SlideShare a Scribd company logo
1 of 26
DEKONSENTRASI dan
tipologi Pemerintahan
lokal
(Irfan)
DASAR PENGEMBANGAN
Administrasi lapangan dikembangkan
melalui instrumen dekonsentrasi
Alasan-alasan dikembangkannya
administrasi lapangan bervariasi.
Fried (1963) menyatakan bahwa
administrasi lapangan dapat
dikembangkan untuk kepentingan
penetrasi politik warga negara. Namun
demikian Fried juga mengakui adanya
kepentingan pengembangan pelayanan
kepada warga.
Lanjutan
Massam (1985) menyatakan bahwa
adnministrasi lapangan
dikembangkan untuk mendekatkan
pelayanan kepada masyarakat.
Sementara itu, Rondinelli dan Cheema
(1983) melihat adanya kemampuan
untuk mengembangkan perencanaan
secara lebih baik dengan adanya
administrasi lapangan dalam
pemerintahan.
POLA KELEMBAGAAN
DEKONSENTRASI
AF. LEEMANS (1970)
“Two board patterns of central government field
administration:
1. organization on primarily functional basis:
‘fragmented field administration’.
2. organization on primarily territorial basis:
’integrated field administration’
Kedua pola tersebut dalam rangka dekonsentrasi
karena yang dibahas adalah organ pemerintah
pusat yang akan disebar aktivitasnya ke penjuru
wilayah negara.
FFA
“Under the functionally-based patterns
of organization, each central government
department (such as education, public
health, agriculture, public work, etc.) has
it own hierarchy or field administration
for areas which frequently differ in size
and boundaries.”
Karena terpecah-pecah maka disebut
fragmented field administration. Pola
tersebut belum memperlihatkan
keterkaitannya dengan desentralisasi,
sebab baru pada sisi dekonsentrasi.
MENGHASILKAN SPECIALIST
IFA
b. IFA
“The second patterns of central government
field administration is mainly based on area
integration of central government services. An
institutional link is thus established among
representatives of the various central
government departments. In this structure, a
general representative of central government is
head of the areas administrative organization
composed of the various central departments,
and is in charge of coordination and integration
of policy making process and action in the
various fields.”
MENGHASILKAN GENERALIST
Tipologi pemerintahan lokal
Baik FFA maupun IFA dikembangkan
bersamaan dengan desentralisasi yang
melahirkan pemerintahan daerah.
Dalam FFA dan IFA sangat besar
kemungkinan dikembangkan dengan
hirarkis struktural yang tinggi. Dalam
desentralisasi terdapat pula
kemungkinan adanya daerah otonom
yang besar dan kecil.
Perpaduan FFA dan IFA di satu sisi, dan
desentralisasi di sisi lain melahirkan
‘tipologi’ pemerintahan lokal dalam dua
golongan besar: (1) prefektoral; dan (2)
fungsional.
Indikator tipologi
Terdapat berbagai elemen untuk
mengenali dua tipologi besar
tersebut, terutama 2 elemen,
yakni: (1) Elemen wilayah; dan
(2) Elemen jabatan.
Pada tipologi prefektoral, jika
terdapat wakil pemerintah di
daerah yang bertugas pula
mengawasi lembaga-lembaga
pemerintahan daerah di
wilayahnya.
Lanjutan
Tipologi Prefektoral dapat berbentuk 2 macam.
(a) terintegrasi; dan (b) tak-terintegrasi.
Prefektoral terintegrasi dianut jika dijumpai
adanya penyatuan elemen jabatan dan
elemen wilayah pada satu lembaga
pemerintahan di daerah, yakni jabatan Wakil
Pemerintah dijabat pula oleh orang yang
sama sebagai Kepala Daerah; dan batas
yurisdiksi wilayah administrasi simetris
dengan yurisdiksi batas daerah otonom.
Prefektoral tak terintegrasi jika wilayah
administrasi dari Wakil Pemerintah tidak
diikuti oleh penarikan garis batas daerah
otonom yang simetris. Jabatan Wakil
Pemerintah juga tidak otomatis disandang
pula oleh Kepala Daerah.
Lanjutan
Pada tipologi fungsional tidak dikenal
penyatuan baik elemen wilayah maupun
jabatan pada satu lembaga pemerintahan di
daerah.
Di daerah tidak ada wakil pemerintah
melainkan sebatas instansi vertikal dari
departemen teknis; kepala daerah bukan
wakil pemerintah; dan daerah otonom tidak
simetris dengan wilayah administrasi
instansi vertikal manapun hanya saja
bidang yang relevan dibina oleh instansi
vertikal yang relevan.
UU No. 1 tahun 1945
a) terdapat sebutan Badan Eksekutif yang
terdiri atas 5 anggota KND plus KDH sebagai
ketua yang menjalankan pemerintahan
daerah.
b) Plural Eksekutif
c) BPR (badan Perwakilan Rakyat) berperan
sebagai DPRD
d) KDH adalah ketua Badan Eksekutif (Badan
Pemerintah daerah) yang terdiri dari 5 orang
anggota Komite nasional daerah yang
berubah menjadi BPR dan juga sebagai ketua
BPR
e) KDH bersifat dualistis (perpanjangan
Pemerintah juga), garis batas daerah otonom
juga garis batas wilayah kerja wakil
pemerintah.
UU No. 22 tahun 1948
(a) Yang disebut Pemerintah Daerah
adalah DPRD + DPD
(b) Plural Eksekutif
(c) KDH adalah ketua Dewan pemerintah
daerah (DPD) yang anggotanya dari
DPRD dengan jumlah anggotanya
ditetapkan dalam UU pembentukan
(d) KDH diangkat oleh Pemerintah dari
calon yang diajukan DPRD sebagai
Wakil pemerintah garis batas
yurisdiksi daerah otonom= wilayah
administrasi.
(e) Ketua dan Wakil Ketua DPRD
dilarang menjadi anggota DPD
UU No. 1 Tahun 1957
a) Yang disebut Pemerintah Daerah adalah
DPRD dan DPD
b) Plural Eksekutif
c) KDH adalah ketua Dewan pemerintah
daerah (DPD) yang anggotanya dari DPRD
dengan jumlah anggotanya ditetapkan
dalam peraturan pembentukan
d) Kepala Daerah dipilih secara langsung
oleh masyarakat (Bung Hatta memberikan
catatan terhadap hal ini)
e) Ketua dan Wakil Ketua DPRD dilarang
menjadi anggota DPD
f) KDH bukan sebagai Wakil Pemerintah
g) DPRD berhasil diisi dengan Pemilu 1955 di
Daerah-daerah tertentu
UU No. 18 Tahun 1965
Yang disebut sebagai Pemerintah
Daerah adalah KDH dan DPRD
Mono-eksekutif (dualistis)
KDH diangkat oleh pemerintah dari nama
yang diajukan DPRD
Pimpinan DPRD bertangungjawab
kepada KDH sebagai Wakil pemerintah,
daerah otonom berhimpit dengan
wilayah administrasi
Pimpinan DPRD berisi poros NASAKOM
