SlideShare a Scribd company logo
1 of 58
LAPORAN HOME VISIT
WILAYAH KERJA PUSKESMAS TANJUNG PINANG
KASUS :
DIABETES MELITUS TIPE 2 TIDAK TERKONTROL
Disusun Oleh:
Hanna Asmar G1A218086
Ghozi Fadlul Ramadhan G1A218087
Dosen Pembimbing:
dr. Hj. Rini Kartika, M.Kes
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT / KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Di Indonesia, penyakit tidak menular cenderung terus meningkat dan telah
mengancam sejak usia muda. Transisi epidemiologis telah terjadi secara
signifikan selama 2 dekade terakhir, yakni penyakit tidak menular telah menjadi
beban utama, sementara beban penyakit menular masih berat juga. Indonesia
sedang mengalami double burden diseases, yaitu beban penyakit tidak menular
dan penyakit menular sekaligus. Penyakit tidak menular utama meliputi
hipertensi, diabetes melitus, kanker dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).1
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit tidak menular yang
berkembang secara menahun atau disebut dengan penyakit kronis. Penyakit ini
disebabkan oleh pola hidup yang tidak sehat yaitu cenderung sedentary. Dewasa
ini, penyakit tidak hanya terjadi pada kalangan lanjut usia, namun sudah mulai
didapatkan kasus DM pada usia produktif. Menurut Riskesdas Tahun 2018,
prevalensi diabetes melitus umur ≥15 tahun di Indonesia berdasarkan diagnosis
dokter telah mencapai angka 2,0%. Hal ini menunjukkan peningkatan dari hasil
Riskesdas tahun 2013 yang hanya 1,5%.2
Home visit Puskesmas Tanjung Pinang dilakukan di Jl. Pakubuwono
RT.19 Kelurahan Tanjung Pinang Kota Jambi. Kami mengunjungi seorang pasien
dengan DM Tipe 2 yang tidak diobati dengan baik dan terjadi pada usia produktif.
Beberapa faktor risiko meningkatnya angka kejadian morbiditas dan mortalitas
DM Tipe 2 akibat komplikasi adalah ketidakpatuhan pasien dalam minum obat,
kurangnya aktifitas fisik dan tidak adanya pengaturan diet yang dianjurkan oleh
dokter. Selain itu, dukungan dan peran aktif keluarga juga dibutuhkan sebagai
kontrol dalam penatalaksanaan pasien.
Puskesmas sebagai Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama yang
mengedepankan upaya promotif dan preventif dalam upaya meningkatkan
kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya.3 Salah satu implementasinya adalah
memberikan pemahaman kesehatan kepada masyarakat untuk mengembalikan
fungsi kesehatan keluarga dalam keadaan normal.
1
2
Pendekatan keluarga adalah salah satu cara Puskesmas untuk
meningkatkan jangkauan sasaran dan mendekatkan/meningkatkan akses
pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya dengan mendatangi keluarga.
Pendekatan keluarga dilakukan oleh puskesmas dalam bentuk program home
visit.1 Tujuan akhir dari proses ini ialah terbentuknya keluarga dan lingkungan
yang mendukung pasien untuk sehat.
Berikut ini dilaporkan satu kasus DM Tipe 2 Tidak Terkontrol yang
berada di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Pinang. Dalam kunjungan rumah ini
dilakukan beberapa analisa terkait kasus tersebut. Berikut ini adalah hasil laporan
home visit.
2
BAB II
ISI LAPORAN HOME VISIT
2.1. Identitas Pasien
Nama : Ny.I
Umur : 55 tahun
Tempat, Tanggal lahir : Pariaman, 10 Desember 1963
BB/TB : 39 kg/146 cm
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan Terakhir : SD (Sekolah Dasar)
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Alamat : Jl. Pakubuwono RT.19 Kel. Tanjung Pinang
Kec. Jambi Timur Kota Jambi
Bangsa/Suku : Indonesia/Minang
Status : Janda
2.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama
Sakit kepala dan badan lemas.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Os datang ke poli usila Puskesmas Tanjung Pinang bersama anaknya
dengan keluhan sakit kepala dan lemas sejak 1 minggu yang lalu. Os juga
mengeluhkan kadang-kadang mual dan muntah. Sebelum ke puskesmas,
Os dicek glukosa darah sewaktu dan didapatkan hasil tinggi. Karena
merasa glukosa darahnya tinggi, anak Os berinisiatif untuk berobat ke
puskesmas.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
2 tahun yang lalu, Os pernah jatuh saat hendak berdiri dari duduknya, Os
merasa lemas, pandangannya kabur, dan mulutnya langsung merot ke
3
4
kanan. Saat dibawa ke rumah sakit, Os didiagnosis terkena stroke pada
bagian kiri tubuhnya, Os kemudian pulang dan melakukan pengobatan
alternatif yaitu dengan cara diurut sebanyak lebih kurang 11 kali hingga
merasa lebih baik. Setahun setelah itu, Os memiliki 2 buah bisul di
belakang kepalanya yang tak kunjung sembuh, kemudian dibawa kerumah
sakit dan akhirnya diketahui bahwa Os memiliki kadar gula darah yang
tinggi yaitu 490 mg/dL sehingga Os diberikan insulin injeksi. Namun
hanya digunakan selama 1 bulan tidak rutin karena telah merasa tidak
pusing lagi.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Os mengatakan bahwa tidak ada anggota keluarga yang memiliki
keluhan yang sama.
e. Riwayat Sosial Ekonomi
Os tinggal dirumahnya bersama anak perempuan yang sedang hamil,
menantu dan 2 orang cucunya. Suami Os adalah seorang tukang jahit, dan
sudah meninggal beberapa tahun yang lalu. Sebelum sakit, Os biasa
berjualan kue di pasar Talang Banjar di dekat rumahnya, namun sejak Os
sakit dan sudah tidak mampu berjalan dengan baik, ia tidak bekerja lagi.
Satu-satunya orang yang bekerja dirumah saat ini adalah menantu laki-
lakinya, yaitu sebagai pedagang keliling di pasar.
f. Riwayat Makan dan Kebiasaan
Dulu sebelum mengalami serangan stroke, Os tidak pernah mengatur
jenis dan pola makannya, Os sering mengkonsumsi santan, makanan yang
berlemak ataupun gula yang tinggi.
Sekarang Os membatasi konsumsi makanan bersantan, sudah mulai
mengkonsumsi sayur dan buah, namun Os tidak pernah berolahraga
karena untuk berjalan pun Os kesulitan sehingga ia malas bergerak. Os
5
tidak merokok. Os jarang bergerak, kebanyakan menghabiskan waktu
dengan berbaring. Os juga sering buang air kecil di tempat tidurnya.
2.2. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum : Terlihat Sakit
 Kesadaran : Compos mentis (GCS 15)
 Gizi (IMT) : 18,3 (Underweight)
 Tanda vital
o Tekanan Darah : 140/60 mmHg
o Nadi : 84x/menit
o RR : 21x/menit
o Suhu : 36.8ºC
 Status Generalisata
o Kepala : Normocepalik
o Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
o Hidung : Deviasi septum (-/-), epistaksis (-)
o Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-), laserasi (-)
o Leher : Pembesaran KGB (-)
o Thorak
 Paru-paru
a. Inspeksi
Deviasi trakea (-), bentuk dada normal,sternum dan klavikula
tidak ada kelainan bentuk, pergerakan dinding dada simetris.
b. Palpasi
Posisi trakea normal, pergerakan dinding dada simetris, nyeri
tekan (-), krepitasi (-).
c. Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
d. Auskultasi : Vesiculer
6
 Jantung
a. Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
b. Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V Linea
midclavicularis sinistra dua jari ke medial
c. Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
d. Auskultasi : Bunyi jantung I/II regular
o Abdomen
a. Inspeksi : Sikatrik (-)
b. Palpasi : Soepel, nyeri tekan/lepas (-), organomegali (-)
c. Perkusi : Tympani (+), ascites (-)
d. Auskultasi : Bising usus (+)
o Ekstremitas Superior : Akral dingin, CRT < 2 detik, edema (-)
o Ekstremitas Inferior : Akral dingin, CRT < 2 detik, edema (-)
o Pemeriksaan Kekuatan Otot Motorik
a) Ekstremitas superior : Kiri : 3/5 , Kanan : 4/5
b) Ekstremitas Inferior : Kiri : 3/5, Kanan : 4/5
2.3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan di Puskesmas ialah Glukosa
Darah Sewaktu dan didapatkan hasil sebesar 298 mg/dL.
Seharusnya dilakukan pula pemeriksaan HbA1C dan pemeriksaan lain
terkait komplikasi DM seperti pemeriksaan Urin (Ur/Cr) untuk fungsi ginjal.
2.4. Diagnosis Kerja
Diabetes Melitus Tipe 2 Tidak Terkontrol + Pasca Stroke
2.5. Terapi
Non Farmakologis
1. Modifikasi gaya hidup Os dengan mengganti asupan karbohidrat simpleks
menjadi karbohidrat kompleks.
7
2. Menganjurkan untuk mengkonsumsi sumber protein hewani seperti ayam
tanpa kulit, ikan, putih telur dan daging yang tidak berlemak.
3. Mengkonsumsi sumber protein nabati seperti tempe, tahu, kacang merah,
kacang tanah dan kacang kedelai.
4. Rutin mengkonsumsi sayuran yang tinggi serat seperti kangkung, daun
kacang, oyong, ketimun, tomat, lobak sawi, selada, seledri dan terong.
5. Mengkonsumsi buah-buahan seperti jeruk, apel, pepaya, jambu air, salak
dan belimbing.
6. Rutin berolahraga, dapat berupa jalan, lari, jogging, bersepeda selama 20-
25 menit dengan frekuensi 3-5x per minggu. Penting juga untuk cukup
istirahat (6-8 jam) dan mengendalikan stress.
Adapun makanan yang harus dihindari atau dibatasi adalah:
1. Membatasi makanan sumber karbohidrat seperti nasi, bubur, mie, roti,
ketan.
2. Membatasi protein yang memiliki kadar lemak jenuh tinggi seperti kornet,
sosis, sarden, otak, jeroan dan kuning telur.
3. Menghindari mengkonsumsi keju, abon, dan susu full cream.
4. Menghindari mengkonsumsi makanan yang digoreng dan yang
menggunakan santan kental, kecap dan saus tiram.
5. Menghindari mengkonsumsi gula pasir, manisan buah, cake, kue-kue
manis, dodol, sirup, selai, coklat, dan permen.4
Farmakologi
 Metformin
 Domperidone
 Betahistine
8
Prognosis
Quo ad Vitam : Dubia ad Bonam
Quo ad Fungsionam : Dubia ad Malam
Quo ad Sanationam : Dubia adMalam5
2.6. Pengamatan Rumah
a. Bangunan rumah
 Bangunan rumah terlihat kokoh dan terbuat dari beton
 Atap terbuat dari seng
 Lokasi bangunan berdempetan (bedeng) dan padat penduduk.
b. Komponen dan penataan ruang rumah
i. Lantai
Lantai bagian dalam rumah terbuat dari keramik kecuali bagian
tempat mencuci dan kamar mandi yang hanya terbuat dari semen.
Gambar 2.1 Lantai Dalam Rumah Gambar 2.2 Lantai Kamar Mandi
ii. Dinding rumah
Dinding rumah pada bagian ruang tamu, kamar, dapur terbuat dari
beton dan dicat, namun tampak cat sudah pudar dan banyak noda kotor
pada dinding. Dinding ruang tamu dan kamar terlihat memiliki
ventilasi.
9
iii. Langit-langit
Langit-langit rumah terbuat dari triplek, tampak berdebu, bersarang
laba-laba dan kotor pada bagian tepi, tampak bekas rembesan air pada
beberapa sudut.
iv. Tata ruang rumah
Ruang di dalam rumah Os terdiri atas 1 ruang tamu yang
bergabung dengan ruang keluarga, 2 kamar tidur, 1 dapur digabung
dengan ruang makan, dan 1 tempat mencuci yang berada diluar rumah
yang terdiri dari kamar mandi, jamban dan sumur.
 Ruang tamu
Ruang tamu tidak tertata dengan rapih, tampak banyak
tumpukan pakaian yang belum dilipat diatas kursi tamu, lantai
berdebu, pencahayaan dan sirkulasi buruk, ruangan gelap dan
pengap. Terdapat sebuah pintu keluar rumah dengan lebar 1 meter,
3 buah jendela dengan lebar 80 cm, 4 buah ventilasi yang masing-
masing berukuran 80x40 cm. Jendela dan gorden ruang tamu
jarang dibuka.
10
Gambar 2.3 Kondisi Ruang Tamu
 Ruang kamar
Terdapat dua kamar tidur didalam rumah. Pada bagian depan
merupakan kamar Os dan disebelahnya merupakan kamar anak
perempuannya beserta suami dan anaknya. Kamar tidur Os
berukuran 3x4 meter, memiliki 2 jendela yang berukuran 60 cm
yang jarang dibuka dan 2 buah ventilasi. Gorden kamar juga jarang
disingkapkan. Suasana pencahayaan alami kurang baik, kamar
terasa pengap serta bau pesing. Tempat tidur tidak tertata dengan
rapi, Os lebih sering berbaring di karpet (perlak) karena sering
buang air kecil di tempat tidur, perlak jarang dicuci dan kasur
jarang dijemur.
Kamar anak perempuannya berukuran 3x3 meter, memiliki 1
jendela berukuran 60 cm dan jarang dibuka, langit-langitnya bocor,
tampak bekas rembesan air dan sarang laba-laba. Pencahayaan
11
alami dan sirkulasi udara buruk. Tampak alas kasur yang tidak
terpasang dengan benar, bantal dan pakaian berserakan di lantai
dan di kasur. Banyak pakaian bergantungan di dinding. Lantai
kamar kotor.
Gambar 2.4 Kondisi Kamar
 Kamar mandi
o Tempat untuk mandi dan buang air terletak terpisah, berada
diluar rumah dan berlantai semen. Khusus jamban Os berbagi
dengan tetangga di sebelah rumahnya.
o Jamban menggunakan leher angsa namun pembuangan tidak
menggunakan septictank, tapi dialirkan ke parit besar
disamping rumah.
o Atap jamban terbuat dari seng dan bocor pada satu sisi.
o Tampak sabun pencuci tangan, sikat gigi tidak memiliki
penutup ataupun rak tertutup khusus untuk menyimpan sikat
gigi.
o Lantai kamar mandi dan WC agak licin karena jarang
dibersihkan.
o Tidak terdapat bak mandi didalam kamar mandi dan jamban,
hanya baskom penampung air. Air didalamnya bersih, jernih,
tidak ada jentik karena selalu diisi ulang setiap hari.
12
o Ada genangan air di dalam kamar mandi karena struktur lantai
semen tidak rata.
o Sumur tidak memiliki penutup, air sumur berwarna jernih.
Tidak terdapat sampah didalam sumur.
o Terdapat tempat menjemur pakaian di sekeliling sumur dan
pakaian yang dijemur dibiarkan basah saat hujan turun.
13
Gambar 2.5 Kondisi Kamar Mandi dan Tempat Mencuci
 Ruang dapur dan ruang makan
o Luas dapur dan ruang makan berkisar 4x3 meter, tempat untuk
memasak hanya berukuran sekitar 1x3 meter.
o Tidak terdapat jendela pada bagian dapur untuk pembuangan
asap hasil memasak makanan, asap dibuang melalui pintu yang
mengarah ke tempat mencuci.
o Penyusunan alat masak tampak kurang rapi
o Terdapat rak penyimpanan peralatan makan namun tidak
tertutup
o Terdapat tempat pencucian peralatan masak dan makan, namun
terlihat kurang baik karena terdapat ember berisi air untuk
pencucian yang tidak tertutup
14
o Keluarga Os memiliki kebiasaan membuang sampah bekas
memasak langsung di dapur tanpa mengumpulkannya di suatu
tempat.
o
Gambar 2.6 Kondisi Dapur
15
c. Pencahayaan
Pencahayaan alami secara langsung kurang baik, karena tiap ruangan
di dalam rumah tersebut terlihat kekurangan cahaya matahari yang masuk
karena jendela dan gorden jarang dibuka.
Gambar 2.7 Kondisi Pencahayaan
d. Penyediaan air
 Air untuk kegiatan mandi, cuci, kakus bersumber dari sumur.
 Air minum bersumber dari air galon isi ulang.
e. Sarana penyimpanan makanan
 Di dalam rumah tersedia lemari es sebagai tempat penyimpanan bahan
makanan.
 Tersedianya lemari khusus untuk menyimpan makanan yang telah
diolah agar tetap higienis dan aman. Anak Os tampak mendinginkan
nasi untuk Os diatas kulkas dalam keadaan tidak tertutup.
16
Gambar 2.8 Tempat Penyimpanan Makanan
f. Limbah
 Limbah cair dibuang ke saluran yang langsung mengalir ke parit besar
disamping rumah.
 Limbah padat dikumpulkan terlebih dahulu oleh Os. Apabila limbah
padat tersebut sudah cukup banyak maka akan dibuang ke tempat
pembuangan sampah yang berada di pasar.
17
g. Binatang penular penyakit
Tampak adanya tikus didekat sumur dan jamban Os.
2.7. Pengamatan Lingkungan
Rumah Os terletak dikawasan padat penduduk, dan antara rumah Os
dengan rumah tetangga berdempetan satu sama lain. Jalan yang ada di sekitar
rumah pun sangat sempit, kira-kira hanya memiliki lebar 2 meter. Didepan
dan samping rumah Os tampak ada bungkusan yang berisi barang-barang
tidak terpakai.
Gambar 2.9 Tampilan Depan Rumah Gambar 2.10 Tampilan samping rumah
18
Gambar 2.11 Jalan menuju rumah Os Gambar 2.12 Parit Tempat Membuang Limbah
dan menyalurkan Tinja
2.8. Hasil Wawancara dan Pengamatan Perilaku Kesehatan dengan Keluarga
1. Kenapa ibu selalu berbaring?
“Kepala pusing, dak enak duduk”
2. Apakah ibu sudah mencoba berjalan-jalan di dalam rumah?
“sudah, tapi susah jalan. Kepala pusing, tambah lagi harus dibantu jadi
malas.”
3. Mengapa ibu tidak menggunakan tongkat untuk membantu berjalan
“kalau berdiri, kepala pusing. Dak enak pakai tongkat.”
4. (Kepada anak Os) Apakah kakak sering membantu memapah ibu
berjalan?
“Sering, tapi cuma sebentar, ibu tidak mau lama”
5. (Kepada anak Os) Apakah kakak sering mengajak ibu berjalan keluar
pagi-pagi misalnya?
“Sering, kadang pagi-pagi disuruh berjemur di teras. Tapi baru sebentar,
ibu malah jalan sendiri, masuk ke dalam rumah.”
19
“ibu jugo sering baring habis makan, disuruh duduk dakmau, kadang
langsung tetidur sehabis makan”
6. Mengapa ibu buang air kecil tidak pada tempatnya?
“kadang dak teraso kalau mau kencing, tau-tau sudah basah bae”
“malas jalan ke wc, jauh, susah jalan. Apolagi kalau sudah malam”
7. Apakah ibu mau menggunakan pispot/wadah baskom untuk menampung
air kecil ibu?
“dakmau, dak enak.”
8. (kepada anak Os) Apakah ibu tidak memanggil kakak waktu ingin
kencing?
“Idak, tau-tau sudah kencing bae. Kadang pun sudah dikasih pampers tapi
malah dibukanyo, dak enak katonyo”
Os tinggal dirumah bersama anak perempuannya yang sudah menikah dan
sedang mengandung anak ketiga. Suami Os sudah meninggal 2 tahun yang
lalu sebelum Os masuk rumah sakit karena stroke.
Perilaku kesehatan dalam keluarga Os, dapat dikatakan buruk, Adapun
perilaku kesehatan (PHBS) dalam keluarga dapat diniliai melalui 10 kriteria,
yaitu:
Tabel 2.1 Hasil Penilaian PHBS
Kriteria PHBS Penilaian
1. Persalinan ditolong oleh tenaga
kesehatan
Anak Os melakukan persalinan di bidan
pada anak pertama dan keduanya
2. Memberi ASI ekslusif Anak Os memberi ASI eksklusif untuk
anak pertamanya saja
20
3. Menimbang balita Anak Os jarang ke posyandu untuk
menimbang anaknya
4. Menggunakan air bersih Os dan keluarganya menggunakan
sumber air bersih berupa air sumur dan
air minum menggunakan air galon isi
ulang.
5. Mencuci tangan dengan air bersih dan
sabun
Keluarga Os memahami tentang budaya
mencuci tangan dengan air bersih namun
masih jarang menggunakan sabun, Os
hanya mencuci tangan dengan
menggunakan air saja.
6. Menggunakan jamban sehat Di keluarga ini menggunakan jamban
yang tidak sehat karena sistem
pembuangan langsung ke parit.
7. Memberantas jentik rumah sekali
seminggu
Keluarga tidak pernah memberantas
jentik, karena selalu membersihkan
penampungan bila mulai kotor.
8. Makan buah dan sayur setiap hari Keluarga Os cukup sering mengkonsumsi
sayur dan buah.
9. Melakukan aktivitas fisik setiap hari Aktivitas fisik Os setiap hari sangat
minim, lebih banyak berbaring karena
mengeluh kepala pusing dan sakit
pinggang. Os sangat jarang berjalan,
karena kesulitan dan tidak mau
menggunakan tongkat. Keluarga ini juga
tidak memiliki jadwal tertentu untuk
berolahraga.
21
10. Tidak merokok di dalam rumah Menantu Os merokok di dalam rumah.
Selain indikator tersebut yang dinilai, ada beberapa perilaku kurang baik
yang berkaitan tentang kesehatan yang terlihat seperti menggantungkan baju
sembarangan, letak dan tata barang yang berantakan pada ruang kamar, jarang
membuka jendela dan membuang sampah sembarangan di dalam rumah.
2.9. Hasil Wawancara dan Pengamatan Hubungan dalam Keluarga
Os merupakan seorang janda yang tinggal bersama anak, menantu dan kedua
cucunya. Os tinggal berdekatan dengan keluarga suaminya. Menurut ketua RT
setempat, Os memiliki hubungan yang baik dengan tetangga sekitar dan tidak
ditemukan adanya pertikaian di dalam rumah tangga Os. Os juga memiliki
hubungan yang baik dengan anaknya.
22
Tabel 2.2 Hasil Home Visit
Tanggal Subjek Objek Kajian Planning Kemajuan
Kunjungan
ke-1
8/02/2019
Sakit
kepala dan
lemas
Keadaan umum
Kesadaran : Compos
Mentis
Tanda Vital
TD: 130/80 mmHg
N: 82x/menit
RR: 21x/menit
T: 36.2ºC
GDS: 322 mg/dL
Kondisi rumah
 Keadaan kamar
terlihat sangat
tidak rapih.
Banyak pakaian
 Kepatuhan Os
dalam minum obat
diabetes tidak baik.
 Kebiasaan makan
dan minum Os
cukup baik.
 Os suka buang air
kecil sembarangan
dan tidak
memanggil
anaknya. Os tidak
mau menggunakan
pispot atau baskom
untuk menampung
kencingnya.
 Os tidak pernah
berolahraga.
Konseling dan edukasi kepatuhan
minum obat
 Menjelaskan pentingnya kepatuhan
minum obat diabetes, baik ke Os
maupun ke anak Os.
Konseling kondisi rumah
 Memberikan saran untuk
merapihkan dan membersihkan
kamar setiap hari, seperti
merapihkan pakaian yang
tergantung, merapihkan barang
yang berserakan, membersihkan
sprei tiap hari, mencuci perlak Os
yang kotor karena kencing,
menjemur bantal dan kasur.
 Memberikan saran untuk
membersihkan dan merapihkan
-
23
yang bergantungan
di dalam kamar
dan terlihat banyak
barang yang
berserakan di
dalam kamar.
Kamar pengap dan
bau pesing.
 Keadaan ruang
tamu berantakan,
banyak sekali
pakaian di atas
sofa dan terdapat
bekas tulang ikan
di atas meja tamu.
Lantai kotor.
 Keadaan dapur
terlihat kurang
bersih dan sempit.
 Os cukup sering
makan sayur dan
buah.Os seringkali
langsung berbaring
dan tertidur setelah
makan.
 Os jarang
melakukan
kegiatan cuci
tangan
menggunakan
sabun.
dapur seperti membersihkan kuali,
kompor dan dinding tempat
memasak, meletakkan alat-alat
masak ke tempat yang tertutup,
menutup kuali yang masih berisi
minyak, membuang barang-barang
bekas yang tidak terpakai, limbah
padat langsung dibuang dan tidak
ditumpuk, disediakan tempat
penampungan air pencucian alat
masak dan piring yang tertutup.
 Memberikan edukasi mengenai
pencegahan vektor penyakit yaitu
selalu mencegah adanya genangan
air dan tumpukan sampah.
Konseling perilaku dan kebiasaan
 Mengedukasi Os mengenai pola
makan yang baik dan menyarankan
Os untuk mengurangi asupan gula
24
 Tempat pencucian
peralatan alat
masak dan makan
terlihat kurang
baik.
 Keadaan kamar
mandi cukup baik,
tempat
penampungan air
terlihat cukup
bersih, hanya saja
jamban tidak sehat,
tidak
menggunakan
septic tank.
dan memperbanyak makan sayur
dan buah.
 Memberikan saran untuk lebih
sering bergerak dan berolahraga.
Minimal berjalan didalam rumah
atau duduk di teras.
 Mengedukasi Os mengenai manfaat
penggunaan kelambu saat tidur dan
memberikan saran agar
menggunakannya.
 Memberi pemahaman pada Os dan
anaknya bahwa kebersihan badan
itu sangat penting, terutama anak
Os sedang hamil. Menyarankan Os
untuk sering mandi dan tidak buang
air kecil sembarangan.
 Menyarankan kepada Os untuk
tidak langsung berbaring maupun
tidur setelah makan.
25
Kunjungan
ke-2
11/2/2019
Sakit lutut,
punggung,
sakit
kepala,
dan lemas
Keadaan umum
Kesadaran : Compos
Mentis
Tanda Vital
TD : 140/60 mmHg
N: 84x/ menit
RR : 21x/menit
T : 36,6 0C
GDS : 343 gr/dL
Kondisi rumah
 Keadaan kamar
masih kurang rapih
dan pengap. Cukup
banyak pakaian
yang berserakan di
dalam kamar. Alas
tidur(perlak) Os
 Kebiasaan
Osbuang air kecil
sembarangan
masih dilakukan.
 Os tidak
berolahraga dan
masih sering
berbaring daripada
berjalan.
 Os masih jarang
melakukan
kegiatan cuci
tangan
menggunakan
sabun.
 Os dan anaknya
masih tidak
menggunakan
kelambu saat tidur.
Konseling dan edukasi kepatuhan
minum obat.
 Menjelaskan kembali pentingnya
kepatuhan minum obat diabetes,
baik ke Os maupun ke anak Os.
 Menjelaskan efek samping yang
mungkin ditimbulkan dari obat
yang dikonsumsi Os.
Konseling kondisi rumah
 Memberikan saran untuk
