Pada era Orde Baru, pendidikan di Indonesia mengalami kemajuan kuantitas namun penurunan mutu. Sistem pendidikan nasional diarahkan untuk mencapai keseragaman berpikir tanpa ruang untuk perbedaan pendapat, sehingga kualitas lulusannya rendah dibandingkan negara lain. Pendidikan juga digunakan sebagai alat untuk mendukung ideologi pemerintahan daripada memberdayakan sumber daya manusia.
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
PROGAM WAJIB BELAJAR "TUGAS SEJARAH" SMAN 1 Kejayan
1.
2. Orde baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998,
dan dapat dikatakan sebagai era pembangunan nasional.
pendidikan orde baru mengusung ideologi “keseragaman”
sehinggame mampatkan kemajuan dalam bidang
pendidikan. EBTANAS, UMPTN, menjadi
seleksi penyeragaman intelektualitas peserta didik. Selain
itu, masa ini juga diwarnai dengan ideologimiliteralistik
dalam pendidikan yang bertujuan untuk melanggengkan
status quo penguasa.Pendidikan militeralistik diperkuat
dengan kebijakan pemerintah dalam penyiapan calon-
calon tenagaguru negeri.
3. Dari sisi ideologi, pendidikan sebenarnya telah cukup mendapat
tempat dari pendiri bangsa.Terbukti dengan dimasukkannya
pendidikan sebagai salah satu prioritas utama dalam Pembukaan
UUD 1945) yang notabene tak dapat diubah dan dianggap sebagai
landasan perjuangan bangsa yang sakral. Sebelum pemerintahan
Presiden Soeharto,sebenarnya masalah pendidikan nasional
telahmemperoleh cukup banyak perhatian dari elite politik yang ada.
Jika kita melihat sejarah, proklamator Bung Hatta merupakan salah
satu tokoh yang gencar menyuarakan pentingnya pendidikan
nasional bagi kemajuan bangsa sejak zaman kolonialisme. Sebagai
pendiri Partai nasional Indonesia (PNI ) baru sejak tahun 1931 (PNI
lalu pecah menjadi Partai Sosialis dan Partai Sosialis Indonesia),
konsep pentingnya pendidikan telah diajukan Hatta dalam Pasal 4
Konstitusi PNI, yaitu untuk mencerdaskan rakyat dalam hal pendidikan
politik, pendidikan ekonomi, dan pendidikan sosial (pidato Bung Hatta
dalam reuni Pendidikan nasional Indonesia yang diterbitkan di Bogor
tahun 1968)
4. Peningkatan mutu sekolah bersi!at interakti! dan kontekstual, yang sangat
terpengaruh olehkondisi sekolah sebagai suatu entitas yang utuh dan mandiri.Sejalan
dengan pemerintahan Soeharto yang otoriter, tampaknya isu tentang pendidikanmulai
dikesampingkan, terutama terkait dengankekhawatiran akan timbulnya gejolak apabila
pendidikan politik benar-benar dilakukan sepenuhnya.Sejak saat itu kita lebihmelihat
pendidikan digunakan sebagai kendaraan politik bagi pemerintahanSoehartountuk
melakukan indoktrinasi terhadap rakyat. Dalam konteks ini, sudah saatnya para pelaku
dan pemerhati pendidikan perlu mencoba menyelami dunia politik dan seluk beluknya.
Maksudnya,masyarakat pendidikan harus akti! untuk memengaruhi para pengambil
keputusan (politikus/ di bidang pendidikan yg enggan begitu kaum pendidik tidak lagi
menjadi objek politisasi pendidikan dan terkungkungdalam dunianya,melainkan memiliki
ruang gerak yang lebih leluasa dan ikut menjadi agen perubahan.Rezim Orde Baru amat
yakin akan terjadi mukjizat yang meneteskan hasil pembangunan kepadarakat miskin
(trickle down efects)
Kebijakan pendidikan pada masa Orde Baru diarahkan pada penyeragaman. Tilaar
(2002:3) menjelaskan pendidikan di masa ini diarahkan kepada uni!ormalitas atau
keseragaman di dalam berpikir dan bertindak. Pakaian seragam, wadah-wadah tunggal
dari organisasi sosial masyarakat,semuanya diarahkan kepada terbentuknya
masyarakat yang homogen. Pada masa ini tidak ada tempat bagi perbedaan pendapat,
sehingga melahirkan disiplin semu dan melahirkan masyarakat peniru.Padamasa ini
pertumbuhan ekonomi yang dijadikan panglima.
5. Dalam sistem pendidikan yang ada, berkembanglah ideologi pasar
sebagai konsekuensi'ndonesia berada dalam peta kapitalisme global.