KDH dibantu oleh 1 Wakil KDH dan BPH
(badan Pemerintah Harian)
UU No. 5 Tahun 1974
Yang diebut sebagai pemerintah
daerah adalah KDH dan DPRD
Mono Eksekutif (dualistis)
DPRD berhasil diisi melalui Pemilu
1971
KDH bertanggungjawab kepada
Pemerintah karena perannya juga
sebagai Wakil pemerintah dan KDH
memberikan keterangan
pertanggungjawaban kepada DPRD
Yurisdiksi daearh otonom= wilayah
administrasi
UU No. 22 tahun 1999 dan
UU 32 Tahun 2004
Yang disebut sebagai Pemerintah
Daerah adalah KDH beserta Perangkat
Daerah
Mono eksekutif: dualistis di Propinsi
KDH bertanggungjawab kepada DPRD
KDH dipilih-diangkat DPRD dan
disahkan oleh Pemerintah
DPRD berhasil diisi melalui Pemilu
Lanjutan
Tugas Gubernur sebagai Wakil Pemerintah
Pasal 37 UU No. 32 Tahun 2004
(1) Gubernur yang karena jabatannya berkedudukan
juga sebagai wakil Pemerintah di wilayah provinsi
yang bersangkutan.
(2) Dalam kedudukannya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Gubernur bertanggung jawab
kepada Presiden.
Berbeda dari UU No. 22 Tahun 1999, UU No. 32
Tahun 2004 tidak terdapat pasal yang
menyatakan bahwa Provinsi adalah wilayah
administrasi. Hanya saja berdasarkan pasal di
atas, sebagai Wakil pemerintah, Gubernur
beroperasi di daerah otonom tersebut.
Lanjutan
Pasal tersebut juga membawa kepada
sangat terbukanya kesempatan bagi
departemen/ kementerian negara untuk
tidak perlu melakukan penarikan garis
batas sesuai wilayah operasi Gubernur
karena Provinsi yang tidak dinyatakan
secara tegas sebagai wilayah
administrasi.
Departemen/ kementerian negara dapat
menarik garis operasi kerja berbeda dari
Gubernur atau bahkan di percabangan
berikutnya yang tidak perlu simetrik
dengan yurisdiksi Kab/ Kota.
Lanjutan
Nampak juga UU No. 32 Tahun 2004,
mengurangi makna teoritik asal
prefektur yang seharusnya mampu
menjadi koordinator lembaga
percabangan lokal (instansi vertikal)
departemen/ kementerian negara yang
sudah tidak diatur lagi.
Departemen/ kementerian Negara
mungkin akan bekerja sendiri-sendiri di
tingkat lokal dengan garis batas yang
berbeda-beda dan tanpa rantai
hubungan dengan Gubernur sekalipun
sebagai wakil Pemeirntah.
Menurut UU No. 22 Tahun 1999
DEKONSENTRASI diartikan dengan kalimat
“pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada
Gubernur sebagai wakil Pemerintah dan atau
perangkat pusat di Daerah”.
(PASAL 1 Ketentuan Umum)
Dalam UU No. 32 Tahun 2004 Bab I pasal 1 ayat
8: “Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang
pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur
sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada
instansi vertikal di wilayah tertentu.”
Lanjutan
Menurut pernyataan tersebut baik UU No. 22 Tahun
1999 maupun UU No.32 Tahun 2004, dapat
bermakna adanya pola tiga kemungkinan
dekonsentrasi yakni : (1) kepada Gubernur, (2)
kepada perangkat Pusat di Daerah –administrasi
lapangan/ instansi vertikal; atau (3) bersama-sama
baik kepada Gubernur maupun kepada Instansi
vertikal sesuai peran dan fungsi yang dilimpahkan.
Perlu dicermati dalam UU No. 22 tahun 1999 bahwa
kata “Perangkat Pusat di daerah” bermakna
adanya kemungkinan “Instansi vertikal berada baik
di Daerah Propinsi maupun kabupaten/ Kota”
sedangkan Gubernur hanya di Propinsi. Tetapi,
apa yang terjadi?
Sebutan “Perangkat Pusat di Daerah”
sinonim dengan “instansi vertikal” yang
dalam bahasa teori disebut sebagai
‘administrasi lapangan” atau “field office”
atau “field administration”.
UU No. 22 Tahun 1999 mengartikan
instansi vertikal dengan kalimat
“perangkat Departemen dan atau lembaga
non Pemerintah Non Departemen di
Daerah”.
Lanjutan
UU No. 22 Tahun 1999 tidak cukup jelas mengatur
keberadaan instansi vertikal padahal hal ini
menyangkut eksistensi hubungan antar
pemerintahan yang cukup penting dalam
administrasi negara. Bahkan diakhiri dalam UU
tersebut bahwasannya instansi vertikal dihapuskan
untuk dilebur ke dalam dinas.
UU No. 32 Tahun 2004, kata ‘perangkat pusat’ diganti
‘instansi vertikal’ dan kata ‘di daerah’ diganti
dengan kata ‘di wilayah tertentu’. Instansi vertikal
merupakan nomenklatur lama, sehingga semakin
jelas ke arah penggunaannya kembali, sedangkan
di wilayah tertentu mengandung ketidakjelasan
penarikan garis batas.
Lanjutan
Oleh karena itu, pada pasal 228 UU
tersebut sangat dimungkinkan instansi
vertikal muncul kembali di daerah
bahkan hingga Kabupaten/ Kota.
Disamping itu, pelimpahan dilakukan
juga kepada Gubernur. Pelimpahan
Kepada Gubernur tersebut diikuti
penarikan garis batas yang cukup jelas
pada ruang lingkup Provinsi yang
berhimpit sebagai daerah otonom juga.
Lanjutan
Pasal 228
1) Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang
menjadi wewenang Pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) yang
didekonsentrasikan, dilaksanakan oleh instansi
vertikal di daerah.
(2) Instansi vertikal sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), jumlah, susunan dan luas wilayah kerjanya
ditetapkan Pemerintah.
(3) Pembentukan, susunan organisasi, dan tata
laksana instansi vertikal di daerah, sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan
dengan Keputusan Presiden.
(4) Semua instansi vertikal yang menjadi perangkat
daerah, kekayaannya dialihkan menjadi milik
daerah.
Penu tup
 Prediksi:
1. departemen/ kementerian negara dapat
memasuki arena kegiatan lokal sesuai
justifikasi masing-masing dengan koridor
pasal 10, 11, dan 12 tanpa terdapat keterkaitan
yang tegas antar departemen/ kementerian---
garis batas yang tidak sama dimungkinkan.
2. Gubernur semakin berkuasa hanya persoalan
daerah otonom Kabupaten/ Kota di wilayahnya
sekalipun sebagai wakil pemerintah---tidak
disebutkan aturan menjadi titik temu bagi
departemen/ kementerian negara di tingkat
lokal.
3. Departemen dalam negeri memainkan peranan
yang dominan dan sengaja meng-kotakan
persoalan daerah otonom di luar kepentingan
Departemen/ kementerian lain.

