2. 2 | G E R A K A N L I T E R A S I S E K O L A H
RASIONAL
Membaca merupakan salah satu fungsi yang paling penting dalam hidup. Semua
proses belajar didasarkan pada kemampuan membaca (Glenn Doman). Dengan
kemampuan membaca yang membudaya dalam diri setiap anak, maka tingkat
keberhasilan di sekolah maupun dalam kehidupan di masyarakat akan membuka
peluang kesuksesan hidup yang lebih baik. Farr (1984) menyebutkan "Reading is the
heart of education". Bagi komunitas Muslim, perintah pertama Tuhan kepada Nabi
Muhammad adalah ”MEMBACA (IQRA)”
Kita perlu menanamkan budaya membaca pada anak sejak di SD dengan kegiatan
membaca SETIAP HARI (bukan dengan himbauan atau slogan dan jargon). Program
membaca setiap hari harus ada di sekolah dan masuk dalam kurikulum. Siswa memang
harus setiap hari membaca buku di sekolah, entah selembar atau dua lembar. Ini mesti
ditanamkan kepada siswa bahwa MEMBACA ITU WAJIB, utamanya bagi siswa yang
beragama Islam sesuai dengan perintah Tuhan pada AlQur’an. Mereka berada di
sekolah selama minimal 7 jam. Jika digunakan untuk membaca selama 15 menit setiap
hari maka tidak akan mengganggu KBM. Lagipula membaca adalah bagian dari KBM.
PERMASALAHAN
Dalam konteks Indonesia, minat baca masyarakat kita sangat mengkhawatirkan. Hal ini
dikarenakan berbagai permasalahan, seperti:
Hampir semua kota-kota besar di Indonesia tidak punya perpustakaan yang memadai;
padahal hal itu merupakan salah satu ciri kota modern.
Perpustakaan yang ada di sebagian kecil kota-kota besar sangat kecil jumlah
kunjungan pembacanya. Di Jakarta, contohnya, dari sekitar 10 juta orang penduduk,
yang berkunjung ke perpustakaan hanya 200 orang/hari dan hanya 20% di antaranya
yang meminjam buku. Ini berarti MASYARAKAT KITA TIDAK MEMBACA.
Dari lebih dari 250.000 sekolah di Indonesia hanya 5% yang punya perpustakaan. Ini
juga berarti SISWA KITA TIDAK MEMBACA.
Anak-anak kita berkali lipat lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menonton
TV daripada membaca.
Bahkan di sekolah, di mana anak-anak kita menghabiskan sebagian besar waktunya,
kita tidak memiliki program untuk menumbuhkan budaya membaca
Kita melompat dari kondisi pra-literer ke pasca-literer tanpa masuk ke kondisi atau
budaya literer. Budaya menonton telah menguasai masyarakat kita.
Hasil studi Vincent Greannary yang dikutip oleh World Bank dalam sebuah Laporan
Pendidikan “Education in Indonesia From Crisis to Recovery“ tahun 1998,
menunjukkan kemampuan membaca siswa kelas VI Sekolah Dasar di Indonesia hanya
51,7. Jauh dibandingkan dengan Hongkong (75,5), Singapura (74,0), Thailand (65,1)
dan Filipina (52,6). Hasil studi ini membuktikan kepada kita bahwa membaca belum –
kalau tidak mau dikatakan bukan- menjadi program yang integral dengan kurikulum
3. 3 | G E R A K A N L I T E R A S I S E K O L A H
sekolah, apalagi menjadi budaya. Laporan UNDP tahun 2003 yang menyatakan
bahwa Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index - HDI)
berdasarkan angka buta aksara posisi Indonesia berada pada urutan 112 dari 174
negara. Posisi ini berada di bawah Vietnam (urutan ke 109) yang baru keluar dari
konflik yang berkepanjangan. Tahun 2010 Indonesia berada di Peringkat 108 dari 152
negara. Pada tahun 2011 index Human Development Index (HDI) Indonesia pada
peringkat 124. Hal ini membuat Indonesia berada di perngkat terbawah di ASEAN
dimana Singapore berada di peringkat 26, diikuti oleh Brunei (33), Malaysia (61),
Thailand (103) and the Philippines (112).
