2. "Dokumenter yang bagus, harus memperlihatkan
kekuatannya, dalam membuat kehidupan sehari-
hari menjadi dramatik, dan masalah yang ada
menjadi suatu puisi"
Grierson. (Suer; hal.41)
3. Pada prinsipnya ada 4 tahapan dalam penulisan:
• Melakukan Riset lalu menulis transkrip hasil riset
• Menulis Sinopsis sebagai pencetusan ide dasar
• Menulis Treatment sebagai rancangan cerita
• Menulis Skenario setelah hasil riset diperiksa ulang. Kadang
skenario di tulis saat memasuki tahap paska produksi
(editing).
4. Sinopsis
Merupakan tulisan rangkuman yang ringkas, untuk
menjelaskan isi penuturan yang akan diketengahkan
secara garis besarnya saja. Sekaligus menjelaskan
permasalahan yang ingin diungkap sebagai tujuan
utama. Fokus dan penjelasan dalam sinopsis harus
jelas, agar bila nanti meningkat penjabarannya dalam
penulisan treatment, alur cerita menjadi lancar dan
mudah dimengerti berdasarkan logika.
5. Treatment
Penulisan treatment untuk produksi dokumenter
memiliki fungsi penting. Fungsi treatment tak hanya
menuliskan tentang urutan adegan (scene) dan shot
saja, tetapi harus ditulis secara kongrit keseluruhan isi
yang berkaitan dengan judul dan tema, sehingga
merupakan The Treatment of The Story.
6. Umumnya untuk memulai perekaman gambar
(shooting), sutradara cukup mengacu pada treatment,
karena selain penulisan skenario memakan waktu lama,
juga dianggap dapat mengekang kebebasan kreativitas.
Karena seorang sutradara dan penata kamera harus
selalu siap dan peka terhadap adegan-adegan tak
terduga (spontan) yang terjadi saat perekaman gambar.
7. Skenario baru ditulis pada saat memasuki tahap proses
paska produksi untuk kebutuhan editor. Akan tetapi
pada beberapa bentuk penuturan dokumenter,
perekaman gambar harus mengacu pada isi skenario,
seperti dokumenter sejarah, film pendidikan dan
instruksional, atau dokumenter yang merupakan film
kompilasi dengan menggunakan sejumlah footage.
Bentuk penuturan potret/biografi juga sering
berpatokan pada scenario
8. Penulisan treatment harus di jelaskan mengenai apa
yang akan diketengahkan dalam dokumenter tersebut.
Penempatan narasi/komentar, khususnya pada adegan
dimana visual tidak mampu, menyampaikan informasi
yang dibutuhkan penonton, harus diinformasikan di
dalam treatment. Apabila ada wawancara, maka dalam
treatment perlu pula dijelaskan, meskipun isi
wawancara tidak perlu ditulis. Selain itu sebuah
treatment juga sudah memberikan alur cerita jelas,
serta atmosfir bagi penataan suara yang diperlukan.
9. Skenario
Pada prinsipnya skenario berfungsi sebagai panutan, penentuan,
pembatasan dan gambaran pra-visual. Penulisan dokumenter
kadang memerlukan suatu proses panjang sebagai tahapan kerja
dalam pra produksi. Penggunaan skenario kongkrit pada film fiksi
mutlak diperlukan. Dokumenter juga membutuhkan skenario,
tetapi kemutlakannya tak sama seperti tahapan kerja film fiksi.
Fungsi serta arti Treatment dan Skenario dapat dibedakan.
Treatment berfungsi memberikan gambaran mengenai apa yang
akan diketengahkan, sedangkan Skenario menjadi gambaran
kongkrit mengenai bagaimana film tersebut akan diketengahkan
(dikemas).
10. Struktur
Secara umum dalam menulis skenario dikenal 3 tahap
struktur klasik/konvensional:
• Bagian awal: merupakan sketsa dari isi cerita,
pengenalan para tokoh, waktu kejadian dan lokasi
kejadian.
• Bagian tengah: proses adanya konflik, serta ketegangan
peristiwa
• Bagian akhir: penutup, konklusi, klimaks atau anti
klimaks, happy ending atau tidak
11. Dalam penulisan harus ada gambaran jelas, mengenai
struktur penuturan, hubungan antara satu aksi dengan
aksi lainnya dalam sebuah peristiwa. Setiap pergantian
aksi harus diperhatikan ritme penuturannya, serta
aspek dramatik sebagai pembangkit emosi dalam
lingkup pemaparan fakta. Dokumenter menolak terlalu
banyak interpretasi yang merupakan hasil kreativitas
imajinatif. Perlu di ingat bahwa dokumenter kurang
mementingkan gaya tetapi lebih konsentrasi pada isi.