merapihkan dan membersihkan
kamar setiap hari, menjemur bantal
dan kasur yang terkena kencing.
Konseling perilaku dan kebiasaan
 Mengedukasi Os mengenai pola
makan yang baik dan menyarankan
Os untuk mengurangi asupan gula
dan memperbanyak makan sayur
dan buah.
 Keadaan rumah sudah
lumayan baik, jendela dan
gorden sudah mulai dibuka.
Lantai sudah lebih bersih.
Tumpukan pakaian di sofa
dan pakaian yang berserakan
sudah mulai berkurang.
 Os dan keluarga sudah mulai
menyadari pentingnya
kepatuhan minum obat pada
DM Tipe 2, tampak dari obat
yang telah rutin dikonsumsi.
26
sudah 2 hari tidak
dicuci dan dijemur,
alasan karena hari
terus hujan.
 Keadaan ruang
tamu sudah mulai
membaik,
tumpukan pakaian
di sofa sudah
mulai berkurang.
 Keadaan dapur
masih terlihat
kurang baik. Kuali
bekas memasak
masih tidak
ditutup.
 Tempat pencucian
peralatan alat
masak dan makan
 Memberikan saran untuk lebih
sering bergerak dan berolahraga.
Minimal berjalan didalam rumah
atau duduk di teras.
 Menyarankan kepada Os untuk
tidak langsung berbaring maupun
tidur setelah makan.
 Mengedukasi mengenai pentingnya
mencuci tangan pakai sabun dan
kapan harus melakukannya.
 Mengedukasi mengenai 10 perilaku
hidup bersih dan sehat dan
implementasinya.
 Meminta pasien untuk berpuasa
minimal 8 jam sebelum kunjungan
berikutnya pada hari yang telah
ditentukan.
 Memberikan saran kepada keluarga
Os terkait pencegahan perilaku Os
27
masih terlihat
kurang baik.
 Keadaan kamar
mandi kurang baik,
penampungan air
terlihat cukup
bersih, lantai agak
licin. Belum
memberikan
penutup untuk
wadah sikat gigi.
yang sering Buang Air di tempat.
Saran : Diberikan bel untuk
memanggil jika ingin buang air atau
membuat pegangan di dinding
rumah hingga ke kamar mandi.
Kunjungan
ke-3
14/2/2019
Lemas dan
pusing
Keadaan umum
Kesadaran : Compos
Mentis
Tanda Vital
TD : 100/60 mmHg
N : 92x/ menit
RR : 20 x/ menit
 Kebiasaan Os
buang air kecil
sembarangan dan
tidak memanggil
anaknya sudah
mulai
ditinggalkan, Os
sudah sering
Edukasi kepatuhan minum obat
 Menyarankan agar tetap konsisten
dalam kepatuhan minum obat.
Konseling dan edukasi kondisi
rumah
 Mengedukasi kembali mengenai
rumah sehat, agar adanya
perubahan terhadap kebersihan dan
 Os semakin patuh dalam
minum obat karena sudah
mengetahui pentingnya
kepatuham dalam minum
obat dan selalu diingatkan
oleh anaknya.
 Os sudah mulai rutin
bergerak, berjalan didalam
28
T : 36,30C
GDP : 274 gr/dL
Kondisi rumah
 Keadaan kamar
masih kurang
rapih. Jendela dan
gorden sudah
mulai dibuka.
Bantal Os dijemur.
 Keadaan ruang
tamu sudah tidak
terlalu pengap,
jendela dan pintu
terbuka. Tidak ada
lagi tumpukan
pakaian di sofa.
Lantai bersih.
 Keadaan dapur
meminta anaknya
menemani ke wc.
Namun saat malam
hari masih buang
air kecil di kasur.
 Os masih tidak
berolahraga.Os
sudah sering
berjemur di teras
dan berjalan
didalam rumah
sambil
berpegangan di
dinding.
 Os dan anaknya
masih tidak
menggunakan
kelambu saat tidur,
namun sudah
kesehatan rumah.
Konseling perilaku dan kebiasaan
 Mengedukasi kembali Os mengenai
pola makan yang baik agar semakin
sering memakan sayur dan buah
serta mengontrol porsi nasi dan
mengurangi gula.
 Mengedukasi pentingnya
berolahraga dan bergerak agar tidak
terjadi atrofi otot.
 Mengedukasi Os mengenai manfaat
penggunaan kelambu saat tidur dan
memberikan saran agar
menggunakannya dan
menggunakan lotion anti nyamuk.
 Mengedukasi kembali Os agar tidak
lagi buang air kecil sembarangan.
 Mengedukasi Penyakit Berbasis
Lingkungan yang sedang
rumah, lalu duduk di teras.
 Os sudah sering meminta
anaknya untuk menemani
buang air kecil ke wc.
 Anak Os sudah lebih
memperhatikan kebersihan
badan Os.
 Lantai rumah sudah lebih
bersih, sirkulasi udara dan
pencahayaan di ruang tamu
dan kamar sudah mulai baik.
Jendela dan gorden kamar
sudah sering dibuka.
29
masih terlihat
kurang baik. Di
sekitar tempat
memasak masih
terdapat kotoran
yang lengket dan
sudah menghitam
di keramik.
 Tempat pencucian
peralatan masak
dan makan masih
terlihat kurang
baik, masih
terdapat sampah
bekas memasak
yang berserakan.
 Keadaan kamar
mandi masih
kurang baik,
menggunakan
lotion anti nyamuk
sebelum tidur.
meningkat di wilayah Tanjung
Pinang.
 Identifikasi pelaksanaan 5 pilar
sanitasi total berbasis masyarakat
dan solusi akan permasalahan
tersebut.
 Mengedukasi Os dan keluarga
terkait pengobatan yang diterima.
Disarankan untuk kembali ke
dokter untuk mendapatkan injeksi
insulin.
 Mengedukasi Os akan kebutuhan
fisioterapi agar ke depannya Os
dapat lebih mandiri.
30
tempat
penampungan air
terlihat cukup
bersih.Os masih
menggunakan
jamban tanpa
septictank dan
belum memberikan
tutup untuk tempat
sikat gigi.
3
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Diabetes Melitus
3.1.1 Definisi
Diabetes melitus dalah suatu penyakit metabolik yang ditandai dengan adanya
hiperglikemia yang terjadi karena pankreas tidak mampu mensekresi insulin,
gangguan kerja insulin, ataupun keduanya. Dapat terjadi kerusakan jangka panjang
dan kegagalan pada berbagai organ seperti mata, ginjal, saraf, jantung, serta
pembuluh darah apabila dalam keadaaan hiperglikemia kronis.6
3.1.2 Klasifikasi dan Etiologi
Menurut American Diabetes Mellitus Association tahun 2010,
diklasifikasikan yaitu:
a. Diabetes tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolut):
1) Autoimun: Infeksi virus. Contohnya: Coxacie virus B, rubela, dan
mononucleosis infeksiosa.
2) Idiopatik : Belum diketahui secara pasti. Contohnya: Genetik-herediter
(kromosom 6p21), tanpa sebab.
b. Diabetes tipe 2 (tidak ada kerusakan pada pankreasnya dan dapat terus
menghasilkan insulin, namun tubuh resisten terhadap efek insulin, sehingga tidak
ada insulin yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh):
1) Mutasi reseptor insulin.
2) Efek toxic akumulasi lipid di jaringan (akibat obesitas).
3) Faktor predisposisi lain:
- Peningkatan proses glukogeogenesis dan glukogenesis (sindrom cushing dan
kehamilan).
- Konsumsi makanan yang mengandung gula berelebih → sel-sel beta pankreas
lelah dan tidak optimal dalam memproduksi insulin.
29
30
- Obat-obatan.
c. Diabetes tipe lain:
1) Cacat genetik fungsisel.
2) Cacat genetik fungsi insulin.
3) Endokrinopati (akromegali, sindrom cushing, feokromositoma,
hiperthiroidisme).
4) Penyakit pankreas (pankreatitis, pankreatopati fibrokalkulus, tumor).
5) Obat atau induksi secarakimia.
6) Infeksi.
d. Diabetes melitus gestasional karena terjadi hiperglikemia saat kehamilan.7
3.1.3 Faktor Risiko
Faktor risiko diabetes yaitu :
A. Faktor Risiko yang Tidak Bisa Dimodifikasi
1) Ras dan etnik .
2) Riwayat keluarga dengan DM.
3) Umur: Risiko untuk menderita intolerasi glukosa meningkat seiring dengan
meningkatnya usia. Usia >45 tahun harus dilakukan pemeriksaan DM.
4) Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi >4000 gram atau riwayat
pernah menderita DM gestasional (DMG).
5) Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang lahir
dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding dengan bayi
yang lahir dengan BB normal.6
B. Faktor Risiko yang Bisa Dimodifikasi
1) Berat badan lebih (IMT23 kg/m2).
2) Kurangnya aktivitas fisik.
3) Hipertensi (>140/90 mmHg).
4) Dislipidemia (HDL <35mg/dl dan/atau trigliserida >250mg/dl).
31
5) Diet tak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi glukosa dan rendah serat
akan meningkatkan risiko menderita prediabetes/intoleransi glukosa dan
DMT2.6
C. Faktor Lain yang Terkait dengan Risiko Diabetes Melitus
1) Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang
terkait dengan resistensi insulin
2) Penderita sindrom metabolikyang memiliki riwayat toleransi glukosa
terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu(GDPT) sebelumnya.
3) Penderita yang memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti stroke, PJK,
atau PAD(Peripheral Arterial Diseases).6
3.1.4 Epidemiologi
Sebagai dampak positif pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah
dalam kurun waktu 60 tahun merdeka, pola penyakit di Indonesia mengalami
pergeseran yang cukup meyakinkan. Penyakit infeksi dan kekurangan gizi berangsur
turun, meskipun diakui bahwa angka penyakit infeksi ini masih dipertanyakan dengan
timbulnya penyakit baru seperti Hepatitis B danAIDS, juga angka kesakitan TBC
yang tampaknya masih tinggidan akhir-akhir ini flu burung, demam berdarah dengue
(DBD), antraks dan polio melanda negara kitayang kita cintai ini. Di lain pihak
penyakit menahun yang disebabkan oleh penyakit degeneratif, di antaranyadiabetes
meningkat dengan tajam. Perubahan polapenyakit itu diduga ada hubungannya
dengan cara hidup yang berubah.8
Di samping itu cara hidup yang sangat sibuk denganpekerjaan dari pagi
sampai sore bahkan kadang-kadangsampai malam hari duduk di belakang meja
menyebabkantidak adanya kesempatan untuk berekreasi atau berolahraga. Pola hidup
berisiko seperti inilah yang menyebabkan tingginya kekerapanpenyakit jantung
koroner (PJK), hipertensi, diabetes ataupun hiperlipidemia. 8
Di antara penyakit degeneratif, diabetes adalah salah satudi antara penyakit
tidak menular yang akan meningkatjumlahnya di masa datang. Perserikatan Bangsa-
32
Bangsa (WHO) membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlahpengidap diabetes
di atas umur 20 tahun berjumlah 150juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun
kemudian,pada tahun 2025, jumlah itu akan membengkak menjadi 300juta orang. 8
Awalnya Diabetes Mellitus lazim terjadi pada Negara barat yang maju.
Namun akhir-akhir ini prevalensi diabetes melitus di beberapanegara berkembang
mengalami peningkatan akibat peningkatan kemakmurandi negara bersangkutan,
akhir-akhir ini banyak disoroti.Peningkatan pendapatan per kapita dan perubahangaya
hidup terutama di kota-kota besar, menyebabkanpeningkatan prevalensi penyakit
degeneratif, seperti penyakit jantung koroner (PJK), hipertensi,
hiperlipidemia,diabetes dan lain-lain. 8
Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini dilaksanakan di
Indonesia, kekerapan diabetes di Indonesiaberkisar antara 1,4 dengan 1,6%, kecuali
di dua tempat yaitu di Pekajangan, suatu desa dekat Semarang, 2,3%dan di Manado
6%. Di Pekajangan prevalensi ini agak tinggi disebabkan didaerah itu banyak
perkawinan antara kerabat. Sedangkandi Manado, Waspadji menyimpulkan mungkin
angkaitu tinggi karena pada studi itu populasinya terdiri dari orang-orang yang datang
dengan sukarela, jadi agak lebih selektif. Tetapi kalau dilihat dari segi geografi dan
budayanya yang dekat dengan Filipina, ada kemungkinan bahwa prevalensi di
Manado memang tinggi, karena prevalensi diabetes di Filipina juga tinggi yaitu
sekitar 8,4% sampai 12% di daerah urban dan 3,85 sampai 9,7%di daerah rural. 8
Suatu penelitian yang dilakukan di Jakarta tahun 1993, kekerapan DM di
daerah urban yaitu di kelurahan Kayuputih adalah 5,69%, sedangkan di daerah rural
yang dilakukan oleh Augusta Arifin di suatu daerah di JawaBarat tahun 1995, angka
itu hanya 1,1%. Di sini jelas ada perbedaan antara prevalensi di daerah urban
dengandaerah rural. Hal ini menunjukkan bahwa gaya hidupmempengaruhi kejadian
diabetes. Tetapi di Jawa Timurangka itu tidak berbeda yaitu 1,43% di daerah
urbandan 1,47% di daerah rural. Hal ini mungkin disebabkantingginya prevalensi
Diabetes Melitus Terkait Malnutrisi(DMTM) atau yang sekarang disebut diabetes
tipe laindi daerah rural di Jawa Timur,yaitu sebesar 21,2% dariseluruh diabetes di
daerah itu. 8
33
Pada tahun 2006, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
UniversitasIndonesia bekerja sama dengan Bidang Penelitian danPengembangan
Departemen Kesehatan melakukanSurveilans Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular
di Jakarta yang melibatkan 1591 subyek, terdiri dari 640 laki-lakidan 951 wanita.
Survei tersebut melaporkan prevalensiDM (unadjusted) di lima wilayah DKI Jakarta
sebesar12,1% dengan DM yang terdeteksi sebesar 3,8% dan DMyang tidak terdeteksi
sebesar 11,2%. Berdasarkan data inidiketahui bahwa kejadian DM yang belum
terdiagnosismasih cukup tinggi, hampir 3x lipat dari Jumlah kasus DMyang sudah
terdeteksi. 8
Melihat tendensi kenaikan kekerapan diabetes secaraglobal yang tadi
dibicarakan terutama disebabkan olehkarena peningkatan kemakmuran suatu
populasi, makadengan demikian dapat dimengerti bila suatu saat ataulebih tepat lagi
dalam kurun waktu 1 atau 2 dekade yangakan datang kekerapan DM di Indonesia
akan meningkatdengan drastis.Ini sesuai dengan perkiraan yang dikemukakan oleh
WHO bahwa Indonesia akan menempati peringkat nomor 5 sedunia dengan jumlah
pengidapdiabetes sebanyak 12,4 juta orang pada tahun 2025. 8
3.1.5 Patogenesis
Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pankreas telah
dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe-2. Belakangan diketahui
bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat daripada yang diperkirakan
sebelumnya. Selain otot, liver dan sel beta, organ lain seperti: jaringan lemak
(meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi incretin), sel alpha pancreas
(hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan otak (resistensi
insulin), kesemuanya ikut berperan dalam menimbulkan terjadinya gangguan
toleransi glukosa pada DM tipe-2. Delapan organ penting dalam gangguan toleransi
glukosa ini (ominous octet) penting dipahami karena dasar patofisiologi ini
memberikan konsep tentang:6
1. Pengobatan harus ditujukan guna memperbaiki gangguan patogenesis, bukan hanya
untuk menurunkan HbA1c saja
34
2. Pengobatan kombinasi yang diperlukan harus didasari atas kinerja obat pada
gangguan multipel dari patofisiologi DM tipe 2.
3. Pengobatan harus dimulai sedini mungkin untuk mencegah atau memperlambat
progresivitas kegagalan sel beta yang sudah terjadi pada penyandang gangguan
toleransi glukosa.6
DeFronzo pada tahun 2009 menyampaikan, bahwa tidak hanya otot, liver dan
sel beta pankreas saja yang berperan sentral dalam patogenesis penderita DM tipe-2
tetapi terdapat organ lain yang berperan yang disebutnya sebagai the ominous octet.
Gambar 3.1 Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2 (omnious octet)
Secara garis besar patogenesis DM tipe-2 disebabkan oleh delapan hal (omnious
octet) berikut :
1. Kegagalan sel beta pancreas:
Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat
berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah sulfonilurea,
meglitinid, GLP-1 agonis dan DPP-4 inhibitor. 6
2. Liver:
Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu
gluconeogenesis sehingga produksi glukosa dalamkeadaan basal oleh liver
35
(HGP=hepatic glucose production) meningkat. Obat yang bekerja melalui jalur ini
adalah metformin, yang menekan proses gluconeogenesis. 6
3. Otot:
Pada penderita DM tipe-2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang multiple
di intramioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin sehingga timbul gangguan
transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan penurunan oksidasi
glukosa. Obat yang bekerja di jalur ini adalah metformin, dan tiazolidindion. 6
4. Sel lemak:
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin, menyebabkan
peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas (FFA=Free Fatty Acid)
dalam plasma. Penigkatan FFA akan merangsang proses glukoneogenesis, dan
mencetuskan resistensi insulin di liver dan otot. FFA juga akan mengganggu sekresi
insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini disebut sebagai lipotoxocity. Obat
yang bekerja dijalur ini adalah tiazolidindion. 6
5. Usus:
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding kalau
diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin ini diperankan
oleh 2 hormon GLP-1 (glucagon-like polypeptide-1) dan GIP (glucose-dependent
insulinotrophic polypeptide atau disebut juga gastric inhibitory polypeptide). Pada
penderita DM tipe-2 didapatkan defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap GIP.
Disamping hal tersebut incretin segera dipecah oleh keberadaan ensim DPP-4,
sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit. Obat yang bekerja menghambat
kinerja DPP-4 adalah kelompok DPP-4 inhibitor. Saluran pencernaan juga
mempunyai peran dalam penyerapan karbohidrat melalui kinerja ensim alfa-
glukosidase yang memecah polisakarida menjadi monosakarida yang kemudian
diserap oleh usus dan berakibat meningkatkan glukosa darahsetelah makan. Obat
yang bekerja untuk menghambat kinerja ensim alfa-glukosidase adalah akarbosa.6
6. Sel Alpha Pancreas:
Sel-α pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam hiperglikemia dan
sudah diketahui sejak 1970. Sel-α berfungsi dalam sintesis glukagon yang dalam
36
keadaan puasa kadarnya di dalam plasma akan meningkat. Peningkatan ini
menyebabkan HGP dalam keadaan basal meningkat secara signifikan dibanding
individu yang normal. Obat yang menghambat sekresi glukagon atau menghambat
reseptor glukagon meliputi GLP-1 agonis, DPP4 inhibitor dan amylin. 6
7. Ginjal:
Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam pathogenesis DM
tipe-2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan puluh persen
dari glukosa terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran SGLT-2 (Sodium
Glucose coTransporter) pada bagian convulated tubulus proksimal. Sedang 10%
sisanya akan di absorbsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus desenden dan asenden,
sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam urine. Pada penderita DM terjadi
peningkatan ekspresi gen SGLT-2. Obat yang menghambat kinerja SGLT-2 ini akan
menghambat penyerapan kembali glukosa di tubulus ginjal sehingga glukosa akan
dikeluarkan lewat urine. Obat yang bekerja di jalur ini adalah SGLT-2 inhibitor.
Dapaglifozin adalah salah satu contoh obatnya. 6
8. Otak:
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang obes
baik yang DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang merupakan
mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini asupan makanan
justru meningkat akibat adanya resistensi insulin yang juga terjadi di otak. Obat yang
bekerja di jalur Ini adalah GLP-1 agonis, amylin dan bromokriptin.6
3.1.6 Manifestasi Klinis
Diabetes seringkali muncul tanpa gejala. Namun demikian ada beberapa
gejala yang harus diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan diabetes. Gejala tipikal
yang sering dirasakan penderita diabetes antara lain poliuria (sering buang air kecil),
polidipsia (sering haus), dan polifagia (banyak makan/mudah lapar). Selain itu sering
pula muncul keluhan penglihatan kabur,koordinasi gerak anggota tubuh terganggu,
kesemutan pada tangan atau kaki, timbul gatal- gatal yang seringkali sangat
mengganggu (pruritus), dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas.
37
 Gejala klasik umum dikeluhkan adalah rasa haus yang berlebihan, sering kencing
terutama malam hari, penurunan berat badan dengan cepat.
 Gejala non klasik (keluhan lemah) : kesemutan pada jaringan tangan dan kaki, cepat
lapar, irritabilitas dan gatal gatal pada kulit, penglihatan kabur, gairah seks menurun,
luka sukar sembuh. 6
3.1.7 Penegakan Diagnosis
Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaankonsentrasi glukosa darah.
Dalam menentukan diagnosisDM harus diperhatikan asal bahan darah yang
diambildan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis,pemeriksaan yang
dianjurkan adalah pemeriksaan glukosadengan cara enzimatik menggunakan bahan
darah plasma vena.Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan glukosadarah
seyogyanya dilakukan di laboratorium klinik yangterpercaya (yang melakukan
program pemantauankendali mutu secara teratur). Walaupun demikian sesuaidengan
kondisi setempat dapat juga dipakai bahandarah utuh (whole blood), vena ataupun
kapiler denganmemperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yangberbeda sesuai
pembakuan oleh WHO. Untuk pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa
darah kapiler. 6
Ada perbedaan antara uji diagnostik DM danpemeriksaan penyaring. Uji
diagnostik DM dilakukan padamereka yang menunjukkan gejala/tanda DM,
sedangkanpemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasimereka yang tidak
bergejala, yang mempunyai risiko DM. 6
PERKENI membagi alur diagnosis DM menjadi duabagian besar berdasarkan
ada tidaknya gejala khas DM. Gejala khas DM terdiri dari poliuria, polidipsia,
polifagia danberat badan menurun tanpa sebab yang jelas , sedangkangejala tidak
khas DM diantaranya lemas, kesemutan, lukayang sulit sembuh, gatal, mata kabur,
disfungsi ereksi (pria)dan pruritus vulva (wanita).
Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal
satu kali sajasudah cukup untuk menegakkan diagnosis, namun apabilatidak
ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah
38
abnormal. Diagnosis DM jugadapat ditegakkan melalui cara pada tabel 3.1. Kriteria
Diagnosis DM.
Tabel3.1 Kriteria Diagnosis DM
1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL(11,1 mmol/L)
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari
tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
2. Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa >126 mg/dL (7,0 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
3. Glukosa plasma 2 j am pada TTGO >200 mg/dL (11,1 mmol/L)
TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang
setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.
* Kriteria diagnostik tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain, kecuali
untuk keadaan khas hiperglikemia dengan dengan dekompensasi metabolik berat,
seperti ketoasidosis, gejala klasik: poliuri, polidipsi, polifagi dan berat badan
menurun cepat.
Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembebanan dibagi menjadi 3 yaitu:
a) <140 mg/dL = normal
b) 140 - 200 mg/dL = toleransi glukosa terganggu
c) > 200 mg/dL = diabetes
39
Gambar 3.2 Langkah diagnostik DM dan TGT
Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada semuaindividu dewasa dengan Indeks
Massa Tubuh (IMT) >25 kg/m2 dengan faktor risiko lain sebagai berikut:
1. Aktivitas fisik kurang,
2. Riwayat keluarga mengidap DM pada turunan pertama (first degree relative),
3. Masuk kelompok etnik risiko tinggi (African American, Latino, Native American,
Asian American, Pacific Islander),
4. Wanitadengan riwayat melahirkan bayi dengan berat >4000gram atau riwayat
Diabetes Melitus Gestasional (DMG),
5. Hipertensi (tekanan darah > 140/90 mmHg atau sedangdalam terapi obat anti
hipertensi),
6. Kolesterol HDL <35mg/dL dan atau trigliserida >250 mg/dL,
7. Wanita dengan sindrom polikistik ovarium,
