1. HUKUM ACARA PIDANA 1
MAKALAH
MEMAHAMI HUKUM ACARA PIDANA DI INDONESIA
HUKUM ACARA PIDANA
DOSEN:
DR. ALI IMRON, SH.MH
Disusun oleh kelompok 1
1. Ahmad Dhani Syahbilla (211010250341)
2. Aldianzyah Sukmara (211010250304)
3. Alpius Tallu Lembang (211010250384)
4. Azrasyawal (211010250307)
UNIVERSITAS PAMULANG
SEMESTER GENAP
PERIODE 2022 - 2023
2. Memahami Hukum Acara Pidana
Hukum Acara Pidana 1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah dengan judul “Memahami Hukum Acara Pidana di Indonesia” ini dapat tersusun
hingga selesai. Tidak lupa juga kami mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari pihak
yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi nilai tugas dalam Mata Kuliah Hukum
Acara Pidana. Selain itu, pembuatan makalah ini juga bertujuan agar menambah pengetahuan
dan wawasan bagi para pembaca. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman maka
kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini.
Jakarta, 16 September 2023
Tim Penyusun
3. Memahami Hukum Acara Pidana
Hukum Acara Pidana 2
ABSTRAK
Hukum acara pidana adalah bagian penting dari sistem hukum yang berfungsi untuk mengatur
proses peradilan dalam penuntutan dan pengadilan kasus pidana. Makalah ini bertujuan untuk
memberikan pemahaman yang mendalam tentang hukum acara pidana, termasuk sumber-
sumber hukum acara pidana, asas-asas yang digunakan, tahapan-tahapan dalam proses
peradilan pidana, tantangan-tantangan, serta upaya-upaya dalam meningkatan pelaksanaan
hukum acara pidana.
Kata Kunci: Hukum, Pidana, Sistem Peradilan
ABSTRACT
Criminal procedural law is an essential component of the legal system that serves to regulate
the judicial process in the prosecution and trial of criminal cases. This paper aims to provide a
comprehensive understanding of criminal procedural law, including its sources, principles,
stages in the criminal justice process, challenges, and efforts to improve the implementation of
criminal procedural law.
Key Word: Law, Criminal, Judicial System
4. Memahami Hukum Acara Pidana
Hukum Acara Pidana 3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................................1
ABSTRAK...........................................................................................................................................2
DAFTAR ISI .......................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................................4
I.1 Latar Belakang............................................................................................................ 4
I.2 Permasalahan.............................................................................................................. 5
I.3 Tujuan......................................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................6
II.1 Pengertian Hukum Acara Pidana................................................................................ 6
II.2 Asas-Asas Hukum Acara Pidana................................................................................ 8
II.3 Sumber Hukum Acara Pidana ..................................................................................10
II.4 Tujuan dan Fungsi Hukum Acara Pidana.................................................................11
II.5 Tahapan Pelaksanaan Hukum Acara Pidana ............................................................13
II.6 Tantangan dalam Pelaksanaan Hukum Acara Pidana di Indonesia..........................16
II.7 Partisipasi Masyarakat dalam Hukum Acara Pidana................................................17
II.8 Upaya Peningkatan Efektifitas Hukum Acara Pidana ..............................................19
PENUTUP .........................................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................22
5. Memahami Hukum Acara Pidana
Hukum Acara Pidana 4
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Istilah "hukum acara pidana" merupakan terjemahan bebas dari Bahasa Belanda dengan
istilah strafvordering yang berarti hukum tuntutan pidana. Sejarah perkembangan hukum
acara pidana di Indonesia mengalami perjalanan panjang hingga menjadi aturan atau
hukum yang berlaku di Indonesia. Hukum Acara Pidana dimulai dari masa kolonial
Belanda. Namun sebelum masuknya Belanda di Indonesia, sebenarnya telah berlaku
hukum masyarakat yang mengatur keseimbangan dalam masyarakat yang disebut dengan
hukum adat walaupun tidak tertulis dan tidak terkodifikasi.
Setelah datangnya Bangsa Belanda, diperkenalkan asas konkordansi, yang berarti bahwa
hukum yang berlaku di Belanda, berlaku juga bagi negara jajahannya. Butuh waktu
panjang bagi Belanda dalam menyebarkan dan memberlakukan hukum Belanda di
negara-negara jajahannya, termasuk Indonesia.
Pada tanggal 1 Mei 1838, sesuai dengan Staatsblad No. 57 Tahun 1847, Inlandsche
Reglement (IR) dinyatakan mulai berlaku di Jawa dan Madura. IR merupakan penerapan
dari pasal 4 Stbld 23/1947 dan mengatur tentang hukum acara perdata dan pidana. Panitia
Wichers mengambil sebagian besar materi acara pidana dari peraturan yang berlaku pada
saat itu di Mahkamah Agung Belanda. IR mengalami beberapa kali perubahan, namun
yang paling signifikan adalah keluarnya Staatsblad No. 44 Tahun 1941 yang
mengubahnya menjadi Herziene Inlandsche Reglement (HIR). Pada masa pendudukan
Jepang selama 3 tahun, hukum Belanda yang telah berlaku di Indonesia, tetap berlaku
dan hanya beberapa perubahan nama.
