Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Tugas karya tulis ilmiah apresiasi
1. TUGAS PRAKTEK BAB APRESIASI
MEMBUAT KARYA TULIS ILMIAH (MAKALAH) KRITIK SENI
Petunjuk Pengerjaan
- Bersifat wajib
- Dikerjakan secara berkelompok, kelompok yang dimaksud adalah kelompok dalam
pembuatan karya film pendek.
- Durasi pengerjaan adalah 2 minggu atau selambat – lambatnya adalah satu minggu
sebelum ujian akhir semester (UAS) berlangsung.
- Makalah kritik seni hanya ditunjukkan untuk video film pendek kelompok lain atau
kelas lain (bukan video buatannya sendiri)
- Video Kelompok lain bisa dilihat di akun Youtube : eKartini atau Instagram :
eKartiniCom
- Struktur penulisan terdiri dari cover, bab deskripsi, bab analisis formal, bab
interpretasi dan bab evaluasi.
- Susunan Cover harus sama persis dengan contoh dibawah yang secara berurutan
terdiri dari jenis tulisan, judul, logo, nama kelompok, nama sekolah dan tahun.
- Bab deskripsi bersifat subjektif (berdasar rangkaian kata menurut keratifitas
pemilihan diksi sendiri – sendiri) dengan ketentuan bertemakan tentang apresiasi
- Bab analisis formal bersifat objektif karena didalamnya bermuatan landasan teori.
Teori harus berdasarkan sumber literasi bisa diambil dari buku LKS atau internet
dengan disertai footnote (atau keterangan sumber teori tersebut diambil)
- Bab interpretasi bersifat objektif yakni menyesuaikan karya film yang menjadi objek
dengan landasan teori pada bab analisis formal.
- Bab evaluasi bersifat subjektif, silahkan memberikan saran kritik menurut anda
tentang video film yang di amati.
- Tugas di kumpulkan berbentuk soft copy microsoft word atau pdf dikirimkan ke no
WA : 085 855 115 359
Contoh sederhana penulisan makalah kritik seni dibawah ini. (Silahkan untuk lebih
dikembangkan)
2. MAKALAH
“KRITIK SENI TERHADAP SERIAL FILM PENDEK BERJUDUL PLAGIATOR”
DIBUAT SEBAGAI PEMENUHAN TUGAS MATA PELAJARAN SENI BUDAYA
Oleh :
Kelas X Seni Musik 2
1. RACHARDY ANDRIYANTO (16)
2. .........................................................
3. .........................................................
4. .........................................................
5. ........................................................
SMK KARTINI JEMBER
2019
3. I. DESKRIPSI
Apresiasi adalah sebuah kegiatan yang kedudukannya menjadi utama ketika
kegiatan ini bertempat pada ranah dunia pendidikan seperti sekolah. Selain untuk
melaksanakan amanah kurikulum pada mata pelajaran seni budaya pada bab apresiasi,
Apresiasi sebagai suatu kegiatan mengamati, memahami dan menilai diharapkan
mampu memberikan kontribusi bagi dinamika berpikir ilmiah siswa, karena dengan
apresiasi diharapkan siswa mampu untuk menelaah lebih tajam terhadap suatu objek
karya seni dengan tujuan kemampuan telaah tersebut dapat dijadikan sebagai sebuah
pengalaman empiris intuitif untuk nantinya dijadikan sebagai modal untuk selalu
berfikir positif objektif untuk melangkah ke masa depan selanjutnya.
Karya seni sebagai objek kajian apresiasi, setidaknya tidak terlalu berjauhan
secara pemahaman dari frame of thinking siswa, sehingga kedudukan pemahaman
teoritis sebagai pelajar dapat berjalan secara seimbang dan sejajar dengan aspek muatan
tersirat dari objek karya seni yang di telaah dan di apresiasi.
Idealisasi atas capaian keseimbangan tersebut adalah dengan memberikan
tugas berkarya seni yang berkesusaian dengan minat, bakat dan atmosfer pergerakan
laju seni di sekolah tanpa meninggalkan kaidah – kaidah teori yang menyertainya.
Oleh karena itu tugas pembuatan karya seni sebagai bentuk pelaksanaan
kurikulum bab kreasi karya seni ini, berwujud film pendek, yang di amanatkan dengan
pola kelompok dan di publikasikan secara serial, diharapkan mampu menjadi dasar
pijakan untuk selanjutnya dikembangkan menjadi objek apresiasi.
Karya seni serial film pendek yang dimaksud adalah berjudul Sang
Penggerutu, yang mana Sang Penggerutu adalah sebuah tema pokok yang nantinya
dapat dikembangkan oleh siswa menjadi beragam konflik yang semaksud dengan tema
pokok tersebut. Kemudian konflik yang telah dikembangkan tersebut dapat diberikan
subjudul sesuai dengan konflik yang akan diangkat dan disajikan.
Dalam karya tulis ilmiah apresiasi ini, objek karya seni film pendek yang
dikaji berjudul PLAGIATOR yang dibuat oleh salah satu kelompk dari kelas X
Multimedia 1 dan telah di publikasikan di akun Youtube : eKartini dan Instagram :
eKartiniCom.
4. II. ANALISIS FORMAL
Film adalah teater yang sempurna, dari asumsi ini maka di dalam film
melekatlah unsur – unsur teater didalamnya, dan dikatakan sempurna karena penyajian
unsur – unsur teater dan tekniknya dapat tersaji lebih detail dan sempurna dalam film,
sehingga bobot dan kualitas dari seni peran baik teori maupun teknis akan menjadi
lebih kuat menonjol.
Adapun unsur – unsur pembentuk seni teater yang juga melekat pada film
adalah 1
(baca LKS semester 1 Bab 2) :
a. Naskah/Skenario
Naskah drama adalah karangan yang berisi sebuah kisah dengan nama – nama
tokoh dan dialog yang diucapkannya. Keterangan tentang akting dan keadaan suatu
adegan ditambahkan untuk memperjelas adegan dan membantu pemeran mengerti
akting yang harus dilakukan. Skenario adalah naskah drama (besar) atau film yang
didalamnya terdapat uraian lengkap tentang keadaan, properti, nama tokoh, karakter,
petunjuk akting atau ekspresi dan sebagainya. Tujuannya adalah agar sutradara dapat
menyajikanna dengan lebih realistis.
Hal – hal yang terdapat dalam naskah drama antara lain tema, plot, karakter,
dialog, bahasa, ide, setting dan lain – lain.
