AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
Tugas uas sosiologi lingkungan (l.m. asgaf adnan-l1 c018051)
1. i
KUMPULAN ARTIKEL
1. KONTRADIKSI DAN TITIK TEMU ANTARA EKOSENTRISME DAN
ANTROPOSENTRISME
2. PERAN SOSIOLOGI LINGKUNGAN DAN EKOLOGI MANUSIA DI
DALAM KONSEP DAN IMPLEMENTASI SUSTAINABLE
DEVELOPMENT
3. DETERMINISME KARAKTERISTIK LINGKUNGAN ALAM TERHADAP
CORAK INTERAKSI KOMUNITAS
Disusun sebagai tugas terstruktur Ujian Akhir Semester (UAS) mata kuliah Sosiologi
Lingkungan
Dosen Pengampu:
Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos
Disusun Oleh:
Nama : L. M. Asgaf Adnan
NIM : L1C018051
Prodi/Kelas : Sosiologi B 18
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MATARAM
2021
2. ii
DaftarIsi
BAB I................................................................................................................................1
KONTRADIKSI DAN TITIK TEMU ANTARA EKOSENTRISME DAN ANTROPOSENTRISME............1
1. Ekosentrisme.........................................................................................................1
2. Antroposentrisme ..................................................................................................4
3. Kontradiksi dan Titik Temu....................................................................................9
BAB II.............................................................................................................................11
PERAN SOSIOLOGILINGKUNGAN DAN EKOLOGIMANUSIA DI DALAMKONSEPDAN
IMPLEMENTASI SUSTAINABLE DEVELOPMENT..................................................................11
1. Sosiologi Lingkungan ..........................................................................................11
2. Ekologi Manusia .................................................................................................12
3. Peran Sosiologi Lingkungan Dan Ekologi Terhadap Sustainable Development ........18
BAB III............................................................................................................................24
DETERMINISME KARAKTERISTIKLINGKUNGAN ALAMTERHADAPCORAKINTERAKSI
KOMUNITAS...................................................................................................................24
3. 1
BAB I
KONTRADIKSI DAN TITIK TEMU ANTARA EKOSENTRISME DAN
ANTROPOSENTRISME
1. Ekosentrisme
Ekosentrisme adalah istilah yang digunakan dalam filsafat politik ekologi untuk
menunjukkan sifat-berpusat, sebagai lawan dari manusia-terpusat, sistem nilai.
Pembenaran untuk ekosentrisme biasanya terdiri dalam sebuah keyakinan ontologis
dan klaim etika berikutnya. Keyakinan ontologis menyangkal bahwa ada perpecahan
eksistensial antara alam manusia dan non-manusia yang memadai untuk mengklaim
bahwa manusia adalah baik satu-satunya pembawa nilai intrinsik atau memiliki nilai
intrinsik yang lebih besar dari alam non-manusia. Jadi klaim etika berikutnya adalah
untuk kesetaraan nilai intrinsik di seluruh sifat manusia dan non-manusia, atau
egalitarianisme biosferikal. ( Dikutip pada 8 juni 2021
https://id.wikipedia.org/wiki/Ekosentrisme )
Ekosentrisme cara pandang bahwa pemakaian etika diperluas untuk mencakup
komunitas ekosistem secara keseluruhan. Sedangkan, biosentrisme adalah cara
pandang bahwa konsep etika dibatasi pada komunitas yang hidup seperti hewan dan
tumbuhan.
Ekosentrisme merupakan kelanjutan dari teori etika lingkungan biosentrisme. Oleh
karenanya teori ini sering disamakan begitu saja karena terdapat banyak kesamaan.
Yaitu pada penekanannya atas pendobrakan cara pandang antroposentrisme yang
membatasi pemberlakuan etika hanya pada komunitas manusia. Keduanya
memperluas pemberlakuan etika untuk komunitas yang lebih luas. Pada
biosentrisme, konsep etika dibatasi pada komunitas yang hidup (biotis), seperti
tumbuhan dan hewan. Sedang pada ekosentrisme, pemakaian etika diperluas untuk
komunitas ekosistem seluruhnya (biotis dan a-biotis).
Bagaimanapun keseluruhan organisme kehidupan di alam ini layak dan harus dijaga.
Holocaust ekologis telah membawa dampak pada setiap dimensi kehidupan ini.
4. 2
Ekosentrisme tidak menempatkan seluruh unsur di alam ini dalam kedudukan yang
hierarkis dan atau sub-ordinasi. Melainkan sebuah kesatuan organis yang saling
bergantung satu sama lain.
Salah satu bentuk etika ekosentrisme ini adalah etika lingkungan yang sekarang
ini dikenal sebagai Deep Ecology. Sebagai istilah, Deep Ecology pertama kali
diperkenalkan oleh Arne Naess, seorang filsuf Norwegia, pada 1973, di mana
prinsip moral yang dikembangkan adalah menyangkut seluruh komunitas ekologis.
Istilah Deep Ecology sendiri digunakan untuk menjelaskan kepedulian manusia
terhadap lingkungannya. Kepedulian yang ditujukan dengan membuat pertanyaan-
pertanyaan yang sangat mendalam dan mendasar, ketika dia akan melakukan suatu
tindakan. Kesadaran ekologis yang mendalam adalah kesadaran spiritual atau
religius, karena ketika konsep tentang jiwa manusia dimengerti sebagai pola
kesadaran di mana individu merasakan suatu rasa memiliki, dari rasa
keberhubungan, kepada kosmos sebagai suatu keseluruhan, maka jelaslah bahwa
kesadaran ekologis bersifat spiritual dalam esensinya yang terdalam. Oleh karena itu
pandangan baru realitas yang didasarkan pada kesadaran ekologis yang mendalam
konsisten dengan apa yang disebut filsafat abadi yang berasal dari tradisi-tradisi
spiritual, baik spiritualitas para mistikus Kristen, Budhis atau filsafat dan
kosmologis yang mendasari tradisi-tradisi Amerika Pribumi.
Ada dua hal yang sama sekali baru dalam Deep Ecology. Pertama, manusia dan
kepentingannya bukan ukuran bagi segala sesuatu yang lain. Deep Ecology
memusatkan perhatian kepada seluruh spesies, termasuk spesies bukan manusia. Ia
juga tidak memusatkan pada kepentingan jangka pendek, tetapi jangka panjang.
Maka dari itu, prinsip etis-moral yang dikembangkan Deep Ecology menyangkut
seluruh kepentingan komunitas ekologis.
Kedua, Deep Ecology dirancang sebagai etika praktis. Artinya, prinsip-prinsip
moral etika lingkungan harus diterjemahkan dalam aksi nyata dan konkrit. Etika
baru ini menyangkut suatu gerakan yang jauh lebih dalam dan komprehensif dari
sekedar sesuatu yang amat instrumental dan ekspansionis. Deep Ecology merupakan
gerakan nyata yang didasarkan pada perubahan paradigma secara revolusioner, yaitu
perubahan cara pandang, nilai dan perilaku atau gaya hidup.
5. 3
Perspektif Deep Ecology menekankan pada kepentingan dan kelestarian
lingkungan alam. Pandangan ini berdasar etika lingkungan yang kritikal dan
mendudukkan lingkungan tidak saja sebagai objek moral, tetapi subjek moral.
Sehingga harus diperlakukan sederajat dengan manusia. Pengakuan lingkungan
sebagai moral subjek, membawa dampak penegakkan prinsip-prinsip keadilan
dalam konteks hubungan antara manusia dan lingkungan sebagai sesama moral
subjek. Termasuk di sini isu animal rights. Deep Ecology memandang proses
pembangunan harus sejak awal melihat implikasinya terhadap lingkungan. Karena
setiap proses pembangunan akan melibatkan perubahan dan pemanfaatan
lingkungan dan sumber daya alam.