Setelah Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia tetap
memberlakukan aturan-aturan hukum Belanda. Pasal 2 Aturan Peralihan UUD 1945
menegaskan pemberlakuan HIR sebagai undang-undang acara pidana pada tata hukum
Republik Indonesia. Perubahan baru dilakukan dengan dikeluarkannya Undang-Undang
No. 7 Tahun 1947 tentang Susunan Kekuasaan Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung,
yang menjelaskan kewenangan Jaksa Agung dalam melakukan pengawasan terhadap
jaksa dan polisi serta mengusut tindak pidana. Inisiatif untuk membentuk sebuah kitab
6. Memahami Hukum Acara Pidana
Hukum Acara Pidana 5
undang-undang acara pidana nasional dimulai oleh Menteri Kehakiman Oemar Seno
Adji yang menyelenggarakan Seminar Hukum Nasional mengenai hukum acara pidana
dan hak-hak asasi manusia di Semarang pada tahun 1968. Inisiatif ini dilanjutkan oleh
penerusnya, Mochtar Kusumaatmadja dan Meodjono. Penyempurnaan rancangan awal
melibatkan organisasi profesi hukum seperti Persatuan Sarjana Hukum Indonesia
(Persahi), Persatuan Advokat Indonesia (Peradin), dan lain-lain.
Pada bulan September 1979, RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana diajukan
ke hadapan Dewan Perwakilan Rakyat. Dipimpin Ketua Komisi III Andi Mochtar, proses
persidangan berlangsung dari bulan November 1979 hingga Mei 1980. RUU tersebut
kemudian disahkan oleh DPR menjadi Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
I.2 Permasalahan
Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam latar belakang di atas, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
a. Pemahaman mahasiswa terhadap penerapan Hukum Acara Pidana di Indonesia.
b. Kendala dalam pelaksanaan Hukum Acara Pidana di Indonesia?
c. Upaya dalam peningkatan pelaksanaan Hukum Acara Pidana di Indonesia?
I.3 Tujuan
Dari rumusan masalah dan latar belakang di atas, memiliki beberapa tujuan yaitu sebagai
berikut:
a. Mahasiswa mengetahui tentang pengertian Hukum Acara Pidana.
b. Untuk mengetahui Asas-asas dan sumber Hukum Acara Pidana.
c. Memahami tantangan dan Upaya dalam pelaksanaan dan peningkatan Hukum Acara
Pidana di Indonesia.
7. Memahami Hukum Acara Pidana
Hukum Acara Pidana 6
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Pengertian Hukum Acara Pidana
Secara singkat dapat dikatakan bahwa hukum acara pidana adalah cabang dari hukum
yang mengatur prosedur dan tata cara pelaksanaan hukum pidana dalam suatu sistem
peradilan. Lebih khusus, hukum acara pidana mengatur proses peradilan yang melibatkan
kasus-kasus pidana, yaitu kasus-kasus yang melibatkan dugaan pelanggaran terhadap
hukum pidana, seperti pencurian, penipuan, kejahatan narkotika, dan tindakan kriminal
lainnya. Yang dimaksud dengan hukum acara pidana yaitu keseluruhan peraturan hukum
yang mengatur bagaimana caranya alat-alat penegak hukum melaksanakan dan
mempertahankan hukum pidana1
Berbicara mengenai pengertian dari hukum acara pidana, banyak ahli mengemukakan
pendapatnya:
a. Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro
Hukum Acara Pidana adalah peraturan yang mengatur tentang bagaimana cara alat-
alat perlengkapan pemerintah melaksanakan tuntutan, memperoleh keputusan
pengadilan, oleh siapa keputusan pengadilan tersebut harus dilaksanakan, jika ada
orang atau kelompok yang melakukan perbuatan pidana
b. Prof. Moelajatno, S.H.
Hukum acara pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu
Negara, yang memberi dasar-dasar dan aturan-aturan yang menentukan dengan cara
dan prosedur macam apa, ancaman pidana yang ada pada sesuatu perbuatan pidana
dapat dilaksanakan apabila ada sangkaan bahwa orang telah melakukan delik
tersebut.
c. Van Bemellen
Hukum Acara Pidana adalah Kumpulan ketetapan hukum yang mengatur negara
terhadap adanya dugaan terjadinya pelanggaran pidana, dan untuk mencari kebenaran
1 Asra Rahmat, Riadi, Hukum Acara Pidana, Pustaka Nasional, 2019
8. Memahami Hukum Acara Pidana
Hukum Acara Pidana 7
melalui alat-alatnya dengan cara diperiksan di pengadilan dan diputus oleh hakim
dengan menjalankan putusan tersebut
d. Van Apeldon
Hukum Acara Pidana adalah peraturan yang mengatur cara bagaimana pemerintah
dapat menjaga keberlangsungan pelaksanaan hukum pidana materiil.
e. MR. S. M. Amin
Hukum acara pidana adalah kumpulan ketentuan-ketentuan dengan tujuan
memberikan pedoman dalam usaha mencari kebenaran dan keadilan bila terjadi
perkosaan atas suatu ketentuan hukum dalam hukum materiil, berarti memberikan
kepada hukum acara ini, suatu hubungan yang “mengabdi” terhadap hukum materiil.
f. Bambang Poernomo
Dalam arti sempit, hukum acara pidana yaitu Kumpulan peraturan tentang proses
pelaksanaan hukum acara pidana, dan dalam arti luasnya yaitu Kumpulan peraturan
pelaksanaan hukum acara pidana ditambah dengan peraturan lain yang berkaitan
dengan itu. Dalam arti sangat luas, ditambah lagi dengan peraturan tentang alternatif
jenis pidana.
