Dokumen tersebut membahas tentang pengaturan insentif dan disinsentif sebagai instrumen pengendalian pemanfaatan ruang untuk memastikan kesesuaian dengan rencana tata ruang. Insentif digunakan untuk mendorong kegiatan yang sejalan dengan rencana sedangkan disinsentif digunakan untuk membatasi kegiatan yang tidak sesuai. Dokumen ini menjelaskan definisi, kriteria, prosedur pemberian, serta contoh jenis insentif dan disin
2. InDis sebagai
instrumen
Pemanfaatan Ruang
▪ Memberikan
rangsangan dan
pembatasan
pembangunan
▪ Distorsi kebijakan
DAU/DAK
InDis sebagai
instrumen
Pengendalian
Pemanfaatan Ruang
▪ Pemanfaatan tanah
→ kasiba, tdr, pbb
▪ Pelayanan umum →
Amdal, user charge,
CSR,PBB,IPR, subsidi
▪ Penyediaan infra-
struktur → fasos,
fasum, skema kredit
InDis sebagai
instrumen
Pengendalian
Pemanfaatan Ruang
▪ Instrumen ZK/ZD
▪ Implikasi Renstranas
▪ Pelengkap penilaian
KKPR
▪ Pelengkap putusan
sengketa tata ruang
▪ Alternatif sanksi
pemulihan fungsi
UUPR 1992 UUPR 2007 UUCK
a. Insentif dan disinsentif tidak boleh mengurangi hak yang dimiliki
masyarakat;
b. Insentif dan disinsentif tidak memberikan dampak negatif terhadap
pembangunan dan kepentingan publik
c. Insentif dan disinsentif mempertimbangkan partisipasi masyarakat dalam
penataan ruang;
d. Secara umum insentif dan disinsentif diaplikasikan untuk memastikan
bahwa RTR diimplementasikan dengan sebagaimana mestinya, dan
pemanfaatan lahan sejalan dengan rencana yang telah ditetapkan;
e. Secara khusus insentif dan disinsentif diaplikasikan agar manajemen
pembangunan menjadi responsif terhadap perubahan yang berlangsung
dalam pembangunan
Prinsip Dasar
Kebutuhan InsDis sebagai Pengendalian Pemanfaatan Ruang
1. Mengendalikan kegiatan pemanfaatan ruang,
2. Mewujudkan keadilan, mengurangi konflik, dan dampak negatif,
3. Menjamin berlangsungnya pembangunan kota/wilayah yang efisien dan efektif,
4. Menyelenggarakan peran masyarakat dalam penataan ruang.
Batasan Disinsentif dan Sanksi
Persamaan Disinsentif dan Sanksi Hukum Penataan Ruang
Ketidaksesuaian (non conforming use)
Disinsentif Sanksi Administratif Sanksi Pidana
Ketidaksesuaian yang
dapat ditoleransi
Ketidaksesuaian yang
menyebabkan perubahan
fungsi ruang dan tidak dapat
ditoleransi
Ketidaksesuaian yang
menyebabkan perubahan fungsi
ruang dan tidak dapat ditoleransi
serta menimbulkan kerugian,
kerusakan, atau kematian
Perencanaan Pemanfaatan Pengendalian Pengawasan Pembinaan Kelembagaan
Penyelenggaraan Penataan Ruang
Penilaian pelaksanan
KKPR dan pernyataan
mandiri pelaku UMK
Penilaian
perwujudan
RTR
Pemberian
insentif dan
disinsentif
Pengenaan
sanksi
Penyelesaian
sengketa
penataan ruang
3. Pengaturan Indis diatur dalam bentuk:
bertujuan untuk:
meningkatkan upaya pengendalian pemanfaatan
ruang dalam rangka mewujudkan tata ruang sesuai
dengan Rencana Tata Ruang
memfasilitasi kegiatan pemanfaatan ruang agar sejalan
dengan Rencana Tata Ruang
meningkatkan kemitraan semua pemangku
kepentingan dalam rangka pemanfaatan ruang
yang sejalan dengan Rencana Tata Ruang
dilaksanakan untuk
• Menindaklanjuti
pengendalian implikasi
kewilayahan paada zona
kendali atau zona yang
didorong
• Menindaklanjuti implikasi
kebijakan atau rencana
strategis nasional
• Menindaklanjuti hasil
kesepakatan sengketa
penataan ruang
• Mendukung
penerapan sanksi
administrasi terhadap
pelanggaran
pemanfaatan ruang
diberikan kepada
Pelaku Kegiatan
Pemanfaatan Ruang
bertujuan untuk
Mendukung
Perwujudan RTR
1
Pemerintah
Pusat
Pemda Pemda
lainnya
Masyarakat
INSENTIF NONFISKAL DISINSENTIF NONFISKAL
Insentif Nonfiskal (selanjutnya disebut
insentif) adalah perangkat pengendalian
pemanfaatan tuang untuk memotivasi,
mendorong, memberikan daya tarik
dan/atau memberikan percepatan terhadap
kegiatan pemanfaatan ruang yang sejalan
dengan RTR, yang tidak berkenaan dengan
urusan pajak atau pendapatan negara.