Dapat disimpulkan bahwa Deep Ecology timbul karena meningkatnya kesadaran
manusia terhadap kaitan dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Kesadaran tersebut
timbul karena manusia mulai menyadari akibat dari berbagai kerusakan yang
dilakukan oleh dirinya terhadap lingkungan sekitarnya. Kesadaran yang sama
kemudian mendorong berkembangnya konsep pembangunan berkelanjutan. Pada
konsep ini manusia harus memperhatikan daya dukung alam dalam memenuhi
kebutuhannya.
Prinsip-prinsip Gerakan Lingkungan
a. Biospheric egalitarianism-in principle,yaitu pengakuan semua organisme dan
makhluk hidup adalah anggota berstatus sama dari suatu keseluruhan terkait
sehingga bermartabat sama.
b. Non-antroposentrisme, yaitu manusia merupakan bagian dari alam, bukan di
atas atau terpisah dari alam.
c. Realisasi diri (self-realization), realisasi diri manusia sebagaiecological self
yaitu pemenuhan dan perwujudan semua kemampuannya yang beraneka ragam
sebagai makhluk ekologis.
d. Pengakuan dan penghargaan terhadap keanekaragaman dan kompleksitas
ekologis dalam suatu hubungan simbiosis.
e. Perlu perubahan politik menuju ecopolitics, yaitu mencapai suatu keberlanjutan
ekologi secara luas yang berjangkauan jauh ke depan.
6. 4
Sikap Deep Ecology terhadapa Beberapa Isu Lingkungan
a. Isu Pencemaran
Prioritas Deep Ecology adalah mengatasi sebab utama yang paling dalam dari
pencemaran, dan bukan sekedar dampak superfisial dan jangka pendek.
b. Isu Sumber daya Alam
Alam dan kekayaan yang terkandung didalamnya tidak direduksi dan dilihat
semata-semata dari segi nilai dan fungsi ekonomis, tetapi juga nilai dan fungsi
sosial, budaya, spiritual dan religius, medis dan biologis.
c. Isu Jumlah Penduduk
Pengurangan penduduk adalah yang menjadi prioritas utama.
d. Isu Keberagaman Budaya dan Teknologi Tepat Guna
Deep Ecology berusaha melindungi keberagaman budaya dari invansi masyarakat
industri maju, karena keberagaman budaya dilihat sebagai analog dan berkaitan
dengan keragaman dan kekayaan bentuk-bentuk kehidupan.
e. Pendidikan dan Penelitian Ilmiah
Prioritas sialihkan dari ”ilmu-ilmu keras ” ke ”ilmu-ilmu lunak”, khususnya
enhetahuan budaya, filsafat dan etika serta penggalian kearifan tradisional untuk
memperkaya wawasan masyarkat modern.
( Dikutip pada 8 juni 2021 https://catchitecture.wordpress.com/2016/04/04/teorxi-
ekosentrisme/ )
2. Antroposentrisme
Antroposentrisme adalah konsep utama di bidang etika lingkungan dan filsafat
lingkungan, karena sering dianggap sebagai akar masalah yang tercipta akibat
interaksi manusia dengan lingkungan. Meski begitu, antroposentrisme tertanam kuat
dalam berbagai budaya manusia modern dan tindakan-tindakan sadarnya. Istilah ini
dapat ditukar dengan humanosentrisme dan supremasi manusia. ( Dikutip pada 8
juni 2021 https://id.wikipedia.org/wiki/Antroposentrisme )
7. 5
Kerusakan (krisis) lingkungan yang terus-menerus terjadi selama ini, salah satu
faktor penyebabnya adalah kesalahan cara pandang (paradigma) yang mengacu
pada etika Antroposentrisme. Akibat cara pandang ini, telah menuntun manusia
untuk berperilaku tertentu, baik terhadap sesamanya maupun terhadap alam
lingkungan.
Paradigma Antroposentrisme memadang bahwa manusia sebagai pusat dari alam
semesta dan hanya manusia yang mempunyai nilai, sementara alam dan segala
isinya sekedar sebagai alat pemuas kepentingan dan kebutuhan hidup manusia. Nilai
tertinggi adalah manusia dan kepentingannya. Hanya manusia yang mempunyai
nilai dan mendapat perhatian. Segala sesuatu yang lain yang ada di alam semesta ini
hanya akan mendapat nilai dan perhatian, sejauh dapat menunjang dan demi
kepentingan manusia. Manusia dianggap sebagai penguasa alam yang boleh
melakukan apa saja terhadap alam, termasuk melakukan eksploitasi alam dan segala
isinya, karena alam/lingkungan dianggap tidak mempunyai nilai pada diri sendiri.
Etika hanya berlaku bagi manusia. Segala tuntutan mengenai kewajiban dan
tanggung jawab moral terhadap lingkungan hidup, dianggap sebagai tuntutan yang
berlebihan dan tidak pada tempatnya. Kewajiban dan tanggung jawab terhadap alam
hanya merupakan perwujudan kewajiban dan tanggung jawab moral terhadap
sesama manusia. Pola hubungan manusia dan alam hanya dilihat dalam konteks
instrumental. Alam dinilai sebagai alat bagi kepentingan manusia. Kepedulian
manusia terhadap alam, semata-mata dilakukan demi menjamin kebutuhan manusia.
Suatu kebijakan dan tindakan yang baik dalam kaitannya dengan lingkungan hidup
akan dinilai baik apabila mempunyai dampak yang menguntungkan bagi
kepentingan manusia.
Hubungan manusia dan alam tersebut bersifat egoistis, karena hanya mengutamakan
kepentingan manusia. Sedangkan kepentingan alam semesta dan makluk hidup
lainnya, tidak menjadi pertimbangan moral. Paradigma Antroposentrisme yang
bersifat instrumentalistik dan egoistis tersebut, mendorong manusia untuk
mengeksploitasi dan menguras alam demi kepentingannya, tanpa memberi perhatian
yang serius bagi kelestarian alam.
8. 6
Kepentingan manusia disini, sering kali diartikan sebagai kepentingan yang bersifat
jangka pendek, sehingga menjadi akar dari berbagai krisis lingkungan. Oleh karena
memiliki ciri-ciri tersebut, maka paradigma Antroposentrisme dianggap sebagai
sebuah etika lingkungan yang dangkal dan sempit (Shallow environmental ethics).
Etika Antroposentrisme bersumber dari pandangan Aristoteles dan para filsuf
modern. Aristoteles dalam bukunya The Politics menyatakan: tumbuhan disiapakan
untuk kepentingan binatang, dan binatang disediakan untuk kepentingan manusia.
Berdasarkan argumen tersebut, maka dapat dipahami bahwa setiap ciptaan yang
lebih rendah dimaksudkan untuk kepentingan ciptaan yang lebih tinggi. Karena
manusia merupakan ciptaan yang paling tinggi dari pada ciptaan yang lain, maka
manusia berhak menggunakan semua ciptaan, termasuk semua makluk hidup
lainnya, demi memenuhi kebutuhan dan kepentingannya. Manusia boleh
memperlakukan ciptaan yang lebih rendah sesuai dengan kehendaknya dan
menggunakan sesuai dengan keinginannya. Hal itu syah, karena demikianlah kodrat
kehidupan dan tujuan penciptaan. Pada gilirannya, manusia adalah alat dan siap
untuk digunakan sesuai kehendak Tuhan. Thomas Aquinas, Rene Descartes dan
Immanuel Kant menyatakan bahwa manusia lebih tinggi dan terhormat
dibandingkan dengan makluk ciptaan lainnya, karena manusia adalah satu-satunya
makluk bebas dan rasional (The free and rational being). Manusia adalah satu-
satunya makluk hidup yang mampu menggunakan dan memahami bahasa,
khususnya bahasa symbol untuk berkomunikasi. Manusia adalah makluk hidup yang
mampu menguasai dan menggerakkan aktivitasnya sendiri secara sadar dan bebas.