g. Simon
Hukum Acara pidana bertugas mengatur cara-cara negara dengan alat
kelengkapannya mempergunakan wewenangnya untuk memidana dan menjatuhkan
pidana.
h. Sudarto
Hukum Acara Pidana adalah aturan-aturan yang memberikan petunjuk apa yang
harus dilakukan oleh para penegak hukum dan pihak-pihak lain yang terlibat di
dalamnya apabila ada perangkaan bahwa hukum pidana dilanggar.
i. Seminar Nasional Pertama Tahun 1963
Hukum Acara Pidana adalah norma hukum berwujud wewenang yang diberikan
kepada negara untuk bertindak adil, apabila ada prasangka bahwasanya hukum
pidana dilanggar.
Hukum pidana dalam arti materiil adalah hukum yang mengatur tentang perumusan dari
kejahatan dan pelanggaran serta syarat-syarat bila seseorang dapat dihukum. Sedangkan
9. Memahami Hukum Acara Pidana
Hukum Acara Pidana 8
hukum formil adalah hukum yang mengatur cara-cara menghukum seseorang yang
melanggar aturan pidana atau merupakan pelaksanaan dari hukum pidana materiil.
Hukum formil merupakan hukum acara pidana, yang dapat juga diartikan bahwa
peraturan-peraturan tentang bagaimana memelihara atau mempertahankan hukum pidana
materiil.
II.2 Asas-Asas Hukum Acara Pidana
Secara umum, asas-asas hukum acara pidana adalah prinsip-prinsip dasar yang mengatur
proses peradilan pidana dalam sistem hukum. Asas-asas ini bertujuan untuk memastikan
bahwa proses peradilan berjalan dengan adil, transparan, dan sesuai dengan prinsip-
prinsip keadilan. Berikut adalah beberapa asas-asas hukum acara pidana yang umumnya
diterapkan di berbagai negara dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan
Asas ini bertujuan untuk memastikan bahwa proses peradilan berlangsung secara
efisien, tanpa penundaan yang berlebihan, biaya yang tidak wajar, atau kompleksitas
yang berlebihan, dan memastikan bahwa proses peradilan pidana dapat diakses oleh
semua orang tanpa diskriminasi dan agar keadilan dapat ditegakkan dengan efisien.
Hal ini sangat penting dalam menjaga hak-hak individu dan memastikan bahwa
hukum ditegakkan secara adil dan efektif. Asas ini dianut dalam KUHAP merupakan
penjabaran UU Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.Peradilan cepat (untuk
menghindari penahanan yang lama sebelum ada putusan hakim, merupakan bagian
dari hak asasi manusia.Begitu pula peradilan yang bebas, jujur dan tidak memihak
yang ditonjolkan dalam UU tersebut.
b. Asas Praduga Tak Bersalah (Presumption of Innocence)
Terdakwa dianggap tidak bersalah sampai terbukti sebaliknya oleh bukti yang kuat
di hadapan pengadilan. Beban pembuktian ada pada pihak penuntut untuk
membuktikan kesalahan terdakwa.
c. Asas Akusatori (Accusatorial)
Proses peradilan pidana biasanya mengikuti prinsip akusatori, di mana pihak-pihak
yang terlibat dalam persidangan adalah pihak-pihak yang memiliki peran aktif dalam
10. Memahami Hukum Acara Pidana
Hukum Acara Pidana 9
membuktikan atau membela diri. Terdakwa dan penuntut memiliki hak untuk
menyampaikan bukti dan argumen mereka.
d. Asas Persamaan di Hadapan Hukum (Equality Before the Law)
Setiap individu memiliki hak untuk diperlakukan sama di mata hukum, tanpa
memandang status, kedudukan sosial, atau latar belakang mereka.
e. Asas Kepentingan Umum (Public Interest)
Proses peradilan pidana bertujuan untuk melindungi kepentingan umum, menjaga
ketertiban masyarakat, dan menegakkan hukum.
f. Asas Terbuka (Openness)
Persidangan pidana harus dilakukan secara terbuka, kecuali jika ada alasan khusus,
seperti untuk melindungi kepentingan umum atau privasi tertentu atau terkait denga
aib seseorang.
g. Asas Kontradiksi (Principle of Confrontation)
Pihak-pihak yang terlibat dalam persidangan memiliki hak untuk menghadapi bukti
dan argumen yang diajukan oleh pihak lawan.
h. Asas Cari Kebenaran (Search for Truth)
Tujuan dari persidangan pidana adalah mencari kebenaran berdasarkan fakta-fakta
yang ada, sehingga keputusan yang diambil oleh pengadilan didasarkan pada fakta
dan hukum yang benar.
i. Asas Larangan Pemaksaan (Prohibition of Coercion)
Tidak boleh ada penyalahgunaan kekuasaan atau pemaksaan fisik atau psikologis
terhadap terdakwa atau saksi selama proses peradilan. Semua proses harus tetap
menjunjung Hak Asasi Manusia.
j. Asas Kepastian Hukum (Legal Certainty)
Hukum acara pidana harus jelas dan dapat dipahami oleh semua pihak yang terlibat
dalam proses peradilan. Semua orang harus memiliki hak yang sama untuk
mengetahui hukum yang berlaku, dan semua orang harus mendapatkan perlakukan
yang sama sesuai dengan aturan yang ada.
