Dokumen tersebut membahas mengenai tax amnesty. Beberapa poin penting yang diangkat antara lain: (1) tax amnesty bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dengan menghapus pelaporan yang kurang; (2) dampak jangka panjang dari tax amnesty terhadap kepatuhan pajak masih belum jelas; (3) Indonesia menerima total dana amnesti pajak sebesar Rp3,98 triliun dari Juli hingga Desember 2016.
1. TAX AMNESTY
1. Jurnal Internasional
Terindeks
On the contrary, negative psychology that tax amnesty creates in justice perceptions of
honest taxpayers may interrupt voluntary compliance process in the future or long term. Because
there is no guarantee that new amnesty practices are not promulgated by the governments and
there is also a considerable amount of taxpayers who made a habit of tax amnesty expectation.
(Nar, 2015)
The programs are generally a “win win” for tax payers and tax administrators alike. A
number of benefits may derive from tax amnesty programmes. In general, amnesty programs are
intended to improve overall compliance with tax laws by eliminating underreporting. A number of
important considerations such as the following, should be addressed before signing on to any
amnesty programme. (Agbonika, 2015)
Tidak terindeks
Governments have enacted an amnesty primarily to generate an immediate, short run
increase in compliance. However, the long run effect of an amnesty on tax compliance is of
perhaps more importance, and this impact is far from clear. Proponents of amnesties argue that
compliance may actually increase after an amnesty if the amnesty is followed by greater
enforcement efforts and better taxpayer services and if the amnesty is able to get individuals who
previously did not file tax returns on the tax rolls. (Alm & Beck, 1993)
Obviously, the granting of a tax amnesty is not an action that is simple to defend, given
the interaction of numerous factors that exercise an unknown influence over its possible effects.
Its apparent advantages, such as the relatively rapid recovery of tax liabilities and the inclusion of
new taxpayers in the tax authorities’ records, have to be weighed against the harmful effects that
such measures might have on normally honest individuals. Despite the frequent use that
governments have made of tax amnesties, the literature on this topic is still in a relatively early
stage of development. Thus, theoretical works that analyse the economic impact of regularisation
programmes have been presented as an extension of the conventional modelling of the individual
decision to evade income tax, introduced by Allingham and Sandmo (1972) and which is based on
expected utility maximisation schemes. Participation in a tax amnesty can be analysed under this
type of approach if the view is taken that the individual who regularises his position is only
seeking to correct his initial decision to evade. Individuals regularise their tax situations because,
Nama : STEPHANIE
No. Reg : 8335161973
Kelas : S1 Akuntansi A
2. quite apart from the phenomenon of tax amnesty, there might also have been simultaneous
changes in the tax environment. (Laborda & Rodrigo, 2003)
2. Jurnal Nasional
Terakreditasi Dikti
Pengampunan pajak (tax amnesty) merupakan kebijakan pemerintah di bidang perpajakan
yang memberikan penghapusan pajak terutang dengan membayar tebusan dalam jumlah tertentu.
(Pramushinta & Siregar, 2011)
Meskipun kebijakan tax amnesty (sunset policy) memiliki aspek positif, seperti negara
dapat memperoleh tambahan penerimaan dari uang tebusan dan pembukuan perusahaan dapat
dimulai dari angka-angka baru yang bersih dari praktik penggelapan pajak, akan tetapi melekat
juga aspek negatifnya. Aspek negatifnya, yakni mereka yang menggelapkan pajak justru
memperoleh fasilitas dan perlakuan khusus yang dirasakan tidak adil bagi mereka yang membayar
pajak secara benar dan jujur. Keadaan ini dapat mendorong pembayar pajak yang jujur, akan
melakukan praktik penggelapan pajak, karena mereka berpikir pemerintah pada suatu saat tentu
akan memberikan fasilitas pengampunan pajak lagi. Fenomena tersebut nampaknya telah menjadi