Disinsentif Nonfiskal (selanjutnya disebut
disinsentif) adalah perangkat
pengendalian pemanfaatan ruang untuk
mencegah dan/atau memberikan
batasan terhadap kegiatan pemanfaatan
ruang yang sejalan dengan RTR namun
berpotensi melampaui daya dukung dan
daya tampung lingkungan, yang tidak
berkenaan dengan urusan pajak atau
pendapatan negara.
1. Pemberian
kompensasi
2. Subsidi
3. Imbalan
4. Sewa Ruang
5. Urun Saham
6. Fasilitasi PKKPR
7. Penyediaan sarana &
prasarana
8. Penghargaan
9. Publikasi atau
promosi
Bentuk
1.kewajiban memberi
kompensasi/imbalan
2.pembatasan penyediaan
prasarana & sarana
3.pemberian status tertentu
Kewenangan Pemberian
Pengaturan Insentif dan Disinsentif dalam PP No. 21 Tahun 2021:
Membagi: Arahan – Ketentuan – Pemberian
Insentif dan Disinsentif
Permen ATR/BPN No. 21 Tahun 2021 mengatur aspek “Pemberian”
4. Pemberian Kompensasi
Subsidi
Imbalan
Sewa Ruang
Urun Saham
Kriteria Lokasi:
a. kawasan yang masih dapat dioptimalkan intensitas
pemanfaatan ruangnya;
b. kawasan yang mempunyai integrasi antarmoda
transportasi;
c. kawasan yang dilindungi atau dilestarikan; dan/atau
d. kawasan yang mempunyai daya dukung dan daya
tampung mencukupi.
Fasilitasi PKKPR
Penyediaan Prasarana dan Sarana
Kriteria Jenis Kegiatan:
a. kegiatan yang berkontribusi dalam penyediaan fasilitas publik;
b. kegiatan yang berkontribusi pada program prioritas
Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah;
c. kegiatan pelestarian kawasan dan/atau bangunan bersejarah;
dan/atau
d. kegiatan yang berkontribusi pada penyediaan ruang terbuka
hijau publik.
Pemberian Penghargaan
Publikasi atau Promosi
Kewajiban Memberi Kompensasi
atau Imbalan
Subsidi
Imbalan
Kriteria Lokasi:
a. kawasan yang berpotensi melampaui ketentuan dalam
peraturan zonasi dan/atau KKPR;
b. kawasan yang berpotensi menimbulkan kerusakan dan/atau
degradasi lingkungan serta eksternalitas negatif lainnya dari
kegiatan pemanfaatan ruang terhadap kawasan di
sekitarnya; dan/atau
c. kawasan yang menerima jasa lingkungan hidup.