1. Tema, adalah pikiran pokok yang mendasari kisah drama. Pikiran pokok ini
dikembangkan sedemikian rupa sehingga menjadi kisah yang menarik. Tema
dapat diambil dari berbagai permasalahan di dunia. Tema bisa sangat beragam.
Mulai dari percintaan, keluarga, lingkungan alam, penyimpangan sosial dan
budaya, sejarah sampai politik dan pemerintahan. Tema dapat dipersempit
menjadi sebuah topik. Topik inilah yang kemudian dikembangkan menjadi kisah
drama dengan dialog – dialog.
2. Plot (alur), adalah rangkaian peristiwa atau jalannya kisah drama. Biasanya terdiri
atas konflik yang berkembang secara bertahap dari sederhana hingga kompleks
sampai pada penyelesaiannya. Tahapan perkembangan plot drama tersebut
umumnya sebagai berikut :
1
Domas Suryo Sri Prabowo,S.S. 2018. Modul Pengayaan Seni Budaya untuk SMK.MAK Semester 1 Kelas X,
Surakarta : Putra Nugraha.
5. a. Eksposisi, melalui adegan dan dialog penonton diperkenalkan dengan tokoh,
karakter dan materi kisah. Ini akan menghantarkan penonton pada keadaan
yang relevan nantinya,
b. Konflik, mulai ada kejadian atau insiden yang melibatkan tokoh dalam
masalah.
c. Komplikasi, insiden berkembang dan menimbulkan konflik – konflik yang
semakin banyak, ruwet, dan saling terkait namun belum tampak
pemecahannya.
d. Krisis/Klimaks, berbagai konflik telah sampai pada puncaknya sehingga
merupakan puncak ketegangan bagi penonton. Berupa akhir pertikaian dari
tokoh protagonis (ideal) dan antagonis (tidak ideal)
e. Resolusi, dalam tahap ini terjadi penyelesaian konflik. Kisah dapat berakhir
menyenangkan serta dapat pula berakhir tragis dan menimbulkan protes di
benak penonton.
3. Karakter, adalah keseluruhan ciri – ciri jiwa atau kepribadian seorang tokoh dalam
kisah drama
4. Dialog, percakapan antar tokoh (yang bersamaan dalam suatu gerak atau adegan)
untuk merangkai jalannya kisah. Dialog harus dapat mendukung karakter tokoh,
mengarahkan plot, dan mengungkapkan hal – hal agar tersirat pada penonton.
5. Bahasa, merupakan bahan dasar naskah atau scenario, dalam wujud kata atau
kalimat. Kata dan kalimat mengungkapkan makna. Maka, penulis naskah harus
cermat memilih dan merangkaikannya agar dapat mengungkapkan pikiran dan
perasaaan secara komunikatif dan efektif.
6. Ide dan pesan, penulis sebaiknya memanfaatkan keadaan kehidupan di masyarakat
sebagai sumber idea tau gagasan. Merekayasa ide secara logis juga diperlukan
untuk menyampaikan pesan moral sehingga selain mempunyai daya hibur, kisah
yang disampaikan juga mempunyai nilai pendidikan.
7. Setting, adalah keadaan tempat dan suasana terjadinya suatu adegan, baik diatas
panggung maupun di lokasi shooting. Pebata setting harus jeli mengomposisikan
perlengkapan yang terbatas agar mendapatkan keadaan yang maksimal.
b. Pemain atau pemeran
Adalah orang yang memperagakan kisah sebagai tokoh tertentu. Dalam film disebut
aktor atau aktris.
6. Sesuai perannya, tokoh drama dibagi atas :
a. Tokoh Protagonis (Tokoh Utama), yaitu tokoh yang berkarakter baik atau
mendukung jalannnya cerita, menjadi pusat sentral cerita. Biasanya ada
satu/dua figure tokoh protagonist utama yang dibantu oleh tokoh – tokoh
lainnya yang ikut terlibat sebagai pendukung cerita.
b. Tokoh antagonis, yaitu tokoh yang menentang kehendak tokoh utama.
Tokoh ini sering disebut sebagai tokoh berkarakter jahat. Tokoh antagonis
merupakan tokoh penentang cerita yang menjadi musuh/penghalang tokoh
utama yang menyebabkan timbulnya konflik.
c. Tokoh Tritagonis (Tokoh penengah), yaitu tokoh yang perannya menengahi
pertikaian antara tokoh utama dan tokoh penentang.
d. Tokoh pembantu, yaitu tokoh yang secara langsung tidak terlibat dalam
konflik (pertikaian) yang terjadi, tetapi ia diperlukan untuk membantu
menyelesaikan cerita.
c. Sutradara
Adalah orang yang memimpin dan mengatur seluruh teknik pembuatan atau
pementasan drama atau film.
d. Properti
Adalah seluruh perlengkapan yang diperlukan dalam pementasan drama atau film,
bias dikenakan atau tidak dikenakan oleh pemain dan nantinya terlihat dalam
pementasan.
Lebih lanjut selain pengetahuan tentang unsur pembentuk teater diatas
diperlukan beberapa pengetahuan dasar juga tentang teknik bermain teater sehingga
pengetahuan tentang unsur tersebut dapat menjadi lebih aplikatif.
Beberapa teknik bermain teater adalah sebagai berikut2
:
1. BLOCKING
Blocking adalah kedudukan aktor pada saat di atas pentas. Dalam
permainan drama, blocking yang baik sangat diperlukan, oleh karena itu pada waktu
bermain kita harus selalu mengontrol tubuh kita agar tidak merusak blocking. Blocking
2
http://www.jendelasastra.com/wawasan/artikel/dasar-dasar-bermain-drama, diakses pada tgl 03 maret
2019, pukul 18:59 bbwi
7. tersebut harus seimbang, utuh, bervariasi dan memiliki titik pusat perhatian serta wajar.
Jelas, tidak ragu ragu, meyakinkan. Kesemuanya itu mempunyai pengertian bahwa
gerak yang dilakukan jangan setengah setengah dan jangan sampai berlebihan. Kalau
ragu ragu terkesan kaku sedangkan kalau berlebihan terkesan over acting.
Beberapa prinsip dasar dalam mengolah blocking di antaranya:
1. Dimengerti (jelas)
Apa yang kita wujudkan dalam bentuk gerak tidak menyimpang dari hukum
gerak dalam kehidupan. Misalnya bila mengangkat barang yang berat dengan
tangan kanan, maka tubuh kita akan miring ke kiri, dsb.