More Related Content

What's hot

Pembagian kewenangan
Pembagian kewenanganPembagian kewenangan
Pembagian kewenanganciciliaintan
 
Konsep Dasar Administrasi Pemerintah Daerah
Konsep Dasar Administrasi Pemerintah DaerahKonsep Dasar Administrasi Pemerintah Daerah
Konsep Dasar Administrasi Pemerintah DaerahSiti Sahati
 
Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah
Hubungan  Pemerintah Pusat dan DaerahHubungan  Pemerintah Pusat dan Daerah
Hubungan Pemerintah Pusat dan DaerahDadang Solihin
 
Desentralisasi masa orde lama 3b
Desentralisasi masa orde lama 3bDesentralisasi masa orde lama 3b
Desentralisasi masa orde lama 3bFrans Dione
 
PPKn Pemerintahan Pusat dan Daerah
PPKn Pemerintahan Pusat dan DaerahPPKn Pemerintahan Pusat dan Daerah
PPKn Pemerintahan Pusat dan DaerahFajar Panjalu
 
Perbandingan implementasi otonomi daerah orde lama
Perbandingan implementasi otonomi daerah orde lamaPerbandingan implementasi otonomi daerah orde lama
Perbandingan implementasi otonomi daerah orde lamanatal kristiono
 
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia. Konsep, Pencapaian, dan Agend...
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia. Konsep, Pencapaian, dan Agend...Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia. Konsep, Pencapaian, dan Agend...
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia. Konsep, Pencapaian, dan Agend...Oswar Mungkasa
 
Asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan
Asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuanAsas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan
Asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuanMuhammad Fahri
 
Perubahan Politik Hukum
Perubahan Politik HukumPerubahan Politik Hukum
Perubahan Politik Hukumzahraayu24
 
Pemerintahan Pusat dan Daerah Republik Indonesia
Pemerintahan Pusat dan Daerah Republik IndonesiaPemerintahan Pusat dan Daerah Republik Indonesia
Pemerintahan Pusat dan Daerah Republik IndonesiaRipan Nugraha Harahap
 
Harmonisasi pemerintah pusat dan daerah ( kelas X bab 4 )
Harmonisasi pemerintah pusat dan daerah ( kelas X bab 4 )Harmonisasi pemerintah pusat dan daerah ( kelas X bab 4 )
Harmonisasi pemerintah pusat dan daerah ( kelas X bab 4 )Muna Muna
 
PPT Pemerintahan pusat dan daerah ( Pendidikan Kewarganegaraan / PKN Kelas 10 )
PPT Pemerintahan pusat dan daerah ( Pendidikan Kewarganegaraan / PKN Kelas 10 )PPT Pemerintahan pusat dan daerah ( Pendidikan Kewarganegaraan / PKN Kelas 10 )
PPT Pemerintahan pusat dan daerah ( Pendidikan Kewarganegaraan / PKN Kelas 10 )Dheea Resta
 
Hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah
Hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerahHubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah
Hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerahnatal kristiono
 
Makalah lembaga negara
Makalah lembaga negaraMakalah lembaga negara
Makalah lembaga negarabruh97
 

What's hot (20)

