Rematik merupakan penyakit yang menyerang anggota gerak, yaitu sendi, otot, tulang dan jaringan sekitar sendi. Keluhan yang sering muncul adalah nyeri, kaku, bengkak sampai keterbatasan gerak tubuh. Nyeri pada rematik hampir sama pada saat keseleo. Namun, pada rematik disertai peradangan pada persendian dan kulit terlihat memerah akibat munculnya peradangan.
Rematik merupakan penyakit yang menyerang anggota gerak, yaitu sendi, otot, tulang dan jaringan sekitar sendi. Keluhan yang sering muncul adalah nyeri, kaku, bengkak sampai keterbatasan gerak tubuh. Nyeri pada rematik hampir sama pada saat keseleo. Namun, pada rematik disertai peradangan pada persendian dan kulit terlihat memerah akibat munculnya peradangan.
Perencanaan Menu untuk Remaja Anemia selama 7 hariFakhriyah Elita
Remaja yang mengalami anemia harus diberi perhatian khusus terhadap menu makannya. Terutama remaja putri. Berikut contoh perencanaan menu selama 7 hari
Perencanaan Menu Ibu Hamil KEK (Kurang Energi Kronis)Fakhriyah Elita
NOTE: Mohon apabila hendak mengutip, kutiplah dengan mencantumkan sumbernya ya.
Terima kasih :)
“Intentionally using the quotes of others without author attribution is plagiarism and contributes to illiteracy.” - Rain Bojangles
NOTE: Mohon apabila hendak mengutip, kutiplah dengan mencantumkan sumbernya ya.
Terima kasih :)
“Intentionally using the quotes of others without author attribution is plagiarism and contributes to illiteracy.” - Rain Bojangles
Teks Pidato: TO ACHIEVE THE YOUTH WHOSE INTELLIGENT, HEALTHY AND NOBLE CHARACTERFakhriyah Elita
NOTE: Mohon apabila hendak mengutip, kutiplah dengan mencantumkan sumbernya ya.
Terima kasih :)
“Intentionally using the quotes of others without author attribution is plagiarism and contributes to illiteracy.” - Rain Bojangles
Teks Pidato: Mewujudkan Generasi Muda yang Cerdas Sehat dan Berakhlakul karimahFakhriyah Elita
NOTE: Mohon apabila hendak mengutip, kutiplah dengan mencantumkan sumbernya ya.
Terima kasih :)
“Intentionally using the quotes of others without author attribution is plagiarism and contributes to illiteracy.” - Rain Bojangles
Teks Pidato: Santri Indonesia sebagai Perdamaian DuniaFakhriyah Elita
NOTE: Mohon apabila hendak mengutip, kutiplah dengan mencantumkan sumbernya ya.
Terima kasih :)
“Intentionally using the quotes of others without author attribution is plagiarism and contributes to illiteracy.” - Rain Bojangles
Membahas 10 pesan dalam Pedoman Gizi Seimbang yang terkait dengan pencegahan anemia.
NOTE: Mohon apabila hendak mengutip, kutiplah dengan mencantumkan sumbernya ya.
Terima kasih :)
“Intentionally using the quotes of others without author attribution is plagiarism and contributes to illiteracy.” - Rain Bojangles
Membahas akar masalah apa saja yang dapat menimbulkan kanker payudara yang berhubungan dengan gizi.
NOTE: Mohon apabila hendak mengutip, kutiplah dengan mencantumkan sumbernya ya.
Terima kasih :)
“Intentionally using the quotes of others without author attribution is plagiarism and contributes to illiteracy.” - Rain Bojangles
Membahas kanker, bagaimana proses terjadinya, zat gizi apa saja yang dapat mencegah kanker dan bagaimana proses ia dapat mencegahnya. Dalam hal ini kanker yang dibahas adalah kanker payudara dan kanker serviks.
NOTE: Mohon apabila hendak mengutip, kutiplah dengan mencantumkan sumbernya ya.
Terima kasih :)
“Intentionally using the quotes of others without author attribution is plagiarism and contributes to illiteracy.” - Rain Bojangles
.NOTE: Mohon apabila hendak mengutip, kutiplah dengan mencantumkan sumbernya ya.
Terima kasih :)
“Intentionally using the quotes of others without author attribution is plagiarism and contributes to illiteracy.” - Rain Bojangles
NOTE: Mohon apabila hendak mengutip, kutiplah dengan mencantumkan sumbernya ya.
