Instrumen pengendalian pemanfaattan ruang di Indonesia.
Sebuah rekomendasi untuk memasukkan aspek-aspek science dan lingkungan hidup dalam proses tata ruang di Indonesia
2. OUTLINE
• Regulasi Pengendalian Pemanfaatan Ruang
• Kajian Pengendalian Pemanfaatan Ruang
• Praktek-praktek pengendalian pemanfaatan ruang
• Kesenjangan dalam pengendalian pemanfaatan ruang
• Rekomendasi Kebijakan dalam konteks pengelolaan wilayah sungai
3. REGULASI PENGENDALIAN
PEMANFAATAN RUANG
• UU no 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang: Pasal 35-40,
- Pasal 35 Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan
zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi.
• PP no 15 tahun 2010 tentang Penyelengaraan Penataan Ruang
• Permendagri no 115 tahun 2017 tentang Mekanisme Pemanfaatan Ruang Daerah
• Permen ATR/Kepala BPN RI no 17 tahun 2017 tentang Pedoman Audit Tata Ruang
4. TUJUAN PENATAAN RUANG
• Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk
mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman,
produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan
Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:
a. terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan
lingkungan buatan;
b. terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber
daya alam dan sumber daya buatan dengan
memperhatikan sumber daya manusia; dan
c. terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan
dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan
ruang.
(pasal 3, UU no 26 tahun 2007)
BERKELANJUTAN
PRODUKTIF
NYAMAN
AMAN
5. PERATURAN ZONASI PERIZINAN
PEMBERIAN INSENTIF
& DISENTIF
PENGENAAN SANKSI
KEGIATAN PENGENDALIAN
PEMANFAATAN RUANG
PENYUSUNAN ZONASI
YANG BERKUALITAS
PELAKSANAAN KLHS
YANG BERKUALITAS
KESESUAIAN DENGAN
PROSEDUR
PENERAPAN
PERIZINAN SATU
PINTU
MENYUSUN REGULASI
PENDUKUNG
PENINGKATAN
KAPASITAS
PENYIDIKAN
PENINGKATAN PERAN
SERTA MASYARAKAT
SOSIALISASI DAN
PENERAPANNYA
Interdisciplinary
SCIENCE
POLICY based on SDSS
Fiscal Policy / Regional
POLICY
LAW enforcement /
public participation
6. KAJIAN TATA RUANG
• Emiko Kusakabe (2012) tentang
sustainable development pada
perencanaan wilayah kota di Jepang
menyebutkan keterkaitan erat antara
nilai-nilai masyarakat dengan
pembangunan berkelanjutan.
• Scott, et al (2013) melihat penting
integrase tata ruang dengan faktor
lingkungan serta perencanaan yang
dilakukan dengan menggali faktor
sejarah penataan ruang dan diskusi
semua pemangku kepentingan.
8. PERENCANAAN ZONASI YANG
BERKUALITAS
• Baseline data dan informasi yang akurat
(menyesuaikan dengan kaidah ketelitian data,
data OneMap, data time series yang akurat,
citra satelit, penggunaan teknis terkini
(misalnya teknologi drone), informasi hasil
analisis tambahan misalnya dengan InVest,
SWAT, HEC-RAS, dll.
• Dilakukan dengan pelibatan multi pihak-
menggunakan Teknik seperti 3D, Web base
croud sourching.
• Kajian lintas disiplin ilmu.
9. KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP (KLHS)
YANG BERKUALITAS
• Kajian Lingkungan Hidup
dilakukan bersamaan dengan
proses penyusunan Tata
Ruang (embedded).
• Kajian dilakukan dengan
pelibatan multi pihak.
• Kajian dampak dilakukan
dengan menghitung daya
dukung dan daya tampung
wilayah).
“Rangkaian analisis yang sistematis,
menyeluruh, dan partisipatif untuk
memastikan bahwa prinsip pembangunan
berkelanjutan telah menjadi dasar dan
terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah
dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau
program”
Pasal 1, UU 32/2009 tentang
Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan
Hidup
10. PERMASALAHAN PERIZINAN
• Penetapan izin yang belum dilakukan dengan sistem
perizinan Satu Pintu.
• Pelanggaran fungsi ruang (pemukiman menjadi
perkantoran, sepadan sungai menjadi pemukiman, dll).
• Tumpang tindih perizinan (regional), misalnya izin
perkebunan dengan pertambangan.