Pembagian kewenangan
Pembagian kewenanganPembagian kewenangan
Pembagian kewenangan
 
Konsep Dasar Administrasi Pemerintah Daerah
Konsep Dasar Administrasi Pemerintah DaerahKonsep Dasar Administrasi Pemerintah Daerah
Konsep Dasar Administrasi Pemerintah Daerah
 
Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah
Hubungan  Pemerintah Pusat dan DaerahHubungan  Pemerintah Pusat dan Daerah
Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah
 
Desentralisasi masa orde lama 3b
Desentralisasi masa orde lama 3bDesentralisasi masa orde lama 3b
Desentralisasi masa orde lama 3b
 
PPKn Pemerintahan Pusat dan Daerah
PPKn Pemerintahan Pusat dan DaerahPPKn Pemerintahan Pusat dan Daerah
PPKn Pemerintahan Pusat dan Daerah
 
Perbandingan implementasi otonomi daerah orde lama
Perbandingan implementasi otonomi daerah orde lamaPerbandingan implementasi otonomi daerah orde lama
Perbandingan implementasi otonomi daerah orde lama
 
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia. Konsep, Pencapaian, dan Agend...
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia. Konsep, Pencapaian, dan Agend...Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia. Konsep, Pencapaian, dan Agend...
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia. Konsep, Pencapaian, dan Agend...
 
Asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan
Asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuanAsas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan
Asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan
 
Perubahan Politik Hukum
Perubahan Politik HukumPerubahan Politik Hukum
Perubahan Politik Hukum
 
Pemerintahan Pusat dan Daerah Republik Indonesia
Pemerintahan Pusat dan Daerah Republik IndonesiaPemerintahan Pusat dan Daerah Republik Indonesia
Pemerintahan Pusat dan Daerah Republik Indonesia
 
Harmonisasi pemerintah pusat dan daerah ( kelas X bab 4 )
Harmonisasi pemerintah pusat dan daerah ( kelas X bab 4 )Harmonisasi pemerintah pusat dan daerah ( kelas X bab 4 )
Harmonisasi pemerintah pusat dan daerah ( kelas X bab 4 )
 
Makalah sistem pemerintahan daerah
Makalah sistem pemerintahan daerahMakalah sistem pemerintahan daerah
Makalah sistem pemerintahan daerah
 
PPT Pemerintahan pusat dan daerah ( Pendidikan Kewarganegaraan / PKN Kelas 10 )
PPT Pemerintahan pusat dan daerah ( Pendidikan Kewarganegaraan / PKN Kelas 10 )PPT Pemerintahan pusat dan daerah ( Pendidikan Kewarganegaraan / PKN Kelas 10 )
PPT Pemerintahan pusat dan daerah ( Pendidikan Kewarganegaraan / PKN Kelas 10 )
 
Powerpoint
PowerpointPowerpoint
Powerpoint
 
Hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah
Hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerahHubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah
Hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah
 
Materi ppkn sma xii bab 3
Materi ppkn sma xii bab 3Materi ppkn sma xii bab 3
Materi ppkn sma xii bab 3
 
Makalah wewenang pemerintah daerah
Makalah wewenang pemerintah daerahMakalah wewenang pemerintah daerah
Makalah wewenang pemerintah daerah
 
Makalah lembaga negara
Makalah lembaga negaraMakalah lembaga negara
Makalah lembaga negara
 
Bab 7 konstitusi
Bab 7 konstitusiBab 7 konstitusi
Bab 7 konstitusi
 
Paparan menteri dn
Paparan menteri dnPaparan menteri dn
Paparan menteri dn
 

Viewers also liked

Perencanaan dalam organisasi publik
Perencanaan dalam organisasi publikPerencanaan dalam organisasi publik
Perencanaan dalam organisasi publiktrio Saputra
 
Keuangan negara dan daerah
Keuangan negara dan daerahKeuangan negara dan daerah
Keuangan negara dan daerahtrio Saputra
 
4. manajemn manfaat rth
4. manajemn manfaat rth4. manajemn manfaat rth
4. manajemn manfaat rthtrio Saputra
 
Transformasi menuju netralitasasi dan profesionalisme birokrkasi
Transformasi menuju netralitasasi dan profesionalisme  birokrkasiTransformasi menuju netralitasasi dan profesionalisme  birokrkasi
Transformasi menuju netralitasasi dan profesionalisme birokrkasitrio Saputra
 
Pergeseran paradigma-adm-publik-ke-governance
Pergeseran paradigma-adm-publik-ke-governancePergeseran paradigma-adm-publik-ke-governance
Pergeseran paradigma-adm-publik-ke-governancetrio Saputra
 
Kerangka kerja demokrasi
Kerangka kerja demokrasiKerangka kerja demokrasi
Kerangka kerja demokrasitrio Saputra
 
War aircraft
War aircraftWar aircraft
War aircraftronjon64
 
Perencanaan dalam organisasi publik
Perencanaan dalam organisasi publikPerencanaan dalam organisasi publik
Perencanaan dalam organisasi publiktrio Saputra
 
Keuangan negara kuliah 1
Keuangan negara kuliah 1Keuangan negara kuliah 1
Keuangan negara kuliah 1trio Saputra
 
Sistem perwakil & eksekutif
Sistem perwakil & eksekutifSistem perwakil & eksekutif
Sistem perwakil & eksekutiftrio Saputra
 
Perencanaan dalam organisasi publik
Perencanaan dalam organisasi publikPerencanaan dalam organisasi publik
Perencanaan dalam organisasi publiktrio Saputra
 
3konsep dasar manaj. keruangan
3konsep dasar manaj. keruangan3konsep dasar manaj. keruangan
3konsep dasar manaj. keruangantrio Saputra
 
