1. Moral dan Pendidikan Nasional
1. Pengorbanan/ Kepahlawanan dan Moral
Pengorbanan melahirkan moral dan akhlak terpuji. Berkorban merupakan manifestasi dari
akhlak yang luhur. Pengorbanan tersebut tidak memiliki batas tertentu kecuali tercapai nya
tujuan. Dan karna itu sang pahlawan yg berkorban tidak untuk menuntut sesuatu untuk dirinya,
tetapi dia member apa saja walau jiwa dan raga sekalipun sampai tujuan tercapai atau yg
dimiliki telah habis terpakai.
Bahwa tanpa pengorbanan akhlak tidak dapat tegak dan tanpa akhlak , masyarakat tidak
akan dapat menjalankan fungsunya secara baik.
Dengan demikian, tanpa kebersamaan dan kesediaan bekorban, tanpa akhlak dan budi luhur,
kita tidak dapat keluar dari krisis multi dimensi yg kita alami.
Tidak tepat pandangan yg menyatakan bahwa perkembangan satu masyarakat ditentukan oleh
factor-faktor kemajuan ekonominya, tetapi kemajuannya sebenarnya lebih banyak di tentukan
oleh jalinan hubungan harmonis antar anggota masyarakatnya, jalinan harmonis yg lahir dari
kesediaan pengorbanan sedikit atau banyak dari hak-haknya.
Di atas telah di kemukakan bahwa akhlak luhur atau moral lahir dari kesediaan bekorban
sedangkan kesediaan berkorban adalah manifestasi dari akhlak yg luhur.
Kesediaan itu lah yg melahirkan kebersamaan dan hubungan yg harmonis.
Sebagaimana terbukti bahwa nilai-nilai moral merupakn unsure yg sangat menentukan guna
terjalinnya hubungan yg harmonis yg melahirkan kerjasama dalam mencapai tujuan bersama.
2. 2. Menyemai Jati Diri Dan Moral Bangsa
Dalam konteks membangun moral bangsa, maka nilai-nilai dimaksud
harus “disepakati dan di hayati bersama”.
Disepakati, karna kalau setiap orang diberi kebebasan maka seorang
perampok, misalnya , akan menilai bahwa mengambil hak orang lain
adalah tujuan, dan kekuatan adalah tolok ukur hubungan antar
masyarakat.
Ini akan merugikan masyarakat dan akhirnya merugikan diri sendiri.
Tapi disisi lain jika tidak memberikan kesempatan untuk memilih maka
ketika itu kita telah menjadikannya bagaikan mesin, bukan manusia yang
memiliki kehendak,tanggung jawab,dan cita-cita.
Manusia harus memiliki pilihan,tapi pilihan tersebut bukan pilihan orang
per orang secara individu,tapi pilihan mereka secara kolektif.
Dari sini, setiap masyarakat secara kolektif-bebas memilih pandangan
hidup dan tolok ukur moral nya. Dan itulah yang dinamakan “jati diri
bangsa”.
Dihayati,karena hanya dengan penghayatan, nilai dapat berfungsi dalam
kehidupan.
Pancasila yang merupakan pandangan hidup bansa Indonesia merupakan
jati diri bangsa ini. Ia adalah pilihan sejak dulu sampai sekarang,dan
masih kita nilai baik dan benar.
Power, (kekuatan),masyarakat yang pandangan hidup nya adalah
ketuhanan yang maha esa tidak dapat dikatakan kekuatan sebagai tolok
ukur akhlak mulia,karena tuhan yang maha esa itu tidak buat mereka
kuat,tapi juga adalah tuhan yang buat mereka lemah.
3. 3. Pendidikan Dan Moral Yang Manusiawi
Manusia adalah makhluk bidimensional (dua-dimensi).
Dia tercipta dari tanah dan ruh ilahi. Manusia, dapat di ibaratkan dengan air
yg terdiri dari kadar-kadar tertentu dari hydrogen dan oksigen, gabungan
keduanya menghasilkan air. Jika salah satu unsure tersebut berlebih atau
berekurang maka tidak akan ada air. Demikian juga manusia, jika hanya
unsure ilahi saja yg diperhatikan maka dia bukan manusia, mungkin dia
menjadi seperti malaikat, dan jika unsure jasmaniah saja, maka ketika itu dia
menjadi binatang.
Pendidikan dam moral yang manusiawi sangat mengaitkan antara jati diri
dengan akhlak. Filosof ini menegaskan bahwa setiap sifat dan tindakan yang
sesuai dengan jati diri, maka sifat dan tindakan itu terpuji demikian juga
sebaliknya.
Filosof ini menggaris bawahi bahwa akhlak terpuji bukanlah sekedar
berkumpulnya kesempurnaan dari bagian-bagian tubuh seseorang, seperti
sehatnya mata, telinga, jantung, atau paru-paru, yakni dari sisi jasmaniah
saja, tapi juga berfungsinya anggota tubuh itu sesuai dengan penciptaan
manusia sebagaimana yang di kehendaki tuhan.
Menurut ibnu Maskawih kesempurnaan manusia terbagi dua hal pokok yaitu:
1. Potensi pengetahuan , yang dengannya dia aktualkan sehingga dapat
meraih aneka ilmi yg ma’rifah.
2. Potensi amaliah, yang tercemin pada pengaturan yang baik menyangkut
tata cara kehidupan pribadi masyarakat, terlihat bahwa akhlak bermula
dari prinsip umum yg digali dari jati diri manusia. Karna manusia adalah
ciptaan Allah, maka tolok ukur yang harus digunakan patron manusia
yang di kehendaki oleh Allah sebagaimana disampaikannya melalui
wahyu kepada nabi-nabinya dan yang di tampilkan contoh sosialisasinya
melalui keteladanan rasul-rasulnya.
4. Dari sini, moral yang manusiawi adalah pengejawataan sifat-sifat tuhan
itu dalam tingkah laku manusia.
Pendidikan yang manusiawi haruslah memanusiakan manusia .
Salah satu kekeliruan kita dewasa ini dalam mendidik adalah melakukuan
pemisahan antara dimensi jasadiah manusia dan dimensi ruhaniahnya,
sehingga lahir manusia yg terpecah kepribadiannya.
Misalnya universitas, hanya di anggap sebagai tempat mengajarkan
pengetahuan universal,objek nya bersifat ilmiah(bukan moral) tujuan nya
lebih banyak merinci pengetahuan,padahal lembaga ini mesti nya ikut
berperan aktif dalam membina manusia seutuhnya. Lembaga pendidikan
semestinya di warnai oleh dua hal pokok :
1. Kedalaman ilmu dan pengembangan nya secara terus menerus. Ini lahir
dari mantap nya mental ilmu yang menghiasi jiwa seluruh anggota
lembaga pendidikan.
2. Kemantapan keyakinan, keluhuran moral, dan ketekunan beragama,
dari seluruh civita akademika,dan ini mengatar kepada kemenyatuan
ilmu dan amal, perilaku dan moral.
Problem yang kita hadapi dalam bidang pendidikan menjadi
berganda.
1. Menghadapi ego individu agar dapat terkendali sesuai dengan jati
diri bangsa, yakni nilai-nilai yang di anut masyarakat.
2. Menghadapi masyarakat yang mengakui kebenaran dan keluhuran
nilai-nilai itu, tapi dalam keseharian jauh dari nya, serta tidak
mampu merekat nilai-nilai itu sampai mendarah daging dan
membudaya pada diri nya.