance dan Legal
Aid”9 Legal Aids biasanya digunakan untuk pengertian bantuan hukum dalam arti sempit
berupa pemberian jasa di bidang hukum kepada orang yang terlibat dalam suatu perkara secara
Cuma-Cuma atau gratis bagi mereka yang tidak mampu (miskin). Sedangkan “Legal
Assistance” adalah istilah yang dipergunakan untuk menunjukan pengertian bantuan hukum
kepada mereka yang tidak mampu, yang menggunakan honorium.
Jaksa Agung RI mengartikan bantuan hukum adalah sebagai berikut:10
“…Pembelaan yang diperoleh seorang terdakwa dari seorang penasehat hukum sewaktu
perkaranya diperiksa dalam pemeriksaan pendahuluan atau dalam proses pemeriksaan
perkaranya di muka pengadilan…”
Dari berbagai pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa bantuan hukum adalah
bantuan memberikan jasa untuk memberikan nasehat hukum, bertindak sebagai pendamping
atau kuasa seseorang untuk menyelesaikan masalah yang timbul karena adanya perselisihan
hukum yang menyangkut hak dan kewajiban seseorang baik di luar maupun di muka
pengadilan; bertindak sebagai pendamping dan pembela seseorang yang disangka melakukan
kejahatan perkara pidana.11
7 Ibid. Hal. 331
8 Adnan Buyung Nasution, Bantuan HukumDi Indonesia.LP3ES, Jakarta, 1988, hal. 8-9
9 Yesmil, op.cit. Hal 246
10 Ibid
11 Ibib
5. Bantuan Hukum dalam Proses Peradilan Pidana
Sebelum penyidik melakukan pemeriksaan terhadap seseorang yang disangka
melakukan suatu tindak pidana, maka penyidik wajib memberitahukan kepadanya tentang
haknya untuk mendapat bantuan hukum atau dalam perkara tersebut, tersangka wajib
didampingi oleh advokat. Bahwa dalam hal perkara pidana yang diancam pidana lima tahun
atau lebih; perkara pidana yang diancam pidana mati; wajib mendapatkan bantuan hukum.
Dalam tingkat penyidikan, bantuan hukum diberikan kepada tersangka sebelum
dilakukan pemeriksaan akan haknya untuk mendampingi oleh penasehat hukum selama
dilakukan pemeriksaan, dan berhak memperoleh atau didampingi advokat yanga wajib
disediakan penyidik walaupun tersangka tidak menghendaki.
Hak bantuan hukum bagi tersangka tersebut diatas berlaku juga bagi terdakwa pada
saat atau tahap penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan , bahkan hak tersebut dimiliki oleh
terdakwa samapai dengan terjadinya proses upaya hukum setelah adanya putusan hukum.
Pemberian bantuan hukum dalam proses perkara pidana, adalah merupakan suatu
prinsif negara hukum bahwa pada saat pemeriksaan dan setiap waktu untuk kepentingan
persiapan pembelaan perkaranya.
Yang menjadi tujuan dari pengaturan tentang bantuan hukum dalam perkara pidana
berdasarkan KUHAP ini, secara eksplisit tidaklah ditemukan dalam KUHAP itu sendiri, namun
yang menjadi alasan disusunnya KUHAP ini jelas bahwa secara singkat KUHAP memiliki lima
tujuan sebagai berikut:12
a) Perlindungan atas harkat dan martabat manusia (tersangka atau terdakwa)
b) Perlindungan atas kepentingan hukum dan pemerintahan
c) Kodifikasi dan unifikasi hukum acara pidana
d) Mencapai kesatuan sikap dan tindakan aparat penegak hukum
12 Ibid.
6. e) Mewujudkan hukum acara pidana yang sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945
Advokat Sebagai Penegak Hukum
Secara tidak resmi dan tidak langsung, persepsi publik terhadap penegakan hukum
seperti mafia hukum karena adanya peran advokat13. Sebagai manusia biasa dikatakan hakim
bisa luluh atas pendekatan advokat yang menjalankan profesinya tidak sesuai dengan kode etik,
sumpah jabatan dan perundang-undangan. Bila tidak ada penawaran dari advokat maka
penyidik, penuntut umum dan hakim tidak pernah tergoda. Oleh karena pejabat hukum itu
sudah luluh, akibatnya hukum dan keadilan banyak menjadi komoditas. Dengan demikian atas
dugaan adanya “mafia peradilan “ tersangkanya ialah advokat.
Ada advokat sangat dekat dan informal hubungannya dengan penyidik, penuntut umum
dan hakim memang sudah menjadi “rahasia umum”. Kenyataannya ialah semakin informal
hubungan advokat dengan mereka semakin tinggi pula kemungkinannya menang dalam
perkara. Bahkan ada diantara advokat itu yang berani menjamin kemenangan bagi kliennya
karena faktor hubungannya dengan aparatur penegak hukum itu. Akan tetapi sekalipun
demikian, tetap menjadi pertanyaan apakah penetapan advokat sebagai “tersangka” atas
persepsi negatif publik yang dialamatkan pada peradilan dewasa ini benar dan menyakinkan?.