2mnj isyu strategis2
2mnj isyu strategis22mnj isyu strategis2
2mnj isyu strategis2trio Saputra
 
9 proses-formulasi-kebijakan
9 proses-formulasi-kebijakan9 proses-formulasi-kebijakan
9 proses-formulasi-kebijakantrio Saputra
 
1mnj isyu strategis1
1mnj isyu strategis11mnj isyu strategis1
1mnj isyu strategis1trio Saputra
 

Viewers also liked (18)

Perencanaan dalam organisasi publik
Perencanaan dalam organisasi publikPerencanaan dalam organisasi publik
Perencanaan dalam organisasi publik
 
Keuangan negara dan daerah
Keuangan negara dan daerahKeuangan negara dan daerah
Keuangan negara dan daerah
 
4. manajemn manfaat rth
4. manajemn manfaat rth4. manajemn manfaat rth
4. manajemn manfaat rth
 
Transformasi menuju netralitasasi dan profesionalisme birokrkasi
Transformasi menuju netralitasasi dan profesionalisme  birokrkasiTransformasi menuju netralitasasi dan profesionalisme  birokrkasi
Transformasi menuju netralitasasi dan profesionalisme birokrkasi
 
Dimensi kebpub
Dimensi kebpubDimensi kebpub
Dimensi kebpub
 
Pergeseran paradigma-adm-publik-ke-governance
Pergeseran paradigma-adm-publik-ke-governancePergeseran paradigma-adm-publik-ke-governance
Pergeseran paradigma-adm-publik-ke-governance
 
Kerangka kerja demokrasi
Kerangka kerja demokrasiKerangka kerja demokrasi
Kerangka kerja demokrasi
 
War aircraft
War aircraftWar aircraft
War aircraft
 
Perencanaan dalam organisasi publik
Perencanaan dalam organisasi publikPerencanaan dalam organisasi publik
Perencanaan dalam organisasi publik
 
Keuangan negara kuliah 1
Keuangan negara kuliah 1Keuangan negara kuliah 1
Keuangan negara kuliah 1
 
Sistem perwakil & eksekutif
Sistem perwakil & eksekutifSistem perwakil & eksekutif
Sistem perwakil & eksekutif
 
Perencanaan dalam organisasi publik
Perencanaan dalam organisasi publikPerencanaan dalam organisasi publik
Perencanaan dalam organisasi publik
 
3konsep dasar manaj. keruangan
3konsep dasar manaj. keruangan3konsep dasar manaj. keruangan
3konsep dasar manaj. keruangan
 
2mnj isyu strategis2
2mnj isyu strategis22mnj isyu strategis2
2mnj isyu strategis2
 
Pub exp
Pub expPub exp
Pub exp
 
9 proses-formulasi-kebijakan
9 proses-formulasi-kebijakan9 proses-formulasi-kebijakan
9 proses-formulasi-kebijakan
 
Pajak
PajakPajak
Pajak
 
1mnj isyu strategis1
1mnj isyu strategis11mnj isyu strategis1
1mnj isyu strategis1
 

Similar to Tipologi pemlok

Hubungan hierarki pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota
Hubungan hierarki pemerintah provinsi dengan  pemerintah kabupaten/kotaHubungan hierarki pemerintah provinsi dengan  pemerintah kabupaten/kota
Hubungan hierarki pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kotaEvan Setio
 
Peranan otonomi daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah
Peranan otonomi daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerahPeranan otonomi daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah
Peranan otonomi daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerahOperator Warnet Vast Raha
 
Peranan otonomi daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah STIP WUNA
Peranan otonomi daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah STIP WUNA Peranan otonomi daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah STIP WUNA
Peranan otonomi daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah STIP WUNA Operator Warnet Vast Raha
 
Peranan otonomi daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah
Peranan otonomi daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerahPeranan otonomi daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah
Peranan otonomi daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerahOperator Warnet Vast Raha
 
Makalah o tonomi daerah
Makalah o tonomi daerahMakalah o tonomi daerah
Makalah o tonomi daerahYadhi Muqsith
 
Perekonomian Indonesia
Perekonomian IndonesiaPerekonomian Indonesia
Perekonomian Indonesiadwifebri10
 
otonomi daerah [Autosaved].pptx
otonomi daerah [Autosaved].pptxotonomi daerah [Autosaved].pptx
otonomi daerah [Autosaved].pptxHamidMukhlis1
 
Ms.PowerPoint Pkn - Otonomi Daerah kls IX
Ms.PowerPoint Pkn - Otonomi Daerah kls IXMs.PowerPoint Pkn - Otonomi Daerah kls IX
Ms.PowerPoint Pkn - Otonomi Daerah kls IXFrancisca Paramitha
 
Dinamika pemilihan kepala daerah menurut uu no 22
Dinamika pemilihan kepala daerah menurut uu no 22Dinamika pemilihan kepala daerah menurut uu no 22
Dinamika pemilihan kepala daerah menurut uu no 22acengrian
 
Pertemuan 2 Kebijakan otoda dalam Lintasan Sejarah Indonesia (1).pptx
Pertemuan 2 Kebijakan otoda dalam Lintasan Sejarah Indonesia (1).pptxPertemuan 2 Kebijakan otoda dalam Lintasan Sejarah Indonesia (1).pptx
Pertemuan 2 Kebijakan otoda dalam Lintasan Sejarah Indonesia (1).pptxNovySetiaYunas
 
Makalah otonomi daerah
Makalah otonomi daerahMakalah otonomi daerah
Makalah otonomi daerahSilvia Ellen
 
Perkembangan Administrasi Pemerintah Daerah di Indonesia
Perkembangan Administrasi Pemerintah Daerah di IndonesiaPerkembangan Administrasi Pemerintah Daerah di Indonesia
Perkembangan Administrasi Pemerintah Daerah di IndonesiaSiti Sahati
 