Ia adalah makluk berakal budi yang mendekati keilahian Tuhan, sekaligus
mengambil bagian dalam keilahian Tuhan. Manusia menentukan apa yang ingin
dilakukan dan memahami mengapa ia melakukan tindakan tertentu. Demikian pula,
ia mampu mengkomunikasikan isi pikiranya dengan sesama manusia melalui
bahasa. Kemampuan-kemampuan ini tidak ditemukan pada binatang dan makluk
lainnya, sehingga manusia dianggap lebih tinggi kedudukannya dari pada ciptaan
yang lain. Sebagai makluk yang lebih tinggi, karena bebas dan rasional, Tuhan
menciptakan dan menyediakan segala sesuatu di bumi ini demi kepentingan
manusia.
9. 7
Rene Descartes lebih lanjut menegaskan bahwa manusia mempunyai tempat yang
istimewa di antara semua makluk hidup, karena manusia mempunyai jiwa yang
memungkinkannya untuk berpikir dan berkomunikasi dengan bahasa. Sedangkan
binatang adalah makluk yang lebih rendah, karena hanya memiliki tubuh, yang
hanya sekedar sebagai mesin yang bergerak secara otomatis. Binatang tidak
mempunyai jiwa yang memungkinkan bisa bergerak berdasarkan pemikirannya atau
pengetahuannya sendiri. Binatang hanya bergerak secara mekanis dan otomatis,
seperti halnya arloji, yang telah disetel Tuhan untuk bergerak secara tertentu.
Memperkuat pendapat tersebut, Immanuel Kant menegaskan bahwa hanya manusia
yang merupakan makluk rasional, sehingga diperbolehkan menggunakan makluk
non rasional lainnya untuk mencapai tujuan hidup manusia, yakni mencapai suatu
tatanan dunia yang rasional. Oleh karena makluk selain manusia dan semua entitas
alamiah lainnya tidak memiliki akal budi, maka mereka tidak berhak untuk
diperlakukan secara moral dan manusia tidak mempunyai kewajiban serta tanggung
jawab moral terhadapnya. Semua entitas alam dan binatang hanyalah sebagai alat
dan syah digunakan untuk memenuhi tujuan hidup manusia. Apabila manusia
melakukan kewajiban terhadap alam semesta dan binatang, maka kewajiban tersebut
merupakan kewajiban tidak langsung terhadap sesamamanusia lainnya.
Atas dasar pendapat beberapa filsuf diatas, maka terdapat tiga kesalahan mendasar
terkait cara pandang etika Antroposentrisme, yaitu:
1. Manusia dipahami hanya sebagai makluk sosial (social animal), yang eksistensi
dan identitas dirinya ditentukan oleh komunitas sosialnya.dalam pemahaman ini,
manusia berkembang menjadi dirinya dalam interaksi dengan sesame manusia
didalam komunitas sosialnya. Identitas dirinya dibentuk oleh komunitas
sosialnya, sebagaimana dia sendiri ikut membentuk komunitas sosialnya.
Manusia tidak dilihat sebagai makluk ekologi yang identitasnya ikut dibentuk
oleh alam.
2. Etika hanya berlaku bagi komunitas sosial manusia. Norma dan nilai moral
hanya dibatasi keberlakukanya bagi manusia. Hanya manusia yang merupakan
pelaku moral, yakni makluk yang mempunyai kemampuan untuk bertindak
10. 8
secara moral berdasarkan akal budi dan kehendak bebasnya. Alam dan segala
isinya diperlakukan sebagai alat ditangan manusia.
3. Kesalahan cara pandang Antroposentrisme tersebut diperkuat oleh paradigma
ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang Cartesian dengan ciri utama
mekanistis-reduksionistis. Paradigma ini memisahkan secara tegas antara alam
sebagai obyek ilmu pengetahuan dan manusia sebagai subyek, pemisahan yang
tegas antara nilai dan fakta, serta membela paham bebas nilai dalam ilmu
pengetahuan.
Ilmu pengetahuan dipandang bersifat otonom sehingga dikembangkan dan
diarahkan hanya untuk ilmu pengetahuan. Dengan demikian penilaian baik buruk
ilmu pengetahuan dan teknologi beserta segala dampaknya dari segi moral atau
agama dinilai tidak relevan. Hal ini melahirkan sikap dan perilaku manipulatif dan
eksploitatif terhadap alam yang pada giliranya melahirkan berbagai krisis ekologi
seperti sekarang ini.
Pendapat yang berbeda, dikemukakan oleh penganut paradigma antroposentrisme
lainnya, yaitu W.H. Murdy dan F. Frase Darling. Menurut Murdy bahwa semua
makluk di dunia ini ada dan hidup sebagai tujuan pada dirinya sendiri. Oleh karena
itu, wajar dan alamiah apabila manusia manilai dirinya lebih tinggi disbanding
makluk lainnya. Demikian juga makluk yang lainnya. Tetapi manusia mau tidak
mau akan menilai tinggi alam semesta beserta seluruh isinya, karena kelangsungan
hidup manusia dan kesejahteraannya sangat tergantung dari kualitas, keutuhan dan
stabilitas ekosistem seluruhnya. Menurut Murdy, yang menjadi masalah bukan
kecenderungan antroposentrisme pada diri manusia, tetapi adalah tujuan-tujuan
tidak pantas dan berlebihan yang dikejar oleh manusia di luar batas toleransi
ekosistem itu sendiri. Sepanjang manusia menggunakan alam dan seluruh isinya
untuk kebutuhannya secara tepat (proper ends), maka hal ini masih dibenarkan
secara moral. Namun apabila menggunakan pendekatan antroposentrisme yang
berlebihan, maka inilah awal malapetaka yang menimbulkan krisis lingkungan
hidup.
F. Fraser Darling yang juga seorang pendukung paradigma Antroposentrime,
berpendapat bahwa manusia memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan
11. 9
dengan spesies lain, sehingga manusia disebut sebagai aristokrat biologis, yang
mempunyai kekuasaan atas makluk hisup lainnya. Manusia mempunyai posisi
istimewa di alam semesta ini, dan menempati sebagai puncak rantai makanan dan
piramida kehidupan. Oleh karena kedudukan manusia sebagai aristokrat biologis
tersebut, maka manusia harus melayani semua yang ada di bawah kekuasaannya
secara baik dan sekaligus mempunyai tanggung jawab moral untuk menjaga dan
melindunginya (etika lingkungan).