Penepatan advokat sebagai tersangkanya adalah tidak benar dan menyakinkan dan penetapan
itu adalah merupakan pembenaran belaka jika melihat kewenangan aparatur penegak hukum
dalam sistem peradilan yang bersifat monopolistik atas semua aspek-aspek peradilan.
Dewasa ini agaknya ada kemajuan atas status profesi advokat dimana dalam undang-
undang Advokat dinyatakan bahwa advokat adalah penegak hukum.14 Sebagai penegak hukum
seharusnya sistem member ruang pada advokat dalam sistem peradilan itu. Akan tetapi
kenyataannya sistem peradilan masih tetap monopolistik.Oleh karena itu, kemajuan itu dapat
dikatakan bersifat “bertepuk sebelah tangan” . Status sebagai penegak hukum itu kenyataannya
tidak termaterialisasikan dalam perundang-undang di bidang peradilan secara keseluruhan.
Dengan demikian dapat disimpulkan adanya suatu keadaan yang a-simetris dalam sistem
13 Ibid
14 Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Advokat
7. peradilan dewasa ini sehingga potensial menimbulkan keadaan yang antagonistik dan benturan.
Akibatnya produktivitas sistem dalam bersinergi tetap sulit diharapkan tinggi. Kedudukan baru
profesi advokat ini tidak akan bisa membantu merubah posisi awal yang bersifat negatif itu.
Dalam undang-undang advokat istilah yang digunakan ialah advokat bukan penasihat
hukum atau pengacara atau konsultan hukum lagi. Sebagai penegak hukum, advokat tugasnya
ialah memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan.15 Dengan kedudukan
sebagai penegak hukum maka secara formal advokat telah sama dengan penyidik, penuntut
umum dan hakim. Dengan Undang-undang Advokat, diberi hak pada advokat antara lain (1)
memperoleh informasi, data dan dokumen lainya, baik dari instansi pemerintah maupun pihak
lain yang berkaitan dengan kepentingan menjalankan profesi,16 (2) Atas kerahasian
hubungannya dengan klien,17 (3). Perlindungan atas berkas dan dokumen terhadap penyadapan
atas komunikasi elektronik,18 (4). Bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam
membela perkara di dalam sidang pengadilan dan tidak dapat dituntut baik secara perdata
maupun pidana selama dilakukan dengan itikad baik19. Pada saat yang sama, organisasi advokat
ditentukan sebagai quasi official karena putusannya mempunyai effect civil yakni mengangkat
advokat20 dan memberhentikannya.21 Dengan demikian, dengan kedudukan advokat formal
adalah penegak hukum dan organisasi advokat sebagai quasi official maka kedudukan profesi
disatu sisi telah lebih baik tetapi disisi lain secara materil sesungguhnya belum ada perubahan.
Oleh karena undang-undang advokat itu sebagai bagian sistem peradilan tidak bisa berdiri
sendiri. Kenyataannya, konsep sistem peradilan kita belum pernah berubah sejak zaman
kolonial dimana di dalam sistem itu kekuasaan tetap bersifat absolute dan kekuasaan yang ada
di dalamnya banyak berjalan berdasarkan diskresi.
15 Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Advokat
16 Pasal 17 Undang-undang Advokat
17 Pasal 19 ayat 19 Undang-undang Advokat
18 Pasal 19 ayat (2) Undang-undang Advokat
19 Pasal 14 jis Pasal 15 dan 16 Undang-undang Advokat
20 Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Advokat
21 Pasal 9 ayat (1) jo Pasal 26 ayat (5) Undang-undang Advokat
8. Kendala dalam Pelaksanaan Bantuan Hukum pada Setiap Tingkat Peradilan Pidana
Lembaga Peradilan (Pengadilan) sebagai salah satu bagian dari sistem peradilan pidana
memainkan peranan yang sangat penting. Lembaga peradilan dalam hal ini diberi mandat untuk
mengelola segala permasalahan hukum dari setiap warga negara dalam mencari keadilan.
Selain itu juga lembaga ini menjadi andalan masyarakat dan bahkan menjadi tumpuan
dan harapan terakhir bagi mereka yang mencari keadilan melalui hukum. Pemberian hak
tersangka dalam bentuk bantuan hukum, dalam pemenuhan HAM tersangka atau terdakwa
aparat penegak hukum justru tidak memenuhi kewajiban sebagai prosedur yang ditentukan
dalam KUHAP, maka aspek pengawasan terhadap aparat dimaksud yang menjadi kendala.
Faktor-faktor yang menghambat pemenuhan hak untuk mendapat bantuan hukum
dalam praktik peradilan pidana di Indonesia adalah:22
1. Pandangan masyarakat terhadap advokat bahwa bantuan jasa hukum yang diberikan
advokat merupakan komoditi atau barang mewah yang hanya dapat dijangkau oleh orang
kaya.