8. Riwayat Toleransi glukosaterganggu (TGT) atau Glukosa darah puasa terganggu
(GDPT),
40
9. Keadaan lain yang berhubungan denganresistansi insulin (obesitas, akantosis
nigrikans),
10. Riwayat penyakit kardiovaskular.6
Pada penapisan dapat dilakukan pemeriksaan glukosadarah puasa atau
sewaktu atau TTGO. Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan
penyaringnya negatif, pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun;
sedangkan bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor risiko, pemeriksaan
penyaring dapat dilakukansetiap 3 tahun atau lebih cepat tergantung dari klinis
masing-masing pasien.6
Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaringpasien DM, toleransi glukosa
terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT), sehingga dapat
ditentukan langkah yang tepat untuk mereka. Pasien dengan TGT dan GDPT
merupakan tahapan sementara menuju DM. Setelah 5-10 tahun kemudian 1/3
kelompok TGT akan berkembang menjadi DM, 1/3 tetap TGT dan 1/3 lainnya
kembali normal. Adanya TGT sering berkaitan dengan resistensi insulin. Pada
kelompok TGT ini risiko terjadinya aterosklerosis lebih tinggi dibandingkan
kelompok normal. TGT sering berkaitan dengan penyakit kardiovaskular, hipertensi
dan dislipidemia.6
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan konsentrasi
glukosa darah sewaktu atau konsentrasi glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti
dengan tes tolerasi glukosa oral (TTGO) standar.6
Gambar 3.3 Tabel Konsentrasi GDS dan GDP Sebagai Patokan Penyaring dan
Diagnosis DM
41
3.1.8 Penatalaksanaan
Ada 4 pilar penatalaksanaan diabetes melitus:
1. Edukasi
Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien,
keluarga dan masyarakat.Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju
perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku,
dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.
Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda atau gejala
hiperglikemia dan cara mengatasinya. 6
2. Terapi Nutrisi Medis
Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan
diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara
menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan
pasien itu sendiri). Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TGM sesuai
dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan
pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat
umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan
zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan
pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah
makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah
atau insulin. 6
3. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam
pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar,
menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan jasmani selain
untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki
42
sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan
jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti:
jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya
disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang
relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah
mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang
kurang gerak atau bermalas-malasan. 6
4. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan
bentuk suntikan. 6
A. Obat Anti Hiperglikemia Oral
Berdasarkan cara kerjanya, obat anti- hiperglikemia oral dibagi menjadi 5
golongan:
1) Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)
a) Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas. Efek samping utama adalah
hipoglikemia dan peningkatan berat badan. Hati-hati menggunakan
sulfonylurea pada pasien dengan risiko tinggi hipoglikemia (orang tua,
gangguan faal hati, dan ginjal). 6
b) Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,
dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama.
Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam
benzoat) dan Nateglinid (derivate fenilalanin). Obat ini diabsorbsi
dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara
cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post
43
prandial. Efek samping yang mungkin terjadi adalah hipoglikemia. 6
2) Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin
a) Metformin
Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa
hati (glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan
perifer. Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar
kasus DMT2. Dosis Metformin diturunkan pada pasien dengangangguan
fungsi ginjal (GFR 3060ml/menit/1,73 m). Metformin tidak boleh
diberikan pada beberapa keadaan seperti: GFR <30mL/menit/1,73 m,
adanya gangguan hati berat, serta pasien-pasien dengan
kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis,
renjatan, PPOK, gagal jantung [NYHA FC III-IV]). Efek samping yang
mungkin berupa gangguan saluran pencernaan seperti halnya gejala
dispepsia. 6
b) Tiazolidindion (TZD).
Tiazolidindion merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator
Activated Receptor Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor inti yang
terdapat antara lain di sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai
efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein
pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di jaringan
perifer. Tiazolidindion meningkatkan retensi cairan tubuh sehingga
dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung (NYHA FC III-IV)
karena dapat memperberat edema/retensi cairan. Hati-hati pada gangguan
faal hati, dan bila diberikan perlu pemantauan faal hati secara berkala.
Obat yang masuk dalam golongan ini adalah Pioglitazone. 6
3) Penghambat Alfa Glukosidase.
Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam usus
halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah
44
sesudah makan. Penghambat glukosidase alfa tidak digunakan pada
keadaan GFR=30ml/min/1,73 m, gangguan faal hati yang berat, irritable
bowel syndrome. Efek samping yang mungkin terjadi berupa bloating
(penumpukan gas dalam usus) sehingga sering menimbulkan flatus.
Guna mengurangi efek samping pada awalnya diberikan dengan
dosis kecil. Contoh obat golongan ini adalah Acarbose.6
4) Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase IV)
Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-
IV sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi
yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan
sekresi insulin dan menekan sekresi glucagon bergantung kadar glukosa
darah (glucose dependent). Contoh obat golongan ini adalah Sitagliptin
dan Linagliptin.6
5) Penghambat SGLT-2(Sodium Glucose Cotransporter 2)
Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes
oral jenis baru yang menghambat penyerapan kembali glukosa di tubuli
distal ginjal dengan cara menghambat kinerja transporter glukosa
SGLT-2. Obat yang termasuk golongan ini antara lain: Canagliflozin,
Empagliflozin, Dapagliflozin, Iragliflozin. Dapagliflozin baru saja
mendapat approvable letter dari Badan POM RI pada bulan Mei 2015. 6
B. Obat Anti Hiperglikemia Suntik
Termasuk anti hiperglikemia suntik, yaitu insulin, agonis GLP-1 dan
kombinasi insulin dan agonis GLP-1.
1) Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
a) HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolic
b) Penurunan berat badan yang cepat
45
c) Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
d) Krisis Hiperglikemia
e) Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
f) Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut,
stroke)
g) Kehamilan dengan DM/Diabetes mellitus gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan
h) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
i) Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
j) Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi 6
Jenis dan Lama Kerja Insulin
Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi 5 jenis, yakni:
a) Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin)
b) Insulin kerja pendek (Short-acting insulin)
c) Insulin kerja menengah (Intermediate acting insulin)
d) Insulin kerja panjang (Long-acting insulin)
e) Insulin kerja ultra panjang (Ultra long acting insulin)
f) Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan kerja
cepat dengan menengah (Premixed insulin).6
2) Agonis GLP-1/Incretin Mimetic
Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru
untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja pada sel-beta sehingga
terjadi peningkatan pelepasan insulin, mempunyai efek menurunkan berat
badan, menghambat pelepasan glukagon, dan menghambat nafsu makan.
Efek penurunan berat badan agonis GLP-1 juga digunakan untuk indikasi
menurunkan berat badan pada pasien DM dengan obesitas. Pada percobaan
binatang, obat ini terbukti memperbaiki cadangan sel beta pankreas. Efek
samping yang timbul pada pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan
46
muntah. Obat yang termasuk golongan ini adalah: Liraglutide, Exenatide,
Albiglutide, dan Lixisenatide. Salah satu obat golongan agonis GLP-1
(Liraglutide) telah beredar di Indonesia sejak April 2015, tiap pen berisi 18
mg dalam 3 ml. Dosis awal 0.6 mg perhari yang dapat dinaikkan ke 1.2 mg
setelah satu minggu untuk mendapatkan efek glikemik yang diharapkan.
Dosis bisa dinaikkan sampai dengan 1.8 mg. Dosis harian lebih dari 1.8 mg
tidak direkomendasikan. Masa kerja Liraglutide selama 24 jam dan diberikan
sekali sehari secara subkutan. 6
5. Terapi Kombinasi
Pengaturan diet dan kegiatan jasmani merupakan hal yang utama dalam
penatalaksanaan DM, namun bila diperlukan dapat dilakukan bersamaan dengan
pemberian obat antihiperglikemia oral tunggal atau kombinasi sejak dini. Pemberian
obat antihiperglikemia oral maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah,
untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa
darah. 6
Terapi kombinasi obat antihiperglikemia oral, baik secara terpisah ataupun
fixed dose combination, harus menggunakan dua macam obat dengan mekanisme
kerja yang berbeda. Pada keadaan tertentu apabila sasaran kadar glukosa darah
belum tercapai dengan kombinasi dua macam obat, dapat diberikan kombinasi dua
obat antihiperglikemia dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis
dimana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dapat diberikan kombinasi
tiga obat antihiperglikemia oral. Kombinasi obat antihiperglikemia oral dengan
insulin dimulai dengan pemberian insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin
kerja panjang). Insulin kerja menengah harus diberikan jam 10 malam menjelang
tidur, sedangkan insulin kerja panjang dapat diberikan sejak sore sampai sebelum
tidur. Pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat mencapai kendali glukosa
darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin basal
untuk kombinasi adalah 6-10 unit. Kemudian dilakukan evaluasi dengan mengukur
kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Dosis insulin dinaikkan secara perlahan
47
(pada umumnya 2 unit) apabila kadar glukosa darah puasa belum mencapai target.
Pada keadaaan dimana kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali
meskipun sudah mendapat insulin basal, maka perlu diberikan terapi
kombinasiinsulin basal dan prandial,sedangkan pemberian obat antihiperglikemia oral
dihentikan dengan hati-hati. 6
Gambar 3.4 Algoritme Pengelolaan DMT2
3.1.9 Komplikasi
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang akan diderita seumur
hidup, sehingga progesifitas penyakit ini akan terus berjalan dan pada suatu saat akan
menimbulkan komplikasi. Penyakit DM biasanya berjalan lambat dengan gejala-
48
gejala yang ringan sampai berat, bahkan dapat menyebabkan kematian akibat baik
komplikasi akut maupun kronis.9
a. Komplikasi Akut DM
Ada tiga komplikasi akut DM yang penting dan berhubungan dengan
gangguan keseimbangan kadar gula darah jangka pendek. 9
1) Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi jika kadar gula darah turun hingga 60 mg/dl. Keluhan
dan gejala hipoglikemia dapat bervariasi, tergantung sejauh mana glukosa darah
turun. Keluhan pada hipoglikemia pada dasarnya dapat dibagi dalam dua
kategori, yaitu keluhan akibat otak tidak mendapat kalori yang cukup sehingga
mengganggu fungsi intelektual dan keluhan akibat efek samping hormon lain
yang berusaha meningkatkan kadar glukosa dalam darah. 9
2) Ketoasidosis Diabetes
Pada DM yang tidak terkendali dengan kadar gula darah yang terlalu tinggi
dan kadar insulin yang rendah, maka tubuh tidak dapat menggunakan glukosa
sebagai sumber energi. Sebagai gantinya tubuh akan memecah lemak sebagai
sumber energi alternatif. Pemecahan lemak tersebut kemudian menghasilkan
badan-badan keton dalam darah atau disebut dengan ketosis. Ketosis inilah yang
menyebakan derajat keasaman darah menurun atau disebut dengan istilah
asidosis. Kedua hal ini lantas disebut dengan istilah ketoasidosis. Adapun gejala
dan tanda-tanda yang dapat ditemukan pada pasien ketoasidosis diabetes adalah
kadar gula darah > 240 mg/dl, terdapat keton pada urin, dehidrasi karena terlalu
sering berkemih, mual, muntah, sakit perut, sesak napas, napas berbau aseton,
dan kesadaran menurun hingga koma. 9
3) Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketotik (HHNK)
Sindrom HHNK merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas
dan hiperglikemia serta diikuti oleh perubahan tingkat kesadaran. Kelainan dasar
49
biokimia pada sindrom ini berupa kekurangan insulin efektif. Keadaan
hiperglikemia persisten menyebabkan diuresis osmotik sehingga terjadi
kehilangan cairan dan elektrolit. Untuk mempertahankan keseimbangan osmotik,
cairan akan berpindah dari ruang intrasel ke ruang ekstrasel. Dengan adanya
glukosuria dan dehidrasi, akan dijumpai keadaaan hipernatremia dan peningkatan
osmolaritas. Salah satu perbedaan utama antar HHNK dan ketoasidosis diabetes
adalah tidak terdapatnya ketosis dan asidosis pada HHNK. Perbedaan jumlah
insulin yang terdapat pada masing-masing keadaan ini dianggap penyebab parsial
perbedaan di atas. Gambaran klinis sindrom HHNK terdiri atas gejala hipotensi,
dehidrasi berat, takikardi, dan tanda-tanda neurologis yang bervariasi. 9
b. Komplikasi Kronis DM
a) Komplikasi Makrovaskular
Tiga jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada pasien DM
adalah penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit
pembuluh darah perifer. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada pasien DM tipe II
yang umumnya menderita hipertensi, dislipidemia, dan atau kegemukan.
Komplikasi ini timbul akibat aterosklerosis dan tersumbatnya pembuluh-pembuluh
darah besar, khususnya arteri akibat timbunan plak ateroma. Komplikasi
makrovaskular atau makroangiopati tidak spesifik pada diabetes, namun pada DM
timbul lebih cepat, lebih sering, dan lebih serius. 9
Berbagai studi epidemiologi menunjukkan bahwa angka kematian akibat
penyakit kardiovaskular dan diabetes meningkat 4 -5 kali dibandingkan pada orang
normal. Komplikasi makroangiopati umumnya tidak ada hubungannya dengan
kontrol kadar gula darah yang baik. Tetapi telah terbukti secara epidemiologi
bahwa angka kematian akibat hiperinsulinemia merupakan suatu faktor resiko
mortalitas kardiovaskular, di mana peninggian kadar insulin menyebabkan resiko
kardiovaskular semakin tinggi pula. Kadar insulin puasa > 15 mU/ml akan
meningkatkan resiko mortalitas kardiovaskular sebanyak 5 kali lipat.
50
Hiperinsulinemia kini dikenal sebagai faktor aterogenik dan diduga berperan
penting dalam menyebabkan timbulnya komplikasi makrovaskular. 9
b) Komplikasi Neuropati
Kerusakan saraf adalah komplikasi DM yang paling sering terjadi. Dalam
jangka waktu yang cukup lama, kadar glukosa dalam darah akan merusak dinding
pembuluh darah kapiler yang berhubungan langsung ke saraf. Akibatnya, saraf
tidak dapat mengirimkan pesan secara efektif. Keluhan yang timbul bervariasi,
yaitu nyeri pada kaki dan tangan, gangguan pencernaan, gangguan dalam
mengkontrol BAB dan BAK, dan lain-lain. Manifestasi klinisnya dapat berupa
gangguan sensoris, motorik, dan otonom. Proses terjadinya komplikasi neuropati
biasanya progresif, di mana terjadi degenerasi serabut-serabut saraf dengan gejala
nyeri, yang sering terserang adalah saraf tungkai atau lengan. 9
c) Komplikasi Mikrovaskular
Komplikasi mikrovaskular merupakan komplikasi unik yang hanya terjadi
pada DM. Penyakit mikrovaskular diabetes atau sering juga disebut dengan istilah
mikroangiopati ditandai oleh penebalan membran basalis pembuluh kapiler. Ada
dua tempat di mana gangguan fungsi kapiler dapat berakibat serius yaitu mata dan
ginjal. Kelainan patologis pada mata, atau dikenal dengan istilah retinopati
diabetes, disebabkan oleh perubahan pada pembuluh-pembuluh darah kecil di
retina. Perubahan yang terjadi pada pembuluh darah kecil di retina ini dapat
menyebabkan menurunnya fungsi penglihatan pasien DM, bahkan dapat menjadi
penyebab utama kebutaan. 9
51
BAB IV
KAJIAN KASUS
4.1. Analisis Pasien Secara Holistik
4.1.1 Hubungan Diagnosis Penyakit dengan Keadaan Rumah dan Lingkungan
Sekitar
Menurut pengakuan anaknya, Os sering buang air kecil dan besar di sembarang
tempat. Saat ditanyakan pada Os, ia mengaku tidak mau ke jamban untuk buang air
karena letaknya jauh. Os juga menolak untuk buang air di pispot. Ketika Os buang
air kecil, anaknya tidak segera membersihkan bekas BAB dan BAK itu. Kurangnya
higienitas pada kamar Os dapat meningkatkan risiko infeksi terutama pada Os yang
memiliki resiko tinggi serta dapat menjadi stressor yang besar bagi Os.
4.1.2 Hubungan Diagnosis dengan Keadaan Keluarga dan Hubungan Keluarga
Anak Os tampak kurang memperhatikan dan tidak selalu menawarkan bantuan
kepada Os, ditambah lagi keadaan Os yang sudah kurang jelas dalam berbicara.
Sebelumnya Os pernah mengalami stroke pada bagian kiri tubuhnya dan kesulitan
berjalan, Os malas untuk latihan berjalan ditambah anak Os memiliki pengetahuan
yang kurang akan pentingnya aktifitas fisik bagi Os. Kurangnya aktifitas fisik ini
merupakan salah satu faktor risiko timbulnya DM tipe 2 tidak terkontrol dan atrofi
otot. Selain itu, anak Os yang kurang perhatian merupakan salah satu faktor stress
bagi Os dan memperburuk penyakit yang dideritanya.
4.1.3 Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatanpasien dan keluarga
Os pernah memiliki dua buah bisul di kepalanya yang bernanah. Hal ini sangat
mungkin terjadi karena higienitas personal Os yang kurang baik seperti jarang
dimandikan oleh anaknya.
Sebelum pergi ke Puskesmas, Os kurang patuh dalam menggunakan injeksi
insulin. Penggunaan insulin yang tidak teratur mengakibatkan penyakit Os yaitu DM
Tipe 2 menjadi tidak terkontrol yang memungkinkan terjadinya komplikasi.
52
4.2 Rencana Promosi (Peningkatan Kesehatan) dan Pendidikan Kesehatan
Kepada Pasien dan Keluarga
1. Mengedukasi Os dan keluarga mengenai penyakit yang diderita yaitu Diabetes
Mellitus Tipe 2 dan cara pengelolaannya.
2. Menjelaskan pentingnya kepatuhan minum obat diabetes, baik ke Os maupun ke
anak Os.
3. Menjelaskan efek samping yang mungkin ditimbulkan dari obat yang dikonsumsi
Os.
4. Mengedukasi Os mengenai pola makan yang baik dan menyarankan Os untuk
mengurangi asupan gula dan memperbanyak makan sayur dan buah.
5. Memberikan saran untuk lebih sering bergerak dan berolahraga. Minimal
berjalan didalam rumah atau duduk di teras.
6. Mengedukasi keluarga untuk mencegah terjadinya luka terutama pada saat
berjalan dengan cara menggunakan sandal dan hati-hati saat menggunting kuku.
7. Mengedukasi Os dan keluarga terkait pengobatan yang diterima. Disarankan
untuk kembali ke dokter untuk mendapatkan injeksi insulin.
8. Mengedukasi Os akan kebutuhan fisioterapi agar ke depannya Os dapat lebih
mandiri.
4.3 Anjuran-anjuran promosi kesehatan penting
1. Mengenai masalah kebersihan rumah Os, dilakukan langkah-langkah:
a. Promotif
- Memberikan saran untuk merapihkan dan membersihkan kamar setiap
hari, seperti merapihkan pakaian yang tergantung, merapihkan barang
yang berserakan, membersihkan sprei tiap hari, mencuci perlak Os yang
kotor karena kencing, menjemur bantal dan kasur.
- Memberikan saran untuk membersihkan dan merapihkan dapur seperti
membersihkan kuali, kompor dan dinding tempat memasak, meletakkan
alat-alat masak ke tempat yang tertutup, menutup kuali yang masih berisi
53
minyak, disediakan tempat penampungan air pencucian alat masak dan
piring yang tertutup.
2. Mengenai masalah kebersihan lingkungan dan limbah rumah tangga, dilakukan
langkah-langkah :
a. Promotif
- Mengedukasi Os mengenai manfaat penggunaan kelambu saat tidur dan
memberikan saran agar menggunakannya.
b. Preventif
- Memberikan edukasi mengenai pencegahan vektor penyakit yaitu selalu
mencegah adanya genangan air dan tumpukan sampah.
- Membuang barang-barang bekas yang tidak terpakai, limbah padat langsung
dibuang dan tidak ditumpuk agar tidak menjadi sarang nyamuk.
3. Untuk mencapai keluarga yang sehat, dengan langkah-langkah :
a. Promotif
- Memberi pemahaman pada Os dan anaknya bahwa kebersihan badan itu
sangat penting, terutama anak Os sedang hamil. Menyarankan Os untuk
sering mandi dan tidak buang air kecil sembarangan.
- Mengedukasi mengenai 10 perilaku hidup bersih dan sehat dan
implementasinya.
- Mengedukasi Penyakit Berbasis Lingkungan yang sedang meningkat di
wilayah Tanjung Pinang.
b. Preventif
- Identifikasi pelaksanaan 5 pilar sanitasi total berbasis masyarakat dan solusi
akan permasalahan tersebut.
- Menyarankan kepada Os untuk tidak langsung berbaring maupun tidur
setelah makan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia; 2016.
2. Riset Kesehatan Dasar: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2018.
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014
4. Situasi dan Analisis Diabetes. Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI.2014
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014
Tentang Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.2014
6. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia. Perkeni. 2015
7. Purnamasari D. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. In: Setiati S, dkk.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2014. Hal.
2315-22
8. Suyono S. Diabetes Melitus di Indonesia. In: Setiati S, dkk. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2014. Hal. 2323-7
9. Waspadji, Sarwono. Komplikasi Kronik Diabetes : Mekanisme terjadinya,
diagnosis, dan strategi pengelolaan. In: Setiati S, dkk. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2014. Hal. 2359-66
54