Blocking harus memiliki motivasi yang jelas berarti gerak-gerak anggota tubuh
maupun gerak wajah harus sesuai tuntutan peran dalam naskah.
2. Seimbang
Seimbang berarti kedudukan pemain, termasuk juga benda-benda yang ada
diatas panggung (setting) tidak mengelompok di satu tempat, sehingga
mengakibatkan adanya kesan berat sebelah. Jadi semua bagian panggung harus
terwakili oleh pemain atau benda-benda yang ada di panggung. Penjelasan lebih
lanjut mengenai keseimbangan panggung ini akan disampaikan pada bagian
mengenai "Komposisi Pentas".
3. Utuh
Utuh berarti blocking yang ditampilkan hendaknya merupakan suatu kesatuan.
Semua penempatan dan gerak yang harus dilakukan harus saling menunjang dan
tidak saling menutupi.
4. Bervariasi
Bervariasi artinya bahwa kedudukan pemain tidak disuatu tempat saja,
melainkan membentuk komposisi-komposisi baru sehingga penonton tidak
jenuh. Keadaan seorang pemain jangan sama dengan kedudukan pemain
lainnya. Misalnya sama-sama berdiri, sama-sama jongkok, menghadap ke arah
yang sama, dsb. Kecuali kalau memang dikehendaki oleh naskah.
8. 5. Memiliki titik pusat
Memiliki titik pusat artinya setiap penampilan harus memiliki titik pusat
perhatian. Hal ini penting artinya untuk memperkuat peranan lakon dan
mempermudah penonton untuk melihat dimana sebenarnya titik pusat dari
adegan yang sedang berlangsung. Antara pemain juga jangan saling mengacau
sehingga akan mengaburkan dimana sebenarnya letak titik perhatian.
6. Wajar
Wajar artinya setiap penempatan pemain ataupun benda-benda haruslah tampak
wajar, tidak dibuat-buat. Disamping itu setiap penempatan juga harus memiliki
motivasi dan harus beralasan.
Dalam drama kontemporer kadang-kadang naskah tidak menuntut blocking
yang sempurna, bahkan kadang-kadang juga sutradara atau naskah itu sendiri
sama sekali meninggalkan prinsip-prinsip blocking. Ada juga naskah yang
menuntut adanya gerak-gerak yang seragam diantara para pemainnya.
2. ARTIKULASI
Artikulasi yang dimaksud adalah pengucapan kata melalui mulut agar terdengar dengan
baik dan benar serta jelas, sehingga telinga pendengar/penonton dapat mengerti pada
kata-kata yang diucapkan. Pada pengertian artikulasi ini dapat ditemukan beberapa
sebab yang mongakibatkan terjadinya artikulasi yang kurang/tidak benar, yaitu:
1. Cacat artikulasi alami: cacat artikulasi ini dialami oleh orang yang berbicara gagap
atau orang yang sulit mengucapkan salah satu konsonan, misalnya "r", dan
sebagainya.
2. Artikulasi jelek; ini bukan disebabkan karena cacat artikulasi, melainkan terjadi
sewaktu-waktu. Hal ini sering terjadi pada pengucapan naskah/dialog.
Misalnya:
Kehormatan menjadi kormatan,
menyambung menjadi mengambung, dan sebagainya.
9. Artikulasi jelek disebabkan belum terbiasa pada dialog, pengucapan terlalu cepat,
gugup, dan sebagainya. Sedangkan artikulasi menjadi tak tentu: hal ini terjadi karena
pengucapan kata/dialog terlalu cepat, seolah olah kata demi kata berdempetan tanpa
adanya jarak sama sekali.
3. INTONASI
Seandainya pada dialog yang kita ucapkan, kita tidak menggunakan intonasi, maka
akan terasa monoton, datar dan membosankan. Yang dimaksud intonasi di sini adalah
tekanan-tekanan yang diberikan pada kata, bagian kata atau dialog. Dalam tatanan
intonasi, terdapat tiga macam, yaitu:
a. Tekanan Dinamik (keras lemah)
Ucapkanlah dialog pada naskah dengan melakukan penekanan-penekanan pada setiap
kata yang memerlukan penekanan. Misainya saya pada kalimat "Saya membeli pensil
ini" Perhatikan bahwa setiap tekanan memiliki arti yang berbeda. Misal:
SAYA membeli pensil ini. (Saya, bukan orang lain)
Saya MEMBELI pensil ini. (Membeli, bukan, menjual)
Saya membeli PENSIL ini. (Pensil, bukan buku tulis)
b. Tekanan Nada (tinggi rendah)
Cobalah mengucapkan kalimat/dialog dengan memakai nada/aksen, artinya tidak
mengucapkan seperti biasanya. Yang dimaksud di sini adalah membaca/mengucapkan
dialog dengan Suara yang naik turun dan berubah-ubah. Jadi yang dimaksud dengan
tekanan nada ialah tekanan tentang tinggi rendahnya suatu kata.
c. Tekanan Tempo
Tekanan tempo adalah memperlambat atau mempercepat pengucapan. Tekanan ini
sering dipergunakan untuk lebih mempertegas apa yang kita maksudkan. Untuk
latihannya cobalah membaca naskah dengan tempo yang berbeda-beda. Lambat atau
cepat silih berganti.
10. 4. GERAK
Pada dasarnya gerak dapat dibagi menjadi dua, yaitu
1. Gerak teaterikal
Gerak teaterikal adalah gerak yang dipakai dalam teater, yaitu gerak yang lahir
dari keinginan bergerak yang sesuai dengan apa yang dituntut dalam naskah. Jadi
gerak teaterikal hanya tercipta pada waktu memainkan naskah drama.
2. Gerak non teaterikal
Gerak non teaterikal adalah gerak kita dalam kehidupan sehari hari.
Gerak yang dipakai dalam teater (gerak teaterikal) ada bermacam macam, secara
garis besar dapat kita bagi menjadi dua, yaitu gerak halus dan gerak kasar.
1. Gerak Halus
Gerak halus adalah gerak pada raut muka kita atau perubahan mimik, atau yanq
lebih dikenal lagi dengan ekspresi. Gerak ini timbul karena pengaruh dari
dalam/emosi, misalnya marah, sedih, gembira, dan sebagainya.