Kriteria Jenis Kegiatan:
a. dapat berpotensi menimbulkan kerusakan;
b. dapat berpotensi menimbulkan degradasi lingkungan; dan/atau
c. dapat berpotensi menimbulkan eksternalitas negatif lainnya
dari kegiatan Pemanfaatan Ruang terhadap kawasan di
sekitarnya.
Insentif
Disinsentif
5. pengajuan insentif dapat dilakukan oleh :
Insentif Dengan Pengajuan Permohonan
Insentif Tanpa
Pengajuan Permohonan
a. pemberian kompensasi;
b. subsidi;
c. imbalan;
d. sewa ruang;
e. urun saham;
f. fasilitasi Persetujuan Kesesuaian
Kegiatan Pemanfaatan Ruang;
g. penyediaan prasarana dan
sarana;
h. publikasi atau promosi.
Insentif Nonfiskal lainnya
berupa perkembangan
teknologi atau kearifan
lokal sesuai dengan
kebijakan daerah
masing-masing
atau
Masyarakat
Pemerintah
Daerah
Pemerintah
Pusat
Pemerintah
Daerah
Lainnya
Insentif yang diberikan tanpa
pengajuan permohonan merupakan
insentif yang diinisiasi oleh instansi
yang membidangi penataan ruang,
instansi pemberi Insentif, dan/atau
Forum Penataan Ruang.
Disinsentif Dengan
Pengajuan Permohonan
berupa
berupa:
penghargaan
dapat diajukan oleh:
Masyarakat
Disinsentif Tanpa Pengajuan
Permohonan
merupakan:
Disinsentif yang diinisiasi oleh instansi
yang membidangi penataan ruang,
instansi pemberi disinsentif, dan/atau
Forum Penataan Ruang
merupakan:
6. Masyarakat
mengajukan
permohonan
untuk
mendapatkan
insentif
Menteri ATR
melalui Direktur
Jenderal
Pengendalian
dan Penertiban
Tanah dan
Ruang
Dilakukan
penilaian
kelayakan
penerimaan
insentif oleh
Menteri dan
Menteri/Kepala
lembaga
pemberi insentif
diajukan ke
Dapat melibatkan
ahli/ akademisi
dan instansi
terkait lainnya
Jenis Insentif
Insentif dapat berupa:
a. Pemberian
kompensasi;
b. Subsidi;
c. Imbalan;
d. Sewa Ruang;
e. Urun Saham;
f. Penyediaan sarana
dan prasarana;
g. Penghargaan;
dan/atau
h. Publikasi atau
promosi
Insentif lainnya sesuai
dengan
perkembangan
teknologi atau kearifan
lokal
Layak
menerima
insentif
Tidak layak
menerima
insentif
Menteri/ Kepala
Lembaga Pemberi
Insentif
Menerbitkan SK
Pemberian Insentif
Menteri ATR melalui
Direktur Jenderal
Pengendalian dan
Penertiban Tanah
dan Ruang
Menyampaikan
Pemberitahuan
Penolakan
Permohonan
Insentif
Dapat Bermohon Lagi Setelah Memenuhi Ketentuan
• pemenuhan kriteria, bentuk, dan mekanisme
Insentif yang akan diberikan;
• ketersediaan kajian teknis;
• kesesuaian lokasi dengan RTR; dan
• kepemilikan hak atas tanah
mempertimbangkan
7. Masyarakat
mengajukan
permohonan
untuk
mendapatkan
disinsentif
Gubernur atau
Bupati/ Wali
Kota
ditembuskan
kepada
Perangkat
Daerah yang
membidangi
Penataan Ruang
Dilakukan penilaian
kelayakan penerimaan
disinsentif oleh
Perangkat Daerah yang
membidangi Penataan
Ruang dan instansi
pemberi disinsentif
diajukan ke
Dapat melibatkan
ahli/ akademisi
dan instansi
terkait lainnya
Layak
menerima
disinsentif
Tidak
layak
menerima
disinsentif
Gubernur atau
Bupati/ Wali Kota
menerbitkan SK
Pemberian
Disinsentif
Gubernur atau
Bupati/ Wali Kota
melalui Perangkat
Daerah yang
membidangi
Penataan Ruang
menyampaikan
pemberitahuan
penolakn
permohonan
disinsentif
Dapat Bermohon Lagi Setelah Memenuhi Ketentuan
Pertimbangan
Forum Penataan
Ruang
Jenis Disinsentif
Disnsentif berupa:
a.Kewajiban memberi
kompensasi atau
imbalan;
b.Pembatasan
penyediaan
prasarana dan
sarana; dan/ atau
c.Pemberian status
tertentu
Disinsentif lainnya
berupa perkembangan
teknologi atau kearifan
lokal
• pemenuhan kriteria, bentuk, dan mekanisme
Insentif yang akan diberikan;
• ketersediaan kajian teknis;
• kesesuaian lokasi dengan RTR; dan
• kepemilikan hak atas tanah
mempertimbangkan
8. Pengajuan Masyarakat ke Pemerintah Pusat Pengajuan Pemerintah Daerah ke
Pemerintah Daerah Lainnya
9.