More Related Content

What's hot

Kasus ggk dan hipertensi grade ii
Kasus ggk dan hipertensi grade iiKasus ggk dan hipertensi grade ii
Kasus ggk dan hipertensi grade iiDessycis
 
Kedokteran Komunitas Case Hipertensi
Kedokteran Komunitas Case HipertensiKedokteran Komunitas Case Hipertensi
Kedokteran Komunitas Case HipertensiZollananda
 
127179612 case-anemia-aplastik
127179612 case-anemia-aplastik127179612 case-anemia-aplastik
127179612 case-anemia-aplastikhomeworkping8
 
Gizi usia lanjut (usila)
Gizi usia lanjut (usila)Gizi usia lanjut (usila)
Gizi usia lanjut (usila)amyprahesti
 
161092743 case-sindroma-nefrotik-anak
161092743 case-sindroma-nefrotik-anak161092743 case-sindroma-nefrotik-anak
161092743 case-sindroma-nefrotik-anakhomeworkping7
 
Materi Seminar Upgrading Keilmuan Tentang Diabetes mellitus "Kedokteran timur"
Materi Seminar Upgrading Keilmuan Tentang Diabetes mellitus "Kedokteran timur"Materi Seminar Upgrading Keilmuan Tentang Diabetes mellitus "Kedokteran timur"
Materi Seminar Upgrading Keilmuan Tentang Diabetes mellitus "Kedokteran timur"Kurma Untuk Indonesia
 
KEBUTUHAN GIZI PADA LANJUT USIA
KEBUTUHAN GIZI PADA LANJUT USIAKEBUTUHAN GIZI PADA LANJUT USIA
KEBUTUHAN GIZI PADA LANJUT USIApjj_kemenkes
 
Obat herbal Penyakit diabetes
Obat herbal Penyakit diabetesObat herbal Penyakit diabetes
Obat herbal Penyakit diabetesjenal sobari
 
Panel modul kesehatan keluarga blok kekom klp 3
Panel  modul kesehatan keluarga blok kekom klp 3Panel  modul kesehatan keluarga blok kekom klp 3
Panel modul kesehatan keluarga blok kekom klp 3Rindang Abas
 
Bahan Presentasi "Komitmen dan Kompetensi Bidan Poskesdes, Sukses Karier, Nya...
Bahan Presentasi "Komitmen dan Kompetensi Bidan Poskesdes, Sukses Karier, Nya...Bahan Presentasi "Komitmen dan Kompetensi Bidan Poskesdes, Sukses Karier, Nya...
Bahan Presentasi "Komitmen dan Kompetensi Bidan Poskesdes, Sukses Karier, Nya...Cut Ampon Lambiheue
 
Satuan acara pembelajaran sap DM
Satuan acara pembelajaran sap DMSatuan acara pembelajaran sap DM
Satuan acara pembelajaran sap DMYayah Agung Fadilah
 

What's hot (17)

Kasus ggk dan hipertensi grade ii
Kasus ggk dan hipertensi grade iiKasus ggk dan hipertensi grade ii
Kasus ggk dan hipertensi grade ii
 
Kedokteran Komunitas Case Hipertensi
Kedokteran Komunitas Case HipertensiKedokteran Komunitas Case Hipertensi
Kedokteran Komunitas Case Hipertensi
 
127179612 case-anemia-aplastik
127179612 case-anemia-aplastik127179612 case-anemia-aplastik
127179612 case-anemia-aplastik
 
Gizi usia lanjut (usila)
Gizi usia lanjut (usila)Gizi usia lanjut (usila)
Gizi usia lanjut (usila)
 
Skripsi
SkripsiSkripsi
Skripsi
 
ASKEP LANSIA
ASKEP LANSIAASKEP LANSIA
ASKEP LANSIA
 
161092743 case-sindroma-nefrotik-anak
161092743 case-sindroma-nefrotik-anak161092743 case-sindroma-nefrotik-anak
161092743 case-sindroma-nefrotik-anak
 
Materi Seminar Upgrading Keilmuan Tentang Diabetes mellitus "Kedokteran timur"
Materi Seminar Upgrading Keilmuan Tentang Diabetes mellitus "Kedokteran timur"Materi Seminar Upgrading Keilmuan Tentang Diabetes mellitus "Kedokteran timur"
Materi Seminar Upgrading Keilmuan Tentang Diabetes mellitus "Kedokteran timur"
 
Pengkajian perawatan anak difteri
Pengkajian  perawatan anak difteriPengkajian  perawatan anak difteri
Pengkajian perawatan anak difteri
 
KEBUTUHAN GIZI PADA LANJUT USIA
KEBUTUHAN GIZI PADA LANJUT USIAKEBUTUHAN GIZI PADA LANJUT USIA
KEBUTUHAN GIZI PADA LANJUT USIA
 
Bab ii
Bab iiBab ii
Bab ii
 
Modul 2 kb 4
Modul 2 kb 4Modul 2 kb 4
Modul 2 kb 4
 
Presentasi gizi lansia
Presentasi gizi lansiaPresentasi gizi lansia
Presentasi gizi lansia
 
Obat herbal Penyakit diabetes
Obat herbal Penyakit diabetesObat herbal Penyakit diabetes
Obat herbal Penyakit diabetes
 
Panel modul kesehatan keluarga blok kekom klp 3
Panel  modul kesehatan keluarga blok kekom klp 3Panel  modul kesehatan keluarga blok kekom klp 3
Panel modul kesehatan keluarga blok kekom klp 3
 
Bahan Presentasi "Komitmen dan Kompetensi Bidan Poskesdes, Sukses Karier, Nya...
Bahan Presentasi "Komitmen dan Kompetensi Bidan Poskesdes, Sukses Karier, Nya...Bahan Presentasi "Komitmen dan Kompetensi Bidan Poskesdes, Sukses Karier, Nya...
Bahan Presentasi "Komitmen dan Kompetensi Bidan Poskesdes, Sukses Karier, Nya...
 