Kebijakan dan perkembangan otonomi daerah di indonesia
Kebijakan dan perkembangan otonomi daerah di indonesiaKebijakan dan perkembangan otonomi daerah di indonesia
Kebijakan dan perkembangan otonomi daerah di indonesiaSyaifOer
 

Similar to Tipologi pemlok (20)

Hubungan hierarki pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota
Hubungan hierarki pemerintah provinsi dengan  pemerintah kabupaten/kotaHubungan hierarki pemerintah provinsi dengan  pemerintah kabupaten/kota
Hubungan hierarki pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota
 
Peranan otonomi daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah
Peranan otonomi daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerahPeranan otonomi daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah
Peranan otonomi daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah
 
Peranan otonomi daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah STIP WUNA
Peranan otonomi daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah STIP WUNA Peranan otonomi daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah STIP WUNA
Peranan otonomi daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah STIP WUNA
 
Peranan otonomi daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah
Peranan otonomi daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerahPeranan otonomi daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah
Peranan otonomi daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah
 
Makalah sistem pemerintahan daerah
Makalah sistem pemerintahan daerahMakalah sistem pemerintahan daerah
Makalah sistem pemerintahan daerah
 
Makalah otonomi daerah lengkap
Makalah otonomi daerah lengkapMakalah otonomi daerah lengkap
Makalah otonomi daerah lengkap
 
Makalah o tonomi daerah
Makalah o tonomi daerahMakalah o tonomi daerah
Makalah o tonomi daerah
 
Perekonomian Indonesia
Perekonomian IndonesiaPerekonomian Indonesia
Perekonomian Indonesia
 
otonomi daerah [Autosaved].pptx
otonomi daerah [Autosaved].pptxotonomi daerah [Autosaved].pptx
otonomi daerah [Autosaved].pptx
 
Ms.PowerPoint Pkn - Otonomi Daerah kls IX
Ms.PowerPoint Pkn - Otonomi Daerah kls IXMs.PowerPoint Pkn - Otonomi Daerah kls IX
Ms.PowerPoint Pkn - Otonomi Daerah kls IX
 
Dinamika pemilihan kepala daerah menurut uu no 22
Dinamika pemilihan kepala daerah menurut uu no 22Dinamika pemilihan kepala daerah menurut uu no 22
Dinamika pemilihan kepala daerah menurut uu no 22
 
Otonomi Daerah
Otonomi DaerahOtonomi Daerah
Otonomi Daerah
 
Makalah pemekaran
Makalah pemekaranMakalah pemekaran
Makalah pemekaran
 
Pp38
Pp38Pp38
Pp38
 
Makalah pemekaran
Makalah pemekaranMakalah pemekaran
Makalah pemekaran
 
Pertemuan 2 Kebijakan otoda dalam Lintasan Sejarah Indonesia (1).pptx
Pertemuan 2 Kebijakan otoda dalam Lintasan Sejarah Indonesia (1).pptxPertemuan 2 Kebijakan otoda dalam Lintasan Sejarah Indonesia (1).pptx
Pertemuan 2 Kebijakan otoda dalam Lintasan Sejarah Indonesia (1).pptx
 
Makalah otonomi daerah
Makalah otonomi daerahMakalah otonomi daerah
Makalah otonomi daerah
 
Perkembangan Administrasi Pemerintah Daerah di Indonesia
Perkembangan Administrasi Pemerintah Daerah di IndonesiaPerkembangan Administrasi Pemerintah Daerah di Indonesia
Perkembangan Administrasi Pemerintah Daerah di Indonesia
 
Kebijakan dan perkembangan otonomi daerah di indonesia
Kebijakan dan perkembangan otonomi daerah di indonesiaKebijakan dan perkembangan otonomi daerah di indonesia
Kebijakan dan perkembangan otonomi daerah di indonesia
 
Makalah dampak pemekaran
Makalah dampak pemekaranMakalah dampak pemekaran
Makalah dampak pemekaran
 