2. Gerak Kasar
Gerak kasar adalah gerak dari seluruh/sebagian anggota tubuh kita. Gerak ini
timbul karena adanya pengaruh baik dari luar maupun dari dalam. Gerak kasar
masih dapat dibagi menjadi empat bagian. yaitu:
(1). Business, adalah gerak gerak kecil yang kita lakukan tanpa penuh kesadaran
Gerak ini kita lakukan secara spontan, tanpa terpikirkan (refleks). Misalnya:
- sewaktu kita sedang mendengar alunan musik, secara tak sadar kita menggerak
gerakkan tangan atau kaki mengikuti irama musik.
- sewaktu kita sedang belajar/membaca, kaki kita digigit nyamuk. Secara refleks
tangan kita akan memukul kaki yang tergigit nyamuk tanpa kehilangan
konsentrasi kita pada belajar.
11. (2). Gestures, adalah gerak gerak besar yang kita lakukan. Gerak ini adalah gerak
yang kita lakukan secara sadar. Gerak yang terjadi setelah mendapat perintah dari
diri/otak kita Untuk melakukan sesuatu, misalnya saja menulis, mengambil gelas,
jongkok, dsb.
(3). Movement, adalah gerak perpindahan tubuh dari tempat yang satu ke tempat
yang lain. Gerak ini tidak hanya terbatas pada berjalan saja, tetapi dapat juga
berupa berlari, bergulung gulung, melompat, dsb.
(4). Guide, adalah cara berjalan. Cara berjalan disini bisa bermacam-macam. Cara
berjalan orang tua akan berbeda dengan cara berjalan seorang anak kecil, berbeda
pula dengan cara berjalan orang yang sedang mabuk, dsb.
Selain pengetahuan atas unsur dasar pembentuk teater dan teknik aplikasi
diatas, dalam pembuatan sebuah film diperlukan juga pengetahuan dasar tentang
sinematografi. Sinematografi adalah ilmu yang mempelajari tentang perfilman, dalam
hal ini teknik dasar yang perlu diketahui adalah teknik dalam pengambilan gambar.
Adapun pengetahuan teknik dasar pengambilan gambar dalam sinematografi
adalah sebagai berikut3
:
Dasar-dasar Sinematografi
Framing : Kegiatan membatasi adegan / mengatur kamera sehingga
mencakup ruang penglihatan yang diinginkan.
Angle : Sudut pengambilan Gambar.
Shot size : Cara pengambilan gambar.
Komposisi : Penyusunan elemen-elemen dalam sebuah pengambilan gambar,
termasuk di dalamnya adalah warna dan objek.
Kamera Subjektif/Objektif
Kamera S. : Cara pengambilan gambar, seolah-olah audiens menjadi bagian
dari peran tertentu.
3
http://LaskarJember.Com, Teknik dasar Fotografi dan Sinematografi, diakses pada tgl 03 maret 2019, pukul
16:55 BBWI
12. Kamera O. : Cara pengambilan gambar, dimana audiens hanya menjadi pengamat.
Shot size
Focus
Follow Focus : Fokus kamera mengikuti objek bergerak
13. Pull / Rack Focus : Fokus berubah dari satu objek ke objek yang lain
Angle
Camera Movement
Pan : Gerak kamera ke kiri dan kanan dengan bertumpu pada satu sumbu.
Tilt : Gerak kamera ke atas dan bawah dengan bertumpu pada satu sumbu.
Zoom : Gerak maju atau mundur yang disebabkan oleh permainan lensa,
dengan posisi kamera diam.
Tracking : Gerak kamera dengan menggunakan rel, memberikan efek tiga
dimensional.
Crane shot : Gerak kamera ke atas dan ke bawah dengan menggunakan tangan
mekanik atau crane. Crane shot berfungsi untuk memberi kesan
memasuki atau meninggalkan sebuah kejadian.
Pencahayaan
Cahaya Matahari Penuh : Ditandai langit yang berwarna biru dan awan yang
berwarna putih.
Cahaya Matahari Tidak Langsung : Menimbulkan efek cahaya yang menyebar
secara merata.
14. Window Lighting : Pencahayaan dalam ruangan dengan memanfaatkan bukaan,
lazim pada studio zaman dulu.
Available Lighting : Memanfaatkan cahaya apa adanya.
Pencahayaan buatan : Menggunakan lampu sebagai sumber cahaya utama maupun
tambahan.
Pencahayaan Buatan
Main light: Cahaya utama untk menerangi objek, biasanya disetel paling terang.
Fill light : Penyeimbang main light.
Hair light : Memberikan tekstur.
Background light : Memberikan cahaya pada background.
Jenis-jenis Pencahayaan Buatan (Continous)
Fresnel : Memberikan warna yang merata akibat digunakannya lensa khusus.
Gels : Filter untuk menciptakan efek warna.
Soft box & Umbrella : Memberikan cahaya yang lembut.
Reflector & panel : Alat untuk memantulkan cahaya.
Setelah mengetahui unsur – unsur pembentuk teater dan teknik dasar dalam
pengambilan gambar bergerak (sinematografi) tersebut barulah melakukan modifikasi
dan pengembangan naskah pada point plot/alur dari konsep naskah yang sudah
ditentukan, mengingat terdapat amanah dari guru untuk melakukan modifikasi alur
pada bagian konfliknya, yang disini sangat menentukan dalam mengukur sejauh mana
daya kreatifitas siswa.
Adapun beberapa pakem struktur dramatik populer adalah sebagai berikut 4
:
4
http://LaskarJember.Com, Struktur Dramatik, diakses pada tgl 03 maret 2019, pukul 17:13 BBWI
15. 1) Piramida Freytag
Gustav Freytag (1863), menggambarkan struktur dramatiknya mengikuti
elemen-elemen tersebut dan menempatkannya dalam adegan-adegan lakon sesuai laku
dramatik yang dikandungnya. Struktur Freytag ini dikenal dengan sebutan piramida
Freytag atau Freytag’s pyramid (Lethbridge, Steffanie dan Jarmila Mildorf, tanpa
tahun).
Dalam gambar di atas dijelaskan alur lakon dari awal sampai akhir melalui
bagian-bagian tertentu yang dapat dijabarkan sebagai berikut.
(a) Exposition
Eksposisi adalah penggambaran awal dari sebuah lakon. Berisi tentang
perkenalan karakter dan masalah yang akan digulirkan.