11. Memahami Hukum Acara Pidana
Hukum Acara Pidana 10
II.3 Sumber Hukum Acara Pidana
Dalam mempertahankan hukum pidana formil, khususnya beracara di bidang hukum
pidana, tidak terlepas dari sumber-sumber hukum acara pidana yang berlaku. Sumber-
sumber hukum acara pidana tersebut antara lain:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
2. Undang-Undang
a. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 (LNRI Tahun 1981 No. 76) Tentang Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang mulai berlaku 3
Desember 1981.
b. Undang-Undang No. 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum.
c. Undang-Undang No. 5 Tahun 1991 Tentang Kejaksaan.
d. Undang-Undang No. 28 Tahun 1997 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kepolisian RI
e. Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
f. Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat
g. Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman
h. Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 Tentang Mahkamah Agung.
i. Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan
j. Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Pokok Perbankan, khususnya Pasal
37 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
k. Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. UU ini mengatur acara pidana khusus untuk delik korupsi. Kaitannya
dengan KUHAP dalam Pasal 284 KUHAP. UU tersebut dirubah dengan UU
Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
l. Undang-Undang Nomor 5 (PNPS) Tahun 1959 Tentang Wewenang Jaksa
Agung/Jaksa Tentara Agung dan memperberat ancaman hukuman terhadap
tindak pidana tertentu.
m. Undang –Undang Nomor 7 (drt) Tahun 1955 Tentang Pengusutan, Penuntutan,
dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi.
n. Undang-Undang No. 7 Drt. Tahun 1955 Tentang Tindak Pidana Ekonomi.
12. Memahami Hukum Acara Pidana
Hukum Acara Pidana 11
o. Undang-Undang No. 3 Tahun 1971 Tentang Tindak Pidana Korupsi yang
kemudian diubah oleh Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
p. Dan peraturan perundang-undangan lainnya.
3. Keputusan Presiden:
a. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 1967 Tentang
Pemberian Wewenang Kepada Jaksa Agung Melakukan Pengusutan,
Pemeriksaan Pendahuluan Terhadap Mereka Yang Melakukan Tindakan
Penyeludupan;
b. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 228 Tahun 1967 Tentang
Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi;
c. Intruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1974 Tentang Tata Cara
Tindakan Kepolisian terhadap Pimpinan/Anggota DPRD Tingkat II dan II;
d. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1974 Tentang
Organisasi Polri;
e. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 1991 Tentang Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia;
f. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1983 Tentang
Tunjangan Hakim
g. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1983 Tentang
Tunjangan Jaksa.
II.4 Tujuan dan Fungsi Hukum Acara Pidana.
Tujuan Hukum Acara Pidana
Beberapa tujuan dari adanya Hukum Acara Pidana, yaitu:
1. Mencari dan menemukan kebenaran materiil, maksudnya adalah kebenaran yang
selengkap-lengkapnya dan sebenar-benarnya dari suatu perkara pidana melalui
penerapan hukum acara pidana secara tepat, untuk membuktikan bahwa tindak
pidana yang dipersangkakan dan atau telah didakwakan kepada seseorang benar-
benar dilakukan serta membuktikan unsur kesalahan dari tindak pidana tersebut,
yang ditunjang dengan formalitas-formalitas hukum tertentu yang diperiksa dalam
proses persidangan. Berbeda dengan hukum acara perdata, kebenaran yang
13. Memahami Hukum Acara Pidana
Hukum Acara Pidana 12
diutamakan adalah kebenaran formal yaitu kebenaran yang didasarkan pada
formalitas-formalitas hukum.
2. Memperoleh putusan hakim, yaitu putusan yang ditetapkan hakim setelah melalui
proses pemeriksaan ( penyelidikan, penyidikan, penuntutan serta pemeriksaan dalam
persidangan yang bersifat terbuka untuk umum kecuali dalam kasus tindak pidana
kesusilaan terhadap anak proses pemeriksaannya tertutup, walaupun pembacaan
putusan tetap harus terbuka untuk umum). Dalam proses pemeriksaan dan
persidangan tersebut harus diterapkan azas Praduga tak bersalah (Procesrium A
Contrario) sebagaimana ditentukan dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1970 yang menegaskan bahwa: “setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan,
dituntut dan atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah
sebelum adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan
memperoleh kekuatan hukum tetap dan pasti.”
Seseorang yang dipersangkakan dan didakwa telah melakukan suatu tindak pidana
harus diadili menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku dan sesuai
hukum acara yang telah ditetapkan, dengan kata lain, unsur kesalahan dari terdakwa
harus dibuktikan didalam persidangan, karena walaupun tindak pidananya terbukti
tetapi apabila unsur kesalahannya tidak dapat dibuktikan, maka tidak dapat
dijatuhkan sanksi pidana sebagaimana azas dalam hukum pidana yang menyatakan
“Tiada pidana tanpa kesalahan”, untuk perkara demikian maka hakim akan
menjatuhkan putusan berupa putusan bebas (vrijsprak) atau putusan lepas.
3. Melaksanakan putusan hakim, sesuai ketentuan Pasal 1 angka 11 KUHAP, putusan
pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan
terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan
hukum dalam hal menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang tersebut. Pasal
10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menentukan bahwa pemidanaan
terhadap suatu perkara pidana.
