Buku ini membahas berpikir kritis dan mendefinisikannya menurut beberapa ahli seperti John Dewey, Edward Glaser, Robert Ennis, dan Richard Paul. Buku ini juga menjelaskan struktur penalaran dalam argumen, kesimpulan, asumsi implisit, dan pentingnya memahami konteks dalam menganalisis suatu argumen.
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Tugas berpikir kritis
1. BERPIKIR DAN MENULIS ILMIAH
RINGKASAN BUKU “BERPIKIR KRITIS : SEBUAH PENGANTAR”
BAB 1 – 5
OLEH : MOCHAMAD NURIS
NIM : C14160005
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SIDOARJO
SEMESTER GENAP TAHUN 2017
2. Dalam beberapa tahun terakir ‘berpikir kritis’ telah menjadi istilah yang sangat populer
dalam dunia pendidikan. Berikut definisi klasik dari radisi berpikir kritis :
1. John Dewey
John Dewey mendefinisikan tentang berpikir reflektif sebagai berikut :
“pertimbangan yang aktif, persistent (terus menerus), dan teliti tentang sebuah
keyakinan atau bentuk pengetahuan yang di terima begitu saja dipandang dari sudut
alasan – alasan yang mendukungnya dan kesimpulan - kesimpulan lanjutan yang
menjadi kecenderungannya (Dewey, 1909, hlm. 9).”
2. Edward Glaser
Edward Glaser mendefisinisikan tentang berpikir kritis sebagai berikut :
1. Suatu sikap berpikir secara mendalam tentang maasalah – masalah dan hal – hal
yang ada dalam jangkauan pengalaman seseorang.
2. Pengetahuan tentang metode – metode pemeriksaan dan penalaran yang logis.
3. Semacam suatu keterampilan untuk menerapkan metode – metode tersebut.
Berpikir kritis menuntut upaya keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau
pengetahuan asumtif berdasarkan bukti pendukungnya dan kesimpulan –
kesimpulan lanjutan yang diakibatkannya (Glaser, 1941, hlm. 5).
3. Robert Ennis
Salah satu kontributor terkenal bagi perkembangan tradisi berpikir kritis adalah
Robert Ennis, dia mendefinisikan berpikir kritis sebagai berikut :
“berpikir adalah pemikiran yang masuk akal dan reflektif yang berfokus untuk
memutuskan apa yang mesti dipercaya atau atau di lakukan (lihat Norris and Ennis,
1989).”
4. Richard Paul
Richard Paul memberikan definisi tentang berpikir kritis yang kelihatan agak
berbeda dari definisi – definisi yang laen. Definisi itu sebagai berikut :
“berpikir kritis adalah mode berpikir – mengenai hal, subtansi atau masalah apa saja
– di mana si pemikir meningkatkan kualitas pemikirannya dengan menangani secara
terampil struktur – struktur yang melekat dalam pemikiran dan menerapkan standar
– standar intelektual padanya (Paul , Fisher, and Nosich, 1993, hlm.4).”
Setelah menjelaskan poin – poin ini, kita mengenal “bahasa penalaran” yang lebih
luas (termasuk fakta, pendapat, inferensi,dukungan, bukti, sangkalan, kekeliruan, dan lain –
lain) dan memahami seorang pengarang juga termasuk menangkap alasan apa yang
3. disajikan untuk mendukung setiap kesimpulannya sehingga secara singkat buku ini
memperkenalkan beberapa gagasan mengenai struktur penalaran. Buku ini menuntut kita
supaya kita memahani pemakaian variasi kata – kata bahasa biasa sehari – hari, seperti
kesimpulan dan alasan. Tak bisa dielak beberapa kata menimbulkan masalah, seperti
“asumsi”.
Argumen – argumen memiliki struktur. Kadang – kadang pengarang menyajikan dua
atau leih alasan berdampingan untuk mendukung kesimpulan dan melihat masing – masing
alasan itu seperti memberi suatu dukungan terhadap kesimpulan itu sendirian bahkan tanpa
alasan – alasan yang lain. Sangat mudah sekali untuk keliru antara argumen dan penjelasan
sebab akibat, karena bahasa yang di gunakan mirip dan secara sistematis bisa menyesatkan,
ini sebuah contoh tes praktis untuk membedakan hal ini yang sering kali membantu :
“jika pengarang tampaknya berasumsi bahwa akibatnya benar maka anda mungkin
memperoleh penjelasan sebab akibat ; sebaliknya, jika pengarang bermaksud
memberikan akibatnya, maka itu barang kali sebuah argumen.
Bahwa satu argumen bisa mengarah ke beberapa kesimpulan, sehingga kita harus bisa
menyadari kemungkinan ini ketika memperhatikan struktur nukilan penalaran, dan ingat
kesimpulan – kesimpulan bisa terdapat di mana saja dalam argumen.
Ketika orang mengajukan argumen, penjelasan, atua jenis penalaran yang serupa,
sangat lazim baginya untuk membiarkan beberapa hal tidak di sebutkan, meskipun dia yakin
hal – hal itu benar (atau dapat di terima) dan relavan dari isinya, atau bahkan sangat penting
bagi isu tersebut.
Hampir semua argumen riil (argumen yang di gunakan atau sudah di gunakan dengan
maksud untuk meyakinkan orang lain akan suatu sudut pandang) membiarkan beberapa hal
tidak di sebutkan dalam arti tertentu diasumsikan. Biasanya, ketika kita menggunakan kata
“asumsi” , inilah pengertian yang akan kita maksudkan ; asumsi adalah keyakinan yang
secara jelas di terima atau dianggap benar oleh pembicara atau penulis tetapi mereka tidak
menyatakannya atau membuatnya eksplisit.
Konteks argumen dapat menyediakan banyak latar belakang informasi. Hal ini dapat
membantu kita memahami argumen termasuk apa yang (atau pengarang) diasumsikan atau
dimaksudkan secara implisit.
4. Jika kita menanggapi penalaran seseorang, kita tidak hanya terlibat dengan beberapa
komentar yang berlawanan, tetapi harus pertama – tama berusaha memahani dengan jelas
untuk apa mereka berargumentasi (kesimpilan mereka apa), penalaran mereka apa, asumsi
– asumsi mereka apa, dan lain – lain, menjalankan smua hal ini berarti melibatkan perhatian
mendetail berkenan dengan asumsi – asumsi yang implisit dan konteks, juga penalaran yang
eksplisit.
Agar lazim dalam konteks argumentatif bila terdapat ketidakjelasan mengenai apa
yang dimaksudkan. Dalam hal ini kita sudah menjelaskan berbagai cara dalam
mengklarifikasi unkapan untuk berbagai maksud dan kita berharap itu akan membuat kita
secara otomatis menggunakan metode – metode ini tatkala metode – metode itu dibutuhkan,
tetapi bukan sebaliknya. Pada saat klarifikasi diperlukan, penjelasan yang diberikan sering
kali tidak tetap dalam beberapa hal tetapi cukup memadai untuk maksud komunikasi ; tidak
semua hal dapat didefinisikan atau di jelaskan.