Dari paparan pendapat diatas, kita ketahui bahwa sebagai sebuah paradigma,
Antroposentrisme cukup kontroversial dan menimbulkan perdebatan yang cukup
tajam diantara para penganutnya hingga sekarang. Disatu sisi, paradigma ini dituduh
sebagai biang penyebab kerusakan lingkungan. Namun disisi lain, paradigm
Antroposentrisme juga banyak dibela para penganutnya, karena validitas
argumennya yang cukup mendasar dan tawaran etika lingkungan yang mendorong
manusia untuk menjaga lingkungan. Banyak kalangan menilai bahwa yang salah
bukanlah antroposentrisme itu sendiri, melainkan pelaksanaan antroposentrisme
yang berlebihan. ( Dikutip pada 8 juni 2021
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&
uact=8&ved=2ahUKEwjYzI7gtYjxAhVHmYsKHQ4cDvMQFjAKegQIHBAE&url
=http%3A%2F%2Facademicjournal.yarsi.ac.id%2Findex.php%2FJurnal-
ADIL%2Farticle%2Fdownload%2F33%2Fpdf&usg=AOvVaw0g4LyQrkmmi1XFY
zTJdpxv )
3. Kontradiksi dan Titik Temu
Keterpisahan manusia terhadap alamnya tidak dapat disangkal ketika gaya hidup
modern semakin tidak terpisahkan dari tuntutan zaman. Gaya hidup modern yang
erat dengan rasionalitas dan penggunaan teknologi yang membantu kehidupan
manusia. Teknologi merupakan solusi dari masalah sosial atau fisik yang dapat
muncul dalam masyarakat (Kilbourne & Carlson, 2008). Kemudian, anggapan
masyarakat modern bahwa penggunaan teknologi menjawab rasionalitas.
Namun, rasionalitas tersebut tidak dapat disamakan dengan pergerakan alam.
Pergerakan alam tidak dapat dihadapi dengan sekedar rasionalitas namun
membutuhkan proses untuk mengenali alam.
12. 10
Bertumpu pada antroposentris, derap ekonomisasi sumberdaya alam mengaca
kepada bagaimana memanfaatkan alam sebagai obyek eksploitasi. Dalam cermatan
ini munculah istilah baru seperti “lahan tidur”, “penguasaan” dan “eksploitasi”.
Dalam sudut pandang ini, manusialah yang berkuasa alam. Alam adalah obyek
yang dapat diperas untuk mendukung kehidupan manusia. Faktor ekonomi dan
politik berperan dalam narasi ini.
Cara pandang antroposentris yang melulu didasarkan pada rasionalitas, akan
menyebabkan alienasi. Ia memisahkan manusia dari alamnya, dari lingkungannya.
Ini pun menyalahi kodrat hakiki, karena pada dasarnya lingkungan tempat hidup
manusia tidak akan pernah lepas dari persoalan kemanusiaan.
Antroposentris menjadi narasi dalam mengamati bagaimana manusia membentuk
eksosistem dan juga menimbulkan acaman bagi ekosistem (Lidskog & Waterton,
2016). Puncaknya, implementasi narasi ini adalah dengan terjadinya perubahan
iklim. Untuk sebagian pihak, perubahan iklim dianggap mitos, namun dalam telaah
keilmuan, perubahan iklim merupakan fenomena yang nyata. ( Di kutip pada 8 juni
2021 https://www.mongabay.co.id/2017/12/26/ekosentris-membangun-kesadaran-
baru-tentang-lingkungan/ )
13. 11
BAB II
PERAN SOSIOLOGI LINGKUNGAN DAN EKOLOGI MANUSIA DI DALAM
KONSEP DAN IMPLEMENTASI SUSTAINABLE DEVELOPMENT
1. Sosiologi Lingkungan
Sosiologi lingkungan didefinisikan sebagai cabang sosiologi yang memusatkan
kajiannya pada keterkaitan antara perilaku sosial manusia dengan lingkungan.
Definisi ini sebenarnya memunculkan masalah tersendiri karena budaya manusia
dalam suatu lingkungan tidak dapat dibahas secara menyeluruh. Meskipun fokus
kajian ini adalah hubungan antara masyarakat dan lingkungan secara umum,
sosiologi lingkungan biasanya menempatkan penekanan khusus ketika mempelajari
faktor sosial yang mengakibatkan masalah lingkungan, dampak masyarakat terhadap
masalah-masalah tersebut, dan usaha untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Ketika dilahirkan, manusia telah menjadi bagian dari lingkungan hidup sekaligus
lingkungan sosial. Pada fase tertentu, pertumbuhan dan perjalanan hidup manusia
banyak ditentukan oleh kondisi lingkungan hidup di sekitarnya. Di sinilah perspektif
sosiologis diperlukan dalam kajian mengenai lingkungan. Hal ini disebabkan karena
fenomena lingkungan telah menjadi suatu kajian interdisipliner yang bersinggungan
dengan kondisi geografi, biologi, teknologi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya
suatu masyarakat.
Menurut Anggreta (pengkaji lingkungan dari Sumatra Barat), pendekatan yang
dapat digunakan untuk mengkaji persoalan lingkungan dalam sosiologi, yaitu
ekologi politik baru yang berupaya membongkar relasi kuasa dalam hubungan antar
manusia sebagai pola pengguna pada konteks suatu lingkungan yang dipolitisasi,
Marxisme ekologis yang menyatakan kerusakan lingkungan merupakan dampak
perkembangan kapitalisme, feminisme lingkungan yang berupaya membongkar ide-
ide dominan maskulin mengenai klasifikasi pengalaman – seraya berupaya
menghapus ketimpangan yang diproduksi oleh ide-ide tersebut, serta Ilmu
pengetahuan dan kekuasaan yang banyak memakai kerangka hubungan antara klaim
pengetahuan dengan kekuasaan. ( Dikutip pada 8 juni 2021
https://id.wikipedia.org/wiki/Sosiologi_lingkungan )
14. 12
2. Ekologi Manusia
Dalam pengelolaan lingkungan dibutuhkan ekologi manusia (Soemarwoto, 1997:20)
yang mempelajari hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungan
hidupnya. Ekologi manusia disatu pihak dapat dilihat sebagai bagian dari
autekologi, yaitu ekologi dari spesies tunggal (homo sapiens). Saat manusia dilihat
sebgai makhluk sosial maka ekologi manusia dapat menggunakan sinekologi
sehingga ekologi manusia bersifat sebagai social.
Ekologi manusia adalah studi yang mengkaji interaksi manusia dengan lingkungan.
Sebagai bagian dari ekosistem, manusia merupakan makhluk hidup yang ekologik
dominan. Hal ini karena manusia dapat berkompetensi secara lebih baik untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya (Hadi, 2000).
Secara analitik (Rambo dalam Soerjani, 1985:3) membedakan lingkup ekologi
manusia dalam dua system yaitu system alam dan system sosial. Kedua system
tersebut saling berhubungan timbal balik terus menerus dan teratur melalui aliran
energy, materi dan informasi sehingga terjadi proses seleksi dan adaptasi.
Lingkungan manusia didefiniskan sebagai segala sesuatu yang berada di sekitar
manusia yang berpengaruh pada kehidupan manusia itu sendiri (lihat Gambar 1).
Menurut Rambo (1983), factor system biofisik atau ekosistem adalah berupa iklim,
udara, air, tanah, tanaman, binatang. Di alam nyata terjadi daur (siklus) materi dan
energy hanya satu arah yaitu dari alam, terjadi arus energy sedangkan materi
terdapat pada arus informasi. Timbulnya perubahan hubungan interaksi manusia dan
lingkungan sekitar disebabkan oleh factor internal (pertambahan penduduk) dan
eksternal (perkembangan ekonomi pasar, pembangunan, kebijakan pemerintah).
Ekologi manusia dipelopori oleh para ilmu sosial (Auguste Comte tahun 1800
tentang rekonstruksi sosial). Kajian sosial akan penyebaran manusia dalam tata
wilayah dipelajari dalam konteks ekologi manusia. Ekologi manusia menekankan
penyebaran manusia dan variable sosialnya dalam tata ruang, sehingga kajiannya
berkaitan dengan geografi. Saat ini semua kajian berkaitan dengan ekologi manusia,
15. 13
yaitu biologi, antropologi, ekonomi, teknologi, psikologi, hokum, pertanian,
pendidikan, kesehatan masyarakat, filsafat, agama dan lain-lain.
