2. LATAR BELAKANG
Pada zaman
penjajahan, pesantren
menjadi basis
perjuangan kaum
nasionalis-pribumi/
subkultur
Kampung peradaban
sebagai forgotten
community
Dunia tertutup, Islam
fundamentalis , dan
dicap sebagai pusat
radikalisme, TERORIS.
Banyaknya lembaga
pendidikan umum
yang bercirikan Islam
di semua tingkatan/
sekolah-sekolah
bertaraf internasional
(SBI)
Dibiayai oleh Pemerintah
Pusat 50%, Propinsi 30%,
dan Kabupaten/Kota
20%.
Pendidikan yang
bermartabat, pro-
perubahan, kreatif,
inovatif, dan
eksperimentif
Pionir intelektual di
tanah air
Potensi transformasi
peradaban Islam yang
kosmopolit.
3. PESANTREN
Mastuhu memperkirakan pesantren telah ada sejak 300-400 tahun yang lalu. Sementara
itu, Departemen Agama, pesantren pertama didirikan pada tahun 1062 dengan nama
pesantren Jan Tampes 2 di Pamekasan Madura. Dan ada yang menyebutkan pesantren
pertama didirikan oleh Raden Rahmat pada Abad 15 M.
Kata santri dirunut dari kata cantrik, yaitu para pembantu begawan
atau resi yang diberi upah berupa ilmu
Profesor John berpendapat bahwa istilah santri berasal dari bahasa
Tamil, yang berarti guru mengaji
CC. Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari kata
shastri yang dalam bahasa India adalah orang-orang yang tahu
buku-buku suci agama Hindu, atau seorang sarjana ahli kitab suci
agama Hindu
Selain istilah tersebut, dikenal pula istilah pondok yang berasal dari
kata Arab fundûq dan berarti penginapan
Kata pesantren berasal dari akar kata santri dengan awalan ”pe” dan
akhiran ”an” berarti tempat tinggal para santri
4. CIRI-CIRI PESANTREN
Menurut Mukti Ali, pesantren mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1)
adanya hubungan yang akrab antara kyai dan santri; (2) tradisi ketundukan
dan kepatuhan seorang santri terhadap kyai; (3) pola hidup sederhana; (4)
kemandirian atau independensi (5) berkembangnya iklim dan tradisi
tolong menolong serta suasana persaudaraan; (6) disiplin ketat; (7) berani
menderita untuk mencapai tujuan; dan (8) kehidupan dengan tingkat
relegius tinggi. (Mastuhu:2005)
Alamsyah Ratu Perwiranegara juga mengemukakan beberapa pola umum
yang khas yang terdapat dalam pendidikan pesantren tradisional, yaitu: (1)
independen; (2) kepemimpinan tunggal; (3) kebersamaan dalam hidup
yang merefleksikan kerukunan; (4) kegotong-royongan; dan (5) motivasi
yang terarah dan pada umumnya mengarah pada peningkatan kehidupan
beragama.
5. KARAKTERISTIK PENDIDIKAN
PESANTREN
Alamsyah Ratu Perwiranegara mengemukakan beberapa pola umum yang khas yang
terdapat dalam pendidikan pesantren tradisional, yaitu: (1) independen; (2)
kepemimpinan tunggal; (3) kebersamaan dalam hidup yang merefleksikan kerukunan; (4)
kegotong-royongan; dan (5) motivasi yang terarah dan pada umumnya mengarah pada
peningkatan kehidupan beragama.
Memiliki muatan kurikulum agama lebih banyak
Berbasis masyarakat
Mengembangkan kurikulum berdasarkan kekhasan lembaga
Siswa tinggal di asrama/pesantren/pondokan
Penguasaan bahasa Asing (Arab dan Inggris) sangat
ditekankan
6. POTENSI PESANTREN
Dalam konteks sekolah umum pada saat ini, penekanan pada penguasaan
bahasa asing tersebut juga dilakukan (Bilingual). Hal ini terutama diterapkan
pada sekolah-sekolah yang dikembangkan menjadi sekolah bertaraf
internasional (SBI). Hanya saja yang membedakan adalah nasib pesantren
yang telah mengembangkan pembelajaran 2 bahasa asing tersebut juga L1
(Multilingual) sejak dahulu tidak seberuntung sekolah-sekolah tertentu yang
didesain menjadi SBI. Bahkan sampai saat ini belum ada pesantren yang
dikembangkan menjadi SBI.
Potensi pesantren sudah sangat cukup siap. Karena pesantren sebenarnya
memiliki kelebihan dari sekolah umum di bidang penguasaan bahasa asing
7. Kebijakan pemerintah mengenai SBI selain
didukung secara konstitusi dalam UU No. 20 tahun
2003 tentang Sisdiknas Pasal 50 ayat (3)
Pilar pendidikan,
yaitu: learning to know,
learning to do, learning to live
together, and learning to be
SBI DAN SEKOLAH-SEKOLAH UNGGULAN
(Pesantren mampu bersaing secara internasional)
PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF
PENGEMBANGAN PESANTREN
Peraturan Pemerintah RI
Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional
Pendidikan
• Pengembangan manajemen kelembagaan
• Mempertahankan karakter utama pesantren
• Peningkatan kualitas SDM
8. PENUTUP
Sebuah hal yang sangat ironis manakala model pendidikan pesantren
yang sudah cukup ideal tersebut tidak dapat dikembangkan dan
diberdayakan menjadi sebuah desain pesantren yang unggul, tetapi
justru diadopsi oleh sekolah umum dan dapat dikembangkan menjadi
sekolah yang bermutu.
Pesantren semestinya tidak perlu terpengaruh untuk mengikuti pola
pengembangan sekolah umum yang dianggap lebih baik, sebaliknya
pesantren justru perlu mempertahankan karakteristiknya dan
mengembangkannya