10. 1. Pencatatan nomor menurut urutan pembukuan
inventarisasi insentif dan disinsentif ke dalam buku
inventarisasi insentif dan disinsentif, sesuai dengan
bukti pengajuan atau pemberian insentif dan
disinsentif;
2. Pencatatan sesuai dengan tanggal pencatatan
insentif dan disinsentif ke dalam buku inventarisasi
pemberian insentif dan disinsentif;
3. Pencatatan kode sesuai dengan nomenkelatur di
daerah masing-masing;
4. Pencatatan nama orang atau lembaga atau
instansi yang akan memberi insentif dan disinsentif;
5. Pencatatan nama orang atau lembaga atau
instansi yang akan menerima insentif dan
disinsentif;
6. Pencatatan jenis dan bentuk insentif dan disinsentif
yang diberikan. Informasi terkait jenis dan bentuk
insentif dan disinsentif disesuaikan dengan
klasifikasinya;
7. Pencatatan tahun mulai berlaku dan tahun berakhir
insentif dan disinsentif yang akan diberikan;
8. Pencatatan sumber pembiayaan yang akan
digunakan dalam pemberian insentif. Pembiayaan
pada umumnya berasal dari disinsentif, dan dapat
berasal dari APBN, APBD, dan swasta;
9. Pencatatan daftar dokumen yang disyaratkan untuk
mendapat insentif dan disinsentif (secara lengkap);
dan
10.Pencatatan nomor dan tanggal berita acara
pemberian insentif dan disinsentif.
11.
12.
13.
14. Disinsentif diberikan pada ketidaksesuaian pemanfaatan ruang yang
masih pada batas dapat ditoleransi dan belum memenuhi unsur
pelanggaran secara hukum.
Hal yang dapat ditoleransi
• Kegiatan yang diizinkan secara terbatas (T), dan bersyarat (B) dalam
KUPZ atau PZ
• Pelampauan garis sempadan dengan menerapkan rekayasa teknis dan
pembatasan tertentu
• Perubahan intensitas tanpa menimbulkan eksternalitas negatif dan tidak
melampaui DDDT
• Kegiatan tersebar namun tidak mengubah fungsi ruang dan dengan
beberapa modifikasi dan masih dalam dominasi fungsi utama
peruntukan
Hal yang tidak dapat ditoleransi
• Kegiatan dilarang (X) dalam PZ dan KUPZ
• Perubahan kegiatan pemanfaatan ruang → perubahan fungsi
• Pelanggaran terhadap garis sempadan
• Pelanggaran terhadap ketentuan teknis dalam RDTR dan atau standar
teknis
Ketidaksesuaian pemanfaatan ruang (non-conforming situation)
adalah kondisi pemanfaatan ruang yang kurang bersesuaian
dengan fungsi peruntukan namun masih dapat ditoleransi dengan
persyaratan dan pembatasan (conditional use).