Pendidikan direndahkan posisinya sebagai alat evaluasi sosial untuk
memperoleh pekerjaan yang lebih baik. ilmu direndahkan menjadi deretan
angka-angka indeks prestasi (IP). Akses masuk semakin terbatas karena
!ormasi sosial tidak memungkinkanwarga masyarakat kebanyakan (miskin/
menginjak bangku sekolah yang lebih tinggi. Kecenderunganmahasiswa
berasal dari kalangan menengah ke atas terus meningkat dari tahun ke
tahun.Penelitian majalah Balairung UGM pada tahun 2000 membuktikan terjadi
tren penurunananak buruh, petani, dan anak guru yang menginjak bangku
kuliah di UGM. Karena pada saat yang sama indoktrinasi dari negara juga
berlangsung, muncul kritik-kritik dari kalangan pengamat pendidikan yang kritis
namun liberal yang memandang terjadinya paradoks dalam dunia
pendidikankarena sama sekali tidak sesuai dengan perkembangan zaman.
Banyak muncul ketidakpuasan dan perlawanan dari dalam kalangan akademisi
pendidikan terhadap inter6ensi negara dalam kurikulum pendidikan.
Ketidakpuasan muncul karena mereka menganggap tidak e!isien.
Ketidakpuasan dan perlawanan dari dalam kampus ini menyemai bibit
perlawanan mahasiswa.
6. Dalam era ini dikenal sebagai era pembangunan nasional. Dalam bidang pembangunan
pendidikan, khususnya pendidikan dasar terjadi suatu loncatan yang sangat signifikan dengan
adanya INPRES Pendidikan Dasar. Tetapi sayang sekali ‘INPRES Pendidikan dasar
belumditindaklanjuti dengan peningkatan kualitas tetapi baru kuantitas. dalam era pembangunan
nasional selama lima REPELITA yang ditekankan ialah pembangunan ekonomi sebagai salah
satu dari TRILOGI pembangunan. Maka kemerosotan pendidikan nasional telah berlangsung.
Selain itu sistemujian negara (EBTANAS) telah berubah menjadi bumerang yaitu penentuan
kelulusan siswa menurut rumus-rumus tertentu.Akhirnya di tiap-tiap lembaga pendidikan sekolah
berusaha untuk meluluskan siswanya)100%. Hal ini berakibat pada suatu pembohongan publik
dan dirinya sendiri dalam masyarakat. Olehsebab itu era Orde Baru pendidikan telah dijadikan
sebagai indikator palsu mengenai keberhasilan pemerintah dalam pembangunan. dari hasil
manipulasi ujian nasional sekolah dasar kemudianmeningkat ke sekolah menengah dan
kemudian meningkat ke sekolah menengah tingkat atas danselanjutnya berpengaruh pada mutu
pendidikan tinggi. 8alaupun pada waktu itu pendidikan tinggimemiliki otonomi dengan
mengadakan ujian masuk melalui UMPTN tetapi hal tersebut tidak menolong.
Pada akhirnya hasil EBTANAS juga dijadikan indikator penerimaan di perguruan
tinggi.5ntuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi maka pendidikan tingginegeri mulai
mengadakan penelusuran minat dari para siswa SMA yang berpotensi. cara tersebut kemudian
diikuti oleh pendidikan tinggi lainnya. di samping perkembangan pendidikan tinggi dengan
usahanya untuk mempertahankandan meningkatkan mutunya pada masa Orde Baru muncul
gejala yaitu tumbuhnya perguruan tinggi swasta dalam berbagai bentuk. =al ini berdampak pada
mutu perguruansemakin menurun walaupun dibentuk KOPERTIS-KOPERTIS sebagai bentuk
birokrasi baru.
7. 1.Masih banyak rakyat Indonesia yang belum memperoleh pendidikan.
2. Mutu lulusan pendidikan di Indonesia tergolong rendah dibandingkan
dengan mutu lulusan pendidikan di negara lain.
3. Pendidikan di'ndonesia belum menjadi pranata sosial yang kuat dalam
memberdayakan sumber daya manusia Indonesia.
4. Pendidikan di 'ndonesia belum berhasil melahirkan lulusan yang
mengamalkan keimanan, ketakwaan, aklak mulia dan budi pekerti luhur.
5. Pendidikan belum mampu mendorong lahirnya masyarakat belajar
(learning society) dalam rangka pelaksanaan konsep belajar seumur
hidup.
6. Dunia pendidikan kurang sejalan dengan tuntutan dunia kerja dan
kebutuhan lokal