Karena studi ekologi terkait dengan masalah perilaku manusia dengan lingkungan
sosialnya, maka teori perilaku mempengaruhi perkembangan studi ekologi manusia.
Menurut Chaplin dalam Wawolumaya (2001), perilaku (tingkah laku/behavior)
merupakan suatu cara atau perbuatan yang layak bagi manusia. Menurut Sarwono
(1992) bahwa perilaku pada hakikatnya merupakan tanggapan atau repons terhadap
ransangan (stimulus), karena itu rangsangan mempengaruhi tingkah laku. Intervensi
organisme terhadap stimulus respon dapat berupa kognisi sosial, persepsi, nilai atau
konsep.
Perilaku adalah salah satu hasil dari peristiwa atau proses belajar. Proses tersebut
adalah proses alami. Sebab timbulnya perilaku harus dicari pada lingkungan
eksternal manusia dan bukan dari dalam diri manusia itu sendiri. Sarwono (1991:3)
mengatakan bahwa perilaku merupakan perbuatan manusia, baik terbuka (open
behavior) maupun yang tidak terbuka (covert behavior). Perilaku terbuka adalah
perilaku yang langsung dapat ditangkap oleh indra misalnya menyapu merokok,
mengemudi dan lain-lain. Perilaku yang tidak terbuka adalah tingkah laku yang
tidak dapat ditangkap langsung oleh indra, misalnya motivasi, sikap, minat dan
emosi. Perilaku menyangkut hubungan antara tanggapan (respons) dengan
ransangan (stimulus). Untuk meningkatkan tanggapan atau balasan dari rangsangan
dapat dilakukan dengan memberikan suatu efek yang menyenangkan bagi subjek
yang memberikan tanggapan tersebut, sehingga apa yang dilakukan akan diulang
lagi.
Bell Gredler dalam Alhadza (2003:5) menjelaskan bahwa seseorang akan
melakukan tingkah laku baru dengan model yang menarik perhatian untuk ditiru,
sedangkan menurut Koswara (1989:3) tingkah laku adalah hasil kekuatan yang ada
dalam diri individu dan kekuatan yang berasal dari lingkungan psikologis.
Pengertian lingkungan psikologi adalah seluruh fakta psikologis yang diketahui atau
disadari oleh individu. Fakta psikologis tersebut membentuk keseluruhan dari
pengetahuan individu dan merupakan kekuatan yang mempengaruhi tingkah laku.
Pembentukan perilaku manusia terhadap lingkungan berhubungan dengan sikap dan
16. 14
nilai yang bersumber dari pengetahuan, perasaan, dan kecenderungan bertindak.
Dari itu tindakan manusia terhadap lingkungan dilakukan berdasarkan keputusan
yang berasal dari informasi lingkungan dan dari latar belakang pengalaman serta
sikap terhadap lingkungan. Pengelolaan sumberdaya alam pada hakikatnya adalah
pertimbangan-pertimbangan positif yang dilakukan dalam rangka terbinanya
keserasian antara penduduk dan lingkungan (prawiroatmojo et al, 1988:11)
Dari uraian di atas (Bell, 1978 dan Koswara, 1989) dapat disarikan bahwa ada
beberapa tahapan bagaimana seseorang akan semakin baik berperilaku. Pertama
tahap pengenalan. Pada tahap ini individu menerima informasi yang berkaitan
dengan gagasan baru. Kedua, tahap pendekatan. Pada tahap ini dapat dipergunakan
oleh pemberi gagasan untuk meningkatkan motivasi agar bersedia menerima
gagasan yang dimaksud. Ketiga, pengambilan keputusan, dimana individu
memerlukan dukungan dari lingkungan atas keputusan yang diambilnya. Bila
lingkungan memberikan dukungan, maka gagasan baru yang telah diadopsi tersebut
tetap dipertahankan. Sebaliknya bila tidak terdapat dukungan dari lingkungan, maka
biasanya gagasan yang diadopsi tersebut tidak jadi dipertahankan dan individu yang
bersangkutan akan kembali lagi keperilaku semula.
Jadi perilaku adalah aktifitas manusia yang berupa penalaran, penghayatan dan
pengalaman dalam merespon lingkungannya. Dengan demikian jika gagasan baru
yang diperkenalkan kepada individu atau kelompok masyarakat bersifat
menguntungkan, cocok dengan nilai dan norma yang ada, mudah untuk dipelajari
maupun dipergunakan, serta mudah dikomunikasikan maka dapat diprediksi bahwa
gagasan tersebut akan diterima.
Untuk mencari jalan pemecahan teoritis terhadap permasalahan perilaku masyarakat
yang diajukan dalam penelitian ini didekati dengan teori lapangan (field theory) dari
Kurt Lewin. Teori lapangan menitikberatkan bahwa perilaku manusia adalah
interaksi antara individu dengan lingkungannya (Ma’ruf, 1991 dan affeltranger,
2001) adapun konsep dasar teori tingkah laku tersebut adalah sebagai berikut
B = f (P,E)
Keterangan
17. 15
B = tingkah laku (behavior)
F = fungsi
P = individu (person) dan E = lingkungan (environmental)
Manusia adalah bagian dari alam, tetapi dalam konsep lingkungan binaan manusia
dengan kemampuannya dapat menguasai dan mengubah alam dan menciptakan
sarana dan prasarana yang mendukung kehidupan manusia itu sendiri. Dalam
konsep lingkungan hidup sosial, manusia berada dalam hubungan dengan manusia
lain sebagai sesama anggota masyarakat.
Hubungan manusia dengan alam sangat erat, kualitas lingkungan akan ditentukan
oleh perilaku manusia dan sebaliknya perilaku manusia juga akan dipengaruhi oleh
lingkungannya (Darsono, 1995)
Perkembangan manusia menurut Kline (1997) dalam Bianpoen (2002) memerlukan
6 faktor yaitu:
1. Lingkungan yang serasi
2. Jaringan sosial dalam masyarakat
3. Kecukupan ekonomis
4. Lingkungan buatan (human settlement) yang aman
5. Keadilan sosial
6. Keberlanjutan ekologis
Pengembangan kualitas hidup manusia meliputi kualitas fisik dan non-fisik. Dahlan
& effendi (1992) dalam KMNLH (1997), membagi pengembangan kualitas hidup
manusia non-fisik menjadi 6 aspek yaitu:
1. Kualitas kepribadian (kecerdasan, kemandirian, kreatifitas, ketahanan mental)
2. Kualitas masyarakat (kesetiakawanan sosial dan keterbukaan)
3. Kualitas berbangsa (kesadaran berbangsa)
4. Kualitas spiritual (religious dan moralitas)
18. 16
5. Wawasan lingkungan
6. Kualitas kekaryaan (perwujudan aspirasn dan pengembangan potensi diri)
Melalui lingkungan sosial, manusia melakukan interaksi dalam bentuk pengelolaan
keutuhan hubungan masyarakat dengan alam dan binaanya melalui pengembangan
perangkat nilai, norma, ideology dan perangkat sosial serta budaya lainnya. Dari
kegiatan tersebut masyarakat dapat menentukan arah pembangunan lingkungan yang
selaras dan sesuai dengan daya dukung lingkungan alam dan lingkungan binaan.
(Dikutip pada 8 juni 2021 https://bangazul.com/ekologi-manusia-2/ )
1. Sustainable Developmen
Pembangunan ekonomi memiliki hubungan dua arah dengan kesehatan.