Prinsip Perimbangan Anggaran
Kebijakan “indis nonfiskal” → penuangan dalam “Buku Inventarisasi
Insentif dan Disinsentif → menuntut “prinsip perimbangan anggaran”
o Kebutuhan insentif berdasarkan potensi sumber daya, kapasitas
kelembagaan, skala kepentingan, manfaat, dan keberhasilgunaan
o Kebutuhan disinsentif sesuai dengan kebijakan dan kondisi masing-
masing daerah
o Tidak membuat “kurang” atau “lebih” anggaran setiap tahunnya
o Membutuhkan pengaturan “manajemen supply (disinsentif) dan
demand (insentif)” secara cermat
Prinsip Risk Management
Besaran disinsentif merupakan “faktor resiko” yang sudah diperhitungkan
pengguna ruang (developer)
→ sudah diperhitungkan sebagai “project-cost”
Toleransi Pelanggaran
Intensitas Pemanfaatan Ruang
KLB
KDB
KTB
KDH
Garis Sempadan
Sempadan bangunan, jalan,
pantai sungai, danau,
waduk, tebing, jurang,
hingga objek strategis
tertentu
15. Kriteria lokasi
Kriteria jenis kegiatan Pemanfaatan Ruang
a. kawasan yang kurang
berkembang akibat
keterbatasan prasarana
dan sarana;
b. kawasan yang baru dikembangkan;
dan/atau
c. kawasan yang menjadi prioritas
pembangunan nasional atau daerah.
a. Memiliki keterbatasan prasarana dan sarana pendukung;
b. Memiliki peluang berkembang dan mampu memberikan
dampak positif; dan/atau
c. Sesuai dengan prioritas pembangunan;
Bentuk pemberian insentif disinsentif
a. uang atau denda administratif;
b. penyediaan fasilitas publik lengkap dengan penyampaian desain dan
kajian teknis yang menjelaskan adanya upaya pengurangan dampak
negatif Pemanfaatan Ruang; dan/atau
c. bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang
Aspek pertimbangan bentuk, besaran, dan
mekanisme pemberian kompensasi dan imbalan
a. Jenis dampak
b. Kebutuhan penerima
kompensasi/imbalan
c. Jenis kegiatan pemanfaatan ruang
d. Potensi perubahan lahan pada
kawasan sekitar akibat
pemanfaatan ruang
e. Kondisi sosek masyarakat yang
berpotensi terkena dampak
f. Kerawanan kawasan terhadap
bencana
g. Luasan kawasan yang berpotensi
terkena dampak
h. Jangka waktu terjadinya dampak
i. Tingkat kesulitan penanganan
dmapak
j. Ketersediaan kajian teknis terkait
potensi dampak yang timbul
Kompensasi dan imbalan merupakan bentuk disinsentif berupa
ganti rugi atas::
• Dampak negatif pemanfaatan ruang
• Pelampauan ketentuan PZ atau KKPR
Tujuan :
• Antisipasi kerusakan, degradasi lingkungan, dampak negatif
pemanfaatan ruang
• Mencegah kerugian akibat pemanfaatan ruang
Pemberian kompensasi dan imbalan dilakukan dengan memperhatikan:
a. Persyaratan
b. Kondisi penerapan
c. Metode perhitungan
Kompensasi → metode disinsentif yang populer digunakan dalam
berbagai kebijakan
16. Besaran kompensasi diterapkan pada:
• Pelampauan intensitas pemanfaatan ruang
• Dampak lalu lintas pembangunan kawasan
• Pelampauan ketentuan teknis kawasan industri
Perhitungan kompensasi dapat dibantu menggunakan indeks
kompensasi (IK): merupakan faktor pengimbang nilai lahan
yang mengacu pada lokasi, guna lahan, dan fungsi lahan.