Satuan acara pembelajaran sap DM
Satuan acara pembelajaran sap DMSatuan acara pembelajaran sap DM
Satuan acara pembelajaran sap DM
 

Similar to Home visit dmt2 tidak terkontrol + pasca stroke

PPT KEL 7 ASKEP GERONTIK DM.pptx
PPT KEL 7 ASKEP GERONTIK DM.pptxPPT KEL 7 ASKEP GERONTIK DM.pptx
PPT KEL 7 ASKEP GERONTIK DM.pptxClickClick8
 
Kelompok A1.pptx
Kelompok A1.pptxKelompok A1.pptx
Kelompok A1.pptxDinyIzzaty
 
Laporan Kasus Stunting-Kiki Fricila.pdf
Laporan Kasus Stunting-Kiki Fricila.pdfLaporan Kasus Stunting-Kiki Fricila.pdf
Laporan Kasus Stunting-Kiki Fricila.pdfKikiFricila
 
475653968275177571_PPT Lapsus - Hipertensi.pptx
475653968275177571_PPT Lapsus - Hipertensi.pptx475653968275177571_PPT Lapsus - Hipertensi.pptx
475653968275177571_PPT Lapsus - Hipertensi.pptxkezawibowo2
 
Lapkas hipertensi
Lapkas hipertensi Lapkas hipertensi
Lapkas hipertensi hendro s
 
Fome hipertensi
Fome hipertensiFome hipertensi
Fome hipertensiyopratama
 
PPT LAPKAS 1 DEMAM REUMATIK AKUT DR. HEKA.pptx
PPT LAPKAS 1 DEMAM REUMATIK AKUT  DR. HEKA.pptxPPT LAPKAS 1 DEMAM REUMATIK AKUT  DR. HEKA.pptx
PPT LAPKAS 1 DEMAM REUMATIK AKUT DR. HEKA.pptxssuser6a7917
 
225902788 case-sindroma-nefrotik
225902788 case-sindroma-nefrotik225902788 case-sindroma-nefrotik
225902788 case-sindroma-nefrotikhomeworkping10
 
220920557 case-anak-ii
220920557 case-anak-ii220920557 case-anak-ii
220920557 case-anak-iihomeworkping9
 
Manajemen asuhan kebidanan AKBID PARAMATA KABUPATEN MUNA
Manajemen asuhan kebidanan  AKBID PARAMATA KABUPATEN MUNA Manajemen asuhan kebidanan  AKBID PARAMATA KABUPATEN MUNA
Manajemen asuhan kebidanan AKBID PARAMATA KABUPATEN MUNA Operator Warnet Vast Raha
 
Manajemen asuhan kebidanan ante natal fisiologis AKBID PARAMATA KABUPATEN MUNA
Manajemen asuhan kebidanan ante natal fisiologis  AKBID PARAMATA KABUPATEN MUNA Manajemen asuhan kebidanan ante natal fisiologis  AKBID PARAMATA KABUPATEN MUNA
Manajemen asuhan kebidanan ante natal fisiologis AKBID PARAMATA KABUPATEN MUNA Operator Warnet Vast Raha
 

Similar to Home visit dmt2 tidak terkontrol + pasca stroke (20)

PPT KEL 7 ASKEP GERONTIK DM.pptx
PPT KEL 7 ASKEP GERONTIK DM.pptxPPT KEL 7 ASKEP GERONTIK DM.pptx
PPT KEL 7 ASKEP GERONTIK DM.pptx
 
Kasus HIV Dewasa
Kasus HIV DewasaKasus HIV Dewasa
Kasus HIV Dewasa
 
Kelompok A1.pptx
Kelompok A1.pptxKelompok A1.pptx
Kelompok A1.pptx
 
Cbd kd dr.sri
Cbd kd dr.sriCbd kd dr.sri
Cbd kd dr.sri
 
Askep anc fisiologis AKPER PEMDA MUNA
Askep anc fisiologis AKPER PEMDA MUNA Askep anc fisiologis AKPER PEMDA MUNA
Askep anc fisiologis AKPER PEMDA MUNA
 
Laporan Kasus Stunting-Kiki Fricila.pdf
Laporan Kasus Stunting-Kiki Fricila.pdfLaporan Kasus Stunting-Kiki Fricila.pdf
Laporan Kasus Stunting-Kiki Fricila.pdf
 
475653968275177571_PPT Lapsus - Hipertensi.pptx
475653968275177571_PPT Lapsus - Hipertensi.pptx475653968275177571_PPT Lapsus - Hipertensi.pptx
475653968275177571_PPT Lapsus - Hipertensi.pptx
 
REFKAS (2).docx
REFKAS (2).docxREFKAS (2).docx
REFKAS (2).docx
 
Makalah hiv aids
Makalah hiv aidsMakalah hiv aids
Makalah hiv aids
 
Bronkopneumonia
BronkopneumoniaBronkopneumonia
Bronkopneumonia
 
127608810 case-tb
127608810 case-tb127608810 case-tb
127608810 case-tb
 
Lapkas hipertensi
Lapkas hipertensi Lapkas hipertensi
Lapkas hipertensi
 
Modul jatuh
Modul jatuhModul jatuh
Modul jatuh
 
Fome hipertensi
Fome hipertensiFome hipertensi
Fome hipertensi
 
PPT LAPKAS 1 DEMAM REUMATIK AKUT DR. HEKA.pptx
PPT LAPKAS 1 DEMAM REUMATIK AKUT  DR. HEKA.pptxPPT LAPKAS 1 DEMAM REUMATIK AKUT  DR. HEKA.pptx
PPT LAPKAS 1 DEMAM REUMATIK AKUT DR. HEKA.pptx
 
225902788 case-sindroma-nefrotik
225902788 case-sindroma-nefrotik225902788 case-sindroma-nefrotik
225902788 case-sindroma-nefrotik
 
Gaya Hidup Sihat
Gaya Hidup SihatGaya Hidup Sihat
Gaya Hidup Sihat
 
220920557 case-anak-ii
220920557 case-anak-ii220920557 case-anak-ii
220920557 case-anak-ii
 
Manajemen asuhan kebidanan AKBID PARAMATA KABUPATEN MUNA
Manajemen asuhan kebidanan  AKBID PARAMATA KABUPATEN MUNA Manajemen asuhan kebidanan  AKBID PARAMATA KABUPATEN MUNA
Manajemen asuhan kebidanan AKBID PARAMATA KABUPATEN MUNA
 
Manajemen asuhan kebidanan ante natal fisiologis AKBID PARAMATA KABUPATEN MUNA
Manajemen asuhan kebidanan ante natal fisiologis  AKBID PARAMATA KABUPATEN MUNA Manajemen asuhan kebidanan ante natal fisiologis  AKBID PARAMATA KABUPATEN MUNA
Manajemen asuhan kebidanan ante natal fisiologis AKBID PARAMATA KABUPATEN MUNA
 

Recently uploaded

Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet RiyadiManajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet RiyadiCristianoRonaldo185977
 
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdfGeologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdfAuliaAulia63
 
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxUKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxzidanlbs25
 
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.pptpertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.pptAhmadSyajili
 
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxMATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxrikosyahputra0173
 
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptxMARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptxmariaboisala21
 
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptx
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptxMenggunakan Data matematika kelas 7.pptx
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptxImahMagwa
 

Recently uploaded (7)

Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet RiyadiManajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
 
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdfGeologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
 
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxUKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
 
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.pptpertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
 
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxMATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
 
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptxMARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
 
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptx
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptxMenggunakan Data matematika kelas 7.pptx
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptx
 