(b) Complication (rising action)
Complication merupakan tahapan mulai terjadinya kerumitan atau komplikasi
yang diwujudkan ke dalam jalinan peristiwa. Di sini sudah mulai dijelaskan
laku karakter untuk mengatasi konflik dan tidak mudah untuk mengatasinya
sehingga timbul frustasi, amukan, ketakutan, atau kemarahan. Konflik ini
semakin rumit dan membuat karakter-karakter yang memiliki konflik semakin
tertekan serta berusaha untuk keluar dari konflik tersebut.
16. (c) Climax
Klimaks adalah puncak dari laku lakon dan titik kulminasi. Pada titik ini
semua permasalahan akan terurai dan mendapatkan penjelasan melalui laku
karakter maupun lewat dialog yang disampaikan oleh peran.
(d) Reversal (falling action)
Tahapan penurunan emosi lakon. Penurunan ini tidak saja berlaku bagi emosi
lakon tapi juga untuk menurunkan emosi penonton. Falling action ini juga
berfungsi untuk memberi persiapan waktu pada penonton untuk merenungkan
jalinan peristiwa yang telah terjadi. Titik ini biasanya ditandai oleh semakin
menurunnya emosi permainan, dan volume suara pemeran lebih bersifat
menenangkan.
(e) Denouement
Tahap penyelesaian dari lakon tersebut, baik berakhir dengan bahagia maupun
menderita.
2) Skema Hudson
Menurut Hudson (Wiliiam Henry Hudson) seperti yang dikutip oleh Yapi
Tambayong dalam buku Dasar-dasar Dramaturgi (1981), plot dramatik tersusun
menurut apa yang dinamakan dengan garis laku. Garis laku ini dapat pula disebut
sebagai garis waktu atau lamanya cerita berlangsung. Masing-masing elemen sturktur
atau bagian-bagian plot yang menggambarkan adegan disusun sedemikian rupa
sehingga laku lakon dapat dibaca dengan jelas. Garis laku tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut.
17. Garis laku lakon dalam skema ini juga melalui bagian-bagian tertentu yang
dapat dijabarkan sebagai berikut.
(a) 1 = Eksposisi
Tahap awal lakon atau saat memperkenalkan dan membeberkan materi-materi
yang relevan dalam lakon tersebut. Materi-materi ini termasuk karakter-
karakter yang ada, di mana terjadinya peristiwa, dan persoalan apa yang
sedang dihadapi.
(b) 2 = Insiden Permulaan
Tahapan mulai teridentifikasinya insiden-insiden yang memicu konflik, baik
yang dimunculkan oleh tokoh utama maupun tokoh pembantu. Insiden-insiden
ini akan menggerakkan plot dalam lakon.
(c) 3 = Pertumbuhan Laku
Tahapan ini merupakan tindak lanjut dari insiden-insiden yang telah terjadi.
Konflik-konflik yang terjadi antara karakter-karakter semakin menanjak, dan
semakin mengalami komplikasi yang ruwet. Jalan keluar dari konflik tersebut
terasa samar-samar dan tak menentu.
(d) 4 = Krisis atau Titik Balik
Krisis adalah keadaan dimana lakon berhenti pada satu titik yang sangat
menegangkan atau menggelikan. Bagi Hudson, klimaks adalah tangga yang
menunjukkan laku yang menanjak ke titik balik, dan bukan titik balik itu
sendiri. Sedangkan titik balik sudah menunjukkan suatu peleraian dimana
emosi lakon maupun emosi penonton sudah mulai menurun.
(e) 5 = Penyelesaian atau Penurunan Laku
Penyelesaian atau denouement yaitu bagian lakon yang merupakan tingkat
penurunan emosi dan jalan keluar dari konflik tersebut.
(f) 6 = Keputusan
Semua konflik yang terjadi dalam sebuah lakon bisa diakhiri.
18. Skema Hudson di atas bisa dikembangkan ke dalam beragam variasi atau
kemungkinan, tergantung penempatan elemen konflik dan penyelesaiannya (Wiyanto,
2004: 26-27). Jika tahapan krisis, penyelesaian dan keputusan mengambil garis laku
atau waktu yang lama, maka bisa digambarkan seperti di bawah ini.
Dari keseluruhan waktu kejadian yang terdapat di dalam lakon, proses
penanjakan konflik menuju krisis terjadi sangat cepat sementara penyelesaian dan
keputusan sangat lama. Sementara itu jika proses terjadinya konflik berjalan sangat
lambat dan titik krisis bersamaan dengan penyelesaian dan keputusan dapat
digambarkan seperti di bawah ini.
Gambar di atas menjelaskan bahwa titik krisis, penyelesaian, dan keputusan
berada dalam waktu bersamaan. Dapat dipahami bahwa struktur dramatik lakon
model ini menempatkan puncak konflik adalah segalanya.
19. 3) Tensi Dramatik Brander Mathews
Brander Mathews, seperti dikutip oleh Adhy Asmara dalam Santosa (2008:
101), menekankan pentingnya tensi dramatik. Perjalanan cerita satu lakon memiliki
penekanan atau tegangan (tensi) sendiri dalam masing-masing bagiannya. Tegangan
ini mengacu pada persoalan yang sedang dibicarakan atau dihadapi. Dengan mengatur
nilai tegangan pada bagian-bagian lakon secara tepat maka efek dramatika yang
dihasilkan akan semakin baik.
Pengaturan tensi dramatik yang baik akan menghindarkan lakon dari situasi
yang monoton dan menjemukan. Titik berat penekanan tegangan pada masing-masing
bagian akan memberikan petunjuk laku yang jelas bagi aktor sehingga mereka tidak
kehilangan intensitas dalam bermain dan dapat mengatur irama aksi.
(a) Eksposisi
Bagian awal atau pembukaan dari sebuah cerita yang memberikan gambaran,
penjelasan dan keteranganketerangan mengenai tokoh, masalah, waktu, dan
tempat. Hal ini harus dijelaskan atau digambarkan kepada penonton agar
penonton mengerti. Nilai tegangan dramatik pada bagian ini masih berjalan
wajar-wajar saja. Tegangan menandakan kenaikan tetapi dalam batas wajar
karena tujuannya adalah pengenalan seluruh tokoh dalam cerita dan kunci
pembuka awalan persoalan.
(b) Penanjakan
Sebuah peristiwa atau aksi tokoh yang membangun penanjakan menuju
konflik. Pada bagian ini, penekanan tegangan dramatik mulai dilakukan. Cerita
sudah mau mengarah pada konflik sehingga emosi para tokoh pun harus mulai
20. menyesuaikan. Penekanan tegangan ini terus berlanjut sampai menjelang
komplikasi.