Dalam situasi dimana lokasi
bidang merupakan daerah
yang mendapat insentif
IK < 1 IK > 1
Dalam situasi dimana lokasi
bidang merupakan daerah
yang mendapat disinsentif,
Indeks Kompensasi Pelampauan KLB
Tipologi Kawasan
Nilai Indeks Kompensasi
Insentif Disinsentif Insentif * Disinsentif*
Zona Komersil Pusat/
Sub Pusat Kota
0,7 1,4 0,7 – 0,9 1,4 – 1,6
Zona Komersil 0,6 1,2 0,6 – 0,8 1,2 – 1,4
Zona Perumahan 0,5 1,0 0,5 – 0,7 1,0 – 1,2
Zona Industri/KPI 0,8 1,6 0,8 – 1,0 1,6 – 1,8
Zona Perkantoran 0,7 1,4 0,8 1,6 – 1,8
Indeks Kompensasi Pelampauan KDB
Tipologi Kawasan
Nilai Indeks Kompensasi
Insentif Disinsentif Insentif * Disinsentif*
Zona Komersil Pusat/
Sub Pusat Kota
0,8 1,6 0,8 – 1,0 1,6 – 1,8
Zona Komersil 0,7 1,4 0,7 – 0,9 1,4 – 1,6
Zona Perumahan 0,6 1,2 0,6 – 0,8 1,2 – 1,4
Zona Industri/KPI 0,9 1,8 0,9 – 1,1 1.8 – 2,0
Penentuan Angka Indeks Kompensasi (IK)
Kawasan dengan kondisi khusus: kawasan rawan bencana,
kawasan cagar budaya, kawasan dekat dengan obyek strategis
nasional, dan lainnya yang memeperlukan pengendalian khusus
* Pada Zona Khusus dan/atau Zona Kendali
K = I x (P/KLB dasar x NL)
K = Nilai Kompensasi (Rp)
I = Indeks Kompensasi
P = Pelampauan luas lantai bangunan (m2)
KLB = Nilai KLB sesuai RTRW/RDTR
NL = Nilai lahan pada lokasi (~ NJOP Rp/m2)
17. Kompensasi dikenakan atas bangunan yang melampaui
KLB maksimum hingga batas toleransi.
Contoh
Kondisi Bangunan
• Luas persil = 2.500 m2
• Rasio hijau/area resapan = 20% =
500 m2
• KLB dasar = 3,0
• Luas lantai dasar (KDB) = 2.000 m2
• Luas seluruh lantai = 10.000 m2
• Nilai tanah berdasarkan NJOP = Rp
1.000.000/m2
• Harga pasaran tanah = Rp
1.500.000/m2
• Harga bangunan = Rp
2.500.000/m2
• Indeks kompensasi = 1,2
Asumsi:
• Pelampauan KLB tidak melampaui
ketentuan lainnya
• Lokasi di kawasan permukiman
• Perubahan kegiatan menjadi rumah
susun
Perhitungan kompensasi
K = I x (P/KLBdasar x NL)
K = 1,2 x (4.000/3,0 x 1.000.000)
K = Rp 1.600.000.000
Pengujian nilai kompensasi:
Nilai lahan pada lantai yang dilampaui
NB = P x NL
NB = Nilai bangunan pada lantai yang
dilampaui
%NB = Persentase nilai bangunan yang
dilampaui
P = Pelampauan luas lantai bangunan (m2)
NL = Nilai lahan pada lokasi (~ NJOP
Rp/m2)
K = Nilai kompensasi (Rp)
NB = 4.000 x 1.000.000
NB = Rp4.000.000.000
Persentase nilai kompensasi terhadap
nilai bangunan pada lantai yang
dilampaui
%NB = (K : NB) x 100%
= (1.600.000.000 : 4.000.000.000)x100%
= 40 % → releable
Nilai kompensasi yang telah dibayarkan kemudian dicatat
dalam buku inventarisasi insentif dan disinsentif.
18. Kompensasi dikenakan atas bangunan yang
melampaui KDB maksimum hingga batas toleransi.