Hasil penelitian PISA menempatkan siswa Indonesia pada posisi 48 dari 56 negara di
dunia di tahun 2006 dengan skor rata-rata 393. Minat baca rendah inipun terulang di
2009. Hasil penelitian PISA menempatkan posisi membaca siswa Indonesia di nomor
57 dari 65 negara dunia, dengan skor rata-rata 402 sementara rerata internasional
500. Hasil uji tes PISA yang dilakukan tiga tahun kemudian yaitu pada tahun 2012
ternyata hasilnya lebih buruk lagi. Hasil PISA 2012 menempatkan siswa Indonesia
pada posisi kedua terburuk atau posisi 64 dari 65 negara . Padahal Vietnam justru
masuk pada posisi 20 besar. penelitian PISA menempatkan posisi membaca siswa
Indonesia di nomor 57 dari 65 negara dunia, dengan skor rata-rata 396 sedangkan
rerata internasional 496.
PENYEBAB GAGALNYA PENINGKATAN MINAT DAN
PEMBUDAYAAN MEMBACA BANGSA
1. Gagalnya Perpustakaan Sekolah.
Perpustakaan sekolah secara nasional boleh dikata telah gagal menciptakan budaya
membaca pada siswa. Kunjungan siswa dan jumlah peminjaman buku sangat minim
karena beberapa faktor:
Jumlah buku-buku perpustakaan jauh dari mencukupi kebutuhan tuntutan
membaca sebagai basis pendidikan,
Peralatan dan tenaga yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Padahal perpus- takaan
sekolah merupakan sumber membaca dan sumber belajar sepanjang hayat yang
sangat vital dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
2. Secara politis dan sosial
Kurangnya political will dari pemerintah (Depdiknas) dalam menciptakan budaya
membaca siswa.
Kurangnya pemahaman dan kesadaran bangsa tentang pentingnya budaya
membaca itu sendiri.
Permasalahan budaya membaca dianggap belum merupakan critical problem.
Banyak masalah lain yang dianggap lebih mendesak.
4. 4 | G E R A K A N L I T E R A S I S E K O L A H
Secara historis, budaya literer tidak banyak ditemui di masyarakat kita. Budaya
literer belum memasyarakat dan hanya ditemukan pada masyarakat kelas atas.
Masih tingginya tingkat illiterasi di masyarakat.
3. Masalah teknis di lapangan
Tidak tersedianya buku bacaan karena rendahnya jumlah perpustakaan di
Indonesia dan rendahnya jumlah buku.
Kurangnya SDM di bidang perpustakaan dan rendahnya kualitas pengetahuan dan
keterampilan mereka.
Perpustakaan TIDAK pernah menjadi bagian integral dalam sistem pendidikan kita
secara nyata.
Global Threat
Rendahnya Reading Literacy bangsa kita saat ini dan di masa depan akan
membuat rendahnya daya saing bangsa dalam persaingan global.
SDM kita tidak kompetitif karena kurangnya penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Ini adalah akibat lemahnya minat dan kemampuan membaca dan
menulis.
Krisis Moneter Juli 1997. Korea Selatan, Thailand, Malaysia dan Singapura, mampu
mengatasi krisis ekonomi bangsanya relatif dalam waktu pendek hanya sekitar 2 –
3 tahun saja. Mereka telah mempunyai SDM yang kompetitif, unggul, kreatif, siap
menghadapi segala bentuk perubahan sosial, ekonomi, politik, budaya dan lainnya.
Bangsa Indonesia sampai saat ini belum juga bisa bangkit.
Saat ini Tenaga Kerja Indonesia (TKI) tersebar di 142 negara. Para TKI itu datang
dari 392 Kabupaten/Kota. Mereka ini HANYA mengisi posisi sebagai tenaga kasar
yang tidak membutuhkan kemampuan membaca. Tanpa upaya untuk
meningkatkan kemampuan membaca sebagai dasar untuk belajar dan
mengembangkan ketrampilan hidup maka bangsa kita akan terus menjadi bangsa
kuli seperti yang disinyalir oleh Soekarno, Founding Father kita.
Membaca dan menulis belum menjadi kebutuhan hidup dan belum menjadi
budaya bangsa. Membaca dan menulis harus dijadikan kebutuhan hidup dan
budaya bangsa kita.
Mengadakan perubahan budaya masyarakat memerlukan suatu proses dan waktu
panjang sekitar 1 atau 2 generasi, tergantung dari “political will pemerintah dan
masyarakat“ Ada pun ukuran waktu sebuah generasi adalah berkisar sekitar 15 –
25 tahun.