Terima kasih :)
“Intentionally using the quotes of others without author attribution is plagiarism and contributes to illiteracy.” - Rain Bojangles
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
1. KELOMPOK 1:
• Athaya Zaizafia
• Ayu Putri Noviyanti
• Fakhriyah Elita
Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
yang Bermasalah:
KEP-gizi kurang, gizi buruk, stunting,
obesitas
2. Outline
definisi
epidemiologi determinan masalah (besaran; pengaruh; hubungan)
lingkungan, perilaku termasuk konsumsi, pelayanan kesehatan, genetik
patofisiologi
3. Status gizi balita dinilai menurut 3 indeks, yaitu Berat Badan
Menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U),
Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB).
BB/U adalah berat badan anak yang dicapai pada
umur tertentu.
TB/U adalah tinggi badan anak yang dicapai pada
umur tertentu.
BB/TB adalah berat badan anak dibandingkan
dengan tinggi badan yang dicapai.
4. Ketiga nilai indeks status gizi diatas dibandingkan dengan baku pertumbuhan WHO.
Z-score adalah nilai simpangan BB atau TB dari nilai BB atau TB normal menurut
baku pertumbuhan WHO.
Batasan untuk kategori status gizi balita menurut indeks BB/U, TB/U, BB/TB
menurut WHO dapat dilihat pada tabel “pengertian kategori status gizi balita”
5. Menurut WHO (2016), Malnutrisi mengacu pada kekurangan,
kelebihan dan ketidakseimbangan dalam asupan energi dan/
atau nutrisi seseorang. Istilah malnutrisi mencakup 2 kelompok
kondisi yang luas.
Salah satunya adalah ‘kekurangan gizi’ yang mencakup stunting
(tinggi badan rendah menurut usia), wasting (berat badan
rendah menurut tinggi badan), underweight (berat badan rendah
menurut usia) dan kekurangan zat gizi mikro atau kekurangan
(kurangnya vitamin dan mineral penting) .
6. Gizi Buruk
Gizi buruk adalah keadaan gizi anak yang ditandai
dengan satu atau lebih tanda berikut, sangat kurus,
edema minimal pada kedua punggung dan kaki, BB/PB
atau BB/TB < -3 SD, LILA < 11,5 cm (untuk anak usia
6-59 bulan) (Kemenkes, 2011).
7. Sebanyak 3,4% balita mempunyai status gizi buruk dan 14,4% balita
mempunyai status gizi kurang.
Persentase underweight/ berat badan kurang/ gizikurang (gizi
buruk+ gizi kurang) pada kelompok balita (18,8%) lebih tinggi
dibandingkan kelompok baduta(14,9%).
8. Sebanyak 8,5% balita mempunyai status gizi sangat pendek dan 19,0%
balita mempunyai status gizi pendek.
Persentase stunting/ pendek (sangat pendek + pendek) pada kelompok
balita (29,0%) lebih tinggi dibandingkan kelompok baduta (21,7%).
9. Sebanyak 3,1% balita mempunyai status gizi sangat kurus dan 8,0%
balita mempunyai status gizi kurus.
Persentase wasting/ kurus (sangat kurus + kurus) pada kelompok
balita (11,1%) lebih rendah dibandingkan kelompok baduta (12,6%).
10.
11.
12.
13.
14. Kurang Energi Protein (KEP)
KEP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan
oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam
makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi
Angka Kecukupan Gizi (AKG).
15. Tingkat
Kecukupan
Energi
Tingkat kecukupan energi, yaitu persentase asupan
energi per orang per hari terhadap Angka Kecukupan
Energi (AKE) yang dianjurkan untuk setiap kelompok
umur dan jenis kelamin.
AKE yang digunakan didasarkan pada Permenkes
Nomor 75 Tahun 2013 tentang angka kecukupan gizi
yang dianjurkan bagi bangsa Indonesia.