Pelampauan KDB dihitung berdasarkan pelampauan
luas lantai dasar berdasarkan batas-batas pondasi
bangunan dan tidak termasuk luas lantai di atasnya
atau luas lantai secara keseluruhan
Syarat pemberian kompensasi atas pelampauan KDB
tidak melanggar ketentuan sempadan:
• Garis sempadan bangunan (GSB)
• Garis sempadan jalan (GSJ)
• Garis sempadan sungai (GSS)
• Garis sempadan lainnya
Contoh
Kondisi Bangunan
• Luas persil/tanah (LT) = 200 m2
• Ketentuan KDB dasar = 50% atau 100 m2
• Luas bangu nan (lantai dasar/LB) = 120 m2
• Luas perkerasan (teras, carport) = 40 m2
• Pelampauan KDB = Luas lantai dasar –
KDBdasar = 120 – 100= 20 m2
• Nilai berdasarkan NJOP = Rp
1.000.000/m2
• Harga bangunan = Rp 2.500.000/m2
• Harga pasaran tanah = Rp 1.000.000/m2
• Indeks kompensasi = 1,2
Asumsi:
• Lokasi di kawasan permukman
• Tidak terjadi pelanggaran terhadap fungsi
ruang
• Tidak terjadi pelanggaran sempadan
maupun pelanggaran ketentuan teknis lain
• Pendekatan nilai lahan berdasarkan NJOP
Perhitungan kompensasi
K = I x (P/KDBdasar x NL)
K = 1,2 x (20/0,5 x 1.000.000)
K = Rp48.000.000
Nilai lahan pada lantai dasar yang dilampaui
NB = P x NL
NB = 20 x 1.000.000
NB = Rp20.000.000
Persentase nilai kompensasi terhadap nilai
bangunan pada lantai dasar yang dilampaui
%NB = (K : NB) x 100%
= (48.000.000 : 20.000.000) x 100%
= 240 %
Nilai kompensasi yang telah dibayarkan kemudian
dicatat dalam buku inventarisasi insentif dan
disinsentif.
K = I x (P/KDB dasar x NL)
K = Nilai Kompensasi (Rp)
I = Indeks Kompensasi
P = Pelampauan luas lantai bangunan (m2)
KDB = Nilai KDB sesuai RTRW/RDTR
NL = Nilai lahan pada lokasi (~ NJOP Rp/m2)
19. Kerugian Lingkungan Hidup dihitung sebagai nilai moneter atau
valuasi ekonomi terhadap dampak pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan
Kerugian Lingkungan Hidup dihitung sebagai nilai moneter atau
valuasi ekonomi terhadap dampak pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan
Bentuk kerugian lingkungan hidup yang dapat dikenakan imbalan
• Potensi pelampauan baku mutu lingkungan hidup akibat tidak
terpenuhinya kewajiban pengolahan emisi atau limbah;
• Potensi kerugian untuk penggantian biaya pelaksanaan penyelesaian
sengketa lingkungan hidup
• Potensi kerugian untuk pengganti biaya penanggulangan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup
• Potensi kerugian ekosistem
Perhitungan biaya penanggulangan pencemaran dan/atau
kerusakan LH:
• Biaya penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan
• Biaya pemulihan
Pencemaran dan/atau kerusakan LH juga menimbulkan kerugian
masyarakat dan menyangkut dimensi yang luas, terutama yang
menggantungkan hidup terhadap SDA.