(c) Komplikasi
Penggawatan yang merupakan kelanjutan dari penanjakan. Pada bagian ini
salah seorang tokoh mulai mengambil prakarsa untuk mencapai tujuan tertentu
atau melawan keadaan yang menimpanya. Pada tahap komplikasi ini
kesadaran akan adanya persoalan dan kehendak untuk bangkit melawan mulai
dibangun. Penekanan tegangan dramatik mulai terasa karena seluruh tokoh
berada dalam situasi yang tegang.
(d) Klimaks
Nilai tertinggi dalam perhitungan tensi dramatik dimana penanjakan yang
dibangun sejak awal mengalami puncaknya. Semua tokoh yang berlawanan
bertemu di sini.
(e) Resolusi
Mempertemukan masalah-masalah yang diusung oleh para tokoh dengan
tujuan untuk mendapatkan solusi atau pemecahan. Tensi dramatik mulai
diturunkan. Semua pemain mulai mendapatkan titik terang dari segenap
persoalan yang dihadapi.
(f) Konklusi
Tahap akhir dari peristiwa lakon biasanya para tokoh mendapatkan jawaban
atas masalahnya. Pada tahap ini peristiwa lakon diakhiri. Meskipun begitu
nilai tensi tidak kemudian nol tetapi paling tidak berada lebih tinggi dari
bagian eksposisi karena pengaruh emosi atau tensi yang diperagakan pada
bagian komplikasi dan klimaks.
4) Turning Point Marsh Cassady
Model struktur dramatik dari Marsh Cassady menekankan pentingnya turning
atau changing point (titik balik perubahan) yang mengarahkan konflik menuju
klimaks. Titik balik ini menjadi bidang kajian yang sangat penting bagi sutradara
21. berkaitan dengan laku karakter tokohnya sehingga puncak konflik menjadi jelas,
tajam, dan memikat (Cassady, 1995: 105).
Gambar di bawah memperlihatkan posisi titik balik perubahan yang menuntun
kepada klimaks. Titik ini menjadi bagian yang paling krusial dari keseluruhan laku
karena menggambarkan kejelasan konflik dari lakon. Inti pesan atau premis yang
terkandung dalam permasalahan akan menampakkan dramatikanya dengan
menggarap bagian ini sebaik mungkin. Tiga titik penting yang merupakan nafas dari
lakon menurut struktur ini adalah konflik awal saat persoalan dimulai, titik balik
perubahan saat perlawanan terhadap konflik dimulai, dan klimaks saat konflik antar
pihak yang berseteru memuncak hingga menghasilkan sebuah penyelesaian atau
resolusi.
a. Titik A adalah permulaan konflik atau awal cerita saat persoalan mulai
diungkapkan. Selanjutnya konflik mulai memanas dan cerita berada dalam
ketegangan atau penanjakan yang digambarkan sebagai garis B.
b. Garis B ini menuntun pada satu keadaan yang dapat dijadikan patokan
sebagai titik balik perubahan yang digambarkan sebagai titik C.
c. Pada titik C ini terjadi perubahan arah laku lakon saat pihak yang
sebelumnya dikalahkan atau pihak yang lemah mulai mengambil sikap atau
sadar untuk melawan. Dengan demikian, tegangan menjadi berubah sama
sekali. Ketika pada titik A dan garis B pihak yang dimenangkan tidak
mendapatkan saingan maka pada titik C kondisi ini berubah.
d. Hal ini terus berlanjut hingga sampai pada titik D yang menggambarkan
klimaks persoalan.
22. e. Tegangan semakin menurun karena persoalan mulai mendapatkan titik
terang dan pihak yang akhirnya menang telah ditentukan. Keadaan ini
digambarkan sebagai garis E yang disebut dengan bagian resolusi.
Melalui pengetahuan tentang struktur dramatik diatas diharapkan siswa
mampu untuk melakukan modifikasi, berkreasi dan mengembangkan alur yang sudah
ada yang kemudian menyajikannya dalam sebuah bentuk karya seni berwujud film
pendek.
Adapun menurut R.S. Stites, karya seni haruslah memiliki tiga nilai 5
, yakni
(Baca LKS semester 1 Bab 1) :
1. Nilai Pakai adalah nilai ekonomi, berkaitan dengan mata uang (tambahan
penulis : dalam hal nilai ekonomi termasuk terdapat unsur publikasi)
2. Nilai Kisah adalah nilai ideal yang bisa berupa nilai religius, moral,
historik.
3. Nilai Formal adalah nilai desain yang merupakan nilai intrinsik pada karya
seni sebagai nilai seni.
Lebih lanjut secara umum fungsi seni dikelompokkan menjadi 6
:
1. Fungsi Individu
Fungsi individu merupakan suatu fungsi seni yang bermanfaat untuk kebutuhan
pribadi individu itu sendiri. Terdapat dua macam fungsi seni untuk individu yaitu
sebagai berikut :
a. Fungsi pemenuhan kebutuhan fisik
Pada hakekatnya manusia adalah makhluk homofaber yang memiliki
kecakapan untuk apresiasi pada keindahan dan pemakaian benda-benda. Seni
terapan memang mengacu kepada pemuasan kebutuhan fisik sehingga segi
kenyamanan menjadi suatu hal penting.
b. Fungsi pemenuhan kebutuhan emosional
5
Domas Suryo Sri Prabowo,S.S. 2018. Modul Pengayaan Seni Budaya untuk SMK.MAK Semester 1 Kelas X,
Surakarta : Putra Nugraha.
6
http://artikelsiana.id/2015/09/pengertian-seni-fungsi-macam-macam-seni.html, diakses pada tgl 03 maret
2019, pukul 1830 BBWI
23. Seorang mempunyai sifat yang beragam dengan manusia lain. Pengalaman
hidup seorang sangatlah mempengaruhi sisi emosional atau perasaannya.
Sebagai contoh perasaan sedih, lelah, letih, gembira, iba, kasihan, benci, cinta,
dll. Manusia dapat merasakan semua itu dikarenakan didalam dirinya
terkandung dorongan emosional yang merupakan situasi kejiwaan pada setiap
manusia normal. Untuk memenuhi kebutuhan emosional manusia memerlukan
dorongan dari luar dirinya yang sifatnya menyenangkan, memuaskan
kebutuhan batinnya. Sebagai contoh karena kegiatan dan aktivitas sehari-
harinya membuat mengalami kelelahan sehingga memerlukan rekreasi, seperti
menonton film dibioskop, hiburan teater, dan musik. Seseorang yang memiliki
estetikanya lebih banyak maka ia memiliki kepuasan yang lebih banyak pula.