Pembangunan ekonomi mempengaruhi kesehatan populasi, sebaliknya kesehatan
populasi mempengaruhi pembangunan ekonomi. Kesehatan merupakan sumberdaya
yang diperlukan untuk pembangunan ekonomi. Tingkat kesehatan populasi yang
tinggi dapat meningkatkan produktivitas, meningkatkan pendapatan keluarga, yang
secara agregat nasional meningkatkan Produk Domestik Bruto per Kapita.
Sebaliknya pembangunan ekonomi berpengaruh terhadap kemampuan keberlanjutan
sistem pendukung yang diperlukan bagi populasi untuk menciptakan kesehatan dan
kualitas hidup yang baik. Pembangunan ekonomi menggunakan sumberdaya alam,
energi, dan sumberdaya manusia secara masif. Pembanguan ekonomi yang tidak
terkontrol, penggunaan sumberdaya alam dan energi untuk produksi maupun
konsumsi, yang tidak berhati-hati, hingga melebihi kapasitas bumi, dapat merusak
kondisi lingkungan sosial dan eko-sistem, sehingga menurunkan tingkat kesehatan
dan kualitas hidup populasi.
Pembangunan yang bijak bagi masyarakat adalah pembangunan yang berkelanjutan.
Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah pembangunan yang
bertujuan meningkatkan kualitas hidup orang di seluruh dunia, baik dari generasi
sekarang maupun yang akan datang, tanpa mengeksploitasi penggunaan sumberdaya
alam yang melebihi kapasitas dan daya dukung bumi. Tujuan tersebut bisa dicapai
melalui empat elemen tujuan pembangunan berkelanjutan:
1. Pertumbuhan dan keadilan ekonomi
19. 17
2. Pembangunan sosial
3. Konservasi sumberdaya alam (perlindungan lingkungan)
4. Pemerintahan yang baik (good governance).
Keempat elemen tersebut saling mendukung satu dengan lainnya, menciptakan
tujuan pembangunan yang berkaitan dan berkelanjutan.
Dalam Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang diadakan di Rio de
Janeiro (Brasil) pada Juni 2012 dibahas agenda pembangunan berkelanjutan yang
disebut Sustainable Development Goals (SDGs). SDGs merupakan seperangkat
tujuan, sasaran, dan indikator pembangunan yang berkelanjutan yang bersifat
universal. SDGs merupakan kelanjutan dan perluasan dari Millennium Development
Goals (MDGs) yang telah dilakukan oleh negara-negara sejak 2001 hingga akhir
2015.
Delapan MDGs sebagai berikut:
Mengurangi kemiskinan dan kelaparan
Mencapai pendidikan yang universal;
Meningkatkan kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan
Mengurangi kematian anak
Meningkatkan kesehatan maternal
Membasmi HIV, malaria, dan penyakit lainnya
Menjamin keberlanjutan lingkungan
Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.
Meskipun beberapa target MDGs berhasil dicapai, banyak tujuan dan target lainnya
dinilai belum tercapai. MDGs bertujuan mengurangi kemiskinan, tetapi gagal
memperhatikan dan mengatasi akar masalah kemiskinan. MDGs tidak secara khusus
memperhatikan pentingnya mencapai tujuan perbaikan pembangunan ekonomi.
MDGs kurang memperhatikan sifat holistik, inklusif, dan keberlanjutan
pembangunan. Demikian juga MDGs dinilai kurang memperhatikan kesetaraan
gender dan hak azasi manusia. Secara teoretis MDGs ingin diterapkan di semua
negara, tetapi kenyataannya MDGs hanya diterapkan pada negara berkembang atau
miskin, dengan bantuan pendanaan dari negara kaya (UN, 2016; Guardian, 2016;
20. 18
Knoema, 2016). ( Dikutip pada 8 juni 2021
http://theicph.com/id_ID/id_ID/icph/sustainable-development-goals/ )
3. Peran Sosiologi Lingkungan Dan Ekologi Terhadap Sustainable
Development
1. Pokok-pokok Kebijaksanaan Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan
Lingkungan
Proses pembangunan berkelanjutan bertumpu pada tiga faktor berikut.
a. Kondisi sumber daya alam. Sumber daya alam yang dapat menopang proses
pembangunan secara berkelanjutan perlu memiliki kemampuan agar dapat
berfungsi secara berkesinambungan.
b. Kualitas lingkungan. Lingkungan dan sumber daya alam terdapat hubungan
timbal balik yang erat. Semakin tinggi kualitas lingkungan, akan semakin tinggi
pula kualitas sumber daya alam yang mampu menopang pembangunan yang
berkualitas.
c. Faktor kependudukan adalah unsur yang dapat menjadi modal atau sebaliknya
menjadi unsur yang menimbulkan dinamika dalam proses pembangunan.
Untuk memungkinkan pembangunan secara berkelanjutan, diperlukan pokok-pokok
kebijaksanaan berikut.
a. Pengelolaan sumber daya alam perlu direncanakan sesuai dengan daya dukung
lingkungannya.
b. Proyek pembangunan yang berdampak negatif terhadap lingkungan
dikendalikan melalui penerapan analisis mengenai dampak lingkungan
(AMDAL) sebagai bagian dari studi kelayakan dalam proses perencanaan
proyek.
c. Penanggulangan pencemaran air, udara, tanah mengutamakan: (1)
penanggulangan bahan beracun dan bahan berbahaya agar limbah ini dapat
dikendalikan dan tidak membahayakan masyarakat. 2) penanggulangan limbah
padat, terutama di kota-kota besar agar tidak mengganggu kesehatan
lingkungan;3) penetapan buku mutu emisi dan efluen;4) pengembangan baku
mutu air dan udara
21. 19
d. Pengembangan keragaman hayati sebagai persyaratan bagi stabilitas tatanan
lingkungan.
e. Pengendalian kerusakan lingkungan melalui: 1) pengelolaan daerah aliran
sungai;2) rehabilitasi dan reklamasi bekas pembangunan dan galian C; 3)
pengelolaan wilayah pesisir dan lautan.
f. Pengembangan kebijakan ekonomi yang memuat pertimbangan lingkungan.
g. Pengembangan peran serta masyarakat, kelembagaan, dan ketenagaan dalam
pengelolaan lingkungan hidup.
h. Pengembangan hukum lingkungan yang mendorong badan peradilan untuk
menyelesaikan sengketa melalui penerapan hukum lingkungan.
i. Pengembangan kerja sama luar negeri.
2. Pengembangan Tata Ruang
Penataan ruang adalah usaha untuk pengelolaan lingkungan hidup secara terpadu
dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian pemanfaatan sumber daya alam
melalui peningkatan kualitas lingkungan fisik dan pemanfaatan ruang yang optimal,
seimbang, serasi, terpadu, dan berlanjut.Penataan ruang bertujuan mengarahkan
struktur dan lokasi beserta hubungan fungsional secara serasi dan seimbang dalam
pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Peningkatan kualitas
hidup manusia dan kualitas lingkungan hidup dapat dilaksanakan secara berlanjut
jika penataan ruang memerhatikan usaha-usaha:
a. perlindungan terhadap proses ekologi dan penduduk kehidupan, misalnya
menjaga tetap berfungsinya daur biogeofisik yang ada di alam;
b. pelestarian keragaman jenis dan plasma nutfah (sumber genetika);
c. pemanfaatan sumber daya alam yang berwawasan lingkungan.
Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam penataan ruang adalah sebagai berikut.
22. 20
a. Keterbatasan tersedianya luas lahan dan ruang, yang relatif tidak bertambah.