Pembangunan
Ekonomi
Pengenaan disinsentif imbalan dapat dilakukan jika:
• Kegiatan berpotensi melampaui daya dukung dan daya
tampung
• Kegiatan belum mencapai kerusakan dan/atau pencemaran
Biaya kerugian masyarakat termasuk:
• Kerugian primer dari aset;
• Kerugian dari pendekatan surplus ekonomi;
• Biaya tambahan dan biaya pencegahan
Menimbulkan
Kerugian
Lingkungan
Hidup
Merugikan
Perorangan Organisasi LH
Pemerintah Kelompok
Masyarakat
20. KDH merupakan angka persentase perbandingan
antara luas seluruh ruang terbuka (tanpa
perkerasan) di luar bangunan gedung yang
diperuntukkan bagi pertamanan/ penghijauan
dengan luas persil/kavling
Penerapan ketentuan KDH dapat dilakukan
secara penilaian kolektif untuk satu kawasan
atau blok peruntukan
Contoh
• Kawasan A dengan luas 6.000 m2
• 4.200 m2 merupakan perumahan sejumlah
30 persil
• 1.800 m2 berupa fasos fasum (termasuk
400 m2 RTH)
• Ketentuan RTH Publik 20% dengan 10%
disediakan
• RTH privat 10% setiap persil
Kondisi
• Terdapat variasi pemanfaatan ruang
• RTH 400 m2 → 6,7% (belum memenuhi
10%)
• Hanya 9 persil yang memenuhi ketentuan
KDH
• Kebutuhan RTH publik : 10% x 6.000 m2 =
600 m2
• Kekurangan RTH publik : 600 m2 – 400 m2
= 200 m2
• Harga pasaran lahan di sekitar kawasan =
Rp1.000.000/,2
• Kebutuhan biaya penyediaan RTH publik =
Rp 200.000.000
Penentuan nilai kewajiban imbalan
ditentukan secara proporsional dari
kekurangan kewajiban KDH setiap persil
Besaran persentase KDH eksisting per persil
Besaran imba;an per persil
Selain membayar kewajiban imbalan,
pemilik persil juga perlu menaati ketentuan
pemenuhan KDH.
21. Kondisi penerapan pemberian insentif dan disinsentif (Pasal 74 ayat (3) Peraturan Menteri Agraria dan Tata
Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 21 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Pengendalian Pemanfaatan Ruang
dan Pengawasan Penataan Ruang):
1. Menindaklanjuti pengendalian implikasi kewilayahan pada zona kendali atau zona yang didorong;
2. Menindaklanjuti implikasi kebijakan atau Rencana Strategis Nasional;
3. Menindaklanjuti penetapan penilaian permohonan keberatan terhadap hasil penilaian pelaksanaan KKPR;
4. Menindaklanjuti hasil kesepakatan sengketa penataan ruang; dan
5. Mendukung penerapan sanksi administratif terhadap penyelenggaraan pemanfaatan ruang.
Peta Penilaian
Perwujudan RTR
Pola Ruang
Struktur Ruang
Peta Analisis Penilaian Perwujudan RTR
Peta Konsentrasi
Pemanfaatan
Ruang
Peta Dominasi
Pemanfaatan
Ruang
Peta Implikasi
Kewilayahan
Peta Pengendalian
Pemanfaatan Ruang
Zona Kendali (ZK)
Zona Dorong (ZD)
Peta Kawasan
Tematik / Prioritas
Peta Insentif dan
Disinsentif
22.
23.
24. Pemberian insentif dan disinsentif:
❖ responsif dan sensitif terhadap dinamika pembangunan
❖ eliminasi kelemahan standar dan persyaratan teknis (→ KKPR)
❖ membutuhkan manajemen pengelolaan secara khusus → availability, supply and demand
❖ alternatif pembiayaan pembangunan, namun bukan sourceable
❖ terukur dan terhitung, mengurangi uncertainty, csr model
➢ Kebutuhan di daerah-daerah, termasuk pembinaan, pendampingan, dan percontohan
➢ Peluang awal: penerapan terhadap keberatan penilaian KKPR → pengabulan sebagian dengan disinsentif
➢ Manajemen tersendiri di unit Kementerian dan OPD → ke pekerjaan2 infrastruktur dan manajemen aset
➢ Perubahan peran: regulator → enabler
❑ Kebijakan tersendiri → pengaturan insentif dan disinsentif tidak berubah
❑ Perbaikan kebijakan makro (revisi UUCK) melalui revisi UUPR
Kebijakan Insentif dan Disinsentif → Kebijakan yang Paling Impresif dari “Kebijakan Baru” Penataan Ruang
→ ultimum remidium, new wave of development (public participation), equitable development