Home visit dmt2 tidak terkontrol + pasca stroke

  • 1. LAPORAN HOME VISIT WILAYAH KERJA PUSKESMAS TANJUNG PINANG KASUS : DIABETES MELITUS TIPE 2 TIDAK TERKONTROL Disusun Oleh: Hanna Asmar G1A218086 Ghozi Fadlul Ramadhan G1A218087 Dosen Pembimbing: dr. Hj. Rini Kartika, M.Kes KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN MASYARAKAT / KOMUNITAS FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JAMBI 2019
  • 2. BAB I PENDAHULUAN Di Indonesia, penyakit tidak menular cenderung terus meningkat dan telah mengancam sejak usia muda. Transisi epidemiologis telah terjadi secara signifikan selama 2 dekade terakhir, yakni penyakit tidak menular telah menjadi beban utama, sementara beban penyakit menular masih berat juga. Indonesia sedang mengalami double burden diseases, yaitu beban penyakit tidak menular dan penyakit menular sekaligus. Penyakit tidak menular utama meliputi hipertensi, diabetes melitus, kanker dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).1 Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit tidak menular yang berkembang secara menahun atau disebut dengan penyakit kronis. Penyakit ini disebabkan oleh pola hidup yang tidak sehat yaitu cenderung sedentary. Dewasa ini, penyakit tidak hanya terjadi pada kalangan lanjut usia, namun sudah mulai didapatkan kasus DM pada usia produktif. Menurut Riskesdas Tahun 2018, prevalensi diabetes melitus umur ≥15 tahun di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter telah mencapai angka 2,0%. Hal ini menunjukkan peningkatan dari hasil Riskesdas tahun 2013 yang hanya 1,5%.2 Home visit Puskesmas Tanjung Pinang dilakukan di Jl. Pakubuwono RT.19 Kelurahan Tanjung Pinang Kota Jambi. Kami mengunjungi seorang pasien dengan DM Tipe 2 yang tidak diobati dengan baik dan terjadi pada usia produktif. Beberapa faktor risiko meningkatnya angka kejadian morbiditas dan mortalitas DM Tipe 2 akibat komplikasi adalah ketidakpatuhan pasien dalam minum obat, kurangnya aktifitas fisik dan tidak adanya pengaturan diet yang dianjurkan oleh dokter. Selain itu, dukungan dan peran aktif keluarga juga dibutuhkan sebagai kontrol dalam penatalaksanaan pasien. Puskesmas sebagai Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama yang mengedepankan upaya promotif dan preventif dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya.3 Salah satu implementasinya adalah memberikan pemahaman kesehatan kepada masyarakat untuk mengembalikan fungsi kesehatan keluarga dalam keadaan normal. 1
  • 3. 2 Pendekatan keluarga adalah salah satu cara Puskesmas untuk meningkatkan jangkauan sasaran dan mendekatkan/meningkatkan akses pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya dengan mendatangi keluarga. Pendekatan keluarga dilakukan oleh puskesmas dalam bentuk program home visit.1 Tujuan akhir dari proses ini ialah terbentuknya keluarga dan lingkungan yang mendukung pasien untuk sehat. Berikut ini dilaporkan satu kasus DM Tipe 2 Tidak Terkontrol yang berada di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Pinang. Dalam kunjungan rumah ini dilakukan beberapa analisa terkait kasus tersebut. Berikut ini adalah hasil laporan home visit. 2
  • 4. BAB II ISI LAPORAN HOME VISIT 2.1. Identitas Pasien Nama : Ny.I Umur : 55 tahun Tempat, Tanggal lahir : Pariaman, 10 Desember 1963 BB/TB : 39 kg/146 cm Jenis Kelamin : Perempuan Pendidikan Terakhir : SD (Sekolah Dasar) Pekerjaan : Tidak Bekerja Alamat : Jl. Pakubuwono RT.19 Kel. Tanjung Pinang Kec. Jambi Timur Kota Jambi Bangsa/Suku : Indonesia/Minang Status : Janda 2.2 Anamnesis a. Keluhan Utama Sakit kepala dan badan lemas. b. Riwayat Penyakit Sekarang Os datang ke poli usila Puskesmas Tanjung Pinang bersama anaknya dengan keluhan sakit kepala dan lemas sejak 1 minggu yang lalu. Os juga mengeluhkan kadang-kadang mual dan muntah. Sebelum ke puskesmas, Os dicek glukosa darah sewaktu dan didapatkan hasil tinggi. Karena merasa glukosa darahnya tinggi, anak Os berinisiatif untuk berobat ke puskesmas. c. Riwayat Penyakit Dahulu 2 tahun yang lalu, Os pernah jatuh saat hendak berdiri dari duduknya, Os merasa lemas, pandangannya kabur, dan mulutnya langsung merot ke 3
  • 5. 4 kanan. Saat dibawa ke rumah sakit, Os didiagnosis terkena stroke pada bagian kiri tubuhnya, Os kemudian pulang dan melakukan pengobatan alternatif yaitu dengan cara diurut sebanyak lebih kurang 11 kali hingga merasa lebih baik. Setahun setelah itu, Os memiliki 2 buah bisul di belakang kepalanya yang tak kunjung sembuh, kemudian dibawa kerumah sakit dan akhirnya diketahui bahwa Os memiliki kadar gula darah yang tinggi yaitu 490 mg/dL sehingga Os diberikan insulin injeksi. Namun hanya digunakan selama 1 bulan tidak rutin karena telah merasa tidak pusing lagi. d. Riwayat Penyakit Keluarga Os mengatakan bahwa tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama. e. Riwayat Sosial Ekonomi Os tinggal dirumahnya bersama anak perempuan yang sedang hamil, menantu dan 2 orang cucunya. Suami Os adalah seorang tukang jahit, dan sudah meninggal beberapa tahun yang lalu. Sebelum sakit, Os biasa berjualan kue di pasar Talang Banjar di dekat rumahnya, namun sejak Os sakit dan sudah tidak mampu berjalan dengan baik, ia tidak bekerja lagi. Satu-satunya orang yang bekerja dirumah saat ini adalah menantu laki- lakinya, yaitu sebagai pedagang keliling di pasar. f. Riwayat Makan dan Kebiasaan Dulu sebelum mengalami serangan stroke, Os tidak pernah mengatur jenis dan pola makannya, Os sering mengkonsumsi santan, makanan yang berlemak ataupun gula yang tinggi. Sekarang Os membatasi konsumsi makanan bersantan, sudah mulai mengkonsumsi sayur dan buah, namun Os tidak pernah berolahraga karena untuk berjalan pun Os kesulitan sehingga ia malas bergerak. Os
  • 6. 5 tidak merokok. Os jarang bergerak, kebanyakan menghabiskan waktu dengan berbaring. Os juga sering buang air kecil di tempat tidurnya. 2.2. Pemeriksaan Fisik  Keadaan umum : Terlihat Sakit  Kesadaran : Compos mentis (GCS 15)  Gizi (IMT) : 18,3 (Underweight)  Tanda vital o Tekanan Darah : 140/60 mmHg o Nadi : 84x/menit o RR : 21x/menit o Suhu : 36.8ºC  Status Generalisata o Kepala : Normocepalik o Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) o Hidung : Deviasi septum (-/-), epistaksis (-) o Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-), laserasi (-) o Leher : Pembesaran KGB (-) o Thorak  Paru-paru a. Inspeksi Deviasi trakea (-), bentuk dada normal,sternum dan klavikula tidak ada kelainan bentuk, pergerakan dinding dada simetris. b. Palpasi Posisi trakea normal, pergerakan dinding dada simetris, nyeri tekan (-), krepitasi (-). c. Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru d. Auskultasi : Vesiculer
  • 7. 6  Jantung a. Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat b. Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V Linea midclavicularis sinistra dua jari ke medial c. Perkusi : Batas jantung dalam batas normal d. Auskultasi : Bunyi jantung I/II regular o Abdomen a. Inspeksi : Sikatrik (-) b. Palpasi : Soepel, nyeri tekan/lepas (-), organomegali (-) c. Perkusi : Tympani (+), ascites (-) d. Auskultasi : Bising usus (+) o Ekstremitas Superior : Akral dingin, CRT < 2 detik, edema (-) o Ekstremitas Inferior : Akral dingin, CRT < 2 detik, edema (-) o Pemeriksaan Kekuatan Otot Motorik a) Ekstremitas superior : Kiri : 3/5 , Kanan : 4/5 b) Ekstremitas Inferior : Kiri : 3/5, Kanan : 4/5 2.3. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dilakukan di Puskesmas ialah Glukosa Darah Sewaktu dan didapatkan hasil sebesar 298 mg/dL. Seharusnya dilakukan pula pemeriksaan HbA1C dan pemeriksaan lain terkait komplikasi DM seperti pemeriksaan Urin (Ur/Cr) untuk fungsi ginjal. 2.4. Diagnosis Kerja Diabetes Melitus Tipe 2 Tidak Terkontrol + Pasca Stroke 2.5. Terapi Non Farmakologis 1. Modifikasi gaya hidup Os dengan mengganti asupan karbohidrat simpleks menjadi karbohidrat kompleks.
  • 8. 7 2. Menganjurkan untuk mengkonsumsi sumber protein hewani seperti ayam tanpa kulit, ikan, putih telur dan daging yang tidak berlemak. 3. Mengkonsumsi sumber protein nabati seperti tempe, tahu, kacang merah, kacang tanah dan kacang kedelai. 4. Rutin mengkonsumsi sayuran yang tinggi serat seperti kangkung, daun kacang, oyong, ketimun, tomat, lobak sawi, selada, seledri dan terong. 5. Mengkonsumsi buah-buahan seperti jeruk, apel, pepaya, jambu air, salak dan belimbing. 6. Rutin berolahraga, dapat berupa jalan, lari, jogging, bersepeda selama 20- 25 menit dengan frekuensi 3-5x per minggu. Penting juga untuk cukup istirahat (6-8 jam) dan mengendalikan stress. Adapun makanan yang harus dihindari atau dibatasi adalah: 1. Membatasi makanan sumber karbohidrat seperti nasi, bubur, mie, roti, ketan. 2. Membatasi protein yang memiliki kadar lemak jenuh tinggi seperti kornet, sosis, sarden, otak, jeroan dan kuning telur. 3. Menghindari mengkonsumsi keju, abon, dan susu full cream. 4. Menghindari mengkonsumsi makanan yang digoreng dan yang menggunakan santan kental, kecap dan saus tiram. 5. Menghindari mengkonsumsi gula pasir, manisan buah, cake, kue-kue manis, dodol, sirup, selai, coklat, dan permen.4 Farmakologi  Metformin  Domperidone  Betahistine
  • 9. 8 Prognosis Quo ad Vitam : Dubia ad Bonam Quo ad Fungsionam : Dubia ad Malam Quo ad Sanationam : Dubia adMalam5 2.6. Pengamatan Rumah a. Bangunan rumah  Bangunan rumah terlihat kokoh dan terbuat dari beton  Atap terbuat dari seng  Lokasi bangunan berdempetan (bedeng) dan padat penduduk. b. Komponen dan penataan ruang rumah i. Lantai Lantai bagian dalam rumah terbuat dari keramik kecuali bagian tempat mencuci dan kamar mandi yang hanya terbuat dari semen. Gambar 2.1 Lantai Dalam Rumah Gambar 2.2 Lantai Kamar Mandi ii. Dinding rumah Dinding rumah pada bagian ruang tamu, kamar, dapur terbuat dari beton dan dicat, namun tampak cat sudah pudar dan banyak noda kotor pada dinding. Dinding ruang tamu dan kamar terlihat memiliki ventilasi.
  • 10. 9 iii. Langit-langit Langit-langit rumah terbuat dari triplek, tampak berdebu, bersarang laba-laba dan kotor pada bagian tepi, tampak bekas rembesan air pada beberapa sudut. iv. Tata ruang rumah Ruang di dalam rumah Os terdiri atas 1 ruang tamu yang bergabung dengan ruang keluarga, 2 kamar tidur, 1 dapur digabung dengan ruang makan, dan 1 tempat mencuci yang berada diluar rumah yang terdiri dari kamar mandi, jamban dan sumur.  Ruang tamu Ruang tamu tidak tertata dengan rapih, tampak banyak tumpukan pakaian yang belum dilipat diatas kursi tamu, lantai berdebu, pencahayaan dan sirkulasi buruk, ruangan gelap dan pengap. Terdapat sebuah pintu keluar rumah dengan lebar 1 meter, 3 buah jendela dengan lebar 80 cm, 4 buah ventilasi yang masing- masing berukuran 80x40 cm. Jendela dan gorden ruang tamu jarang dibuka.
  • 11. 10 Gambar 2.3 Kondisi Ruang Tamu  Ruang kamar Terdapat dua kamar tidur didalam rumah. Pada bagian depan merupakan kamar Os dan disebelahnya merupakan kamar anak perempuannya beserta suami dan anaknya. Kamar tidur Os berukuran 3x4 meter, memiliki 2 jendela yang berukuran 60 cm yang jarang dibuka dan 2 buah ventilasi. Gorden kamar juga jarang disingkapkan. Suasana pencahayaan alami kurang baik, kamar terasa pengap serta bau pesing. Tempat tidur tidak tertata dengan rapi, Os lebih sering berbaring di karpet (perlak) karena sering buang air kecil di tempat tidur, perlak jarang dicuci dan kasur jarang dijemur. Kamar anak perempuannya berukuran 3x3 meter, memiliki 1 jendela berukuran 60 cm dan jarang dibuka, langit-langitnya bocor, tampak bekas rembesan air dan sarang laba-laba. Pencahayaan
  • 12. 11 alami dan sirkulasi udara buruk. Tampak alas kasur yang tidak terpasang dengan benar, bantal dan pakaian berserakan di lantai dan di kasur. Banyak pakaian bergantungan di dinding. Lantai kamar kotor. Gambar 2.4 Kondisi Kamar  Kamar mandi o Tempat untuk mandi dan buang air terletak terpisah, berada diluar rumah dan berlantai semen. Khusus jamban Os berbagi dengan tetangga di sebelah rumahnya. o Jamban menggunakan leher angsa namun pembuangan tidak menggunakan septictank, tapi dialirkan ke parit besar disamping rumah. o Atap jamban terbuat dari seng dan bocor pada satu sisi. o Tampak sabun pencuci tangan, sikat gigi tidak memiliki penutup ataupun rak tertutup khusus untuk menyimpan sikat gigi. o Lantai kamar mandi dan WC agak licin karena jarang dibersihkan. o Tidak terdapat bak mandi didalam kamar mandi dan jamban, hanya baskom penampung air. Air didalamnya bersih, jernih, tidak ada jentik karena selalu diisi ulang setiap hari.
  • 13. 12 o Ada genangan air di dalam kamar mandi karena struktur lantai semen tidak rata. o Sumur tidak memiliki penutup, air sumur berwarna jernih. Tidak terdapat sampah didalam sumur. o Terdapat tempat menjemur pakaian di sekeliling sumur dan pakaian yang dijemur dibiarkan basah saat hujan turun.
  • 14. 13 Gambar 2.5 Kondisi Kamar Mandi dan Tempat Mencuci  Ruang dapur dan ruang makan o Luas dapur dan ruang makan berkisar 4x3 meter, tempat untuk memasak hanya berukuran sekitar 1x3 meter. o Tidak terdapat jendela pada bagian dapur untuk pembuangan asap hasil memasak makanan, asap dibuang melalui pintu yang mengarah ke tempat mencuci. o Penyusunan alat masak tampak kurang rapi o Terdapat rak penyimpanan peralatan makan namun tidak tertutup o Terdapat tempat pencucian peralatan masak dan makan, namun terlihat kurang baik karena terdapat ember berisi air untuk pencucian yang tidak tertutup
  • 15. 14 o Keluarga Os memiliki kebiasaan membuang sampah bekas memasak langsung di dapur tanpa mengumpulkannya di suatu tempat. o Gambar 2.6 Kondisi Dapur
  • 16. 15 c. Pencahayaan Pencahayaan alami secara langsung kurang baik, karena tiap ruangan di dalam rumah tersebut terlihat kekurangan cahaya matahari yang masuk karena jendela dan gorden jarang dibuka. Gambar 2.7 Kondisi Pencahayaan d. Penyediaan air  Air untuk kegiatan mandi, cuci, kakus bersumber dari sumur.  Air minum bersumber dari air galon isi ulang. e. Sarana penyimpanan makanan  Di dalam rumah tersedia lemari es sebagai tempat penyimpanan bahan makanan.  Tersedianya lemari khusus untuk menyimpan makanan yang telah diolah agar tetap higienis dan aman. Anak Os tampak mendinginkan nasi untuk Os diatas kulkas dalam keadaan tidak tertutup.
  • 17. 16 Gambar 2.8 Tempat Penyimpanan Makanan f. Limbah  Limbah cair dibuang ke saluran yang langsung mengalir ke parit besar disamping rumah.  Limbah padat dikumpulkan terlebih dahulu oleh Os. Apabila limbah padat tersebut sudah cukup banyak maka akan dibuang ke tempat pembuangan sampah yang berada di pasar.
  • 18. 17 g. Binatang penular penyakit Tampak adanya tikus didekat sumur dan jamban Os. 2.7. Pengamatan Lingkungan Rumah Os terletak dikawasan padat penduduk, dan antara rumah Os dengan rumah tetangga berdempetan satu sama lain. Jalan yang ada di sekitar rumah pun sangat sempit, kira-kira hanya memiliki lebar 2 meter. Didepan dan samping rumah Os tampak ada bungkusan yang berisi barang-barang tidak terpakai. Gambar 2.9 Tampilan Depan Rumah Gambar 2.10 Tampilan samping rumah
  • 19. 18 Gambar 2.11 Jalan menuju rumah Os Gambar 2.12 Parit Tempat Membuang Limbah dan menyalurkan Tinja 2.8. Hasil Wawancara dan Pengamatan Perilaku Kesehatan dengan Keluarga 1. Kenapa ibu selalu berbaring? “Kepala pusing, dak enak duduk” 2. Apakah ibu sudah mencoba berjalan-jalan di dalam rumah? “sudah, tapi susah jalan. Kepala pusing, tambah lagi harus dibantu jadi malas.” 3. Mengapa ibu tidak menggunakan tongkat untuk membantu berjalan “kalau berdiri, kepala pusing. Dak enak pakai tongkat.” 4. (Kepada anak Os) Apakah kakak sering membantu memapah ibu berjalan? “Sering, tapi cuma sebentar, ibu tidak mau lama” 5. (Kepada anak Os) Apakah kakak sering mengajak ibu berjalan keluar pagi-pagi misalnya? “Sering, kadang pagi-pagi disuruh berjemur di teras. Tapi baru sebentar, ibu malah jalan sendiri, masuk ke dalam rumah.”
  • 20. 19 “ibu jugo sering baring habis makan, disuruh duduk dakmau, kadang langsung tetidur sehabis makan” 6. Mengapa ibu buang air kecil tidak pada tempatnya? “kadang dak teraso kalau mau kencing, tau-tau sudah basah bae” “malas jalan ke wc, jauh, susah jalan. Apolagi kalau sudah malam” 7. Apakah ibu mau menggunakan pispot/wadah baskom untuk menampung air kecil ibu? “dakmau, dak enak.” 8. (kepada anak Os) Apakah ibu tidak memanggil kakak waktu ingin kencing? “Idak, tau-tau sudah kencing bae. Kadang pun sudah dikasih pampers tapi malah dibukanyo, dak enak katonyo” Os tinggal dirumah bersama anak perempuannya yang sudah menikah dan sedang mengandung anak ketiga. Suami Os sudah meninggal 2 tahun yang lalu sebelum Os masuk rumah sakit karena stroke. Perilaku kesehatan dalam keluarga Os, dapat dikatakan buruk, Adapun perilaku kesehatan (PHBS) dalam keluarga dapat diniliai melalui 10 kriteria, yaitu: Tabel 2.1 Hasil Penilaian PHBS Kriteria PHBS Penilaian 1. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan Anak Os melakukan persalinan di bidan pada anak pertama dan keduanya 2. Memberi ASI ekslusif Anak Os memberi ASI eksklusif untuk anak pertamanya saja
  • 21. 20 3. Menimbang balita Anak Os jarang ke posyandu untuk menimbang anaknya 4. Menggunakan air bersih Os dan keluarganya menggunakan sumber air bersih berupa air sumur dan air minum menggunakan air galon isi ulang. 5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun Keluarga Os memahami tentang budaya mencuci tangan dengan air bersih namun masih jarang menggunakan sabun, Os hanya mencuci tangan dengan menggunakan air saja. 6. Menggunakan jamban sehat Di keluarga ini menggunakan jamban yang tidak sehat karena sistem pembuangan langsung ke parit. 7. Memberantas jentik rumah sekali seminggu Keluarga tidak pernah memberantas jentik, karena selalu membersihkan penampungan bila mulai kotor. 8. Makan buah dan sayur setiap hari Keluarga Os cukup sering mengkonsumsi sayur dan buah. 9. Melakukan aktivitas fisik setiap hari Aktivitas fisik Os setiap hari sangat minim, lebih banyak berbaring karena mengeluh kepala pusing dan sakit pinggang. Os sangat jarang berjalan, karena kesulitan dan tidak mau menggunakan tongkat. Keluarga ini juga tidak memiliki jadwal tertentu untuk berolahraga.
  • 22. 21 10. Tidak merokok di dalam rumah Menantu Os merokok di dalam rumah. Selain indikator tersebut yang dinilai, ada beberapa perilaku kurang baik yang berkaitan tentang kesehatan yang terlihat seperti menggantungkan baju sembarangan, letak dan tata barang yang berantakan pada ruang kamar, jarang membuka jendela dan membuang sampah sembarangan di dalam rumah. 2.9. Hasil Wawancara dan Pengamatan Hubungan dalam Keluarga Os merupakan seorang janda yang tinggal bersama anak, menantu dan kedua cucunya. Os tinggal berdekatan dengan keluarga suaminya. Menurut ketua RT setempat, Os memiliki hubungan yang baik dengan tetangga sekitar dan tidak ditemukan adanya pertikaian di dalam rumah tangga Os. Os juga memiliki hubungan yang baik dengan anaknya.
  • 23. 22 Tabel 2.2 Hasil Home Visit Tanggal Subjek Objek Kajian Planning Kemajuan Kunjungan ke-1 8/02/2019 Sakit kepala dan lemas Keadaan umum Kesadaran : Compos Mentis Tanda Vital TD: 130/80 mmHg N: 82x/menit RR: 21x/menit T: 36.2ºC GDS: 322 mg/dL Kondisi rumah  Keadaan kamar terlihat sangat tidak rapih. Banyak pakaian  Kepatuhan Os dalam minum obat diabetes tidak baik.  Kebiasaan makan dan minum Os cukup baik.  Os suka buang air kecil sembarangan dan tidak memanggil anaknya. Os tidak mau menggunakan pispot atau baskom untuk menampung kencingnya.  Os tidak pernah berolahraga. Konseling dan edukasi kepatuhan minum obat  Menjelaskan pentingnya kepatuhan minum obat diabetes, baik ke Os maupun ke anak Os. Konseling kondisi rumah  Memberikan saran untuk merapihkan dan membersihkan kamar setiap hari, seperti merapihkan pakaian yang tergantung, merapihkan barang yang berserakan, membersihkan sprei tiap hari, mencuci perlak Os yang kotor karena kencing, menjemur bantal dan kasur.  Memberikan saran untuk membersihkan dan merapihkan -
  • 24. 23 yang bergantungan di dalam kamar dan terlihat banyak barang yang berserakan di dalam kamar. Kamar pengap dan bau pesing.  Keadaan ruang tamu berantakan, banyak sekali pakaian di atas sofa dan terdapat bekas tulang ikan di atas meja tamu. Lantai kotor.  Keadaan dapur terlihat kurang bersih dan sempit.  Os cukup sering makan sayur dan buah.Os seringkali langsung berbaring dan tertidur setelah makan.  Os jarang melakukan kegiatan cuci tangan menggunakan sabun. dapur seperti membersihkan kuali, kompor dan dinding tempat memasak, meletakkan alat-alat masak ke tempat yang tertutup, menutup kuali yang masih berisi minyak, membuang barang-barang bekas yang tidak terpakai, limbah padat langsung dibuang dan tidak ditumpuk, disediakan tempat penampungan air pencucian alat masak dan piring yang tertutup.  Memberikan edukasi mengenai pencegahan vektor penyakit yaitu selalu mencegah adanya genangan air dan tumpukan sampah. Konseling perilaku dan kebiasaan  Mengedukasi Os mengenai pola makan yang baik dan menyarankan Os untuk mengurangi asupan gula
  • 25. 24  Tempat pencucian peralatan alat masak dan makan terlihat kurang baik.  Keadaan kamar mandi cukup baik, tempat penampungan air terlihat cukup bersih, hanya saja jamban tidak sehat, tidak menggunakan septic tank. dan memperbanyak makan sayur dan buah.  Memberikan saran untuk lebih sering bergerak dan berolahraga. Minimal berjalan didalam rumah atau duduk di teras.  Mengedukasi Os mengenai manfaat penggunaan kelambu saat tidur dan memberikan saran agar menggunakannya.  Memberi pemahaman pada Os dan anaknya bahwa kebersihan badan itu sangat penting, terutama anak Os sedang hamil. Menyarankan Os untuk sering mandi dan tidak buang air kecil sembarangan.  Menyarankan kepada Os untuk tidak langsung berbaring maupun tidur setelah makan.