Indonesia memiliki daratan kurang lebih 193 juta ha, luas lautan hingga batas ZEE
dan luas angkasa hingga batas GSO.
b. Tidak semua areal hutan dan ruang cocok untuk suatu kegiatan manusia.
c. Terjadinya pemanfaatan lahan dan ruang yang saling mengganggu antara berbagai
kegiatan.
d. Belum adanya pengaturan kelembagaan yang jelas untuk penanganan tata ruang
wilayah yang berwawasan lingkungan, terutama disebabkan belum adanya
perangkat perundangundangan tata ruang dan belum siapnya perangkat pengelolaan
penataan ruang (Surna T. Djajainingrat, 1994: 6-10).
Walaupun dihadapkan pada kendala tersebut, usaha penataan ruang tetap perlu
dilakukan agar segala tindakan pemanfaatan sumber daya bagi kepentingan
kebutuhan manusia tidak merugikan kehidupan manusia tersebut. Adapun sasaran
yang hendak dicapai dalam penatagunaan ruang, meliputi tatanan penyediaan
peruntukan penggunaan tanah, air, udara, dan sumber daya lainnya, untuk
meletakkan kegiatan pembangunan pada tempatnya yang sesuai secara fsik dan
hukum.
3. Penetapan Baku Mutu Lingkungan dan Baku Mutu Limbah
Baku mutu lingkungan adalah batas atau kadar yang diperbolehkan bagi zat atau
bahan pencemar terdapat dalam media lingkungansehingga dapat tetap berfungsi
sesuai dengan peruntukannya. Misalnya, air digolongkan peruntukannya sebagai
berikut:
air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa
pengolahan terlebih dahulu;
air yang dapat digunakan sebagai bahan air minum;
air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan;
air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian yang dapat
dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri, pembangkit listrik tenaga air.
4. Pembangunan Manusia
23. 21
Pembangunan manusia adalah proses perluasan pilihan yang lebih banyak kepada
penduduk, melalui upaya pemberdayaan yang mengutamakan peningkatan
kemampuan dasar manusia agar berpartisipasi dalam segala bidang pembangunan
(United Nation Development Programme/UNPD). Arti penting manusia dalam
pembangunan adalah manusia dipandang sebagai subjek pembangunan, yang artinya
pembangunan dilakukan bertujuan untuk kepentingan manusia atau masyarakat.
Pembangunan manusia lebih dari sekadar pertumbuhan ekonomi, peningkatan
pendapatan, dan produksi komoditas serta akumulasi modal. Pembangunan manusia
perlu mendapatkan perhatian karena beberapa hal berikut. Pertama, banyak negara
berkembang termasuk Indonesia yang berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi,
tetapi gagal mengurangi kesenjangan sosial, ekonomi, dan kemiskinan. Kedua,
banyak negara maju yang mempunyai tingkat pendapatan tinggi tidak bisa
mengurangi masalah sosial, seperti penyalahan narkoba.
Pembangunan manusia meliputi dua unsur pokok. Pertama, materi yang dihasilkan
dan dibagi. Kedua, masalah manusia yang menjadi manusia pembangun. Mengenai
manusia pembangun, para ahli ekonomi memang membicarakan sumber daya
manusia (SDM). Akan tetapi, dalam bab ini, pembicaraan tentang manusia lebih
menekankan aspek keterampilan. Dengan demikian, manusia dianggap sebagai
masalah teknis untuk meningkatkan produksi dan meningkatkan keterampilan,
melalui bermacam sistem pendidikan.
Condrad Phillip Kottak dalam Michael M. Cernea (1988) menyatakan bahwa
mengutamakan manusia dalam campur tangan pembangunan berarti memenuhi
kebutuhan bagi perubahan yang dirasakan manusia, mengidentifikasi sasaran dan
strategi bagi perubahan yang sesuai dengan budaya; membangun yang tepat-guna
bertujuan memanfaatkan daripada menentang kelompok dan organisasi yang ada;
memantau dan mengevaluasi secara informal peserta selama pelaksanaan;
mengumpulkan informasi terperinci sebelum dan sesudah pelaksanaan sehingga
dampak sosioekonomi dapat dinilai secara akurat. Konsep human development atau
pembangunan manusia dibahas oleh UNDP untuk pertama kalinya pada era
kotemporer dalam Human Development Report 1990. Konsep ini menunjukkan
24. 22
bahwa tujuan utama pembangunan adalah menguntungkan manusia-masyarakat,
maka high national income dan growth tidak secara langsung menjamin human
development karena kadang-kadang hanya mementingkan pihak elite politis dan
enlarging people’s choices. The most critical ones are to lead a long and healthy life,
to be educated and to enjoy a decent standard of living. Additional choices include
political freedom, guaranteed human rights and self respect. Dengan merujuk
kepada Mahbub Haq (1995), pemahaman pembangunan manusia menunjukkan lima
karakteristik dan empat komponen yang membentuknya. Kelima komponen tersebut
dapat dirangkum sebagai berikut.
Pembangunan manusia memusatkan perhatian kepada manusia sehingga
pendekatan pembangunan diartikan seperti aksi perluasan pilihan atau
alternatif bagi rakyat espanding people’s choice’s. Dalam semua proses
pembangunan dipertanyakan bagaimana masyarakat dapat berpartisipasi
secara aktif dan mendapatkan manfaat dari pembangunan.
Menekankan pada kedua sisi yang dimiliki pembangunan manusia, yaitu
formation of human capabilities (peningkatan health, knowledge, dan skills)
dan people acquired capabilities (untuk pekerjaan, kegiatan produktif,
partisipasi dalam urusan politik, dan lainnya). Hal itu bermaksud bahwa proses
pembangunan seharusnya memperdayakan masyarakat dengan menyediakan
berbagai institusi atau prasarana untuk meningkatkan kapabilitas manusia
sehingga mereka mampu beraktivitas di tengah masyarakat untuk mendorong
pembangunan.
Untuk memperluas pilihan bagi rakyat diperlukan means, yaitu pertumbuhan
ekonomi, terutama melalui peningkatan gross national product. Sekalipun
demikian, pertumbuhan ekonomi tidak otomatis memberi kesejahteraan
masyarakat, tetapi harus didistribusikan secara merata melalui kebijakan yang
jelas.
Human development merupakan sebuaha teori dan pendekatan yang
menggabungkan pembangunan ekonomi, sosial, dan politik. Perhatian tidak
hanya terfokus pada faktor ekonomi, tetapi juga pada semua faktor yang
menyangkut suatu society.
25. 23
Manusia merupakan tujuan, juga sarana dari pembangunan. Adapun economic
growth adalah sebagai sarana untuk mencapai human development.
Adapun empat komponen penting dalam paradigma human development adalah
sebagai berikut.
Equity, yaitu adanya keadilan dalam memperluas pilihan dan kesempatan
untuk manusia. Hal ini berarti adanya akses terhadap kesempatan yang merata.
Peningkatan GNP didistribusikan kepada masyarakat, melalui kebijakan fiskal
yang optimal, land reform, akses kepada kredit, political opportunities, dan
penghapusan hambatan sosial atau legal yang membatasi kaum minoritas
kepada kesempatan ekonomi dan politik.
Sustainability, yaitu tingkat kesejahteraan yang dinikmati masa kini harus bisa
dinikmati oleh generasi mendatang. Dengan kata lain, kelestarian dari semua
kapital: kapital fisik; finansial; lingkungan hidup; sumber daya manusia,
dengan kapasitas memperbaharui dan meregenerasi kapital tersebut.
Productivity, yaitu peningkatan kapabilitas sumber daya manusia melalui
investment in people agar potensial maksimal mereka dapat digunakan sebagai
sarana untuk mencapai pertumbuhan. Di sini manusia dilihat sebagai sarana
atau partisipasi dari pembangunan.