5. 5 | G E R A K A N L I T E R A S I S E K O L A H
SOLUSI
Apa yang harus kita lakukan untuk mengubah keadaan ini?
Harus ada upaya intervensi secara sistemik, massif, dan berkelanjutan untuk
menumbuhkan budaya membaca pada masyarakat (dunia pendidikan) sekarang juga.
Kalau tidak, masa depan bangsa adalah taruhannya! Kita bisa memulainya dengan
menjadikan membaca menjadi budaya di sekolah melalui program GERAKAN LITERASI
SEKOLAH.
Apa itu GERAKAN LITERASI SEKOLAH?
GERAKAN LITERASI SEKOLAH. adalah sebuah gerakan untuk menjadikan sekolah-
sekolah memiliki budaya membaca setara dengan sekolah di negara-negara maju
lainnya. Gerakan ini dimulai dari sekolah yang mau melaksanakan program Gerakan
Literasi sekolah. IGI dan Eureka Academia akan membuat program literasi membaca
dan menulis yang komprehensif di sekolah. Program ini akan mengajak sekolah
menerapkan program membaca yang berkelanjutan (sustainable) di mana semua
orang yang berada di sekolah (guru, siswa, kepala sekolah) melakukan kegiatan
membaca setiap hari dengan alokasi waktu yang telah ditentukan. Gerakan ini
bertujuan untuk menjadikan sekolah memiliki komunitas yang memiliki budaya
membaca yang tinggi. Budaya membaca ditandai dengan tingginya jumlah buku yang
dibaca di sekolah.
Bagaimana menjadikan sebuah sekolah mengikuti Program GERAKAN LITERASI
SEKOLAH?
Dibutuhkan program intervensi pembudayaan membaca yang tepat, mudah
dilaksanakan, dilakukan secara sistemik, komprehensif, merata ke semua komponen
di sekolah, berkelanjutan, dan dikelola secara profesional oleh lembaga yang mampu
menanganinya.
Apa keuntungan menjadikan Sekolah mengikuti Program GERAKAN LITERASI
SEKOLAH?
Hasil Riset menunjukkan bahwa :
Budaya membaca dari sekolah (1992) menunjukkan hasil trend PENINGKATAN
PRESTASI siswa di sekolah-sekolah yang melakukan program membaca secara
sukarela ini.
Siswa yang memiliki budaya literasi membaca dan menulis akan menjadi siswa
yang siap memasuki kehidupan modern dan memiliki tingkat daya saing yang tinggi.
Siswa tersebut dengan mudah akan mampu mengikuti perkembangan kehidupan
kota modern tanpa kehilangan jati diri.
Sekolah yang mengikuti program ini akan dapat memiliki tingkat kelulusan siswa
dalam ujian nasional yang lebih tinggi daripada sekolah lain di Indonesia. Riset
6. 6 | G E R A K A N L I T E R A S I S E K O L A H
membuktikan bahwa siswa yang nilainya pada peringkat 25% tertinggi
menggunakan waktunya 59% untuk membaca lebih banyak daripada siswa yang
nilainya 25% di bawah.
Sekolah yang mengikuti program ini akan memiliki siswa yang memiliki budaya dan
kemampuan membaca dan menulis yang tinggi yang bercirikan siswa yang memiliki
wawasan dan pengetahuan yang luas pula.
Budaya membaca dan menulis pada hakikatnya dilakukan dengan disiplin
membaca dan menulis yang dilakukan secara rutin dan terus-menerus. Disiplin ini
merupakan modal utama bagi terbentuknya jiwa disiplin dalam bidang lain. Disiplin
membaca dan menulis akan membentuk pola kedisiplinan siswa pada bidang lain
secara jauh lebih mudah.
Sekolah yang mengikuti program ini akan dapat memiliki perpustakaan sekolah
yang akan berkembang menjadi perpustakaan yang modern dan menjadi bagian
yang integral dalam kegiatan keperpustakaan di Indonesia
PROGRAM
Program yang akan dilakukan dalam GERAKAN LITERASI SEKOLAH dengan motto :
“Jawa Timur Jaya Ketika Siswa Gemar Membaca“ adalah:
1. Mendapatkan Buku Bacaan Untuk sekolah
Kegiatan utama yang akan dilakukan adalah upaya untuk mendapatkan buku bacaan
bagi sekolah minimal sebanyak 2 X jumlah siswa di sekolah secara bertahap dengan
minimal 60 judul (setiap judul 5 eksemplar). Setiap kelas akan memiliki buku bacaan
untuk dibaca di kelas secara rutin.