Klasifikasi tingkat kecukupan energi penduduk secara
nasional dan provinsi digambarkan sebagai berikut:
Tingkat kecukupan energi minimal atau sangat kurang dari
AKG (<70% AKE) artinya mengonsumsi energi kurang dari
70% AKE
Tingkat kecukupan energi kurang dari AKG (70 - <100%
AKE) artinya mengonsumsi energi antara 70 sampai kurang
dari 100% AKE
Tingkat kecukupan energi sesuai AKG atau normal (100 -
<130% AKE) artinya mengonsumsi energi antara 100
sampai kurang dari 130% AKE
Tingkat kecukupan energi lebih besar dari AKG (≥130%
AKE) artinya mengonsumsi energi sama atau lebih besar
dari 130% AKE
16. Menurut Survei Diet Total tahun 2014, sebagian besar penduduk di Indonesia
memiliki tingkat kecukupan energi sangat kurang dan kurang yaitu sebesar 79,6%,
Secara nasional rerata asupan energi penduduk umur 0-59 bulan di Indonesia
sebesar 1.137 Kkal, lebih tinggi dibandingkan energi yang dianjurkan (1.118 Kkal).
17. Sebanyak 18 provinsi (55%) memiliki rerata tingkat asupan energi penduduk umur 0-59
bulan normal. Sedangkan 15 lainnya (45%) memiliki rerata tingkat asupan energi penduduk
kurang. Tidak satu pun provinsi dengan rerata tingkat asupan energi sangat kurang
maupun lebih. Rerata tingkat asupan energi penduduk umur 0-59 bulan tertinggi yaitu DKI
Jakarta (114,4%) dan terendah Nusa Tenggara Timur (92,3%).
18. Sumber: Badan Litbang Kesehatan, Kemenkes RI, Studi Diet Total 2014
Menurut karakteristik, tingkat kecukupan protein sangat kurang
lebih banyak terjadi pada kelompok umur 13-18 tahun
19. Tingkat
Kecukupan
Protein
Tingkat kecukupan protein yaitu persentase asupan protein per
orang per hari terhadap Angka Kecukupan Protein (AKP) yang
dianjurkan untuk setiap kelompok umur dan jenis kelamin.
AKP yang digunakan didasarkan pada Permenkes Nomor 75
Tahun 2013.
Klasifikasi tingkat kecukupan protein penduduk secara nasional
dan provinsi sebagai berikut:
tingkat kecukupan protein minimal atau sangat kurang dari
AKG (<80% AKP) artinya mengonsumsi protein kurang dari
80% AKP
tingkat kecukupan protein kurang dari AKG (80 - <100% AKP)
artinya mengonsumsi protein antara 80 sampai kurang dari
100% AKP
tingkat kecukupan protein sesuai AKG atau normal (100 -
<120% AKP) artinya mengonsumsi protein antara 100 sampai
kurang dari 120% AKP
tingkat kecukupan protein lebih besar dari AKG (≥120% AKP)
artinya mengonsumsi protein sama atau lebih besar dari 120%
AKP
20. Menurut Survei Diet Total tahun 2014, lebih dari separuh penduduk di
Indonesia memiliki tingkat kecukupan protein sangat kurang dan kurang yaitu
total sebesar 53,4%.
23. Stunting
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010
tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, pengertian pendek
dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang
Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang
merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat
pendek).
Balita pendek adalah balita dengan status gizi yang berdasarkan panjang atau
tinggi badan menurut umurnya bila dibandingkan dengan standar baku WHO-
MGRS (Multicentre Growth Reference Study) tahun 2005, nilai z-scorenya kurang
dari -2SD dan dikategorikan sangat pendek jika nilai z-scorenya kurang dari -
3SD.
24. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) mengenai prevalensi
balita pendek di Indonesia adalah seperti berikut.
Persentase status gizi balita pendek (pendek dan sangat pendek) di Indonesia Tahun
2013 adalah 37,2%
Jika dibandingkan tahun 2010 (35,6%) dan tahun 2007 (36,8%) tidak menunjukkan
penurunan/ perbaikan yang signifikan.
25. Menurut hasi PSG 2015, sebesar 29% balita Indonesia termasuk kategori pendek,
dengan persentase tertinggi juga di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi
Barat.
26. Determinan Epidemiologi Gizi Buruk pada
Anakc
Hal ini menunjukkan hubungan bermakna
antara status gizi berdasarkan BB/U
dengan sanitasi lingkungan (P=0,001).
Balita yang tumbuh di lingkungan tidak
sehat berpeluang satu kali lebih besar akan
mengalami status gizi buruk, dibanding
pada anak balita yang normal atau anak
balita status gizi baik. Hal yang berbeda
terjadi pada anak balita pada klasifikasi
status gizi menurut indikator TB/U maupun
BB/TB. Seperti terlihat pada tabel 8,
masingmasing variabel dinyatakan tidak
berhubungan (P= 0,1) dan (P= 0,27).