perdebatan umum seperti disinyalir oleh Alm, James dan Beck (1993), bahwasanya pengampunan
pajak (tax amnesty) sering berhadapan dengan kepatuhan pajak (tax compliance). Meskipun
dalam waktu singkat, tax amnesty mampu menghasilkan penerimaan negara seperti contoh di
Italia yang mampu mengumpulkan penerimaan sebesar 1.4 miliar euro di akhir program ini dan
mengurangi biaya administrasi serta memecahkan pengindaran pajak untuk kembali ke jalan
kejujuran, tetapi dalam jangka panjang seringkali justru akan menurunkan tingkat kepatuhan pajak
(tax compliance). Para pembayar pajak yang jujur mungkin merasa terganggu melalui
pengampunan ini dan cenderung menggambarkan bahwa pengampunan sebagai sesuatu yang
tidak adil dan rasa kurang dimotivasi untuk tunduk atau patuh ke depannya. (Wardiyanto, 2007)
Tidak terakreditasi Dikti
Tax amnesty adalah suatu kesempatan waktu yang terbatas pada kelompok pembayar
pajak tertentu untuk membayar sejumlah tertentu dan dalam waktu tertentu berupa pengampunan
kewajiban pajak termasuk bunga dan denda yang berkaitan dengan masa pajak sebelumnya atau
periode tertentu tanpa takut hukuman pidana. (Ngadiman & Huslin, 2015)
Tax amnesty merupakan suatu kebijakan yang sudah pernah dilakukan oleh beberapa
negera di dunia, memang tentunya ada yang berhasil dan ada juga yang gagal. Semuanya kembali
kepada keseriusan dari pemerintah negara tersebut untuk meluncurkan program kebijakan tax
amnesty mereka. Penelitian Togler & Schaltegger (2001) menyatakan bahwa negara yang berhasil
melakukan kebijakan tax amnesty adalah Italia, India, dan Afrika Selatan. Dalam InsideTax
Magazine - 37 (2016) mengulas mengenai kebijakan tax amnesty yang merupakan awal dari
reformasi perpajakan di Indonesia. Reformasi yang dilakukan di Argentina dan Filipina termasuk
kategori tidak berhasil karena WP mengharapkan adanya program yang sama dikemudian hari.
Sehingga WP bersifat menunggu, hal ini merupakan salah satu kelemahan kebijakan tax amnesty
jika terlalu sering dilakukan yang mengakibatkan WP berharap dosanya akan diampuni pada
kebijakan tax amnesty berikutnya. (Bagiada & Darmayasa, 2016)
3. 3. Buku Internasional
Tax amnesties were enacted in Austria in 1921, 1926, 1933, and 1949. The Tax Amnesty law
of 1983 included a waiver of taxes due for the past and of sanctions. Circumstances relating to pre-
1979 tax years would no longer be taken into consideration if they were either known to the tax
administration prior to 1 January 1983 or were disclosed by a tax return between 31 December 1982
and 30 June 1983.(Malherbe, 2011)
Tax amnesties are increasingly used by governments around the world. For example, in
November 2001, Italian finance minister Giulio Tremonti declared a six-month tax amnesty, the 'scudo
fiscale'. During the amnesty, some €56 billion of exiled money was returned to the fold, and generated
€1.4 billion additional tax revenues about 0.4 per cent of the total tax revenue. (Torgler, 2007)
Amnesties have been used repeatedly over time and accross countries, regardless of their
degree of economic development. Developed countries such as Australia, Austria (1982,1993),
Belgium (1984), Finland (1982,1984), France (1982, 1986), Greece, Ireland (1988, 1993), Italy (1982,
1984, 2002), New Zealand (1988), Portugal (1981, 1982, 1986, 1988), Spain (1977), and Switzerland
have all introduced amnesties at some point. (Borgne & Baer, 2008)
4. Buku Nasional
Pada akhir Juni 2016 di Indonesia Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui pelaksanaan
program amnesti pajak. Melalui insentif pajak program ini (yang berjalan dari bulan Juli 2016 sampai
maret 2017) menarik penghindar (mantan) pajak untuk menyatakan aset lepas pantai mereka dan - jika
ingin - memulangkan ini ke Indonesia. Walaupun estimasi bervarias, bisa membawa pulang sekitar
Rp. 1000 triliun dana (approx. USD $ 76000000000). Analis, termasuk berbasis di New York Morgan
Stanley, berharap bahwa sebagian dana akan mengalir ke sektor properti di Indonesia. Jika ini
memang terjadi maka harus secara signifikan meningkatkan permintaan properti dan proyek-proyek
pembangunan properti. (Setianto, 2016a)