Fungsi Hukum Acara Pidana
Fungsi dan Tujuan Hukum Pidana Fungsi Hukum acara Pidana di bagi dua yaitu:
1. Fungsi Represif
14. Memahami Hukum Acara Pidana
Hukum Acara Pidana 13
yaitu Fungsi Hukum acara pidana adalah melaksanakan dan menegakkan hukum
pidana artinya jika ada perbuatan yang tergolong sebagai perbuatan pidana maka
perbuatan tersebut harus diproses agar ketentuan-ketentuan yang terdapat didalam
hukum pidana dapat diterapkan2
.
2. Fungsi Preventif
yaitu fungsi mencegah dan mengurangi tingkat kejahatan. Fungsi ini dapat dilihat
ketika sistem peradilan pidana dapat berjalan dengan baik dan ada kepastian
hukumnya, maka orang akan berhitung atau berpikir kalau akan melakukan tindak
pidana dengan demikian maka dapat ditunjukkan bahwa antara hukum acara pidana
dan hukum pidana adalah pasangan yang tidak dapat dipisahkan dan mempunyai
hubungan yang sangat erat, diibaratkan sebagai dua sisi mata uang3
II.5 Tahapan Pelaksanaan Hukum Acara Pidana
Pelaksanaan hukum acara pidana melibatkan serangkaian tahapan yang harus diikuti
untuk menjalankan proses peradilan pidana secara adil dan sesuai dengan prosedur
hukum. Berikut adalah tahapan-tahapan umum pelaksanaan hukum acara pidana:
1. Penyelidikan
Proses hukum acara pidana pertama adalah penyelidikan. Penyelidikan dilakukan
oleh aparat penegak hukum, seperti kepolisian, untuk mengumpulkan bukti-bukti
yang menunjukkan adanya dugaan tindak pidana. Selama penyelidikan, petugas
penyelidik akan memeriksa tempat kejadian perkara, mengumpulkan keterangan
saksi, dan mengumpulkan barang bukti yang relevan4
.
2. Penangkapan
Proses hukum acara pidana kedua adalah penangkapan. Jika berdasarkan hasil
penyelidikan ditemukan cukup bukti yang menunjukkan kemungkinan terjadinya
tindak pidana dan adanya kebutuhan penahanan, tersangka dapat ditangkap.
Penangkapan dilakukan untuk menjaga ketertiban, mencegah pelarian, atau
melindungi tersangka dari bahaya5
.
2 Modul, Pertemuan 1 Hukum Acara Pidana, Memahami Pengertian, Tujuan dan Fungsi Hukum Acara Pidana, Unpam, 2023
3 Ibid
4 https://fahum.umsu.ac.id/proses-hukum-acara-pidana/
5 Ibid
15. Memahami Hukum Acara Pidana
Hukum Acara Pidana 14
3. Penahanan
Proses hukum acara pidana ketiga adalah penahanan. Jika tersangka ditangkap, ia
dapat ditahan sementara untuk proses selanjutnya. Penahanan ini dilakukan
berdasarkan keputusan hakim atau kebijakan hukum yang berlaku6
.
4. Penyidikan
Proses hukum acara pidana keempat adalah penyidikan. Setelah penangkapan, proses
penyidikan dimulai. Penyidikan dilakukan oleh penyidik atau aparat penegak hukum
yang ditugaskan untuk mengumpulkan bukti-bukti yang lebih mendalam tentang
tindak pidana yang diduga terjadi. Selama penyidikan, tersangka, saksi, dan bukti-
bukti akan diperiksa lebih lanjut untuk mengumpulkan informasi yang diperlukan7
.
5. Penuntutan
Proses hukum acara pidana kelima adalah penuntutan. Setelah penyidikan selesai,
jaksa penuntut umum akan menentukan apakah ada cukup bukti untuk mengajukan
dakwaan terhadap tersangka. Jaksa penuntut umum akan mempertimbangkan
kekuatan bukti dan kesesuaian hukum dalam memutuskan apakah akan menuntut
atau menghentikan perkara8
.
6. Persidangan
Proses hukum acara pidana keenam adalah persidangan. Jika jaksa penuntut umum
memutuskan untuk menuntut, persidangan akan dilakukan di pengadilan.
Persidangan melibatkan para pihak yang terlibat, seperti jaksa penuntut umum,
pengacara pembela, terdakwa, saksi, dan hakim. Selama persidangan, bukti-bukti dan
argumen akan disajikan, dan hakim akan memutuskan apakah terdakwa bersalah atau
tidak bersalah9
.
7. Putusan dan vonis
Proses hukum acara pidana ketujuh adalah putusan dan vonis. Setelah mendengarkan
semua argumen dan bukti yang disajikan selama persidangan, hakim akan
mengeluarkan putusan. Jika terdakwa dinyatakan bersalah, hakim akan memberikan
6 Ibid
7 Ibid
8 Ibid
9 Ibid
16. Memahami Hukum Acara Pidana
Hukum Acara Pidana 15
vonis, yaitu hukuman yang dijatuhkan kepada terdakwa. Vonis dapat berupa
hukuman penjara, denda, hukuman rehabilitasi, atau hukuman lain sesuai dengan
hukum yang berlaku10
.