Izin Prinsip
Izin Penggunaan
Pemanfaatan Tanah
Izin Lokasi
Izin Mendirikan
Bangunan
11. REFORMASI PERIZINAN
• Perizinan Satu Pintu Secara Online.
• Kaitan Perizinan dengan Kualitas Tata Ruang.
• Ketersediaan Informasi Publik Tata Ruang untuk
semua pihak.
12. PERMASALAHAN PEMBERIAN INSENTIF
DAN DISENTIF
• Regulasi yang terbatas
• Belum ada pembelajaran
keberhasilan pemberian
insentif dan disentif.
• Pemberian insentif dari Pemerintah
Provinsi kepada masyarakat:
a. pemberian keringanan pajak;
b. pemberian kompensasi;
c. pemberian keringanan retribusi;
d. imbalan;
e. sewa ruang;
f. urun saham;
g. penyediaan prasarana dan sarana;
h. kemudahan perizinan;
i. penghargaan.
Pasal 9, Pergub Jateng no 64 tahun 2014 tentang Tata
Cara dan Mekanisme Pemberian Insentif dan Disentif
Penataan Ruang Provinsi Jateng
13. KONSEP PEMBAYARAN ATAS JASA
LINGKUNGAN
• Menyusun kajian perhitungan
insentif dengan konsep
payment for environmental
services
• Penerima manfaat
memberikan support untuk
jasa lingkungan dari
penyumbang manfaat,
misalnya kawasan hulu
mendukung perlindungan
kawasan hilir.
• Perlu kajian lebih detail
dengan pendekatan ilmiah.
14. PERMASALAHAN SANKSI TATA RUANG
• Rendahnya keterlibatan masyarakat umum dalam proses evaluasi pemanfaatan
ruang.
• Keterbatasan sumberdaya (manusia, alat, system) dalam melakukan evaluasi
pemanfaatan ruang.
• Sinkronisasi regulasi antar bidang.
• Penegakan hokum.
15. PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM
PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
• Tata cara peran masyarakat dalam pengendalian
pemanfaatan ruang dilaksanakan dengan cara:
a. menyampaikan masukan terkait arahan dan/atau
peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan
disinsentif serta pengenaan sanksi kepada pejabat yang
berwenang;
b. memantau dan mengawasi pelaksanaan rencana tata
ruang;
c. melaporkan kepada instansi dan/atau pejabat yang
berwenang dalam hal menemukan dugaan
penyimpangan atau pelanggaran kegiatan pemanfaatan
ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah
ditetapkan; dan
d. mengajukan keberatan terhadap keputusan pejabat yang
berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang.
Pasal 14, PP no 68 tahun 2010
Ketersediaan
Informasi Tata
Ruang
Ketersediaan Sistem
Pengaduan Yang
Baik
Pembelajaran Publik
tentang Tata Ruang
Adanya
Feedback/Informasi
Perkembangan Proses
Pengaduan
16. MENUJU MODEL PENGENDALIAN
PEMANFAATAN RUANG YANG BERKUALITAS
RENCANA ZONASI RUANG DAN
KLHS YANG BERKUALITAS
PELIBATAN SEMUA PIHAK
PEMANFAATAN TEKNOLOGI
BERBASIS WEB dan INTERNET
PENERAPAN INSENTIF/DISENTIF
BERBASIS KAJIAN
PENEGAKAN HUKUM ATAS
SANGSI TATA RUANG
Editor's Notes
Prioritas tujuan seharusnya dimulai dengan BERKELANJUTAN dimana aspek sangat penting
1. Advancing sustainable development at the local level: The case of machizukuri in Japanese cities
Emiko Kusakabe *
Open City Foundation, 15 West Heath Road, J, London NW3 7UU, United Kingdom
2. Disintegrated development at the rural–urban fringe: Re-connecting spatial planning theory and practice☆☆☆
Author links open overlay panelA.J.ScottaC.CarteraM.R.ReedaP.LarkhamaD.AdamsaN.MortonaR.WatersbD.ColliercC.CreandR.CurzonaR.ForstereP.GibbsfN.GraysongM.HardmanaA.HearlebD.JarvisfM.KennethK.Leachd…R.Colesj
Show more
https://doi.org/10.1016/j.progress.2012.09.00
Lokasi di Serpong dimana kawasan situ berubah fungsi menjadi pemukiman.
Pemukiman dibangun tidak melalui kajian lingkungan yang berkualitas.