2. Seminar dan Workshop tentang Membaca
Kegiatan ini akan dilaksanakan secara rutin di sekolah yang mengikuti program ini yang
akan dimulai pada bulan pertama yang juga sebagai launching project Sekolah
GERAKAN LITERASI SEKOLAH ini dengan mengundang para pembicara dari berbagai
sumber. Peserta merupakan perwakilan dari pengelola sekolah, guru, siswa,
pustakawan, dan pemerhati pendidikan. Untuk seminar direncanakan sehari
sedangkan workshop 2 hari.
3. Program Ayo Membaca di Sekolah (AMS)
Program AMS atau SSR (Sustained Silent Reading) adalah strategi intervensi membaca
yang digunakan oleh negara-negara maju dalam membudayakan dan meningkatkan
keterampilan siswa dalam membaca. Program AMS ini merupakan program yang
sangat krusial untuk menjamin terciptanya kebiasaan dan budaya membaca siswa.
Program ini adalah program wajib bagi sekolah yang ingin mengikuti program
GERAKAN LITERASI SEKOLAH.
7. 7 | G E R A K A N L I T E R A S I S E K O L A H
4. One Child One Book (OCOB)
OCOB adalah program yang dirancang untuk meningkatkan jumlah dan jenis buku
bacaan di sekolah. Program ini dirancang agar setiap siswa di sekolah memiliki paling
sedikitnya satu buku untuk dibaca, baik di rumah maupun di sekolah. Dalam program
ini sekolah diminta untuk mengimbangi pemberian buku dari donor dengan meminta
partisipasi dari orang tua untuk menyumbangkan satu buku untuk setiap anaknya yang
bersekolah. Konsorsium dan sekolah akan mengajak orang tua untuk memahami
pentingnya program GERAKAN LITERASI SEKOLAH.
5. Reading Contest (Speed/comprehension reading)
Reading contest adalah program untuk meningkatkan motivasi siswa dalam membaca.
Kontes atau lomba yang akan dilakukan di setiap sekolah yang terlibat dalam program
A Reading School ini, umpamanya: Reading Comprehension Contest dan Speed Reading.
Akan ada tim ahli yang akan menyusun materi dan menjadi pelaksana Reading Contest
di setiap sekolah. Pemenang dari kontes ini akan mendapatkan award berupa buku-
buku bacaan.
6. Meet the Author(s)
Program ini dirancang untuk meningkatkan minat siswa untuk membaca buku dari
penulis atau pengarang tertentu. Sekolah akan mendatangkan satu atau beberapa
penulis buku tertentu untuk mengadakan acara ‘Jumpa Fans’ dan diskusi atau bedah
buku tentang buku dari penulis tersebut
7. Reading Award
Yaitu pemberian penghargaan kepada individu (siswa atau guru) maupun kelompok
(sekolah) yang dianggap telah memiliki kontribusi dan peranan penting dalam
memajukan pembudayaan baca di Indonesia. Reading Award diberikan setahun sekali
bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional. Pemenang award, selain memperoleh
trophy juga diberikan hadiah, baik untuk individu maupun untuk kelompok, yang
diharapkan dengan uang tersebut dapat mengembangkan perpustakaan di
tempat/sekolah masing-masing. Penentuan penerima Reading Award akan dinilai oleh
sebuah tim independent yang berjumlah 3-5 orang dari berbagai latar
belakang/disiplin ilmu.
8. Perpustakan Kelas
Perpustakaan kelas adalah program yang dilakukan untuk mendekatkan siswa ke buku.
Daripada mewajibkan anak untuk setiap hari ke perpustakaan sekolah akan lebih
mudah bagi siswa untuk membaca jika mereka memiliki perpustakaan kelas yang akan
mereka kelola sendiri di masing-masing kelas. Intinya adalah buku mendatangi siswa,
bukan sebaliknya. Program ini integral dengan program AMS atau SSR.