Secara proprsional, juga terlihat berimbang
antara anak yang tinggal di lingkungan
sehat dan tidak sehat.
27. Pada tabel 5 melalui uji Chi Square
diperoleh nilai p sebesar 0,002 sehingga
dinyatakan terdapat hubungan bermakna
antara perilaku ibu dengan status gizi balita.
Kemudian didapatkan nilai OR 5,467
sehingga didapatkan anak yang memiliki
ibu dengan perilaku baik berpeluang 5,467
kali memiliki status gizi normal
dibandingkan dengan anak dengan ibu
berperilaku kurang baik.
Kemudian dari tabel 6. diatas melalui uji Chi Square
diperoleh nilai p sebesar 0,012 sehingga dinyatakan
terdapat hubungan bermakna antara tingkat konsumsi
energi terhadap status gizi balita. Kemudian
didapatkan nilai OR 6,319 sehingga didapatkan anak
yang dengan tingkat konsumsi energi yang lengkap
berpeluang 6,319 kali memiliki status gizi normal
dibandingkan dengan anak dengan tingkat konsumsi
yang kurang lengkap.
28. Determinan Epidemiologi Stunting pada Anak
Tabel 2 menunjukkan bahwa proporsi tingkat pendidikan ayah yang rendah pada kelompok balita stunting sedikit lebih tinggi
(47,1%) dibandingkan dengan kelompok balita normal (32,4%). Akan tetapi hasil uji Chi Square tidak menunjukkan hubungan
yang signifi kan antara pendidikan ayah dengan kejadian stunting pada balita (p=0,32). Pendidikan ibu merupakan faktor yang
berhubungan dengan kejadian stunting pada balita (p=0,029) dengan OR sebesar 3,378.
Hal ini bisa dilihat dari distribusi data yang menunjukkan bahwa lebih dari separuh ibu balita stunting memiliki tingkat
pendidikan yang rendah (61,8%), sementara lebih dari separuh ibu pada kelompok balita normal memiliki tingkat pendidikan
yang tinggi (67,6%).Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa ibu balita stunting (61,8%) memiliki pengetahuan gizi yang
lebih rendah daripada ibu balita normal (29,4%). Hasil analisis Chi-Square menunjukkan bahwa pengetahuan gizi ibu
merupakan faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita (p=0,015) dengan OR sebesar 3,877. Hasil ini
sejalan dengan penelitian Nasikhah dan Margawati (2012) di Semarang Timur yang menyatakan bahwa pengetahuan ibu
merupakan faktor risiko kejadian stunting pada balita.
29. Pada variabel pola asuh anak balita meliputi
pemberian ASI eksklusif dan umur pemberian MP-
ASI pertama kali. Pada pemberian ASI eksklusif di
desa maupun di kota sebagian besar tidak
memberikan ASI eksklusif.
Hal tersebut dapat dilihat bahwa ibu yang tidak
memberikan ASI eksklusif yaitu sebesar 71% di
daerah pedesaan, sedangkan untuk di kota
sebesar 53,3%. Pada umur pemberian MP-ASI
pertama kali pada anak balita stunting yang
berada di desa sebagian besar adalah pada umur
≤ 6 bulan sebanyak 64,5%, sedangkan untuk di
wilayah perkotaan sebagian pada umur > 6 bulan
dengan persentase 60%.
Pada hasil uji bivariat diketahui bahwa pemberian
ASI eksklusif dan umur pertama pemberian MP-
ASI merupakan faktor yang memberikan
hubungan antara pola asuh dengan kejadian
stunting pada anak balita yang baik yang berada
di wilayah pedesaan maupun perkotaan yang
ditunjukkan dengan nilai p-value pada masing-
masing variabel < α (0,05).
Pada variabel perawatan kesehatan meliputi
status imunisasi menunjukkan sebagian besar
anak balita stunting baik yang berada di desa
maupun kota telah melakukan imunisasi.
Persentase jumlah anak balita stunting yang
telah melakukan imunisasi yaitu sebesar
90,3% di pedesaan, sedangkan untuk daerah
di kota yaitu sebesar 86,7%.