8. Banding dan Kasasi
Proses hukum acara pidana kedelapan adalah banding dan kasasi. Jika terdakwa atau
jaksa penuntut merasa tidak puas dengan putusan pengadilan, mereka dapat
mengajukan banding atau kasasi ke instansi yang berwenang. Prosedur banding dan
kasasi dimaksudkan untuk memeriksa kembali keputusan pengadilan dan
memastikan bahwa keadilan tercapai11
.
9. Pelaksanaan Hukuman
Proses hukum acara pidana terakhir adalah pelaksanaan hukuman. Jika terdakwa
dinyatakan bersalah dan vonisnya berupa hukuman penjara atau hukuman fisik
lainnya, hukuman tersebut akan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum yang
berlaku12
.
Pemeriksaan di pengadilan/Persidangan meliputi :
a. Dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum
b. Nota Keberatan oleh Tedakwa atau kuasa hukumnya
c. Pembuktian (pemeriksaan saksi/saksi ahli, surat, petunjuk dan
Terdakwa)
d. Tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum
e. Nota Pembelaan/Pledoi oleh Terdakwa atau kuasa hukumnya
f. Replik oleh Jaksa Penuntut Umum
g. Duklik oleh Terdakwa atau kuasa hukumnya
h. Putusan
i. Upaya hukum banding, kasasi, Peninjauan Kembali
10 Ibid
11 Ibid
12 Ibid
17. Memahami Hukum Acara Pidana
Hukum Acara Pidana 16
II.6 Tantangan dalam Pelaksanaan Hukum Acara Pidana di Indonesia
Pelaksanaan hukum acara pidana di Indonesia, seperti di banyak negara lain, dihadapkan
pada sejumlah tantangan yang dapat memengaruhi efektivitas sistem peradilan pidana.
Beberapa tantangan utama dalam pelaksanaan hukum acara pidana di Indonesia meliputi:
1. Keterbatasan Sumber Daya: Sumber daya manusia, keuangan, dan infrastruktur yang
terbatas di beberapa wilayah Indonesia dapat menghambat proses peradilan pidana.
Kurangnya hakim, jaksa, pengacara, dan staf pengadilan dapat menyebabkan
penundaan dalam persidangan dan pemrosesan kasus.
2. Ketidaksetaraan Akses ke Hukum: Masyarakat dengan tingkat pendapatan rendah
atau yang tinggal di daerah terpencil mungkin menghadapi kesulitan dalam
mengakses layanan hukum yang memadai. Ini dapat memengaruhi hak mereka untuk
mendapatkan perlindungan hukum dan akses keadilan.
3. Kapasitas Aparat Hukum: Beberapa kasus melibatkan pelanggaran hukum yang
kompleks, dan kapasitas aparat hukum, seperti penyidik, jaksa, dan pengacara,
mungkin kurang memadai untuk menghadapi kasus-kasus semacam ini.
4. Korupsi dan Kebijakan Kepentingan: Korupsi di dalam sistem peradilan pidana dapat
mengakibatkan keadilan yang terganggu dan kasus-kasus yang diputuskan atas dasar
faktor politik atau kepentingan pribadi.
5. Lambannya Proses Hukum: Beberapa kasus dapat memakan waktu lama untuk
diputuskan, sehingga mengakibatkan penahanan yang berlarut-larut atau penundaan
keadilan. Hal ini dapat merugikan terdakwa yang belum terbukti bersalah atau
mengalami hukuman yang tidak proporsional.
6. Ketidakpastian Hukum: Beberapa undang-undang dan peraturan hukum mungkin
tidak cukup jelas atau memiliki penafsiran yang berbeda, yang dapat mengakibatkan
ketidakpastian hukum dalam proses peradilan. UU ITE misalnya, masih banyak
pasal-pasal yang dianggap sebagai pasal karet, sehingga rentan untuk disalah
gunakan.
18. Memahami Hukum Acara Pidana
Hukum Acara Pidana 17
7. Ketidaksetaraan dalam Perlindungan Hukum: Tidak semua pihak memiliki akses
yang sama terhadap perlindungan hukum. Hal ini bisa terjadi karena faktor ekonomi,
sosial, atau politik yang memengaruhi keadilan dalam sistem peradilan.
8. Pendekatan Restoratif: Mendorong pendekatan yang lebih restoratif dalam
penyelesaian kasus pidana, seperti mediasi atau rekonsiliasi, adalah tantangan dalam
konteks sistem peradilan pidana yang biasanya bersifat retributif.
9. Kondisi Tahanan yang Buruk: Masalah terkait dengan kondisi tahanan dan fasilitas
penjara yang tidak memadai dapat merugikan hak-hak terdakwa dan narapidana.
Dalam banyak kasus, lapas yang ada di Indonesia banyak yang dikatakan tidak layak
dan tidak manusiawi. Misalnya penghuni lapas yang melebihi kapasitas.
10. Pemberantasan Kejahatan Transnasional: Kejahatan lintas batas, seperti perdagangan
narkoba dan kejahatan siber, menimbulkan tantangan ekstra dalam penegakan hukum
dan penyelesaian kasus pidana.
Pemerintah Indonesia telah berupaya untuk mengatasi sebagian besar tantangan ini
dengan reformasi hukum dan peradilan, serta perbaikan infrastruktur dan kapasitas aparat
hukum. Namun, masih ada pekerjaan yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa
sistem peradilan pidana berfungsi dengan baik dan memberikan akses keadilan yang adil
bagi semua warga negara.