8. 8 | G E R A K A N L I T E R A S I S E K O L A H
9. Story Telling Competition
Serupa dengan Reading Contest, kegiatan ini berupa lomba bagi siswa untuk menjadi
‘Story Teller’. Pemenang akan mendapat hadiah berupa buku-buku bacaan dan
penghargaan dalam bentuk lain. Story Telling sendiri adalah program rutin yang akan
diberikan kepada siswa kelas bawah (kelas 1, 2, dan 3). Konsorsium akan datang secara
rutin untuk melakukan Story Telling pada siswa pada hari-hari dan jam-jam tertentu.
10. Book Expo
Book Expo adalah program pameran buku dari beberapa penerbit atau toko buku yang
bertujuan untuk mendorong siswa dan komunitas untuk membeli dan membaca buku-
buku terbitan baru ataupun lama dengan harga khusus. Pada saat itu diadakan juga
stand khusus penjualan buku-buku bekas yang diperoleh dari sumbangan masyarakat
dengan harga sangat murah.
11. Share a Story
Share a Story adalah program kegiatan yang mewajibkan setiap siswa untuk
menceritakan suatu cerita yang dipilih masing-masing kepada orang-orang di
sekitarnya. Kegiatan ini untuk mendorong setiap siswa untuk menjadi a Story Teller.
12. Let’s Write Our Own Story
Let’s Write Our Own Story adalah program kegiatan untuk mendidik setiap siswa agar
dapat menjadi penulis dengan mengajarkan mereka untuk menuliskan ide-ide mereka
dalam bentuk karya prosa. IGI dan Eureka Academia akan menetapkan pelatihan
menulis khusus bagi siswa kelas atas (4, 5, dan 6). Diharapkan bahwa SETIAP TAHUN
akan terbit kumpulan karya tulis terbaik dari para siswa.
PELAKSANA
Secara keseluruhan program akan dikelola oleh Dinas Pendidikan Propinsi Jawa
Timur bekerjasama dengan Ikatan Guru Indonesia (IGI) Propinsi Jawa Timur
JARINGAN DAN KOLABORASI
Konsorsium Gerakan Literasi Sekolah akan mengajak semua elemen bangsa untuk
mensukseskan gerakan ini. Adapun pihak yang akan diajak untuk bergabung dalam
gerakan ini adalah :
Perguruan Tinggi di Kalteng
PENERBIT : Kompas Gramedia Group, Mizan Group, Gagas Media, Kharisma,
dll
LEMBAGA PEMERINTAH : Departemen Pendidikan Nasional
LEMBAGA SWADAYA MAYARAKAT PERUSAHAAN
INDIVIDU
9. 9 | G E R A K A N L I T E R A S I S E K O L A H
TARGET YANG HENDAK DICAPAI
TARGET : Target yang akan dicapai pada akhir program ini adalah:
1. KUALITATIF
Program ini akan dimulai dengan target 100 (seratus) sekolah dari setiap jenjang yang
akan ditunjuk oleh Dinas Pendidikan Propinsi Kalteng dengan sumbangan buku
minimal 300 buah buku ke setiap sekolah. Tujuannya adalah terciptanya kebiasaan
membaca dari guru, staff, maupun murid di sekolah yang akan ditunjuk oleh donor
yang ditunjukkan dengan berjalannya program GERAKAN LITERASI SEKOLAH secara
konsisten, sistemik, dan berkelanjutan.
2. KUANTITATIF
Keberhasilan program GERAKAN LITERASI SEKOLAH PROPINSI JAWA TIMUR dapat
dilihat berdasarkan data dan laporan dari sekolah-sekolah yang mengikuti program
ini dengan target sbb:
Siswa dapat membaca buku sebanyak 1.000.000 (satu juta)
buku dalam 1 (satu) tahun. Target ini dapat dicapai dengan asumsi
setiap siswa dapat membaca 5 (lima) buah buku dalam setahun. Jadi jika ada
200.000 siswa di Propinsi Kalteng yang mengikuti program ini maka target ini
akan dapat dengan mudah tercapai.
Peningkatan jumlah buku bacaan siswa sebanyak 300% (3 x lipat)
Peningkatan jumlah kunjungan siswa ke perpustakaan sebanyak 1000% (10 x
lipat)
Peningkatan jumlah pinjaman buku di perpustakaan sebesar 1000% (10 x lipat)
Peningkatan jumlah buku yang dibaca oleh siswa sebesar 1000% (10 x lipat)