Empowerment dimaksudkan pada pembangunan berdasarkan partisipasi penuh
masyarakat, yaitu masyarakat bukan hanya sebagai penerima, melainkan juga
aktif dalam menentukan pilihan mengenai cara membentuk hidup mereka
sendiri. Pemberdayaan menurut Haq adalah investasi dalam pendidikan dan
kesehatan agar masyarakat dapat mengambil keuntungan dari peluang yang
ditawarkan pasar, akses kepada kredit dan productive assets; juga
pemberdayaan yang sama kepada wanita dan pria agar mempunyai
kesempatan bersaing yang setara.
( Dikutip pada 8 juni 2021
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rj
a&uact=8&ved=2ahUKEwiduLb1y4jxAhWp73MBHYbDDskQFjADegQIFBAE
&url=http%3A%2F%2Fdigilib.uinsgd.ac.id%2F3650%2F1%2FSOSIOLOGI%
2520PEMBANGUNAN.pdf&usg=AOvVaw30C-3DymEMZDjQVogqd-d3 )
26. 24
BAB III
DETERMINISME KARAKTERISTIK LINGKUNGAN ALAM TERHADAP
CORAK INTERAKSI KOMUNITAS
Manusia sebagai individu hidup dalam sebuah lingkungan sosial,dimana diantara
individu saling berkomunikasi dengan sesamanya baik itusecara personal (dengan
individu lain) maupun secara kelompok. Komunikasiyang terjalin semata-mata tidak
hanya satu arah, tetapi juga salingmemberikan respon terhadap satu sama lain.
Sehingga dari peristiwa semacamitu muncullah interaksi diantara kedua pihak.
Interaksi sosial merupakansyarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial.
Syarat-syarat terjadinya interkasi sosial adalah :
a. Adanya kontak sosial (social contact)Secara fisik, kontak sosial baru terjadi
apabila adanya hubungan fisik,sebagai gejala sosial. Hal ini bukan semata-mata
hubungan badaniah,karena hubungan sosial terjadi tidak saja secara menyentuh
seseorang,namun orang dapat berhubungan dengan orang lain tanpa harus
menyentuhnya. Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk yaitu
antarindividu, antarindividu dengan kelompok, dan antarkelompok.
b. Adanya komunikasi
Komunikasi diartikan sebagai seseorang memberi arti pada perilaku orang lain,
perasaan-perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang
bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin
disampaikan oleh orang tersebut (Soekanto, 2007:62)
Interaksi sosial antara kelompok-kelompok manusia terjadi antara kelompok
tersebut sebagai kesatuan dan biasanya tidak menyangkut pribadi anggota-
anggotanya. Bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa :
a. Kerja sama (cooperation)
Kerja sama diartikan sebagai suatu usaha bersama antara orang perorangan atau
kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Proses
terjadinya kerja sama lahir apabila diantara individu atau kelompok ingin
mencapai tujuan yang sama. Begitu pula apabila individu atau kelompok merasa
27. 25
adanya ancaman dari luar, maka proses kerja sama ini akan bertambah kuat
diantara mereka (Soekanto, 2007:65).
b. Persaingan (competition)
Persaingan adalah proses sosial dimana kelompok-kelompok berjuang dan
bersaing untuk mencari keuntungan pada bidang-bidang kehidupan yang
menjadi pusat perhatian umum dengan cara menarik perhatian publik atau
dengan mempertajam prasangka yang telah ada, namun tanpa mempergunakan
ancaman atau kekerasan (Soekanto, 2007:83).
c. Pertentangan atau pertikaian (conflict)
Pertentangan atau pertikaian merupakan suatu proses sosial dimana individu
atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menentang
pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan/atau kekerasan. Sebab dari
pertentangan adalah perbedaan antara individu-individu, perbedaan kebudayaan,
perbedaan kepentingan, dan perubahan sosial (Soekanto, 2007:91).
( Dikutip pada 8 juni 2021
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&
uact=8&ved=2ahUKEwjio7Cr4YjxAhXN7HMBHZjBDPAQFjAAegQIBBAD&url
=https%3A%2F%2Fcore.ac.uk%2Fdownload%2Fpdf%2F33511412.pdf&usg=AOv
Vaw3hltXynnZQVPV5jyf5-ClC )
Dalam perspektif sosiologi, konsep komunitas dan masyarakat memiliki arti yang
berbeda. Komunitas lebih bersifat kecil, homogen, kultural, partisipatif-efektif, serta
relatif otonom. Sedangkan masyarakat lebih bersifat besar, heterogen, struktural,
produktivitas-efisiensi, serta dependen.
Komunitas adalah suatu unit atau kesatuan sosial yang terorganisasikan dalam
bentuk kelompok-kelompok dengan kepentingan bersama, baik yang bersifat
fungsional maupun yang memiliki teritorial. Lebih lanjut, komunitas dalam batas-
batas tertentu dapat merujuk pada warga sebuah dusun, desa, kota, suku, atau
bangsa.
28. 26
Ciri-ciri komunitas adalah anggotanya berpartisipasi dan terlibat langsung dalam
suatu kegiatan. Maksudnya adalah semua usaha anggota diintegrasikan dengan
usaha-usaha pemerintah setempat untuk meningkatkan taraf hidup.
Selain itu, suatu komunitas juga memiliki lokalitas atau tempat tinggal tertentu.
Komunitas yang memiliki tempat tinggal tetap dan permanen, biasanya memiliki
ikatan solidaritas yang kuat sebagai pengaruh kesatuan tempat tinggalnya.
Secara tidak langsung, komunitas berfungsi sebagai ukuran untuk menjelaskan
hubungan antara hubungan sosial dengan wilayah geografis tertentu. Tidak hanya
tempat tinggal, ada satu lagi unsur pembentuk komunitas, yaitu perasaan. Perasaan
harus ada di antara anggota bahwa mereka saling membutuhkan dan lahan yang
mereka tempati memberikan kehidupan kepada semuanya. Perasaan tersebut disebut
sebagai perasaan komunitas. Adapun unsur-unsur perasaan komunitas, yaitu
seperasaan, sepenanggungan, dan saling memerlukan. ( Dikutip pada 8 juni 2021
https://www.kompas.com/skola/read/2020/12/07/182940069/komunitas-dalam-
perspektif-sosiologi?page=all )
Determinisme lingkungan, juga dikenal sebagai determinisme iklim atau
determinisme geografi, adalah pandangan bahwa lingkungan fisik, bukannya
kondisi sosial, yang menentukan kebudayaan. Penganut pandangan ini mengatakan
bahwa manusia ditentukan oleh hubungan stimulus dan respon (hubungan
lingkungan-perilaku) dan tidak bisa "menyimpang" dari hal itu.
Argumen dasar dari penganut determinisme lingkungan adalah bahwa aspek dari
geografi fisik, khususnya iklim, memengaruhi pemikiran individu, yang pada
gilirannya akan menentukan perilaku dan budaya yang dibangun oleh individu
tersebut. Sebagai contoh, iklim tropis dikatakan menyebabkan kemalasan dan sikap
santai, sementara seringnya perubahan cuaca di daerah sub-tropis cenderung
membuat etos kerja yang lebih bersemangat. Karena pengaruh lingkungan ini secara
lambat laun memengaruhi kondisi biologis manusia, maka perlu untuk merunut
migrasi dari kelompok untuk melihat kondisi lingkungan tempat mereka berevolusi.
Pendukung utama pendapat ini di antaranya Ellen Churchill Semple, Ellsworth
29. 27
Huntington, Thomas Griffith Taylor dan mungkin pula Jared Diamond, walau
statusnya sebagai pendukung determinisme lingkungan masih diperdebatkan.
( Dikutip pada 8 juni 2021 https://id.wikipedia.org/wiki/Determinisme_lingkungan )