Kembali dana asing masuk ke Indonesia diyakini permanen dengan dikeluarkan undang-
undang Tax Amnesty yang membawa capital kembali ke Indonesia dan sebagian menggunakan media
pasar modal. Pemerintah telah menetapkan tujuh bank konvensional dan dua bank syariah untuk
menampung dana repatriasi yang berasal dari Tax Amnesty. Dalam kalkulasi pemerintah, dana
repatriasi yang masuk setelah UU Tax Amnesty diberlakukan pada 18 Juli 2016, masing-masing
mencapai IDR 4.000 triliun dan IDR 1.000 triliun. Dari tujuh bank konvensional yang disebutkan,
empat merupakan perbankan milik negara dan tiga lainnya perbankan milik swasta. (Setianto, 2016b)
5. Koran
Dengan demikian, esensi amnesti pajak adalah bentuk pilihan yang ditawarkan pemerintah
dengan konsekuensi yang melekat di dalamnya. Semua level masyarakat diberi hak yang sama untuk
mengikuti program ini. Bagi yang seharusnya wajib mengikuti tetapi tidak melakukannya, sudah
sepantasnya diberi timbal balik yang setimpal berupa denda tinggi. Sebaliknya, bagi yang tidak wajib
dan memilih untuk tidak menggunakan haknya, tentunya diperbolehkan. Namun, dapat juga pihak
yang tidak wajib tetapi memilih menggunakan haknya untuk mengikuti amnesti pajak, tidak ada satu
pasal pun yang melarang. Dengan demikian, sebenarnya keadilan dalam amnesti pajak
dimanifestasikan dari bentuk kontribusi sesuai dengan kemampuan masing-masing. (Budi, 2016)
4. Saat ini, Indonesia butuh uang untuk menambal defisit anggaran dan juga butuh lebih banyak
wajib pajak. Sebab hanya 30 juta wajib pajak yang teregister dibandingkan 255 juta WNI. (Ika, 2016)
Program tax amnesty adalah hak bagi wajib pajak untuk mengikutinya. Jika tidak mengikuti
dan masih menyembunyikan hartanya, maka wajib pajak akan menanggung konsekuensi terkena
sanksi denda 200 persen setelah program TA ini berakhir pada Maret 2017. Besaran denda tersebut
jauh lebih besar dari tarif tebusan terendah 2 persen yang berlaku pada periode pertama dan tertinggi
10 persen pada periode ketiga (Januari-Maret 2017). Selain menghimpun uang tebusan untuk
menambah penerimaan negara, tujuan utama program tax amnesty adalah menarik dana warga negara
Indonesia (WNI) yang disimpan di luar negeri. Dana tersebut bisa masuk ke berbagai instrumen
investasi dan dimanfaatkan untuk pembiayaan berbagai proyek pembangunan. (Gayani, 2016)
6. Majalah
Indonesia dapat mempertimbangkan untuk melakukan tax amnesty dalam berbagai bentuknya
untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Tax Amnesty ini juga dapat dipandang sebagai
rekonsiliasi nasional untuk menghapus masa lalu Wajib pajak yang tidak patuh dan perilaku otoritas
pajak yang melanggar aturan. Tax Amnesty akan berhasil jika terdapat justifikasi yang kuat kenapa
perlu adanya tax amnesty. Tax Amnesty harus dipublikasikan secara masif dengan pesan agar para
penggelap pajak untuk ikut karena setelah Tax Amnesty akan diberlakukan sanksi tegas bagi mereka
yang tidak patuh. Untuk itu, diperlukan juga reformasi kelembagaan Ditjen Pajak secara bersamaan
untuk dapat mendeteksi kecurangan Wajib Pajak pasca tax amnesty. Disamping itu, untuk membangun
kepatuhan sukarela untuk membayar pajak pasca tax amnesty diharuskan adanya transparansi
penggunaan uang pajak (anggaran) serta alokasinya yang tepat sasaran dan berkeadilan. (Darussalam,
2014)
7. Publikasi Departemen
Tax amnesty adalah suatu kesempatan waktu yang terbatas pada kelompok pembayar pajak
tertentu untuk membayar sejumlah tertentu dan dalam waktu tertentu berupa pengampunan kewajiban
pajak (termasuk bunga dan denda) yang berkaitan dengan masa pajak sebelumnya atau periode
tertentu tanpa takut hukuman pidana. Ini biasanya berakhir ketika otoritas yang dimulai penyelidikan
pajak pajak masa lalu. Dalam beberapa kasus, undang-undang amnesti yang memperpanjang juga
membebankan hukuman yang lebih berat pada mereka yang memenuhi syarat untuk amnesti tetapi
tidak mengambilnya. (Ragimun, 2015)
Kebijakan tax amnesty seyogyanya dapat dilihat dengan perspektif yang luas. Pengampunan
pajak bukan semata persoalan penerimaan negara, tetapi juga potensi untuk mendorong roda ekonomi.