Sedangkan seniman adalah seorang yang mampu mengapresiasikan
pengalaman dan perasaannya dalam sebuah karya seni yang diciptakannya.
Hal ini juga diyakini olehnya sebagai sarana memuaskan kebutuhan emosional
dirinya.
2. Fungsi Sosial
Fungsi sosial merupakan suatu fungsi seni yang bermanfaat sebagai pemenuhan
kebutuhan sosial suatu individu. Terdapat beberapa macam fungsi seni sebagai fungsi
sosial antara lain sebagai berikut :
a. Fungsi Religi/Keagamaan
Karya seni sebagai pesan religi atau keagamaan. Contohnya adalah kaligrafi,
busana muslim//muslimah dan lagu-lagu rohani. Seni digunakan untuk sebuah
upacara pernikahan, kelahiran, dan kematian, dan lain-lainnya. Contohnya
gamelan yang digunakan dalam upcara ngaben di bali (gamelan gambang,
luwang, dan angklung).
b. Fungsi Pendidikan
Seni sebagai media pendidikan dapat dilihat dalam musik, seperti ansambel
karena dilakukan dengan bekerja sama, seperti halnya dengan angklung dan
gamelan yang memiliki nilai pendidikan karena kesenian tersebut terdapat
nilai sosial, kerjasama dan disiplin. Karya-karya seni untuk
24. pelajaran/pendidikan seperti gambar ilustrasi buku pelajaran, poster, alat
peraga IPA, dan film ilmiah/dokumentar.
c. Fungsi Komunikasi
Seni sebagai media komunikasi misalnya dalam kritik sosial, kebijakan,
gagasan, guna memperkenalkan kepada masyarakat. Contohnya pegelaran
wayang kulit, wayang orang, dan seni teater ataupun poster, drama komedi dan
reklame.
d. Fungsi Rekreasi/Hiburan
Fungsi utama seni adalah hiburan atau rekreasi untuk melepas kejenuhan atau
mengurangi kesedihan yang khusus untuk pertunjukan berekpresi atau hiburan.
e. Fungsi Artistik
Seni yang berfungsi sebagai media ekspresi seniman dengan menyajikan
karyanya tidak untuk hal yang komersil, seperti musik kontemporer, tari
kontemporer, dan seni rupa kontemporer. (Seni pertunjukan yang tidak bisa
dinikmati pendengar/pengunjung, hanya bisa dinikmati oleh para seniman dan
komunitasnya).
f. Fungsi Guna
Karya seni yang dibuat tanpa memperhitungkan kegunaannya, kecuali sebagai
media ekspresi (karya seni murni) atau pun dalam proses penciptaan
mempertimbangkan aspek kegunaannya, seperti perlengkapan/peralatan rumah
tangga yang berasal dari gerabah ataupun rotan.
g. Fungsi Kesehatan
Seni sebagai fungsi kesehatan, seperti pengobatan penderita gangguan physic
atuapun medis distimulasi melalui terapi musik (disesuaikan dengan latar
belakang pasien). Terbukti musik telah mampu untuk menyembuhkan
penyandang autisme, gangguan psikologis trauma suatu kejadian. Pada tahun
siegel menyatakan bahwa musik klasik menghasilkan gelombang alfa yang
dapat menenangkan dengan merangsang sistem limbic jaringan neuron otak
dan gamelan menurut Gregorian dapat mempertajam pikiran.
25. III. INTERPRETASI
Karya film pendek berjudul PLAGIATOR yang dibuat oleh kelas X
Multimedia 1 berdurasi total 3:43 menit termasuk opening (bumper), Jeda Iklan (Ads
Space) dan credit title (Penutup), unsur pembentuk teater yakni plot atau alur tampak
jelas, dimana alur pada film pendek ini kian diperjelas dengan adanya jeda iklan
sebagai pemisah dalam tiap alurnya.
Dalam film pendek berjudul PLAGIATOR mempunyai skema plot (alur) yang
sederhana dimana plot (alur) hanya terdiri dari 3 bagian saja yakni eksposisi
(pengenalan tokoh), konflik, dan dilanjutkan dengan resolusi (penyelesaian masalah).
Pada masing – masing bagian alur digunakan setting (pemilihan tempat) yang
berbeda, dimana pada bagian eksposisi bertempat di jalan masuk sekolah dimana tokoh
melakukan movement menuju lorong kelas, sampai dengan ke pintu masuk kelas
disertai dengan gesture – gesture sederhana layaknya suasana pagi saat murid
memasuki kelas, pada bagian konflik menggunakan setting di dalam kelas kemudian
pada bagian resolusi menggunakan setting di kantin sekolah.
Penggunaan dialog pada bagian eksposisi disajikan secara minimalis, yakni
dengan dialog bertegur sapa, dan dialog penuh, tersaji pada bagian konflik dan resolusi.
Karakter tokoh hanya terdiri dari tokoh protagonis (tokoh baik), antagonis
(tokoh penentang) dan tritagonis (tokoh penengah).
Teknik pengambilan gambar pada bagian eksposisi diawali dengan
menggunakan teknik tilt (pengambilan gambar dari bawah keatas) dengan kamera O
(teknik pengambilan gambar dimana penonton hanya sebagai pengamat saja). Ukuran
pengambilan gambar secara bergantian menggunakan medium long shot dan medium
shot dengan sudut gambar low angle dan eye angle, menggunakan full framing dimana
kedua objek tokoh berada dalam satu gambar (frame) sekaligus.
Pada bagian konflik teknik pengambilan gambar masih menggunakan teknik
kamera O, secara begantian dibidik dengan teknik medium close up dan close up.
Dengan pengambilan sudut high angle dan eye angle, menggunakan metode pull/rack
focus, dan diawali dan diakhiri dengan full framing yakni semua objek gambar berada
dalam satu frame (gambar).
Pada bagian resolusi diawali dengan teknik zoom dalam membidik tulisan
kantin, framing full frame dengan size shot menggunakan teknik extreme long shot
untuk objek tokoh.
26. Ketika para tokoh saling melempar dialog, sama halnya dengan bagian
konflik, teknik pengambilan gambar menggunakan pull/rack focus dan dibidik secara
high dan eye angle yang kemudian ditutup dengan gimik komedi yang diakhiri dengan
framing full frame medium long shot.