Berdasarkan hasil uji bivariat perawatan
kesehatan dengan kejadian stunting pada
anak balita yang berada di pedesaan maupun
perkotaan tidak memiliki hubungan. Hal
tersebut disebabkan oleh nilai pvalue dari uji
keduanya yaitu > α (0,05) yaitu 0,279 untuk
daerah pedesaan dan 0,086 pada daerah
perkotaan.
30. Determinan Epidemiologi Obesitas Pada Anak
Pada tabel 3 Setelah dilakukan uji statistik, didapatkan P-value 0,048 yang berarti
Pvalue (0,048) < α (0,05) sehingga hipotesa null ditolak yang berarti ada hubungan
yang bermakna antara faktor lingkungan terhadap tingkat obesitas.
Pada tabel 4 Setelah dilakukan uji statistik, didapatkan P-value 0,004 yang berarti
Pvalue (0,004) < α (0,05) sehingga hipotesa null ditolak yang berarti ada hubungan
yang bermakna antara pola makan terhadap tingkat obesitas.
31. Pada tabel 5 Setelah dilakukan uji statistik, didapatkan P-value 0,006 yang berarti Pvalue
(0,006) < α (0,05) sehingga hipotesa null ditolak yang berarti ada hubungan yang
bermakna antara aktivitas fisik terhadap tingkat obesitas.
Pada tabel 6 Setelah dilakukan uji statistik, didapatkan P-value 0,014 yang berarti Pvalue
(0,014) < α (0,05) sehingga hipotesa null ditolak yang berarti ada hubungan antara faktor
psikologis terhadap tingkat obesitas.
32. Tabel 3. menunjukkan hasil analisis bivariat antara
masing-masing kelompok status gizi orangtua, yaitu
ayah obesitas, ibu obesitas, dan kedua orangtua
obesitas dengan non obesitas.
Uji ini dilakukan untuk mengetahui kemaknaan
hubungan masing-masing kelompok status gizi
orangtua terhadap status gizi anak. Kedua orangtua
yang obesitas didapatkan p=0,001 dengan odds ratio
(OR) = 10,5 (CI 95%=3,168 sampai 34,803). Ayah
yang obesitas didapatkan p=0,393 dengan OR=1,5
(CI 95%=0,591 sampai 3,810). Ibu yang obesitas
didapatkan p=0,618 dengan OR=1,4 (CI 95%= 0,372
sampai 5,268).
33. Patofisiologi Gizi Kurang
Kekurangan gizi akut berkembang secara bertahap selama
berminggu-minggu atau berbulan-bulan, dengan serangkaian
penyesuaian metabolik dan perilaku yang menghasilkan
penurunan kebutuhan nutrisi dan keseimbangan nutrisi yang
sejalan dengan tingkat ketersediaan nutrisi pada sel yang lebih
rendah.
Kekurangan gizi maternal dan awal postnatal dapat menyebabkan
serangkaian fenotip hemat sebagai respons defensif janin atau
bayi yang sedang berkembang terhadap tantangan langsung.
Misalnya, kekurangan gizi ibu mengurangi jumlah nefron pada
anak, dan ini mungkin terkait dengan ekspresi mRNA rendah yang
diakibatkan oleh mutasi gen kotak pasangan 2 (PAX2) selama
perkembangan ginjal
34. Patofisiologi Gizi Buruk
Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya
kekurangan gizi menahun. Gizi buruk dipengaruhi oleh banyak
faktor yang saling terkait. Secara garis besar penyebab anak
kekurangan gizi disebabkan karena asupan makanan yang
kurang atau anak sering sakit / terkena infeksi.
Tidak tersedianya
makanan secara
adekuat.
Anak tidak cukup
mendapat makanan
bergizi seimbang.
Pola makan yang
salah.
Sering sakit (frequent
infection).
35. Patofisiologi Stunting
Stunting merupakan manifestasi dari malnutrisi
kronis, termasuk kekurangan gizi yang terjadi selama
masa perkembangan janin akibat ibu yan kekurangan
gizi.
Buruknya gizi selama kehamilan, masa pertumbuhan
dan masa awal kehidupan anak dapat menyebabkan
anak menjadi stunting. Faktor sebelum kelahiran
seperti asupan gizi ibu selama masa gestasi dan
faktor setelah kelahiran, seperti asupan gizi anak
saat masa pertumbuhan, sosial-ekonomi, ASI
eksklusif, penyakit infeksi, pelayanan kesehatan, dan
berbagai faktor lainnya yang bepengaruh pada
tingkat tertentu sehingga menyebabkan kegagalan
pertumbuhan linier.