Di tengah kondisi global yang masih lesu, setiap tambahan penerimaan merupakan sumber penggerak
perekonomian yang ditunggu. Pada jangka yang lebih panjang, perluasan basis data Wajib Pajak tentu
bisa mendukung terwujudnya postur APBN yang lebih sustainable. Ujungnya, penerimaan pajak yang
lebih tinggi bisa meningkatkan kapasitas belanja pemerintah, bukan hanya untuk pembangunan
infrastruktur, melainkan juga menjalankan program-program kesejahteraan masyarakat lainnya.(Ardhi,
2016)
Total dana Amnesti Pajak yang telah diterima Pemerintah dari bulan Juli hingga Desember
adalah Rp 3.980 T. Yang diperoleh dari Tebusan Badan Non UMKM dengan total 10.554,68 M,
Tebusan Badan UMKM dengan total Rp 248, 02 M, Tebusan OP Non UMKM dengan total 80.677,02
5. M, Tebusan OP UMKM dengan total 3.894,55 M, Deklarasi Harta Bersih Repatriasi dengan total
143.396,17 M, Deklarasi Harta Bersih LN dengan total Rp 986.547,26 M dan Deklarasi Harta Bersih
DN dengan total Rp 2.850.306,54M. (Pajak, 2016)
Sumber: http://www.pajak.go.id/statistik-amnesti
6. Agbonika, D. J. A. A. ( 2015). Tax Amnesty For Delinquent Taxpayers: A Cliche In Nigeria. Global
Journal of Politics and Law Research, Vol. 3 (3), pp. 117.
Alm, J., & Beck, W. (1993). Tax Amnesties and Compliance In The Long Run: A Time Series
Analysis. National Tax Journal, Vol. 46, no.1, pp. 53.
Ardhi, D. (2016). Melihat Amnesti dari Berbagai Sisi. Kemenkeu.go.id: Jakarta.
Bagiada, I. M., & Darmayasa, I. N. (2016). Tax Amnesty Upaya Membangun Kepatuhan Sukarela.
Simposium Nasional Akuntansi, Vol. 5, Hal. 5.
Borgne, E. L., & Baer, K. (2008). Tax Amnesties: Theory, Trends, and Some Alternatives.
Washington, DC: International Monetary Fund: 20.
Budi, C. (2016). Keadilan dalam Amnesti Pajak, Tempo.co. Jakarta.
Darussalam, D. (2014). Tax Amnesty Dalam Rangka Rekonsiliasi Nasional. InsideTax, Edisi 26, Hal.
19.
Gayani, D. (2016). Sukses "Tax Amnesty", Beritasatu.com. Jakarta.
Ika, A. (2016). Terbelahnya Pendapat Akibat "Tax Amnesty", Kompas.com. Jakarta.
Laborda, J. L., & Rodrigo, F. (2003). Tax Amnesties and Income Tax Compliance: The Case of Spain
Fiscal Studies, Vol. 24(1), pp. 74.
Malherbe, J. (2011). Tax Amnesties. The Netherlands: Kluwer Law International: 76.
Nar, M. (2015). The Effects of Behavioral Economics on Tax Amnesty. International Journal of
Economics and Financial Issues, Vol. 5(2), pp. 584.
Ngadiman, & Huslin. (2015). Pengaruh Sunset Policy, Tax Amnesty, Dan Sanksi Pajak Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak. Jurnal Akuntansi, Vol. XIX, No. 02, Hal. 232.
Pajak, D. J. (2016). Statistik Amnesti Pajak. Jakarta: Retrieved from http://www.pajak.go.id/statistik-
amnesti.
Pramushinta, & Siregar, B. (2011). Pengaruh Layanan Fiskus dan Pelaksanaan Sunset Policy Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Upaya Peningkatan Pajak. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis, Vol. 5,
No. 2 Hal. 176.
Ragimun. (2015). ANALISIS IMPLEMENTASI PENGAMPUNAN PAJAK (TAX AMNESTY) DI
INDONESIA kemenkeu.go.id: Jakarta.
Setianto, B. (2016a). Prospek Investasi Saham Sentul City Tbk. per Laporan Keuangan Q3 2016.
Jakarta: BSK Capital: 52.
Setianto, B. (2016b). Saham-Saham Industri Consumer Goods di BEI per Laporan Keuangan Q2
2016. Jakarta: BSK Capital: 8.
Torgler, B. (2007). Tax Compliance and Tax Morale: A Theoretical and Empirical Analysis. UK:
Edward Elgar Publishing: 264.
Wardiyanto, B. (2007). Kebijakan Pengampunan Pajak. Jurnal Masyarakat Kebudayaan Dan Politik,
Vol. 21, No. 4, Hal. 330.