2. Ketersediaan advokat sangat terbatas dan hanya ada dikota-kota besar. Hal ini dikarenakan
jumlah kasus yang sedikit menyebabkan keengganan dari advokat untuk menjalankan
profesinya didaerah-daerah terpencil
3. Masih kurangnya jumlah advokat dan kurangnya tenaga advokat yang professional dan
terdakwa sendiri untuk tidak mau didampingi penasehat hukum
4. SDM aparat penegak hukum yang tidak siap kalau harus berhubungan dengan advokat dan
sikap apatis yang menggap advokat yang sudah terkenal pasti tidak mau menangani perkara
prodeo
5. Keterbatasan anggaran dari Departemen Kehakiman dan HAM untuk biaya bantuan hukum
itu sendiri.
Kendala yang lebih utama adalah, kurangnya mekanisme kontrol internal oleh
beberapa kalangan dianggap kurang mampu mengatasi permasalahan penyimpangan dalam
institusi penegak hukum yang ada saat ini. Lemahnya mekanisme kontrol pada tiap-tiap sub
sistem tidak dapat dilepaskan dari ketentuan perundang-undangan yang mendasarinya.
22 Yesmil. op.cit. Hal. 277
9. Selayaknya mekanisme control dimaksudkan untuk memastikan kinerja setiap lembaga dalam
mencapai tujuan organisasi yang telah digariskan. Keprihatinan itu tentu saja tidak semata-mata
terbatas pada persoalan praktisi, hakim, jaksa, lembaga pemasyarakatan akan tetapi meluas
untuk bidang kajian hukum secara umum.
Perlunya adanya control antara institusi yang satu dengan institusi yang lain dan
permasalahan sarana prasarana serta kesejahteraan aparat penegak hukum menjadi salah satu
kendala dalam memperbaiki kualitas penegak hukum di Indonesia. Masalah kesejahteraan para
aparat penegak hukum harus mendapat perhatian. Peningkatan kesejahteraan tersebut dinilai
dapat meningkatnya kinerja aparat hukum dan untuk mengurangi kecenderungan melakukan
kolusi dan korupsi. Masalah kemandirian aparat penegak hukum menjadi salah satu unsur yang
paling penting dalam upaya memberikan pelayanan hukum pada masyarakat.
Apabila ditelaah lebih jauh, kualitas Sumber daya manusia adalah salah satu bidang
yang menjadi pusat perhatian masyarakat perhatian hukum di Indonesia ini. Keprihatinan akan
tersebut, diperparah oleh sistem pengawasan bagi aparat yang sangat lemah menyebabkan
permasalahan kualitas SDM menjadi prioritas pembenahan dalam mewujudkan sistem
peradilan di Indonesia.
Kesimpulan
Dengan adanya Undang-undang No 18 Tahun 2003 Tentang advokat bagian dari penegak
hukum maka penegak hukum lainnya dapat bersinergi dengan advokat untuk menegak kan
hukum dan keadilan ditengah lapisan masyarakat dan tidak membeda-bedakan posisi jaksa
sebagai penuntut umum dan advokat sebagai penasehat hukum terpidana berat sebelah. Bantuan
hukum yang diberikan oleh advokat tidak membeda-bedakan etnis, agama, kepercayaan miskin
dan kaya dan lain sebagainya untuk memberi bantuan hukum setiap saat.
Rasa esprit de corps yang tumbuh di kalangan aparat penegak hukum disebabkan oleh sikap
eksklusifisme yang berdampak dapat menghambat semangat interdependensi sesama lembaga
penegak hukum. Koordinasi antar sesama instansi lembaga penegak hukum merupakan salah
satu elemen pokok dalam sistem peradilan terpadu, agar satu sama lain dapat mendukung dan
memberikan dukungan untuk menapai tujuan-tujuan objektif dari sistem peradilan terpadu
10. tersebut. Untuk mengimbangi kelemahan-kelemahan dalam pengawasan internal, maka
haruslah diberdayakan (empowerment) fungsi pengawasan eksternal sehingga dapat
memperkuat dan mendorong fungsi pengawasan pada umumnya terhadap kinerja dan integras
masing-masing jajaran sebagai sub-sistem dalam proses penyelenggaran peradilan.
11. DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Ali, Menguak Teori Hukumdan Teori Peradilan,Kencana Prenada,Jakarta,2009
Adnan Buyung Nasution, Bantuan Hukum Di Indonesia. LP3ES, Jakarta, 1988
Luhut M.P. Pangaribuan, :Potret Penegakan hukumdi Indonesia: Peradilan dan Penegakan Hukum
dalamPerspektif Advokat,Komisi Yudisial, Jakarta, 2009
Yesmil Anwar dan Adang, Sistem Peradilan Pidana, Widya Padjadjaran, 2009
Makalah/ UU:
Komisi Hukum Nasional, Administrasi Peradilan
Undang-Undang No 18 Tahun 2003 Tentang Advokat