Ide dan pesan yang akan disampaikan pada film pendek ini adalah tentang
upaya plagiasi yakni upaya mengkloning ide yang kemudian di tentang oleh tokoh yang
merasa sebagai pencetus ide tersebut.
Secara keseluruhan karya film pendek berjudul PLAGIATOR ditinjau dari
sebagai fungsi karya seni telah mencakup fungsi Ekonomi karena terdapat unsur
promosi, hiburan karena terdapat unsur komedi, unsur pendidikan karena plagiator
adalah tema yang mungkin dapat memberikan edukasi, tema seni untuk seni karena
terdapat aliran alur (plot) didalamnya,
IV. EVALUASI
Pada karya film pendek yang berjudul PLAGIATOR dari sisi alur (plot) pada
bagian eksposisi tidak termasuk gambar pembuka (bumper) sampai dengan jeda
mempunyai durasi sekitar 50 detik, dimulai pada detik ke 10 sampai ke menit 01:00.
Pada bagian ini gambar hanya berisikan gambar jalan raya, plakat nama sekolah dan
adegan berjalan para tokoh. Adegan berjalan dimulai pada detik ke 30 sampai dengan
jeda menit ke 01:00, amat terasa lama bagi penonton dengan durasi selama itu untuk
dipaksa hanya menyaksikan adegan berjalan, setidaknya dapat disisipkan potongan
gambar lain dengan tujuan agar gambar bisa lebih kaya dan untuk mengantisipasi
kejenuhan penonton yang hanya melihat satu adegan saja dalam durasi yang cukup
panjang tersebut.
Pada bagian konflik, kualitas artikulasi dialog awal tokoh yang diperankan
oleh Reza Alfian kurang begitu jelas, terlepas dari kesalahan teknis, dialog dimuka
teramat penting dari segi sampainya pesan pada penonton. Dialog kedua yang dalam
hal ini diucapkan oleh toko kedua yang diperankan oleh Aldi Afendiyanto mempunyai
intonasi dan gestikulasi yang terkesan ragu sehingga terkesan tidak meyakinkan,
terlihat tidak wajar dan dibuat – buat. Hal ini dapat mengesankan bahwa aktor tidak
menguasai dialog, seharusnya sutradara yakni Muhammad Effendi mempunyai
kewenangan untuk melakukan take (rekam) ulang.
27. Kurang menguasai naskah dan dialog tersebut juga terasa dalam ekspresi
mimik dari para aktor dalam memainkan peran, bahkan sampai terjadinya klimaks
konflik dimana para tokoh secara bersamaan berdiri, ekspresi pada wajah aktor masih
terlintas senyuman sehingga adegan ini makin terasa tidak wajar dan terkesan dibuat –
buat, seharusnya akan menjadi ideal sebuah akting film apabila mampu terlihat wajar
dan nyata (non teaterikal). Jika pada teater akting menggunakan gerak teaterikal
(sedikit hiperbola) sebaliknya pada film akting dilakukan dengan sebisa mungkin
berkesesusaian dengen keseharian, tampak nyata dan wajar sehingga mampu membawa
penonton hanyut dan masuk dalam alur cerita.
Selanjutnya pada bagian akhir konflik ditutup dengan masuknya peran
tritagonis yang diperankan oleh Muhammad Suhri Fuadi, adegan ini sepintas komedi,
akan tetapi durasi adegan terlalu sebentar dan kemungkinan gimik komedi yang
disampaikan akan tidak sampai pada penonton, akan lebih baik apabila komedi penutup
konflik tersebut disajikan dengan durasi sedikit lebih lama, sehingga penonton dapat
merasakan titik balik dan sedikit membentuk alur baru yang berpontensi menambah
kekayaan khasanah alur.
Dari sisi pengambilan gambar yang dalam hal ini dilakukan oleh Angga
Pratama sebagai camera person, variasi pengambilan gambar ada kalanya memakain
teknik Kamera S, dimana penonton diajak untuk bertapa muka langsung dengan aktor,
sehingga dapat lebih merasakan emosi dari aktor, jadi kamera berperan seolah sebagai
mata dari aktor lawan bicara.
Pada bagian resolusi (penyelesaian) pada adegan berdiri dan saling berjabat
tangan seharusnya dialog sudah harus diselesaikan tidak meski bertanya “apakah kamu
memaafkan saya?”, dari sini terkesan permasalahan masih menggantung dan tidak
selesai.
Secara keseluruhan pesan yang disampaikan terasa tidak jelas, penonton masih
belum mengetahui secara ruang lingkup plagiator, apakah ketika dalam proses belajar
plagiasi itu di halalkan, hal ini akan menjadi pertanyaan besar bagi penonton ketika
salah satu aktor mengungkapkan perkataan sanggahan yang diulang dua kali yakni
“kita kan masih sama – sama belajar’, dan pertanyaan atas kehalalan plagiasi dalam
proses pembelajaran juga masih belum terjawab pada bagian resolusi. Dalam hal ini
penonton hanyalah mendapatkan perbendaharaan kosa kata yakni plagiator.
28. Sebagai penutup, dalam pembuatan film sebagai salah satu karya seni dan juga
disebut sebagai karya intelektual, diperlukan suatu pemahaman yang utuh dari unsur
teori dan aplikasi, hal ini dapat dipunyai apabila pembuat film kaya akan literasi dan
referensi, yakni dengan memaksimalkan fungsi indra, melihat dengan membaca dan
mengamati, menganalisis dan menyimpulkan, mendengar dari para ahli, dan menulis
untuk mengolah analisa menjadi ilmiah, yang semuanya tercakup dalam kegiatan
apresiasi. Apresiasi tidak hanya mencakup hanya pada karya seni tetapi apresiasi juga
perlu dilakukan pada kehidupan sehari – hari sebagai penunjang ketrampilan berperan
agar bisa tersaji lebih wajar dan nyata dalam memainkan adegan film.
Kegiatan apresiasi diharapkan mampu untuk memotivasi siswa – siswi untuk
bisa lebih produktif dalam berkarya, dengan berkarya dan berapresiasi khasanah intuitif
akan bisa lebih kreatif dan lebih kaya. Kekayaan intelektual inilah yang nantinya
mampu mendistribusikan kualitas olah pikir pada setiap sumber daya manusia,
sehingga sumber daya manusia tersebut bisa lebih peka, adaptif dan mampu bersaing
dimanapun juga dia berada.
Jember, 04 maret 2018, 19:51 bbwi.