12. Secara Umum ada Tiga Bentuk Struktur
Dalam Dokumenter:
Secara Kronologis, dimana diceritakan bagaimana
awal serta kelanjutan dari peristiwa. Pada struktur
kronologis, waktu menentukan konstruksinya atau
konstruksi alur kisah bergantung pada waktu. Misalnya
jika menggunakan gaya bertutur 'buku harian', dilakukan
tehnik kilas balik, maka susunan adegan akan mengikuti
perjalanan waktu. Disini struktur kronologis mau tak mau
akan terputus, tetapi susunan adegan akan terjaga
karena diatur oleh waktu.
Kronologis,
13. Secara Tematis, cerita dibagi dalam beberapa
kelompok tema, dimana sebab dan akibat digabungkan
dalam tiap sequence. Dalam satu adegan penulis bisa
membangun serta menggabungkan sebab dan akibatnya.
Hasil gabungan sebab dan akibat dari suatu fakta, yang
terdiri dari beberapa adegan itu, lalu disusun kedalam
satu sequence.
Tematis,
14. Secara Dialektik, konstruksi ini lebih memiliki
kekuatan dramatik, karena menyuguhkan suatu tanda
tanya yang langsung diberi jawabannya. Apabila ada aksi,
maka langsung diikuti dengan reaksi. Didalam struktur
dialektik terdapat variasi menarik pada cara bertutur
yang kontras. Dalam peristiwa yang terjadi pada waktu
bersamaan, penulis dapat menempatkannya kedalam
sebuah kontradiksi.
Dialektik,
15. Realita pada karya dokumenter harus selalu
memiliki konteks, karena konteks merupakan
arti dari fakta yang disuguhkan dari suatu
peristiwa, disamping itu konteks merupakan
hal utama dalam sebuah skenario.
16. Tokoh dan Nara Sumber
Didalam merancang atau menyusun isi cerita, peranan
antara tokoh dan nara sumber perlu dijelaskan. Tokoh
pemeran utama didalam film dokumenter memiliki
peranan fungsional untuk mengetengahkan realita
suatu peristiwa, dengan tujuan mengembangkan unsur
dramatik didalam konflik. Sedangkan nara sumber
dapat sebagai sumber informasi saja, atau dapat pula
sebagai pemeran pembantu.
17. • Dengan mengacu pada hasil riset, penulis/sutradara
dapat menganalisa, apakah pemilihan subjek sudah tepat
sebagai pemeran atau sebagai nara sumber ?.
• F Apakah peranan tokoh ini sebagai informan cukup
penting, serta mampu mengekspresikan tema tersebut
dan memberikan unsur dramatik?.
• F Apabila peran subjek hanya sebagai nara sumber, maka
menampilkannya cukup liwat komentar atau narasi saja
(off screen) dilengkapi dengan ilustrasi gambar.
• F Apabila mengenai suatu aksi, penulis harus
menganalisa apakah aksi dari tokoh tersebut perlu
ditampilkan dalam cerita atau tidak ?.
18. Membuat film dokumenter mengenai subjek yang sudah
meninggal cukup menyulitkan, maka untuk mengisi
sugesti dari ketidak hadiran sang tokoh, ditampilkan hal-
hal yang berhubungan erat dengan kehidupan si tokoh.
Misalnya menampilkan nara sumber sebagai saksi hidup
dari peranan si tokoh didalam peristiwa itu. Atau dapat
pula menampilkan benda-benda atau materi yang
merupakan simbol dari figur si tokoh utama. Pendekatan
ini dapat memberikan perincian kongkrit, sebagai sketsa
dari ketidak hadiran sang tokoh tersebut.
19. • Semua prinsip struktur dalam metode penulisan
skenario tidak perlu dijadikan suatu peraturan
baku, tetapi dapat digunakan sebagai alat bantu
yang fungsional. Setiap struktur dramatik dari
cerita, baik untuk skenario fiksi maupun non fiksi,
memiliki logika dan kekuatannya sendiri-sendiri.
SKENARIO CERITA FIKSI, ADALAH UNGKAPAN
OBSESI PRIBADI, SEDANGKAN
SKENARIO DOKUMENTER, MERUPAKAN
UNGKAPAN OBSESI ORANG LAIN.
20. Untuk bentuk film edukasi atau instruksional dokumenter, sebelumya
perlu memikirkan kelompok sasarannya. Misalkan membuat tema
mengenai penyakit kangker, bila sasarannya untuk umum maka
cukup menjelaskan penyebabnya, gejalanya, serta akibatnya secara
umum pula. Karena penonton harus mampu menangkap dan
mengerti secara mudah apa yang disuguhkan, dimana realita
tersebut dapat dilihat dan dirasakan dalam kehidupan sehari-harinya.
Tetapi apabila sasarannya pada kelompok khusus, seperti mahasiswa
kedokteran, perawat, petugas penyuluhan kesehatan. Maka pembuat
dokumenter perlu mengetahui terminologi medis yang berhubungan
dengan suatu penyakit, disamping menggunakan pakar sebagai
penasihat ahli.