II.7 Partisipasi Masyarakat dalam Hukum Acara Pidana
Partisipasi masyarakat dalam hukum acara pidana adalah konsep di mana masyarakat
atau individu-individu yang terpengaruh oleh proses peradilan pidana atau sistem
peradilan pidana secara aktif terlibat dalam proses tersebut. Partisipasi masyarakat dapat
memainkan peran yang penting dalam menjaga keadilan, transparansi, dan akuntabilitas
dalam sistem peradilan pidana. Berikut adalah beberapa bentuk partisipasi masyarakat
dalam hukum acara pidana:
1. Pelapor dan Saksi: Masyarakat dapat berperan sebagai pelapor tindak pidana atau
saksi yang memberikan bukti dan kesaksian dalam proses peradilan pidana.
Keterlibatan mereka dalam memberikan informasi yang akurat dan kerjasama dengan
penyidik penting untuk menegakkan hukum.
19. Memahami Hukum Acara Pidana
Hukum Acara Pidana 18
2. Kesaksian Ahli: Ahli dari berbagai bidang, seperti forensik, psikologi, atau ilmu
sosial, sering diundang untuk memberikan kesaksian ahli dalam persidangan pidana.
Kesaksian ahli ini dapat membantu hakim memahami aspek-aspek teknis atau ilmiah
dari suatu kasus.
3. Bantuan Hukum: Individu yang terdakwa dalam kasus pidana berhak mendapatkan
bantuan hukum atau pengacara. Pengacara ini akan membantu mereka memahami
hak-hak mereka dan memberikan pertahanan yang kuat.
4. Mediasi atau Rekonsiliasi: Dalam beberapa kasus, masyarakat dapat mengambil
peran dalam proses mediasi atau rekonsiliasi antara pelaku tindak pidana dan korban.
Pendekatan ini bertujuan untuk mencapai penyelesaian damai tanpa melalui
persidangan yang panjang.
5. Pengawasan Terhadap Penegakan Hukum: Organisasi-organisasi masyarakat sipil,
LSM, dan media dapat berperan dalam mengawasi penegakan hukum, melaporkan
penyalahgunaan kekuasaan, dan memastikan bahwa penegakan hukum dilakukan
dengan integritas dan transparansi. Selain melalui organisasi-organisasi, secara
individu, Masyarakat juga dapat mengontrol penegakan hukum yang saat ini dikenal
dengan istilah viral. Dalam artian Masyarakat dapat menggunakan kecanggihan
internet untuk menyuarakan hal-hal yang dianggap tidak sesuai.
6. Pelatihan dan Kesadaran Hukum: Program-program pelatihan dan pendidikan hukum
dapat membantu masyarakat memahami hak-hak mereka dan bagaimana berinteraksi
dengan sistem peradilan pidana.
7. Pengaruh dalam Kebijakan Hukum: Masyarakat dapat memengaruhi perubahan
dalam kebijakan hukum dan legislasi melalui kampanye, advokasi, atau partisipasi
dalam proses legislasi.
Partisipasi masyarakat dalam hukum acara pidana penting untuk menjaga keseimbangan
antara perlindungan hak individu, penerapan hukum yang adil, dan pertanggungjawaban
pemerintah. Hal ini juga memastikan bahwa sistem peradilan pidana berfungsi dalam
kepentingan masyarakat secara keseluruhan.
20. Memahami Hukum Acara Pidana
Hukum Acara Pidana 19
II.8 Upaya Peningkatan Efektifitas Hukum Acara Pidana
Peningkatan efektivitas hukum acara pidana adalah tujuan penting dalam memastikan
bahwa sistem peradilan pidana berfungsi dengan baik, adil, dan efisien. Berbagai upaya
dapat dilakukan untuk mencapai hal ini. Berikut adalah beberapa upaya yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan efektivitas hukum acara pidana:
1. Reformasi Hukum dan Peraturan: Melakukan evaluasi menyeluruh terhadap undang-
undang dan peraturan hukum acara pidana untuk memastikan bahwa mereka sesuai
dengan standar internasional dan memadai dalam menangani tindak pidana yang
kompleks.
2. Pelatihan dan Peningkatan Kapasitas: Melakukan pelatihan berkelanjutan untuk
hakim, jaksa, pengacara, polisi, dan staf peradilan lainnya agar mereka memahami
dengan baik hukum acara pidana dan memiliki keterampilan yang diperlukan dalam
penanganan kasus pidana.
3. Pemberantasan Korupsi: Mengambil langkah-langkah tegas untuk mencegah korupsi
dalam sistem peradilan pidana, termasuk melalui penegakan etika dan peraturan yang
ketat untuk para profesional hukum. Walaupun sampai dengan saat ini, sudah
menjadi rahasia umum bahwa praktek seperti ini masih berlaku dalam sistem
peradilan yang ada di Indonesia.
4. Penggunaan Teknologi Informasi: Mengadopsi teknologi informasi dan perangkat
lunak yang canggih untuk mengelola data dan dokumen, mempercepat proses
peradilan, dan memungkinkan pengadilan untuk beroperasi lebih efisien.
5. Pengurangan Beban Kerja Pengadilan: Meninjau dan meningkatkan manajemen
beban kerja pengadilan untuk menghindari penumpukan kasus dan penundaan dalam
persidangan.