  • 26. 25 Kunjungan ke-2 11/2/2019 Sakit lutut, punggung, sakit kepala, dan lemas Keadaan umum Kesadaran : Compos Mentis Tanda Vital TD : 140/60 mmHg N: 84x/ menit RR : 21x/menit T : 36,6 0C GDS : 343 gr/dL Kondisi rumah  Keadaan kamar masih kurang rapih dan pengap. Cukup banyak pakaian yang berserakan di dalam kamar. Alas tidur(perlak) Os  Kebiasaan Osbuang air kecil sembarangan masih dilakukan.  Os tidak berolahraga dan masih sering berbaring daripada berjalan.  Os masih jarang melakukan kegiatan cuci tangan menggunakan sabun.  Os dan anaknya masih tidak menggunakan kelambu saat tidur. Konseling dan edukasi kepatuhan minum obat.  Menjelaskan kembali pentingnya kepatuhan minum obat diabetes, baik ke Os maupun ke anak Os.  Menjelaskan efek samping yang mungkin ditimbulkan dari obat yang dikonsumsi Os. Konseling kondisi rumah  Memberikan saran untuk merapihkan dan membersihkan kamar setiap hari, menjemur bantal dan kasur yang terkena kencing. Konseling perilaku dan kebiasaan  Mengedukasi Os mengenai pola makan yang baik dan menyarankan Os untuk mengurangi asupan gula dan memperbanyak makan sayur dan buah.  Keadaan rumah sudah lumayan baik, jendela dan gorden sudah mulai dibuka. Lantai sudah lebih bersih. Tumpukan pakaian di sofa dan pakaian yang berserakan sudah mulai berkurang.  Os dan keluarga sudah mulai menyadari pentingnya kepatuhan minum obat pada DM Tipe 2, tampak dari obat yang telah rutin dikonsumsi.
  • 27. 26 sudah 2 hari tidak dicuci dan dijemur, alasan karena hari terus hujan.  Keadaan ruang tamu sudah mulai membaik, tumpukan pakaian di sofa sudah mulai berkurang.  Keadaan dapur masih terlihat kurang baik. Kuali bekas memasak masih tidak ditutup.  Tempat pencucian peralatan alat masak dan makan  Memberikan saran untuk lebih sering bergerak dan berolahraga. Minimal berjalan didalam rumah atau duduk di teras.  Menyarankan kepada Os untuk tidak langsung berbaring maupun tidur setelah makan.  Mengedukasi mengenai pentingnya mencuci tangan pakai sabun dan kapan harus melakukannya.  Mengedukasi mengenai 10 perilaku hidup bersih dan sehat dan implementasinya.  Meminta pasien untuk berpuasa minimal 8 jam sebelum kunjungan berikutnya pada hari yang telah ditentukan.  Memberikan saran kepada keluarga Os terkait pencegahan perilaku Os
  • 28. 27 masih terlihat kurang baik.  Keadaan kamar mandi kurang baik, penampungan air terlihat cukup bersih, lantai agak licin. Belum memberikan penutup untuk wadah sikat gigi. yang sering Buang Air di tempat. Saran : Diberikan bel untuk memanggil jika ingin buang air atau membuat pegangan di dinding rumah hingga ke kamar mandi. Kunjungan ke-3 14/2/2019 Lemas dan pusing Keadaan umum Kesadaran : Compos Mentis Tanda Vital TD : 100/60 mmHg N : 92x/ menit RR : 20 x/ menit  Kebiasaan Os buang air kecil sembarangan dan tidak memanggil anaknya sudah mulai ditinggalkan, Os sudah sering Edukasi kepatuhan minum obat  Menyarankan agar tetap konsisten dalam kepatuhan minum obat. Konseling dan edukasi kondisi rumah  Mengedukasi kembali mengenai rumah sehat, agar adanya perubahan terhadap kebersihan dan  Os semakin patuh dalam minum obat karena sudah mengetahui pentingnya kepatuham dalam minum obat dan selalu diingatkan oleh anaknya.  Os sudah mulai rutin bergerak, berjalan didalam
  • 29. 28 T : 36,30C GDP : 274 gr/dL Kondisi rumah  Keadaan kamar masih kurang rapih. Jendela dan gorden sudah mulai dibuka. Bantal Os dijemur.  Keadaan ruang tamu sudah tidak terlalu pengap, jendela dan pintu terbuka. Tidak ada lagi tumpukan pakaian di sofa. Lantai bersih.  Keadaan dapur meminta anaknya menemani ke wc. Namun saat malam hari masih buang air kecil di kasur.  Os masih tidak berolahraga.Os sudah sering berjemur di teras dan berjalan didalam rumah sambil berpegangan di dinding.  Os dan anaknya masih tidak menggunakan kelambu saat tidur, namun sudah kesehatan rumah. Konseling perilaku dan kebiasaan  Mengedukasi kembali Os mengenai pola makan yang baik agar semakin sering memakan sayur dan buah serta mengontrol porsi nasi dan mengurangi gula.  Mengedukasi pentingnya berolahraga dan bergerak agar tidak terjadi atrofi otot.  Mengedukasi Os mengenai manfaat penggunaan kelambu saat tidur dan memberikan saran agar menggunakannya dan menggunakan lotion anti nyamuk.  Mengedukasi kembali Os agar tidak lagi buang air kecil sembarangan.  Mengedukasi Penyakit Berbasis Lingkungan yang sedang rumah, lalu duduk di teras.  Os sudah sering meminta anaknya untuk menemani buang air kecil ke wc.  Anak Os sudah lebih memperhatikan kebersihan badan Os.  Lantai rumah sudah lebih bersih, sirkulasi udara dan pencahayaan di ruang tamu dan kamar sudah mulai baik. Jendela dan gorden kamar sudah sering dibuka.
  • 30. 29 masih terlihat kurang baik. Di sekitar tempat memasak masih terdapat kotoran yang lengket dan sudah menghitam di keramik.  Tempat pencucian peralatan masak dan makan masih terlihat kurang baik, masih terdapat sampah bekas memasak yang berserakan.  Keadaan kamar mandi masih kurang baik, menggunakan lotion anti nyamuk sebelum tidur. meningkat di wilayah Tanjung Pinang.  Identifikasi pelaksanaan 5 pilar sanitasi total berbasis masyarakat dan solusi akan permasalahan tersebut.  Mengedukasi Os dan keluarga terkait pengobatan yang diterima. Disarankan untuk kembali ke dokter untuk mendapatkan injeksi insulin.  Mengedukasi Os akan kebutuhan fisioterapi agar ke depannya Os dapat lebih mandiri.
  • 31. 30 tempat penampungan air terlihat cukup bersih.Os masih menggunakan jamban tanpa septictank dan belum memberikan tutup untuk tempat sikat gigi.
  • 32. 3
  • 33. BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Diabetes Melitus 3.1.1 Definisi Diabetes melitus dalah suatu penyakit metabolik yang ditandai dengan adanya hiperglikemia yang terjadi karena pankreas tidak mampu mensekresi insulin, gangguan kerja insulin, ataupun keduanya. Dapat terjadi kerusakan jangka panjang dan kegagalan pada berbagai organ seperti mata, ginjal, saraf, jantung, serta pembuluh darah apabila dalam keadaaan hiperglikemia kronis.6 3.1.2 Klasifikasi dan Etiologi Menurut American Diabetes Mellitus Association tahun 2010, diklasifikasikan yaitu: a. Diabetes tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut): 1) Autoimun: Infeksi virus. Contohnya: Coxacie virus B, rubela, dan mononucleosis infeksiosa. 2) Idiopatik : Belum diketahui secara pasti. Contohnya: Genetik-herediter (kromosom 6p21), tanpa sebab. b. Diabetes tipe 2 (tidak ada kerusakan pada pankreasnya dan dapat terus menghasilkan insulin, namun tubuh resisten terhadap efek insulin, sehingga tidak ada insulin yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh): 1) Mutasi reseptor insulin. 2) Efek toxic akumulasi lipid di jaringan (akibat obesitas). 3) Faktor predisposisi lain: - Peningkatan proses glukogeogenesis dan glukogenesis (sindrom cushing dan kehamilan). - Konsumsi makanan yang mengandung gula berelebih → sel-sel beta pankreas lelah dan tidak optimal dalam memproduksi insulin. 29
  • 34. 30 - Obat-obatan. c. Diabetes tipe lain: 1) Cacat genetik fungsisel. 2) Cacat genetik fungsi insulin. 3) Endokrinopati (akromegali, sindrom cushing, feokromositoma, hiperthiroidisme). 4) Penyakit pankreas (pankreatitis, pankreatopati fibrokalkulus, tumor). 5) Obat atau induksi secarakimia. 6) Infeksi. d. Diabetes melitus gestasional karena terjadi hiperglikemia saat kehamilan.7 3.1.3 Faktor Risiko Faktor risiko diabetes yaitu : A. Faktor Risiko yang Tidak Bisa Dimodifikasi 1) Ras dan etnik . 2) Riwayat keluarga dengan DM. 3) Umur: Risiko untuk menderita intolerasi glukosa meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Usia >45 tahun harus dilakukan pemeriksaan DM. 4) Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi >4000 gram atau riwayat pernah menderita DM gestasional (DMG). 5) Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding dengan bayi yang lahir dengan BB normal.6 B. Faktor Risiko yang Bisa Dimodifikasi 1) Berat badan lebih (IMT23 kg/m2). 2) Kurangnya aktivitas fisik. 3) Hipertensi (>140/90 mmHg). 4) Dislipidemia (HDL <35mg/dl dan/atau trigliserida >250mg/dl).
  • 35. 31 5) Diet tak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi glukosa dan rendah serat akan meningkatkan risiko menderita prediabetes/intoleransi glukosa dan DMT2.6 C. Faktor Lain yang Terkait dengan Risiko Diabetes Melitus 1) Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang terkait dengan resistensi insulin 2) Penderita sindrom metabolikyang memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu(GDPT) sebelumnya. 3) Penderita yang memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti stroke, PJK, atau PAD(Peripheral Arterial Diseases).6 3.1.4 Epidemiologi Sebagai dampak positif pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam kurun waktu 60 tahun merdeka, pola penyakit di Indonesia mengalami pergeseran yang cukup meyakinkan. Penyakit infeksi dan kekurangan gizi berangsur turun, meskipun diakui bahwa angka penyakit infeksi ini masih dipertanyakan dengan timbulnya penyakit baru seperti Hepatitis B danAIDS, juga angka kesakitan TBC yang tampaknya masih tinggidan akhir-akhir ini flu burung, demam berdarah dengue (DBD), antraks dan polio melanda negara kitayang kita cintai ini. Di lain pihak penyakit menahun yang disebabkan oleh penyakit degeneratif, di antaranyadiabetes meningkat dengan tajam. Perubahan polapenyakit itu diduga ada hubungannya dengan cara hidup yang berubah.8 Di samping itu cara hidup yang sangat sibuk denganpekerjaan dari pagi sampai sore bahkan kadang-kadangsampai malam hari duduk di belakang meja menyebabkantidak adanya kesempatan untuk berekreasi atau berolahraga. Pola hidup berisiko seperti inilah yang menyebabkan tingginya kekerapanpenyakit jantung koroner (PJK), hipertensi, diabetes ataupun hiperlipidemia. 8 Di antara penyakit degeneratif, diabetes adalah salah satudi antara penyakit tidak menular yang akan meningkatjumlahnya di masa datang. Perserikatan Bangsa-
  • 36. 32 Bangsa (WHO) membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlahpengidap diabetes di atas umur 20 tahun berjumlah 150juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian,pada tahun 2025, jumlah itu akan membengkak menjadi 300juta orang. 8 Awalnya Diabetes Mellitus lazim terjadi pada Negara barat yang maju. Namun akhir-akhir ini prevalensi diabetes melitus di beberapanegara berkembang mengalami peningkatan akibat peningkatan kemakmurandi negara bersangkutan, akhir-akhir ini banyak disoroti.Peningkatan pendapatan per kapita dan perubahangaya hidup terutama di kota-kota besar, menyebabkanpeningkatan prevalensi penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung koroner (PJK), hipertensi, hiperlipidemia,diabetes dan lain-lain. 8 Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini dilaksanakan di Indonesia, kekerapan diabetes di Indonesiaberkisar antara 1,4 dengan 1,6%, kecuali di dua tempat yaitu di Pekajangan, suatu desa dekat Semarang, 2,3%dan di Manado 6%. Di Pekajangan prevalensi ini agak tinggi disebabkan didaerah itu banyak perkawinan antara kerabat. Sedangkandi Manado, Waspadji menyimpulkan mungkin angkaitu tinggi karena pada studi itu populasinya terdiri dari orang-orang yang datang dengan sukarela, jadi agak lebih selektif. Tetapi kalau dilihat dari segi geografi dan budayanya yang dekat dengan Filipina, ada kemungkinan bahwa prevalensi di Manado memang tinggi, karena prevalensi diabetes di Filipina juga tinggi yaitu sekitar 8,4% sampai 12% di daerah urban dan 3,85 sampai 9,7%di daerah rural. 8 Suatu penelitian yang dilakukan di Jakarta tahun 1993, kekerapan DM di daerah urban yaitu di kelurahan Kayuputih adalah 5,69%, sedangkan di daerah rural yang dilakukan oleh Augusta Arifin di suatu daerah di JawaBarat tahun 1995, angka itu hanya 1,1%. Di sini jelas ada perbedaan antara prevalensi di daerah urban dengandaerah rural. Hal ini menunjukkan bahwa gaya hidupmempengaruhi kejadian diabetes. Tetapi di Jawa Timurangka itu tidak berbeda yaitu 1,43% di daerah urbandan 1,47% di daerah rural. Hal ini mungkin disebabkantingginya prevalensi Diabetes Melitus Terkait Malnutrisi(DMTM) atau yang sekarang disebut diabetes tipe laindi daerah rural di Jawa Timur,yaitu sebesar 21,2% dariseluruh diabetes di daerah itu. 8
  • 37. 33 Pada tahun 2006, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UniversitasIndonesia bekerja sama dengan Bidang Penelitian danPengembangan Departemen Kesehatan melakukanSurveilans Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular di Jakarta yang melibatkan 1591 subyek, terdiri dari 640 laki-lakidan 951 wanita. Survei tersebut melaporkan prevalensiDM (unadjusted) di lima wilayah DKI Jakarta sebesar12,1% dengan DM yang terdeteksi sebesar 3,8% dan DMyang tidak terdeteksi sebesar 11,2%. Berdasarkan data inidiketahui bahwa kejadian DM yang belum terdiagnosismasih cukup tinggi, hampir 3x lipat dari Jumlah kasus DMyang sudah terdeteksi. 8 Melihat tendensi kenaikan kekerapan diabetes secaraglobal yang tadi dibicarakan terutama disebabkan olehkarena peningkatan kemakmuran suatu populasi, makadengan demikian dapat dimengerti bila suatu saat ataulebih tepat lagi dalam kurun waktu 1 atau 2 dekade yangakan datang kekerapan DM di Indonesia akan meningkatdengan drastis.Ini sesuai dengan perkiraan yang dikemukakan oleh WHO bahwa Indonesia akan menempati peringkat nomor 5 sedunia dengan jumlah pengidapdiabetes sebanyak 12,4 juta orang pada tahun 2025. 8 3.1.5 Patogenesis Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pankreas telah dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe-2. Belakangan diketahui bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat daripada yang diperkirakan sebelumnya. Selain otot, liver dan sel beta, organ lain seperti: jaringan lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi incretin), sel alpha pancreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan otak (resistensi insulin), kesemuanya ikut berperan dalam menimbulkan terjadinya gangguan toleransi glukosa pada DM tipe-2. Delapan organ penting dalam gangguan toleransi glukosa ini (ominous octet) penting dipahami karena dasar patofisiologi ini memberikan konsep tentang:6 1. Pengobatan harus ditujukan guna memperbaiki gangguan patogenesis, bukan hanya untuk menurunkan HbA1c saja
  • 38. 34 2. Pengobatan kombinasi yang diperlukan harus didasari atas kinerja obat pada gangguan multipel dari patofisiologi DM tipe 2. 3. Pengobatan harus dimulai sedini mungkin untuk mencegah atau memperlambat progresivitas kegagalan sel beta yang sudah terjadi pada penyandang gangguan toleransi glukosa.6 DeFronzo pada tahun 2009 menyampaikan, bahwa tidak hanya otot, liver dan sel beta pankreas saja yang berperan sentral dalam patogenesis penderita DM tipe-2 tetapi terdapat organ lain yang berperan yang disebutnya sebagai the ominous octet. Gambar 3.1 Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2 (omnious octet) Secara garis besar patogenesis DM tipe-2 disebabkan oleh delapan hal (omnious octet) berikut : 1. Kegagalan sel beta pancreas: Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah sulfonilurea, meglitinid, GLP-1 agonis dan DPP-4 inhibitor. 6 2. Liver: Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu gluconeogenesis sehingga produksi glukosa dalamkeadaan basal oleh liver
  • 39. 35 (HGP=hepatic glucose production) meningkat. Obat yang bekerja melalui jalur ini adalah metformin, yang menekan proses gluconeogenesis. 6 3. Otot: Pada penderita DM tipe-2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang multiple di intramioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin sehingga timbul gangguan transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa. Obat yang bekerja di jalur ini adalah metformin, dan tiazolidindion. 6 4. Sel lemak: Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin, menyebabkan peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas (FFA=Free Fatty Acid) dalam plasma. Penigkatan FFA akan merangsang proses glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi insulin di liver dan otot. FFA juga akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini disebut sebagai lipotoxocity. Obat yang bekerja dijalur ini adalah tiazolidindion. 6 5. Usus: Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding kalau diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin ini diperankan oleh 2 hormon GLP-1 (glucagon-like polypeptide-1) dan GIP (glucose-dependent insulinotrophic polypeptide atau disebut juga gastric inhibitory polypeptide). Pada penderita DM tipe-2 didapatkan defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap GIP. Disamping hal tersebut incretin segera dipecah oleh keberadaan ensim DPP-4, sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit. Obat yang bekerja menghambat kinerja DPP-4 adalah kelompok DPP-4 inhibitor. Saluran pencernaan juga mempunyai peran dalam penyerapan karbohidrat melalui kinerja ensim alfa- glukosidase yang memecah polisakarida menjadi monosakarida yang kemudian diserap oleh usus dan berakibat meningkatkan glukosa darahsetelah makan. Obat yang bekerja untuk menghambat kinerja ensim alfa-glukosidase adalah akarbosa.6 6. Sel Alpha Pancreas: Sel-α pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam hiperglikemia dan sudah diketahui sejak 1970. Sel-α berfungsi dalam sintesis glukagon yang dalam
  • 40. 36 keadaan puasa kadarnya di dalam plasma akan meningkat. Peningkatan ini menyebabkan HGP dalam keadaan basal meningkat secara signifikan dibanding individu yang normal. Obat yang menghambat sekresi glukagon atau menghambat reseptor glukagon meliputi GLP-1 agonis, DPP4 inhibitor dan amylin. 6 7. Ginjal: Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam pathogenesis DM tipe-2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan puluh persen dari glukosa terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran SGLT-2 (Sodium Glucose coTransporter) pada bagian convulated tubulus proksimal. Sedang 10% sisanya akan di absorbsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus desenden dan asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam urine. Pada penderita DM terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2. Obat yang menghambat kinerja SGLT-2 ini akan menghambat penyerapan kembali glukosa di tubulus ginjal sehingga glukosa akan dikeluarkan lewat urine. Obat yang bekerja di jalur ini adalah SGLT-2 inhibitor. Dapaglifozin adalah salah satu contoh obatnya. 6 8. Otak: Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang obes baik yang DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang merupakan mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini asupan makanan justru meningkat akibat adanya resistensi insulin yang juga terjadi di otak. Obat yang bekerja di jalur Ini adalah GLP-1 agonis, amylin dan bromokriptin.6 3.1.6 Manifestasi Klinis Diabetes seringkali muncul tanpa gejala. Namun demikian ada beberapa gejala yang harus diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan diabetes. Gejala tipikal yang sering dirasakan penderita diabetes antara lain poliuria (sering buang air kecil), polidipsia (sering haus), dan polifagia (banyak makan/mudah lapar). Selain itu sering pula muncul keluhan penglihatan kabur,koordinasi gerak anggota tubuh terganggu, kesemutan pada tangan atau kaki, timbul gatal- gatal yang seringkali sangat mengganggu (pruritus), dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas.
  • 41. 37  Gejala klasik umum dikeluhkan adalah rasa haus yang berlebihan, sering kencing terutama malam hari, penurunan berat badan dengan cepat.  Gejala non klasik (keluhan lemah) : kesemutan pada jaringan tangan dan kaki, cepat lapar, irritabilitas dan gatal gatal pada kulit, penglihatan kabur, gairah seks menurun, luka sukar sembuh. 6 3.1.7 Penegakan Diagnosis Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaankonsentrasi glukosa darah. Dalam menentukan diagnosisDM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambildan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis,pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosadengan cara enzimatik menggunakan bahan darah plasma vena.Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan glukosadarah seyogyanya dilakukan di laboratorium klinik yangterpercaya (yang melakukan program pemantauankendali mutu secara teratur). Walaupun demikian sesuaidengan kondisi setempat dapat juga dipakai bahandarah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler denganmemperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yangberbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Untuk pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler. 6 Ada perbedaan antara uji diagnostik DM danpemeriksaan penyaring. Uji diagnostik DM dilakukan padamereka yang menunjukkan gejala/tanda DM, sedangkanpemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasimereka yang tidak bergejala, yang mempunyai risiko DM. 6 PERKENI membagi alur diagnosis DM menjadi duabagian besar berdasarkan ada tidaknya gejala khas DM. Gejala khas DM terdiri dari poliuria, polidipsia, polifagia danberat badan menurun tanpa sebab yang jelas , sedangkangejala tidak khas DM diantaranya lemas, kesemutan, lukayang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi (pria)dan pruritus vulva (wanita). Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali sajasudah cukup untuk menegakkan diagnosis, namun apabilatidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah
  • 42. 38 abnormal. Diagnosis DM jugadapat ditegakkan melalui cara pada tabel 3.1. Kriteria Diagnosis DM. Tabel3.1 Kriteria Diagnosis DM 1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL(11,1 mmol/L) Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir 2. Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa >126 mg/dL (7,0 mmol/L) Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam 3. Glukosa plasma 2 j am pada TTGO >200 mg/dL (11,1 mmol/L) TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air. * Kriteria diagnostik tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain, kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia dengan dengan dekompensasi metabolik berat, seperti ketoasidosis, gejala klasik: poliuri, polidipsi, polifagi dan berat badan menurun cepat. Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembebanan dibagi menjadi 3 yaitu: a) <140 mg/dL = normal b) 140 - 200 mg/dL = toleransi glukosa terganggu c) > 200 mg/dL = diabetes
  • 43. 39 Gambar 3.2 Langkah diagnostik DM dan TGT Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada semuaindividu dewasa dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) >25 kg/m2 dengan faktor risiko lain sebagai berikut: 1. Aktivitas fisik kurang, 2. Riwayat keluarga mengidap DM pada turunan pertama (first degree relative), 3. Masuk kelompok etnik risiko tinggi (African American, Latino, Native American, Asian American, Pacific Islander), 4. Wanitadengan riwayat melahirkan bayi dengan berat >4000gram atau riwayat Diabetes Melitus Gestasional (DMG), 5. Hipertensi (tekanan darah > 140/90 mmHg atau sedangdalam terapi obat anti hipertensi), 6. Kolesterol HDL <35mg/dL dan atau trigliserida >250 mg/dL, 7. Wanita dengan sindrom polikistik ovarium, 8. Riwayat Toleransi glukosaterganggu (TGT) atau Glukosa darah puasa terganggu (GDPT),
  • 44. 40 9. Keadaan lain yang berhubungan denganresistansi insulin (obesitas, akantosis nigrikans), 10. Riwayat penyakit kardiovaskular.6 Pada penapisan dapat dilakukan pemeriksaan glukosadarah puasa atau sewaktu atau TTGO. Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya negatif, pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun; sedangkan bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor risiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukansetiap 3 tahun atau lebih cepat tergantung dari klinis masing-masing pasien.6 Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaringpasien DM, toleransi glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT), sehingga dapat ditentukan langkah yang tepat untuk mereka. Pasien dengan TGT dan GDPT merupakan tahapan sementara menuju DM. Setelah 5-10 tahun kemudian 1/3 kelompok TGT akan berkembang menjadi DM, 1/3 tetap TGT dan 1/3 lainnya kembali normal. Adanya TGT sering berkaitan dengan resistensi insulin. Pada kelompok TGT ini risiko terjadinya aterosklerosis lebih tinggi dibandingkan kelompok normal. TGT sering berkaitan dengan penyakit kardiovaskular, hipertensi dan dislipidemia.6 Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan konsentrasi glukosa darah sewaktu atau konsentrasi glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes tolerasi glukosa oral (TTGO) standar.6 Gambar 3.3 Tabel Konsentrasi GDS dan GDP Sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis DM
  • 45. 41 3.1.8 Penatalaksanaan Ada 4 pilar penatalaksanaan diabetes melitus: 1. Edukasi Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat.Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda atau gejala hiperglikemia dan cara mengatasinya. 6 2. Terapi Nutrisi Medis Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri). Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin. 6 3. Latihan Jasmani Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki
  • 46. 42 sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti: jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan. 6 4. Terapi Farmakologis Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan. 6 A. Obat Anti Hiperglikemia Oral Berdasarkan cara kerjanya, obat anti- hiperglikemia oral dibagi menjadi 5 golongan: 1) Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue) a) Sulfonilurea Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan peningkatan berat badan. Hati-hati menggunakan sulfonylurea pada pasien dengan risiko tinggi hipoglikemia (orang tua, gangguan faal hati, dan ginjal). 6 b) Glinid Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivate fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post
  • 47. 43 prandial. Efek samping yang mungkin terjadi adalah hipoglikemia. 6 2) Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin a) Metformin Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer. Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus DMT2. Dosis Metformin diturunkan pada pasien dengangangguan fungsi ginjal (GFR 3060ml/menit/1,73 m). Metformin tidak boleh diberikan pada beberapa keadaan seperti: GFR <30mL/menit/1,73 m, adanya gangguan hati berat, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis, renjatan, PPOK, gagal jantung [NYHA FC III-IV]). Efek samping yang mungkin berupa gangguan saluran pencernaan seperti halnya gejala dispepsia. 6 b) Tiazolidindion (TZD). Tiazolidindion merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor inti yang terdapat antara lain di sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di jaringan perifer. Tiazolidindion meningkatkan retensi cairan tubuh sehingga dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung (NYHA FC III-IV) karena dapat memperberat edema/retensi cairan. Hati-hati pada gangguan faal hati, dan bila diberikan perlu pemantauan faal hati secara berkala. Obat yang masuk dalam golongan ini adalah Pioglitazone. 6 3) Penghambat Alfa Glukosidase. Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah
  • 48. 44 sesudah makan. Penghambat glukosidase alfa tidak digunakan pada keadaan GFR=30ml/min/1,73 m, gangguan faal hati yang berat, irritable bowel syndrome. Efek samping yang mungkin terjadi berupa bloating (penumpukan gas dalam usus) sehingga sering menimbulkan flatus. Guna mengurangi efek samping pada awalnya diberikan dengan dosis kecil. Contoh obat golongan ini adalah Acarbose.6 4) Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase IV) Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP- IV sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi glucagon bergantung kadar glukosa darah (glucose dependent). Contoh obat golongan ini adalah Sitagliptin dan Linagliptin.6 5) Penghambat SGLT-2(Sodium Glucose Cotransporter 2) Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes oral jenis baru yang menghambat penyerapan kembali glukosa di tubuli distal ginjal dengan cara menghambat kinerja transporter glukosa SGLT-2. Obat yang termasuk golongan ini antara lain: Canagliflozin, Empagliflozin, Dapagliflozin, Iragliflozin. Dapagliflozin baru saja mendapat approvable letter dari Badan POM RI pada bulan Mei 2015. 6 B. Obat Anti Hiperglikemia Suntik Termasuk anti hiperglikemia suntik, yaitu insulin, agonis GLP-1 dan kombinasi insulin dan agonis GLP-1. 1) Insulin Insulin diperlukan pada keadaan: a) HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolic b) Penurunan berat badan yang cepat
  • 49. 45 c) Hiperglikemia berat yang disertai ketosis d) Krisis Hiperglikemia e) Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal f) Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke) g) Kehamilan dengan DM/Diabetes mellitus gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan h) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat i) Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO j) Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi 6 Jenis dan Lama Kerja Insulin Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi 5 jenis, yakni: a) Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin) b) Insulin kerja pendek (Short-acting insulin) c) Insulin kerja menengah (Intermediate acting insulin) d) Insulin kerja panjang (Long-acting insulin) e) Insulin kerja ultra panjang (Ultra long acting insulin) f) Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan kerja cepat dengan menengah (Premixed insulin).6 2) Agonis GLP-1/Incretin Mimetic Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja pada sel-beta sehingga terjadi peningkatan pelepasan insulin, mempunyai efek menurunkan berat badan, menghambat pelepasan glukagon, dan menghambat nafsu makan. Efek penurunan berat badan agonis GLP-1 juga digunakan untuk indikasi menurunkan berat badan pada pasien DM dengan obesitas. Pada percobaan binatang, obat ini terbukti memperbaiki cadangan sel beta pankreas. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan
  • 50. 46 muntah. Obat yang termasuk golongan ini adalah: Liraglutide, Exenatide, Albiglutide, dan Lixisenatide. Salah satu obat golongan agonis GLP-1 (Liraglutide) telah beredar di Indonesia sejak April 2015, tiap pen berisi 18 mg dalam 3 ml. Dosis awal 0.6 mg perhari yang dapat dinaikkan ke 1.2 mg setelah satu minggu untuk mendapatkan efek glikemik yang diharapkan. Dosis bisa dinaikkan sampai dengan 1.8 mg. Dosis harian lebih dari 1.8 mg tidak direkomendasikan. Masa kerja Liraglutide selama 24 jam dan diberikan sekali sehari secara subkutan. 6 5. Terapi Kombinasi Pengaturan diet dan kegiatan jasmani merupakan hal yang utama dalam penatalaksanaan DM, namun bila diperlukan dapat dilakukan bersamaan dengan pemberian obat antihiperglikemia oral tunggal atau kombinasi sejak dini. Pemberian obat antihiperglikemia oral maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. 6 Terapi kombinasi obat antihiperglikemia oral, baik secara terpisah ataupun fixed dose combination, harus menggunakan dua macam obat dengan mekanisme kerja yang berbeda. Pada keadaan tertentu apabila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai dengan kombinasi dua macam obat, dapat diberikan kombinasi dua obat antihiperglikemia dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis dimana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dapat diberikan kombinasi tiga obat antihiperglikemia oral. Kombinasi obat antihiperglikemia oral dengan insulin dimulai dengan pemberian insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang). Insulin kerja menengah harus diberikan jam 10 malam menjelang tidur, sedangkan insulin kerja panjang dapat diberikan sejak sore sampai sebelum tidur. Pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat mencapai kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin basal untuk kombinasi adalah 6-10 unit. Kemudian dilakukan evaluasi dengan mengukur kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Dosis insulin dinaikkan secara perlahan
  • 51. 47 (pada umumnya 2 unit) apabila kadar glukosa darah puasa belum mencapai target. Pada keadaaan dimana kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali meskipun sudah mendapat insulin basal, maka perlu diberikan terapi kombinasiinsulin basal dan prandial,sedangkan pemberian obat antihiperglikemia oral dihentikan dengan hati-hati. 6 Gambar 3.4 Algoritme Pengelolaan DMT2 3.1.9 Komplikasi Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang akan diderita seumur hidup, sehingga progesifitas penyakit ini akan terus berjalan dan pada suatu saat akan menimbulkan komplikasi. Penyakit DM biasanya berjalan lambat dengan gejala-
  • 52. 48 gejala yang ringan sampai berat, bahkan dapat menyebabkan kematian akibat baik komplikasi akut maupun kronis.9 a. Komplikasi Akut DM Ada tiga komplikasi akut DM yang penting dan berhubungan dengan gangguan keseimbangan kadar gula darah jangka pendek. 9 1) Hipoglikemia Hipoglikemia terjadi jika kadar gula darah turun hingga 60 mg/dl. Keluhan dan gejala hipoglikemia dapat bervariasi, tergantung sejauh mana glukosa darah turun. Keluhan pada hipoglikemia pada dasarnya dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu keluhan akibat otak tidak mendapat kalori yang cukup sehingga mengganggu fungsi intelektual dan keluhan akibat efek samping hormon lain yang berusaha meningkatkan kadar glukosa dalam darah. 9 2) Ketoasidosis Diabetes Pada DM yang tidak terkendali dengan kadar gula darah yang terlalu tinggi dan kadar insulin yang rendah, maka tubuh tidak dapat menggunakan glukosa sebagai sumber energi. Sebagai gantinya tubuh akan memecah lemak sebagai sumber energi alternatif. Pemecahan lemak tersebut kemudian menghasilkan badan-badan keton dalam darah atau disebut dengan ketosis. Ketosis inilah yang menyebakan derajat keasaman darah menurun atau disebut dengan istilah asidosis. Kedua hal ini lantas disebut dengan istilah ketoasidosis. Adapun gejala dan tanda-tanda yang dapat ditemukan pada pasien ketoasidosis diabetes adalah kadar gula darah > 240 mg/dl, terdapat keton pada urin, dehidrasi karena terlalu sering berkemih, mual, muntah, sakit perut, sesak napas, napas berbau aseton, dan kesadaran menurun hingga koma. 9 3) Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketotik (HHNK) Sindrom HHNK merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia serta diikuti oleh perubahan tingkat kesadaran. Kelainan dasar
  • 53. 49 biokimia pada sindrom ini berupa kekurangan insulin efektif. Keadaan hiperglikemia persisten menyebabkan diuresis osmotik sehingga terjadi kehilangan cairan dan elektrolit. Untuk mempertahankan keseimbangan osmotik, cairan akan berpindah dari ruang intrasel ke ruang ekstrasel. Dengan adanya glukosuria dan dehidrasi, akan dijumpai keadaaan hipernatremia dan peningkatan osmolaritas. Salah satu perbedaan utama antar HHNK dan ketoasidosis diabetes adalah tidak terdapatnya ketosis dan asidosis pada HHNK. Perbedaan jumlah insulin yang terdapat pada masing-masing keadaan ini dianggap penyebab parsial perbedaan di atas. Gambaran klinis sindrom HHNK terdiri atas gejala hipotensi, dehidrasi berat, takikardi, dan tanda-tanda neurologis yang bervariasi. 9 b. Komplikasi Kronis DM a) Komplikasi Makrovaskular Tiga jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada pasien DM adalah penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah perifer. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada pasien DM tipe II yang umumnya menderita hipertensi, dislipidemia, dan atau kegemukan. Komplikasi ini timbul akibat aterosklerosis dan tersumbatnya pembuluh-pembuluh darah besar, khususnya arteri akibat timbunan plak ateroma. Komplikasi makrovaskular atau makroangiopati tidak spesifik pada diabetes, namun pada DM timbul lebih cepat, lebih sering, dan lebih serius. 9 Berbagai studi epidemiologi menunjukkan bahwa angka kematian akibat penyakit kardiovaskular dan diabetes meningkat 4 -5 kali dibandingkan pada orang normal. Komplikasi makroangiopati umumnya tidak ada hubungannya dengan kontrol kadar gula darah yang baik. Tetapi telah terbukti secara epidemiologi bahwa angka kematian akibat hiperinsulinemia merupakan suatu faktor resiko mortalitas kardiovaskular, di mana peninggian kadar insulin menyebabkan resiko kardiovaskular semakin tinggi pula. Kadar insulin puasa > 15 mU/ml akan meningkatkan resiko mortalitas kardiovaskular sebanyak 5 kali lipat.
  • 54. 50 Hiperinsulinemia kini dikenal sebagai faktor aterogenik dan diduga berperan penting dalam menyebabkan timbulnya komplikasi makrovaskular. 9 b) Komplikasi Neuropati Kerusakan saraf adalah komplikasi DM yang paling sering terjadi. Dalam jangka waktu yang cukup lama, kadar glukosa dalam darah akan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang berhubungan langsung ke saraf. Akibatnya, saraf tidak dapat mengirimkan pesan secara efektif. Keluhan yang timbul bervariasi, yaitu nyeri pada kaki dan tangan, gangguan pencernaan, gangguan dalam mengkontrol BAB dan BAK, dan lain-lain. Manifestasi klinisnya dapat berupa gangguan sensoris, motorik, dan otonom. Proses terjadinya komplikasi neuropati biasanya progresif, di mana terjadi degenerasi serabut-serabut saraf dengan gejala nyeri, yang sering terserang adalah saraf tungkai atau lengan. 9 c) Komplikasi Mikrovaskular Komplikasi mikrovaskular merupakan komplikasi unik yang hanya terjadi pada DM. Penyakit mikrovaskular diabetes atau sering juga disebut dengan istilah mikroangiopati ditandai oleh penebalan membran basalis pembuluh kapiler. Ada dua tempat di mana gangguan fungsi kapiler dapat berakibat serius yaitu mata dan ginjal. Kelainan patologis pada mata, atau dikenal dengan istilah retinopati diabetes, disebabkan oleh perubahan pada pembuluh-pembuluh darah kecil di retina. Perubahan yang terjadi pada pembuluh darah kecil di retina ini dapat menyebabkan menurunnya fungsi penglihatan pasien DM, bahkan dapat menjadi penyebab utama kebutaan. 9
  • 55. 51 BAB IV KAJIAN KASUS 4.1. Analisis Pasien Secara Holistik 4.1.1 Hubungan Diagnosis Penyakit dengan Keadaan Rumah dan Lingkungan Sekitar Menurut pengakuan anaknya, Os sering buang air kecil dan besar di sembarang tempat. Saat ditanyakan pada Os, ia mengaku tidak mau ke jamban untuk buang air karena letaknya jauh. Os juga menolak untuk buang air di pispot. Ketika Os buang air kecil, anaknya tidak segera membersihkan bekas BAB dan BAK itu. Kurangnya higienitas pada kamar Os dapat meningkatkan risiko infeksi terutama pada Os yang memiliki resiko tinggi serta dapat menjadi stressor yang besar bagi Os. 4.1.2 Hubungan Diagnosis dengan Keadaan Keluarga dan Hubungan Keluarga Anak Os tampak kurang memperhatikan dan tidak selalu menawarkan bantuan kepada Os, ditambah lagi keadaan Os yang sudah kurang jelas dalam berbicara. Sebelumnya Os pernah mengalami stroke pada bagian kiri tubuhnya dan kesulitan berjalan, Os malas untuk latihan berjalan ditambah anak Os memiliki pengetahuan yang kurang akan pentingnya aktifitas fisik bagi Os. Kurangnya aktifitas fisik ini merupakan salah satu faktor risiko timbulnya DM tipe 2 tidak terkontrol dan atrofi otot. Selain itu, anak Os yang kurang perhatian merupakan salah satu faktor stress bagi Os dan memperburuk penyakit yang dideritanya. 4.1.3 Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatanpasien dan keluarga Os pernah memiliki dua buah bisul di kepalanya yang bernanah. Hal ini sangat mungkin terjadi karena higienitas personal Os yang kurang baik seperti jarang dimandikan oleh anaknya. Sebelum pergi ke Puskesmas, Os kurang patuh dalam menggunakan injeksi insulin. Penggunaan insulin yang tidak teratur mengakibatkan penyakit Os yaitu DM Tipe 2 menjadi tidak terkontrol yang memungkinkan terjadinya komplikasi.
  • 56. 52 4.2 Rencana Promosi (Peningkatan Kesehatan) dan Pendidikan Kesehatan Kepada Pasien dan Keluarga 1. Mengedukasi Os dan keluarga mengenai penyakit yang diderita yaitu Diabetes Mellitus Tipe 2 dan cara pengelolaannya. 2. Menjelaskan pentingnya kepatuhan minum obat diabetes, baik ke Os maupun ke anak Os. 3. Menjelaskan efek samping yang mungkin ditimbulkan dari obat yang dikonsumsi Os. 4. Mengedukasi Os mengenai pola makan yang baik dan menyarankan Os untuk mengurangi asupan gula dan memperbanyak makan sayur dan buah. 5. Memberikan saran untuk lebih sering bergerak dan berolahraga. Minimal berjalan didalam rumah atau duduk di teras. 6. Mengedukasi keluarga untuk mencegah terjadinya luka terutama pada saat berjalan dengan cara menggunakan sandal dan hati-hati saat menggunting kuku. 7. Mengedukasi Os dan keluarga terkait pengobatan yang diterima. Disarankan untuk kembali ke dokter untuk mendapatkan injeksi insulin. 8. Mengedukasi Os akan kebutuhan fisioterapi agar ke depannya Os dapat lebih mandiri. 4.3 Anjuran-anjuran promosi kesehatan penting 1. Mengenai masalah kebersihan rumah Os, dilakukan langkah-langkah: a. Promotif - Memberikan saran untuk merapihkan dan membersihkan kamar setiap hari, seperti merapihkan pakaian yang tergantung, merapihkan barang yang berserakan, membersihkan sprei tiap hari, mencuci perlak Os yang kotor karena kencing, menjemur bantal dan kasur. - Memberikan saran untuk membersihkan dan merapihkan dapur seperti membersihkan kuali, kompor dan dinding tempat memasak, meletakkan alat-alat masak ke tempat yang tertutup, menutup kuali yang masih berisi
  • 57. 53 minyak, disediakan tempat penampungan air pencucian alat masak dan piring yang tertutup. 2. Mengenai masalah kebersihan lingkungan dan limbah rumah tangga, dilakukan langkah-langkah : a. Promotif - Mengedukasi Os mengenai manfaat penggunaan kelambu saat tidur dan memberikan saran agar menggunakannya. b. Preventif - Memberikan edukasi mengenai pencegahan vektor penyakit yaitu selalu mencegah adanya genangan air dan tumpukan sampah. - Membuang barang-barang bekas yang tidak terpakai, limbah padat langsung dibuang dan tidak ditumpuk agar tidak menjadi sarang nyamuk. 3. Untuk mencapai keluarga yang sehat, dengan langkah-langkah : a. Promotif - Memberi pemahaman pada Os dan anaknya bahwa kebersihan badan itu sangat penting, terutama anak Os sedang hamil. Menyarankan Os untuk sering mandi dan tidak buang air kecil sembarangan. - Mengedukasi mengenai 10 perilaku hidup bersih dan sehat dan implementasinya. - Mengedukasi Penyakit Berbasis Lingkungan yang sedang meningkat di wilayah Tanjung Pinang. b. Preventif - Identifikasi pelaksanaan 5 pilar sanitasi total berbasis masyarakat dan solusi akan permasalahan tersebut. - Menyarankan kepada Os untuk tidak langsung berbaring maupun tidur setelah makan.
  • 58. DAFTAR PUSTAKA 1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2016. 2. Riset Kesehatan Dasar: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2018. 3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014 4. Situasi dan Analisis Diabetes. Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI.2014 5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.2014 6. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Perkeni. 2015 7. Purnamasari D. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. In: Setiati S, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2014. Hal. 2315-22 8. Suyono S. Diabetes Melitus di Indonesia. In: Setiati S, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2014. Hal. 2323-7 9. Waspadji, Sarwono. Komplikasi Kronik Diabetes : Mekanisme terjadinya, diagnosis, dan strategi pengelolaan. In: Setiati S, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2014. Hal. 2359-66 54