Tipologi pemlok

  • 2. DASAR PENGEMBANGAN Administrasi lapangan dikembangkan melalui instrumen dekonsentrasi Alasan-alasan dikembangkannya administrasi lapangan bervariasi. Fried (1963) menyatakan bahwa administrasi lapangan dapat dikembangkan untuk kepentingan penetrasi politik warga negara. Namun demikian Fried juga mengakui adanya kepentingan pengembangan pelayanan kepada warga.
  • 3. Lanjutan Massam (1985) menyatakan bahwa adnministrasi lapangan dikembangkan untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Sementara itu, Rondinelli dan Cheema (1983) melihat adanya kemampuan untuk mengembangkan perencanaan secara lebih baik dengan adanya administrasi lapangan dalam pemerintahan.
  • 4. POLA KELEMBAGAAN DEKONSENTRASI AF. LEEMANS (1970) “Two board patterns of central government field administration: 1. organization on primarily functional basis: ‘fragmented field administration’. 2. organization on primarily territorial basis: ’integrated field administration’ Kedua pola tersebut dalam rangka dekonsentrasi karena yang dibahas adalah organ pemerintah pusat yang akan disebar aktivitasnya ke penjuru wilayah negara.
  • 5. FFA “Under the functionally-based patterns of organization, each central government department (such as education, public health, agriculture, public work, etc.) has it own hierarchy or field administration for areas which frequently differ in size and boundaries.” Karena terpecah-pecah maka disebut fragmented field administration. Pola tersebut belum memperlihatkan keterkaitannya dengan desentralisasi, sebab baru pada sisi dekonsentrasi. MENGHASILKAN SPECIALIST
  • 6. IFA b. IFA “The second patterns of central government field administration is mainly based on area integration of central government services. An institutional link is thus established among representatives of the various central government departments. In this structure, a general representative of central government is head of the areas administrative organization composed of the various central departments, and is in charge of coordination and integration of policy making process and action in the various fields.” MENGHASILKAN GENERALIST
  • 7. Tipologi pemerintahan lokal Baik FFA maupun IFA dikembangkan bersamaan dengan desentralisasi yang melahirkan pemerintahan daerah. Dalam FFA dan IFA sangat besar kemungkinan dikembangkan dengan hirarkis struktural yang tinggi. Dalam desentralisasi terdapat pula kemungkinan adanya daerah otonom yang besar dan kecil. Perpaduan FFA dan IFA di satu sisi, dan desentralisasi di sisi lain melahirkan ‘tipologi’ pemerintahan lokal dalam dua golongan besar: (1) prefektoral; dan (2) fungsional.
  • 8. Indikator tipologi Terdapat berbagai elemen untuk mengenali dua tipologi besar tersebut, terutama 2 elemen, yakni: (1) Elemen wilayah; dan (2) Elemen jabatan. Pada tipologi prefektoral, jika terdapat wakil pemerintah di daerah yang bertugas pula mengawasi lembaga-lembaga pemerintahan daerah di wilayahnya.
  • 9. Lanjutan Tipologi Prefektoral dapat berbentuk 2 macam. (a) terintegrasi; dan (b) tak-terintegrasi. Prefektoral terintegrasi dianut jika dijumpai adanya penyatuan elemen jabatan dan elemen wilayah pada satu lembaga pemerintahan di daerah, yakni jabatan Wakil Pemerintah dijabat pula oleh orang yang sama sebagai Kepala Daerah; dan batas yurisdiksi wilayah administrasi simetris dengan yurisdiksi batas daerah otonom. Prefektoral tak terintegrasi jika wilayah administrasi dari Wakil Pemerintah tidak diikuti oleh penarikan garis batas daerah otonom yang simetris. Jabatan Wakil Pemerintah juga tidak otomatis disandang pula oleh Kepala Daerah.
  • 10. Lanjutan Pada tipologi fungsional tidak dikenal penyatuan baik elemen wilayah maupun jabatan pada satu lembaga pemerintahan di daerah. Di daerah tidak ada wakil pemerintah melainkan sebatas instansi vertikal dari departemen teknis; kepala daerah bukan wakil pemerintah; dan daerah otonom tidak simetris dengan wilayah administrasi instansi vertikal manapun hanya saja bidang yang relevan dibina oleh instansi vertikal yang relevan.
  • 11. UU No. 1 tahun 1945 a) terdapat sebutan Badan Eksekutif yang terdiri atas 5 anggota KND plus KDH sebagai ketua yang menjalankan pemerintahan daerah. b) Plural Eksekutif c) BPR (badan Perwakilan Rakyat) berperan sebagai DPRD d) KDH adalah ketua Badan Eksekutif (Badan Pemerintah daerah) yang terdiri dari 5 orang anggota Komite nasional daerah yang berubah menjadi BPR dan juga sebagai ketua BPR e) KDH bersifat dualistis (perpanjangan Pemerintah juga), garis batas daerah otonom juga garis batas wilayah kerja wakil pemerintah.
  • 12. UU No. 22 tahun 1948 (a) Yang disebut Pemerintah Daerah adalah DPRD + DPD (b) Plural Eksekutif (c) KDH adalah ketua Dewan pemerintah daerah (DPD) yang anggotanya dari DPRD dengan jumlah anggotanya ditetapkan dalam UU pembentukan (d) KDH diangkat oleh Pemerintah dari calon yang diajukan DPRD sebagai Wakil pemerintah garis batas yurisdiksi daerah otonom= wilayah administrasi. (e) Ketua dan Wakil Ketua DPRD dilarang menjadi anggota DPD
  • 13. UU No. 1 Tahun 1957 a) Yang disebut Pemerintah Daerah adalah DPRD dan DPD b) Plural Eksekutif c) KDH adalah ketua Dewan pemerintah daerah (DPD) yang anggotanya dari DPRD dengan jumlah anggotanya ditetapkan dalam peraturan pembentukan d) Kepala Daerah dipilih secara langsung oleh masyarakat (Bung Hatta memberikan catatan terhadap hal ini) e) Ketua dan Wakil Ketua DPRD dilarang menjadi anggota DPD f) KDH bukan sebagai Wakil Pemerintah g) DPRD berhasil diisi dengan Pemilu 1955 di Daerah-daerah tertentu
  • 14. UU No. 18 Tahun 1965 Yang disebut sebagai Pemerintah Daerah adalah KDH dan DPRD Mono-eksekutif (dualistis) KDH diangkat oleh pemerintah dari nama yang diajukan DPRD Pimpinan DPRD bertangungjawab kepada KDH sebagai Wakil pemerintah, daerah otonom berhimpit dengan wilayah administrasi Pimpinan DPRD berisi poros NASAKOM KDH dibantu oleh 1 Wakil KDH dan BPH (badan Pemerintah Harian)