6. Penggunaan Alternatif Penyelesaian Sengketa di luar litigasi: Mendorong
penggunaan alternatif penyelesaian sengketa di luar litigasi, seperti mediasi atau
arbitrase, untuk menyelesaikan kasus-kasus yang dapat diselesaikan di luar
pengadilan, yang dapat menghemat waktu dan biaya.
7. Peningkatan Akses Terhadap Bantuan Hukum: Memastikan bahwa semua individu,
terutama yang kurang mampu, memiliki akses yang memadai ke bantuan hukum dan
pengacara. Dalam banyak kasus, masyarakat yang kurang mampu dan terbatas akses
21. Memahami Hukum Acara Pidana
Hukum Acara Pidana 20
8. Peningkatan Transparansi: Memastikan bahwa proses peradilan pidana transparan,
termasuk akses publik yang lebih besar ke persidangan dan keputusan pengadilan.
9. Evaluasi dan Pelaporan Kinerja: Melakukan evaluasi rutin tentang kinerja sistem
peradilan pidana dan menerbitkan laporan kinerja yang dapat digunakan untuk
perbaikan lebih lanjut.
10. Partisipasi Masyarakat: Melibatkan masyarakat dalam proses peradilan pidana
melalui berbagai cara, seperti mendengarkan masukan mereka, mengorganisir dialog
publik, dan menggalakkan partisipasi aktif dalam pemberantasan kejahatan.
11. Pengembangan Sistem Hukum Restoratif: Mempromosikan penggunaan pendekatan
restoratif dalam menyelesaikan beberapa jenis kasus pidana, yang berfokus pada
pemulihan pelaku, korban, dan masyarakat.
12. Kolaborasi antara Lembaga Penegak Hukum: Meningkatkan kerja sama antara
lembaga penegak hukum, seperti polisi, jaksa, dan pengadilan, untuk meningkatkan
aliran informasi dan koordinasi dalam menangani kasus pidana.
Peningkatan efektivitas hukum acara pidana memerlukan komitmen dari berbagai pihak,
termasuk pemerintah, lembaga peradilan, dan masyarakat sipil. Upaya-upaya ini harus
selalu diarahkan pada menciptakan sistem peradilan pidana yang lebih adil, efisien, dan
responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
22. Memahami Hukum Acara Pidana
Hukum Acara Pidana 21
PENUTUP
Kesimpulan
Hukum Acara Pidana di Indonesia adalah topik yang luas dan kompleks. Namun, berikut
adalah beberapa kesimpulan yang mungkin dapat diambil dari makalah tersebut:
1. Hukum Acara Pidana di Indonesia memiliki landasan hukum yang kuat, dengan UU
No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana sebagai payung hukum utama.
2. Hukum Acara Pidana adalah bagian penting dalam sistem hukum pidana Indonesia,
untuk mengatur prosedur hukum yang harus diikuti dalam penuntutan dan pengadilan
kasus-kasus pidana.
3. Hukum Acara Pidana Indonesia mencakup berbagai aturan dan prosedur yang harus
diikuti mulai dari tahap penyelidikan, penuntutan, persidangan, hingga eksekusi
putusan.
4. Ada prosedur dan mekanisme khusus untuk berbagai jenis tindak pidana, seperti kasus
korupsi, narkotika, dan terorisme. Ini mencerminkan kompleksitas sistem hukum
pidana Indonesia.
5. Reformasi dalam Hukum Acara Pidana terus berlanjut untuk memperbaiki sistem
hukum pidana Indonesia, termasuk upaya untuk meningkatkan akses keadilan,
mempercepat proses hukum, dan mengatasi isu-isu seperti overkriminalisasi dan
kelebihan penahanan.
6. Hukum Acara Pidana di Indonesia juga dipengaruhi oleh perkembangan teknologi dan
globalisasi, yang mempengaruhi bagaimana bukti dan informasi dikumpulkan dan
digunakan dalam kasus pidana.
Saran
1. Perlu terus dilakukan peningkatan dalam hukum acara pidana di Indonesia, baik dari
segi regulasi Maupun dari sisi sumber daya manusia.
2. Perkembangan teknologi yang semakin maju menyebabkan suatu keniscayaan untuk
kolaborasi antara hukum dan teknologi. Teknologi harus semakin diberikan ruang
dalam pelaksanaan hukum acara pidana ke depannya.
.
23. Memahami Hukum Acara Pidana
Hukum Acara Pidana 22
DAFTAR PUSTAKA
Asra Rahmat, Riadi, Hukum Acara Pidana, Pustaka Nasional, 2019
https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_acara_pidana_Indonesia#:~:text=Hukum%20Acara
%20Pidana.-,Tahapan,yang%20dikemukakan%20oleh%20van%20Bemmelen.
https://fahum.umsu.ac.id/proses-hukum-acara-pidana/
Modul, Memahami Pengertian Tujuan dan Fungsi Hukum Acara Pidana, Pertemuan 1 Hukum
Acara Perdata, Universitas Pamulang, 2023.
Modul, Memahami Pengertian Sejarah Hukum Acara Pidana, Pertemuan 2 Hukum Acara
Perdata, Universitas Pamulang, 2023.
Modul, Memahami Asas Dan Sumber Hukum Acara Pidana, Pertemuan 3. Hukum Acara
Perdata, Universitas Pamulang, 2023.