36. Patofisiologi Obesitas
Proses dalam pengaturan penyimpanan
energi terjadi melalui sinyal-sinyal
eferen (yang berpusat di hipotalamus),
setelah mendapatkan sinyal aferen dari
perifer (jaringan adipose, usus dan
jaringan otot).
Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik
(meningkatkan rasa lapar serta
menurunkan pengeluaran energi) dan
dapat pula bersifat katabolik (anoreksia,
meningkatkan pengeluaran energi) dan
dibagi menjadi 2 kategori, yaitu sinyal
pendek dan sinyal panjang.
Sinyal pendek mempengaruhi porsi
makan dan waktu makan, serta
berhubungan dengan faktor distensi
lambung dan peptida gastrointestinal
yang diperankan oleh kolesistokinin
(CCK) sebagai stimulator dalam
peningkatan rasa lapar.
Sinyal panjang diperankan oleh fat-
derived hormon leptin dan insulin yang
mengatur penyimpanan dan
keseimbangan energi.
Apabila asupan energi melebihi dari
yang dibutuhkan, maka jaringan
adiposa meningkat disertai dengan
peningkatan kadar leptin dalam
peredaran darah. Leptin kemudian
merangsang anorexigenic center di
hipotalamus agar menurunkan produksi
Neuro Peptide Y (NPY), sehingga terjadi
penurunan nafsu makan.
Demikian pula sebaliknya, bila kebutuhan
energi lebih besar dari asupan energi, maka
jaringan adiposa berkurang dan terjadi
rangsangan pada orexigenic center di
hipotalamus yang menyebabkan peningkatan
nafsu makan. Pada sebagian besar penderita
obesitas terjadi resistensi leptin, sehingga
tingginya kadar leptin tidak menyebabkan
penurunan nafsu makan.
37. Daftar Pustaka
Kemenkes RI. 2017. Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) dan Penjelasannya. Jakarta:
Direktorat Gizi Masyarakat Kemenkes RI
Kemenkes RI. 2017. Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016. Jakarta:
Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI
Kemenkes RI. 2016. Info Datin; Situasi Balita Pendek. Jakarta: Pusat Data dan Informasi
Kemenkes RI
Kemenkes RI. 2016. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015. Jakarta: Kemenkes RI
38. Daftar Pustaka
A. Catharine Ross, et al. 2014. Modern Nutrition in Health & Disease (Shils)
Cahyaningrum, A. (2015). Leptin Sebagai Indikator Obesitas. Jurnal Kesehatan Prima, 9(1).
Dewey, KG., Begum, K., 2010. Why Stunting Matters. A&T Technical Brief Issue 2, September 2010.
http://aliveandthrive.org/sites/default/files/Copy%20of%20Brief%202%20Why%20stunting%20matters_0.pdf
Donna Spruijt-Metz. Etiology, Treatment and Prevention of Obesity in Childhood and Adolescence: A Decade in Review.
Diakses pada tanggal 04 Maret 2018 dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3102537/
Indartanti, Dea dan Apoina Kartini. Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri. Journal of
Nutrition College, Vol. 3 No. 2, halaman 33-39.
Israr, Akhyar Yayan. 2009. Gizi Buruk (Severe Malnutrition). Riau: Universitas Riau.
Muliawati, Siti. Faktor Penyebab Ibu Kurang Energi Kronis Di Puskesmas Sambi Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali.
Infokes, Vol. 3 No. 3 November 2013.
Riskesdas 2013.
WHO. 2013. Childhood Stunting: Context, Causes, and Consequences. Diunduh pada tanggal 26 Februari 2018 dari
http://www.who.int/nutrition/events/2013_ChildhoodStunting_colloquium_14Oct_ConceptualFramework_colour.pdf
WHO. 2014. Childhood Stunting: Challenges and Opportunities. Diunduh pada tanggal 26 Februari 2018 dari
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/107026/1/WHO_NMH_NHD_GRS_14.1_eng.pdf?ua=1
WHO. Obesity and Overweight. Diunduh pada tanggal 04 Maret 2018 dari
http://www.who.int/dietphysicalactivity/media/en/gsfs_obesity.pdf