  • 15. UU No. 5 Tahun 1974 Yang diebut sebagai pemerintah daerah adalah KDH dan DPRD Mono Eksekutif (dualistis) DPRD berhasil diisi melalui Pemilu 1971 KDH bertanggungjawab kepada Pemerintah karena perannya juga sebagai Wakil pemerintah dan KDH memberikan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD Yurisdiksi daearh otonom= wilayah administrasi
  • 16. UU No. 22 tahun 1999 dan UU 32 Tahun 2004 Yang disebut sebagai Pemerintah Daerah adalah KDH beserta Perangkat Daerah Mono eksekutif: dualistis di Propinsi KDH bertanggungjawab kepada DPRD KDH dipilih-diangkat DPRD dan disahkan oleh Pemerintah DPRD berhasil diisi melalui Pemilu
  • 17. Lanjutan Tugas Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pasal 37 UU No. 32 Tahun 2004 (1) Gubernur yang karena jabatannya berkedudukan juga sebagai wakil Pemerintah di wilayah provinsi yang bersangkutan. (2) Dalam kedudukannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur bertanggung jawab kepada Presiden. Berbeda dari UU No. 22 Tahun 1999, UU No. 32 Tahun 2004 tidak terdapat pasal yang menyatakan bahwa Provinsi adalah wilayah administrasi. Hanya saja berdasarkan pasal di atas, sebagai Wakil pemerintah, Gubernur beroperasi di daerah otonom tersebut.
  • 18. Lanjutan Pasal tersebut juga membawa kepada sangat terbukanya kesempatan bagi departemen/ kementerian negara untuk tidak perlu melakukan penarikan garis batas sesuai wilayah operasi Gubernur karena Provinsi yang tidak dinyatakan secara tegas sebagai wilayah administrasi. Departemen/ kementerian negara dapat menarik garis operasi kerja berbeda dari Gubernur atau bahkan di percabangan berikutnya yang tidak perlu simetrik dengan yurisdiksi Kab/ Kota.
  • 19. Lanjutan Nampak juga UU No. 32 Tahun 2004, mengurangi makna teoritik asal prefektur yang seharusnya mampu menjadi koordinator lembaga percabangan lokal (instansi vertikal) departemen/ kementerian negara yang sudah tidak diatur lagi. Departemen/ kementerian Negara mungkin akan bekerja sendiri-sendiri di tingkat lokal dengan garis batas yang berbeda-beda dan tanpa rantai hubungan dengan Gubernur sekalipun sebagai wakil Pemeirntah.
  • 20. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 DEKONSENTRASI diartikan dengan kalimat “pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah dan atau perangkat pusat di Daerah”. (PASAL 1 Ketentuan Umum) Dalam UU No. 32 Tahun 2004 Bab I pasal 1 ayat 8: “Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.”
  • 21. Lanjutan Menurut pernyataan tersebut baik UU No. 22 Tahun 1999 maupun UU No.32 Tahun 2004, dapat bermakna adanya pola tiga kemungkinan dekonsentrasi yakni : (1) kepada Gubernur, (2) kepada perangkat Pusat di Daerah –administrasi lapangan/ instansi vertikal; atau (3) bersama-sama baik kepada Gubernur maupun kepada Instansi vertikal sesuai peran dan fungsi yang dilimpahkan. Perlu dicermati dalam UU No. 22 tahun 1999 bahwa kata “Perangkat Pusat di daerah” bermakna adanya kemungkinan “Instansi vertikal berada baik di Daerah Propinsi maupun kabupaten/ Kota” sedangkan Gubernur hanya di Propinsi. Tetapi, apa yang terjadi?
  • 22. Sebutan “Perangkat Pusat di Daerah” sinonim dengan “instansi vertikal” yang dalam bahasa teori disebut sebagai ‘administrasi lapangan” atau “field office” atau “field administration”. UU No. 22 Tahun 1999 mengartikan instansi vertikal dengan kalimat “perangkat Departemen dan atau lembaga non Pemerintah Non Departemen di Daerah”.
  • 23. Lanjutan UU No. 22 Tahun 1999 tidak cukup jelas mengatur keberadaan instansi vertikal padahal hal ini menyangkut eksistensi hubungan antar pemerintahan yang cukup penting dalam administrasi negara. Bahkan diakhiri dalam UU tersebut bahwasannya instansi vertikal dihapuskan untuk dilebur ke dalam dinas. UU No. 32 Tahun 2004, kata ‘perangkat pusat’ diganti ‘instansi vertikal’ dan kata ‘di daerah’ diganti dengan kata ‘di wilayah tertentu’. Instansi vertikal merupakan nomenklatur lama, sehingga semakin jelas ke arah penggunaannya kembali, sedangkan di wilayah tertentu mengandung ketidakjelasan penarikan garis batas.
  • 24. Lanjutan Oleh karena itu, pada pasal 228 UU tersebut sangat dimungkinkan instansi vertikal muncul kembali di daerah bahkan hingga Kabupaten/ Kota. Disamping itu, pelimpahan dilakukan juga kepada Gubernur. Pelimpahan Kepada Gubernur tersebut diikuti penarikan garis batas yang cukup jelas pada ruang lingkup Provinsi yang berhimpit sebagai daerah otonom juga.
  • 25. Lanjutan Pasal 228 1) Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi wewenang Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) yang didekonsentrasikan, dilaksanakan oleh instansi vertikal di daerah. (2) Instansi vertikal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jumlah, susunan dan luas wilayah kerjanya ditetapkan Pemerintah. (3) Pembentukan, susunan organisasi, dan tata laksana instansi vertikal di daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan dengan Keputusan Presiden. (4) Semua instansi vertikal yang menjadi perangkat daerah, kekayaannya dialihkan menjadi milik daerah.
  • 26. Penu tup  Prediksi: 1. departemen/ kementerian negara dapat memasuki arena kegiatan lokal sesuai justifikasi masing-masing dengan koridor pasal 10, 11, dan 12 tanpa terdapat keterkaitan yang tegas antar departemen/ kementerian--- garis batas yang tidak sama dimungkinkan. 2. Gubernur semakin berkuasa hanya persoalan daerah otonom Kabupaten/ Kota di wilayahnya sekalipun sebagai wakil pemerintah---tidak disebutkan aturan menjadi titik temu bagi departemen/ kementerian negara di tingkat lokal. 3. Departemen dalam negeri memainkan peranan yang dominan dan sengaja meng-kotakan persoalan daerah otonom di luar kepentingan Departemen/ kementerian lain.